BAB 2 PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI FAKTUAL DAN METODE CURAH GAGASAN
2.1 Keterampilan Menulis 2.1.1
Hakikat Menulis Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan
atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir Kuno. Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orangorang Sumeria (Irak saat ini) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat. Tandatanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda. Kegiatan menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan, yang menyebabkan orang makin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif . dalam kegiatan menulis ini maka sang penulis haruslah trampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan
13
14
datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur (H. G. Tarigan, 1994:3). Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yakni memiliki sebuah produk yang bernama tulisan. Dalam pembelajarannya, menulis merupakan sebuah pembelajaran yang kurang diminati. Menurut Tarigan (1998:3) dalam “Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa” dijelaskan bahwa keterampilan menulis walaupun sering berada pada posisi terakhir dalam urutan keterampilan berbahasa, mendapat posisi paling penting dalam kehidupan ilmiah seseorang karena sifatnya yang produktif itu. Seseorang dapat dikatakan sebagai akademisi yang baik jika ia telah teruji kemampuan menulisnya. Oleh karena itu, dalam situasi pembelajaran, seorang guru hendaknya memiliki kepekaan dalam mewujudkan hasil pembelajaran yang efektif dan tepat sasaran. Menulis menurut KBBI (Kamus Besar bahasa Indonesia, 2003:1219), adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena, melahirkan pikiran dan perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan; mengarang di majalah; mengarang roman (cerita, membuat surat). Menulis atau mengarang pada hakikatnya adalah suatu proses yang menggunakan lambang-lambang (huruf) untuk menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan serta dapat menampung aspirasi atau makna yang ingin disalurkan kepada orang lain. Pesan yang ingin disampaikan itu dapat berupa tulisan yang dapat menghibur, memberi informasi, mempengaruhi, dan menambah pengetahuan. Hasil kegiatan mengarang seperti ini disebut karangan
15
yang dapat berwujud sebuah wacana argumentasi, eksposisi, deskripsi, dan narasi. Menurut Suhendar dalam skripsi Ike Febrika (2009:13) menyatakan bahwa menulis merupakan proses perubahan bentuk pikiran, angan-angan, dan perasaan untuk menjadi wujud lambang, tanda tulisan. Lebih lanjut dikatakannya bahwa menulis merupakan kegiatan pengungkapan gagasan secara tertulis yang berbeda dengan kegiatan pengungkapan gagasan secara lisan. Keterampilan seseorang menggunakan bahasa tulis sebagai alat, baik wadah maupun media untuk memaparkan isi jiwanya, penghayatan, dan pengalamannya
secara
teratur
disebut
kemampuan
menulis/mengarang.
Kemampuan menulis sangat penting dimiliki untuk menunjang tugas-tugas keseharian yang terkait dengan kegiatan tulis-menulis. Menulis arti pertamanya semula membuat huruf, angka, nama, dan sesuatu tanda kebahasaan apa pun dengan sesuatu alat tulis pada suatu halaman tertentu, Kini dalam pengertian yang luas menulis merupakan kata sepadan yang mempunyai arti sama dengan mengarang. Jadi “mengarang” adalah rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis kepada masyarak pembaca untuk dipahami (The liang Gie. 2002: 3). Sementara Burhan Nurgiyantoro (2001:296) mengemukakan bahwa menulis
adalah
bentuk
sistem
komunikasi
lambang
visual
dengan
mengungkapkan gagasan melalui media bahasa. Menurut
Gere
(1985:4),
menulis
dalam
arti
komunikasi
ialah
menyampaikan pengetahuan atau informasi tentang subjek. Menulis berarti
16
mendukung ide. Byrne (1988:1), mengatakan bahwa menulis tidak hanya membuat satu kalimat atau hanya beberapa hal yang tidak berhubungan, tetapi menghasilkan serangkaian hal yang teratur, yang berhubungan satu dengan yang lain, dan dalam gaya tertentu. Rangkaian kalimat itu bisa pendek, mungkin hanya dua atau tiga kalimat, tetapi kalimat itu diletakkan secara teratur dan berhubungan satu dengan yang lain, dan berbentuk kesatuan yang masuk akal. Crimmon (1984:191), berpendapat bahwa menulis adalah kerja keras, tetapi juga merupakan kesempatan untuk menyampaikan sesuatu tentang diri sendiri mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain, bahkan dapat mempelajari sesuatu yang belum diketahui. Lebih lanjut Rusyana (1984:191), memberikan batasan bahwa kemampuan menulis atau mengarang adalah kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam tampilan tertulis untuk mengungkapkan gagasan atau pesan. Kemampuan menulis mencakup berbagai kemampuan, seperti kemampuan menguasai gagasan yang dikemukakan, kemampuan menggunaka unsur-unsur bahasa, kemampuan menggunakan gaya, dan kemampuan menggunakan ejaan serta tanda baca. Berdasarkan konsep di atas, dapat dikatakan bahwa menulis merupakan komunikasi tidak langsung yang berupa pemindahan pikiran atau perasaan dengan memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata dengan menggunakan simbol-simbol sehingga dapat dibaca seperti apa yang diwakili oleh simbol tersebut.
