BAB 2 TIJAUAN TEORITIS 2.1.Tijauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Apotek Pengertian Apotek menurut Kepmenkes No.1332/MENKES/SK/X/2002, Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Yang di maksud pekerjaan kefarmasian diantaranya pengadaan obat penyimpanan obat, pembuatan sediaan obat, peracikan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi serta memberikan informasi kepada masyarakat mengenai perbekalan kefarmasian yang terdiri dari obat, bahan obat, obat tradisional, alat kesehatan dan kosmetik. Tidak hanya menjalankan pekerjaan kefarmasian tetapi tugas pokok dan fungsi Apotek juga harus dijalankan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan standard prosedur yang telah ditetapkan. 2.1.2 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Kotler (dalam A.B. Susanto, 2000:11).
6
7
Menurut Fandy Tjiptono (2004 : 3) konsep pemasaran adalah falsafah atau anggapan yang diyakini perusahaan sebagai dasar dari setiap kegiatannya dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan menurut Wiliam J. Stanton (1984 : 7) pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik kepada konsumen saat ini maupun konsumen potensial. Pemasaran memiliki dua hal penting. Pertama, pemasaran merupakan filosofi sikap, perspektif atau orientasi manajemen yang menekankan pada kepuasan konsumen. Kedua, pemasaran adalah sekumpulan aktivitas yang digunakan untuk mengimplementasikan filosofi ini. (Lamb, Hair, McDaniel, 200:6) William J. Stanton, menyatakan konsep pemasaran adalah sebuah filsafat bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan. pemasaran tersebut disusun dengan memasukkan tiga elemen pokok, yaitu: 1. Orientasi kepada konsumen 2. Volume penjualan yang menghasilkan laba 3. Koordinasi semua kegiatan pemasaran.
8
2.1.3 Pengertian jasa Kotler (2002 : 486) mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak dapat menghasilkan kepemilikan sesuatu. Menurut gronroos (2000) dalam Tjiptono dan Chandra (2005 : 11) mendefinisikan jasa sebagai proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jas dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan. Sedangkan menurut Lupiyoadi (2001:15) jasa merupakan semua aktifitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik/konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada waktu yang sama pada waktu dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan akan masalah yang dihadapi konsumen. 2.1.4 Bauran Pemasaran Jasa Lovelock dan Wright (2002:13-15) mengembangkan bauran pemasaran (marketing mix) menjadi integrated service management dengan menggunakan pendekatan 8P, yaitu:product elements, place, cyberspace, and time, promotion and education, price and other user outlays, process, productivity and quality, people, and physical evidence.
9
1. Product elements adalah semua komponen dari kinerja layanan yang menciptakan nilai bagi pelanggan. 2. Place, cyberspace, and time adalah keputusan manajemen mengenai kapan, dimana, dan bagaimana menyajikan layanan yang baik kepada pelanggan. 3. Promotion and education adalah semua aktivitas komunikasi dan perancangan insentif untuk membangun persepsi pelanggan yang dikehendaki perusahaan atas layanan spesifik yang perusahaan berikan. 4. Price and other user outlays adalah pengeluaran uang, waktu, dan usaha yang pelanggan korbankan dalam membeli dan mengkonsumi produk dan layanan yang perusahaan tawarkan atau sajikan. 5. Process adalah suatu metode pengoperasian atau serangkaian tindakan yang diperlukan untuk menyajikan produk dan layanan yang baik kepada pelanggan 6. Productivity and quality produktivitas adalah sejauhmana efisiensi masukanmasukan layanan ditransformasikan ke dalam hasil-hasil layanan yang dapat menambah nilai bagi pelanggan, sedangkan kualitas adalah derajat suatu layanan yang dapat memuaskan pelanggan karena dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan. 7. People adalah pelanggan dan yang terlibat dalam kegiatan memproduksi produk dan layanan (service production). 8. Physical evidence adalah perangkat-perangkat yang diperlukan dalam menyajikan secara nyata kualitas produk dan layanan.
10
Dalam skripsi ini peneliti hanya mengambil 3 unsur dalam 8p yang ada yaitu harga, kualitas pelayanan, lokasi (Price and other user outlays, Productivity and quality, Place, cyberspace, and time) 2.1.5 Kualitas Pelayanan Kualitas tidak memiliki perbedaan pengertian dengan mutu. Kata mutu bersinonim dengan kata kualitas. Mutu atau kualitas adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. Istilah ini banyak digunakan dalam bisnis, rekayasa, dan manufaktur dalam kaitannya dengan teknik dan konsep untuk memperbaiki kualitas produk atau jasa yang dihasilkan. Pelayanan menurut (Lovelock,2001) didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Kualitas layanan didefinisikan sebagai penilaian pelanggan atas keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh (Zeithaml, 1998). Lebih lanjut Mowen, dkk (2002) dalam Wardhani (2010) Mengemukakan bahwa kualitas kinerja layanan merupakan suatu proses evaluasi menyeluruh pelanggan mengenai kesempatan kinerja layanan. Kualitas pelayanan berkaitan erat dengan persepsi pelanggan tentang mutu suatu usaha. Semakin baik pelayanan yang akan mempengaruhi tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan sehingga usaha tersebut akan dinilai semakin bermutu. Sebaliknya apabila pelayanan yang diberikan kurang baik dan memuaskan, maka
11
usaha tersebut juga dinilai kurang bermutu. Oleh karena itu usaha untuk meningkatkan
kualitas
pelayanan
harus
terus
dilakukan
agar
dapat
memaksimalkan kualitas jasa. Konsep kualitas sendiri pada dasarnya bersifat relatif yaitu tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain: 1. Persepsi konsumen, 2. Produk (jasa), 3. Proses. Untuk yang berwujud barang, ketiga orientasi ini hampir selalu dapat dibedakan dengan jelas, tetapi tidak untuk jasa. Untuk jasa, produk dan proses mungkin tidak dapat dibedakan dengan jelas, bahkan produknya adalah proses itu sendiri. Konsistensi kualitas jasa untuk ketiga orientasi tersebut dapat memberi kontribusi pada keberhasilan suatu perusahaan ditinjau dari kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan, dan profitabilitas organisasi. Menurut John Sviokla, salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada para pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi, serta peningkatan laba perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan (Zeithmal, Berry, dan Parasuraman: 1996). Salah satu pendekatan kualitas jasa yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model Servqual yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithmal, dan Berry yaitu:
12
1. Berwujud (tangible) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapaty diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan, oleh pembeli jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. 2. Keandalan (reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan serta akurat dan terpercaya, Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 3. Ketanggapan (responsiveness) yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam pelayanan. 4. Jaminan dan kepastian (assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun.
13
5. Empati (Empathy) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atas pribadi yang diberikan kepad para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan Menurut Parasuraman, et al (1985) ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam kualitas pelayanan, yaitu kualitas pelayanan sulit dievaluasi oleh pelanggan daripada kualitas barang, persepsi kualitas pelayanan dihasilkan dari perbandingan antara kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang diberikan secara nyata, evaluasi kualitas tidak semata-mata diperoleh dari hasil akhir dari sebuah layanan, tapi juga mengikutsertakan evaluasi dari proses layanan tersebut. Para peneliti seperti Parasuraman, et al. (1988) telah terlebih dahulu menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang tinggi menghasilkan kepuasan pelanggan yang tinggi pula. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan pelanggan sesuai atau bahkan melebihi harapan pelanggan, maka pelayanan tersebut dianggap berkualitas dan memuaskan. Namun apabila pelanggan mendapati bahwa pelayanan yang diterima itu tidak sesuai atau berada di bawah harapan pelanggan, maka pelayanan dapat dianggap tidak berkualitas dan mengecewakan.
14
2.1.6 Harga 2.1.6.1 Pengertian Harga Harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas produk / jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat–manfaat karena memiliki atau menggunakan produk / jasa tersebut (Kotler & Amstrong. 2001:439). Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pendapatan bagi organisasi (Tjiptono, 2004:178). Sedangkan menurut Basu swastha (2007 : 147) Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang di butuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Biasanya para pemasar menetapkan harga untuk kombinasi antara: a. Barang/jasa spesifik yang menjadi obyek transaksi b. Sejumlah layanan pelengkap c. Manfaat pemuasan kebutuhan yang diberikan produk bersangkutan Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa harga adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atau dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan manfaat dari produk yang dibeli tersebut. 2.1.6.2 Konsep Harga Harga adalah sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (nonmoneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu jasa. Utilitas merupakan atribut atau faktor yang berpotensi
15
memuasakan kebutuhan dan keinginan tertentu. Terdapat 5 jenis pokok utilitas, yaitu: 1. Utilitas bentuk (Form Utility) Berhubungan dengan proses produksi/konversi, yaitu perubahan fisik atau kimiawiyang membuat suatu produk menjadi lebih bernilai. Contoh: bahan bangunan yang diolah sedemikian rupa menjadi rumah oleh arsitek , pengembang dan pihak terkait lainnya. 2. Utilitas Tempat (Place Utility) Terbentuk jika produk tersedia di lokasi-lokasi tempat konsumen ingin membelinya. Contoh: Sepatu Reebok akan memiliki utilitas tempat apabila sudah dikirim dari pabrik ke gerai ritel seperti mal / toserba. 3. Utilitas Waktu (Time Utility) Tercipta apabila suatu produk tersedia saat dibutuhkan oleh para pelanggan potensial. Contoh kartu natal dan tahu baru bisa saja diproduksi di bulan mei namun belum dipasarkan hingga akhir november atau awal desember. Dengan menyimpan kartu natal dan tahun baru hingga saat dibutuhkan, pemasar telah menciptakan utilitas waktu. 4. Utilitas Informasi (Information Utility) Dengan jalan menginformasikan calon pembeli mengenai keberadaan ata ketersediaan suatu produk. Bila kosumen belum mengetahui keberadaan suatu
16
produk dan tempat penjualannya, maka produk bersangkutan blom ada nilainya. Salah satu bentuk utilitas informasi adalah utilitas citra (image utility) yakni berupa nilai emosional / psikologis yang diasosiasikan dengan produk / merek tertentu. Utilitas citra bisa dijumpai pada produk-produk prestisius seperti universitas terkemuka, jasa penerbangan terkenal, butik dan galeri terkemuka. 5. Utilitas Kepemilikan (Ownership Utility) Tercipta jika terjadi transfer kepemilikan atau hak milik atau suatu produk dari produsen ke konsumen. Pendeknya berbagai benefit yang dimiliki oleh suatu produk jasa harus dibandingkan dengan berbagai biaya (pengorbanan) yang ditimbulkan dalam mengkonsumsi layanan jasa tersebut. 2.1.6.3 Tujuan Penetapan Harga Harga sering dijadikan sebagai indikator kualitas bagi konsumen. Orang sering memilih harga yang lebih tinggi diantara 2 barang karena mereka melihat adanya perbedaan. Apabila harga lebih tinggi, orang cenderung beranggapan bahwa kualitasnya juga lebih baik. Konsumen sering pula menggunakan harga sebagai kriteria utama dalam menentukan nilainya. Barang dengan harga tinggi biasanya di anggap superior dan barang yang mempunyai harga rendah dianggap inferior (rendah tingkatannya) (Basu Swastha, 2007 : 149). Penetapan harga jasa penting karena terkait dengan revenue, citra, kualitas, distribusi dan lain-lain. Keputusan penetapan harga juga sedemikian penting dalam menentukan seberapa jauh sebuah layanan jasa dinilai oleh konsumen, dan
17
juga dalam proses membangun citra. Penetapan harga juga memberikan persepsi tertentu dalam hal kualitas (Lupiyoadi, 2001 : 86). Menurut Lovelock dan Patterson dalam Tjiptono (2005:193), tujuan umum penetapan harga adalah untuk mendukung strategi bauran pemasaran secara keseluruhan. Setiap keputusan mengenai strategi penetapan harga harus didasarkan pada pemahaman secara mendalam atas tujuan sepesifik yang ingin perusahaan capai. 2.1.7 Lokasi Lokasi fasilitas jasa merupakan salah satu faktor krusial yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu jasa, karena lokasi erat kaitannya dengan pasar potensial penyedia jasa (Tjiptono dan Chandra, 2005). Secara garis besar, ada dua kemungkinan pertimbangan dalam hal lokasi fasilitas jasa. Pertama, pelanggan mendatangi lokasi fasilitas jasa dan yang kedua adalah penyedia jasa yang mendatangi
pelanggan.Selain
itu,
penyedia
jasa
dimungkinkan
mengkombinasikan keduanya. Lokasi berpengaruh terhadap dimensi-dimensi strategik, seperti fleksibilitas, competitive positioning, manajemen permintaan, dan focus strategic (Fitzsimmons, 1994). Fleksibilitas sebuah lokasi merupakan ukuran sejauh mana sebuah jasa mampu bereaksi terhadap situasi perekonomian yang berubah. Keputusan pemilihan lokasi berkaitan dengan komitmen jangka panjang terhadap aspek-aspek yang sifatnya kapital intensif, karena itu penyedia jasa harus mempertimbangkan, menyeleksi dan memilih lokasi yang responsif terhadap
18
kemungkinan perubahan ekonomi, demografis, budaya, persaingan dan peraturan di masa mendatang. Competitive Positioning adalah metode-metode yang digunakan agar perusahaan dapat mengembangkan posisi relatifnya dibandingkan dengan para pesaing. Jika perusahaan berhasil memperoleh dan mempertahankan lokasi yang strategis, maka itu dapat menjadi rintangan yang efektif bagi para pesaing untuk mendapatkan akses ke pasar (Tjiptono dan Chandra, 2005). Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005), pemilihan lokasi fisik memerlukan pertimbangan cermat terhadap faktor-faktor berikut: 1. Akses, yaitu lokasi yang dilalui mudah dijangkai sarana transportasi umum. 2. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak pandang normal. 3. Lalu lintas, menyangkut dua pertimbangan utama, yaitu (1) Banyak orang yang berlalu lalang bisa memberikan peluang besar terjadinya impulse buying, yaitu keputusan pembelian yang sering terjadi spontan atau tanpa perencanaan dan (2) Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa juga menjadi hambatan. 4. Tempat parkir yang luas, nyaman dan aman. 5. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha di kemudian hari. 6. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan.
19
7. Kompetisi, yaitu lokasi pesaing. Dalam menentukan lokasi sebuah usaha, perlu dipertimbangkan apakah di jalan atau daerah tersebut telah terdapat banyak usaha yang sejenis atau tidak. 8. Peraturan Pemerintah yang berisi ketentuan untuk mengatur lokasi dari sebuah usaha-usaha tertentu, misalnya bengkel kendaraan bermotor dilarang berlokasi yang terlalu berdekatan dengan tempat ibadah. Suatu lokasi disebut strategis bila berada dipusat kota, kepadatan populasi, kemudahan mencapainya menyangkut kemudahan transportasi umum, kelancaran lalu lintas dan arahnya tidak membingungkan konsumen. Sejalan dengan semakin menjamurnya bisnis atau usaha yang menawarkan produk atau jasa yang sejenis, perbedaan yang sangat tipis sekalipun pada lokasi dapat berdampak kuat pada pangsa pasar dan kemampulabaan sebuah usaha. Disamping itu, keputusan pemilihan suatu lokasi juga mencerminkan komitmen jangka panjang perusahaan dalam hal keuangan, karena merubah lokasi yang buruk kadangkala sulit dilakukan dan sangat mahal (Nugroho dan Paramita, 2009). 2.1.8 Kepuasan Konsumen Kotler (2000) menyatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Hal ini dapat membawa dampak negatif bagi perusahaan yaitu dapat menurunkan jumlah pelanggan dan menyebabkan pelanggan tidak tertarik lagi menggunakan jasa perusahaan sehingga akan menurunkan laba
20
perusahaan. Menurut Schanaar (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain, hubungan yang harmonis antara perusahaan dan konsumennya, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 1994). Banyak pakar mendefinisikan mengenai kepuasan pelanggan. Wikie (1990) dalam Tjiptono (1999) mendefinisikan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman pelanggan suatu produk atau jasa. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan (Engel, 1990). Dari berbagai definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Penilaian kepuasan pelanggan mempunyai tiga bentuk yang berbeda, yaitu: - Positive disconfirmation, dimana kinerja lebih baik dari harapan - Simple confirmation, dimana kinerja sama dengan harapan - Negative disconfirmation dimana kinerja lebih buruk dari harapan Menurut Fandy Tjiptono (1999) ada 2 model kepuasan pelanggan yaitu :
21
1. Model Kognitif Penilaian pelanggan berdasarkan pada perbedaan antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang dipandang ideal untuk individu dan persepsinya tentang kombinasi dari atribut yang sebenarnya. Dengan kata lain penilaian berdasarkan perbedaan yang ideal dengan yang aktual. Apabila yang ideal sama dengan persepsinya maka pelanggan akan puas, sebaliknya apabila perbedaan antara yang ideal dan yang aktual semakin besar maka konsumen semakin tidak puas. Berdasarkan model ini maka kepuasan pelanggan dapat dicapai dengan 2 cara yang utama, yaitu : a. Mengubah penawaran perusahaan sehingga sesuai dengan yang ideal. b. Meyakinkan pelanggan bahwa yang ideal tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. 2. Model Afektif Model Afektif mengatakan bahwa penilaian pelanggan individual terhadap suatu produk tidak semata-mata berdasarkan perhitungan regional saja tetapi juga berdasarkan pada tingkat aspirasi, perilaku belajar (learning behavior), emosi perasaan spesifik (kepuasan, keengganan), suasana hati (mood) dan lain-lain. Kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam metode danteknik. Menurut Kotler, et. al. (1996) ada empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :
22
1. Sistem Keluhan dan Saran Suatu perusahaan yang berorientasi pada pelanggan akan memberikan kesempatan yang luas pada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan, misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar dan lain-lain. Informasi dari para pelanggan ini akan memberikan masukan dan ide-ide bagi perusahaan agar bereaksi dengan tanggap dan cepat dalam menghadapi masalahmasalah yang timbul. Sehingga perusahaan akan tahu apa yang dikeluhkan oleh para pelanggan-nya dan segera memperbaikinya. Metode ini berfokus pada identifikasi masalah dan juga pengumpulan saransaran dari pelanggan-nya langsung. 2. Ghost Shopping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang (Ghost Shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial terhadap produk dari perusahaan dan juga dari produk pesaing. Kemudian mereka akan melaporkan temuantemuannya mengenai kekuatan dan kelemahan dari produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga bisa mengamati cara penanganan terhadap setiap keluhan yang ada, baik oleh perusahaan yang bersangkutan maupun dari pesaingnya.
23
3. Lost Customer Analysis Perusahaan akan menghubungi para pelanggannya atau setidaknya mencari tahu pelanggannya yang telah berhenti membeli produk atau yang telah pindah pemasok, agar diketahui penyebab mengapa pelanggan tersebut kabur. Dengan adanya peningkatan customer lost rate maka menunjukkan adanya kegagalan dari pihak perusahaan untuk dapat memuaskan pelanggannya. 4. Survei Kepuasan Pelanggan Pada umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan mengadakan survei melalui berbagai media baik melalui telepon, pos, ataupun dengan wawancara secara langsung. Dengan dilakukannya survei kepada pelanggan oleh pihak perusahaan, maka perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari palanggan dan juga akan memberikan tanda bahwa perusahaan menaruh perhatian yang besar terhadap para pelanggannya. Day (dalam Tse dan Wilton, 1988 dalam Tjiptono, 1999) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya. Produk dan jasa yang berkualitas mempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong, 1996). Maka, semakin berkualitas produk dan layanan yang diberikan, kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan semakin tinggi.
24
2.1.9 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan suatu sumber yang dijadikan acuan dalam melakukan penelitian. Penelitian terdahulu yang digunakan berasal dari jurnal dan skripsi dengan melihat hasil penelitianya dan akan dibandingkan dengan penelitian selanjutnya dengan menaganalisa berdasarkan keadaan dan waktu yang berbeda Penelitian oleh Heni Pratiwi (2014) mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Memilih Jasa Perhotalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pelayanan (X1), promosi (X2), lokasi (X3) dan fasilita (X4) terhadap keputusan konsumen dalam memilih jasa perhotelan (Y). Dalam penelitian ini, hasilnya adalah: Terdapat pengaruh bauran pemasaran (pelayanan, promosi, lokasi dan fasilitas) secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam memilih jasa perhotelan. Dari keempat variabel dua variabel berpengaruh signifikan yaitu pelayanan, dan fasilitas sedangkan dua variabel tidak berpengaruh terhadap keputusan konsumen yaitu promosi dan lokasi. Penelitian oleh Oldy Ardana (2011) mengenai Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga, dan Lokasi Terhadap Kepuasan Pelanggan di Bengkel Caisar Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh kualitas layanan (X1), harga (X2) dan lokasi (X3) terhadap kepuasan pelanggan (Y) bengkel Caesar Semarang. Dalam penelitian ini hasilnya adalah: terdapat pengaruh kualitas layanan, harga, dan lokasi secara parsial terhadap kepuasan
25
pelanggan di Bengkel Caisar Semarang. Dari ketiga variabel diatas semua memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Penelitian oleh Azizah Pratiwi (2010) mengenai Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan usaha jasa (Studi pada usaha jasa mikro-kecil di sekitar kampus UNDIP Pleburan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh Kedekatan dengan Infrasturktur (X1), Kedekatan dengan Lingkungan Bisnis (X2) dan Biaya Lokasi (X3) terhadap Kesuksesan Usaha (Y) di sekitar kampus UNDIP Pleburan. Dalam penelitian ini hasilnya adalah: terdapat pengaruh kedekatan dengan infrastruktur kedekatan dengan lingkungan bisnis dan biaya lokasi, secara parsial terhadap kesuksesan usaha di sekitar kampus UNDIP Pleburan. Dari ketiga variabel diatas semua memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan usaha di sekitar kampus UNDIP Pleburan. Rayi Endah (2008) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh kualitas layanan (X1), kualitas produk (X2) dan harga (X3) terhadap kepuasan pelanggan (Y) restoran Warung Taman Singosari Semarang. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah 100 orang, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode conviniencel sampling. Kemudian teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi lincar berganda. Dari data yang telah memenuhi uji validitas, uji reabilitas dan uji asumsi klasik diolah sehingga mengahsilkan persamaan regresi sebagai berikut: Y= 0,342 X1 = 0,271 X2 = 0,213 X3. Pengujian hipotesis menggunakan uji t menunjukkan bahwa dua
26
variabel independen yang diteliti yaitu kualitas layanan dan kualitas produk terbukti secara signifikan mempengaruhi variabel dependen. Sedangkan variabel harga tidak berpengaruh secara signifikan. Kemudian melalui uji F dapat diketahui variabel kualitas layanan, kualitas produk dan harga berpengaruh secara signifikan bersama-sama terhadap kepuasan pelanggan. Angka adjusted R square sebesar 0,420 menunjukkan bahwa 42% variasi kepuasan pelanggan bisa dijelaskan oleh ketiga variabel independen yang digunakan dalam persaman regresi. Sedangkan sisanya sebesar 58% dijelaskan oleh variabel lain diluar ketiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Martianawati (2009) Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh brand image, kualitas pelayanan dan fasilitas SPBU “Pasti Pas” Terhadap Kepuasan Konsumen Pengguna Kendaraan Bermotor”. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah 100 orang, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Dari data yang telah memenuhi uji validitas, uji reabilitas dan uji asumsi klasik diolah sehingga mengahsilkan persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0,225 X1 + 0,523 X2 + 0,206 X3 Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara parsial, ketiga variabel berpengaruh secara signifikan. Pengujian secara simultan, ketiga variabel berepengaruh secara signifikan terhadap kepuasan konsumen. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan konsumen adalah kualitas pelayanan.
27
2.2 Rerangka Pemikiran
Harga (HG)
H1
Kepuasan konsumen (KK)
Kualitas Pelayanan (KP)
H2 H3
Lokasi (LK)
Gambar 1 Rerangka konseptual Sumber: data diolah 2.3 Hipotesa Hipotesis
adalah
jawaban
sementara
terhadap
permasalahan
penelitianyang masih akan diuji kebenarannya. Dalam penelitian ini hipotesis yang akan diajukan adalah sebagai berikut: H1 : Harga berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen di Apotek Takavi Surabaya. H2
: Kaulitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen di
Apotek Takavi Surabaya. H3
: Lokasi berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen di Apotek Takavi
Surabaya.
28