17
Mengombinasikan dan menganalisis setiap unsur kebahasaan dalam sebuah karangan merupakan suatu keharusan bagi penulis. Dari sinilah akan terlihat sejauh mana pengetahuan yang dimiliki penulis dalam menciptakan sebuah karangan yang efektif. Kosakata dan kalimat yang digunakan dalam kegiatan menulis harus jelas agar mudah dipahami oleh pembaca. Di samping itu, jalan pikiran dan perasaan penulis sangat menentukan arah penulisan sebuah karya tulis atau karangan yang berkualitas. Dengan kata lain hasil sebuah karangan
yang
berkualitas
umumnya
ditunjang
oleh
keterampilan
kebahasaan yang dimiliki seorang penulis. Menurut Tarigan (Hasani, 2005:1) menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut. Rusyana (Hasani, 2005:1) menyatakan bahwa wujud. Pengutaran sesuatu secara tersusun dengan mempergunakan bahasa disebut karangan. Menurut Syamsudin (Hasani, 2005:1) Menulis adalah aktivitas seseorang dalam menuangkan ide-ide, pikiran, dan perasaan secara logis dan sistematis dalam bentuk tertulis sehingga pesan tersebut dapat dipahami oleh para pembaca. Menurut Hasani (2005:2) menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktifdan ekspresif, sehingga penulis harus mampu
18
memanfaatkan kemampuan dalam menggunakan tata tulis, struktur bahasa, dan kosakata.
2.1.2
Manfaat Menulis Dibandingkan berbicara, menyimak, maupun membaca, menulis
memang memiliki kelebihan tersendiri. Dengan menulis, seseorang dapat mengungkapkan sesuatu yang tak terucapkan, mencerminkan kedalaman pikiran, dapat dibaca berulang-ulang, mudah diduplikasi, berdaya sebar tinggi, dan abadi melampui zaman. Melihat hal-hal yang bisa dilakukan dengan menulis, seorang penulis dapat meraih manfaat dalam kegiatan menulis ini, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Berikut ini manfaat-manfaat menulis menurut Hernowo, diantaranya sebagai berikut: 1. Menulis dapat menyehatkan tubuh Mernissi (dalam Hernowo, 2003:27) menyatakan “menulis lebih baik ketimbang operasi pengencangan kulit wajah,” maksud ungkapan Mernissi tersebut adalah menulis memberi manfaat pada kita karena menulis dapat menyebabkan kulit wajah kita menjadi kencang akibat semangat berpikir yang memancar saat kita menulis. Menulis juga bisa menyehatkan kulit wajah. Menurut Fatimah Mernissi, perempuan penulis islam dari Maroko pernah berpesan “usahakan menulis setiap hari, niscaya kulit anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa. Dari saat anda bangun, menulis meningkatkan
19
aktifitas sel. Dengan coretan pertama diatas kertas kosong, kantung dibawah mata akan segera lenyap dan kulit anda terasa segar kembali. (Gairah Menulis, Lasa HS, 2005). 2. Menulis membantu kita untuk mengenali kemampuan dan potensi diri sendiri suatu topik Menulis merupakan suatu alat ukur untuk menguji pemahaman kita tentang suatu topik. Kita mengetahui permasalahan dan bagaimana yang tidak kita ketahui tentang topik yang akan kita tulis. 3. Menulis menjernihkan pikiran, Menulis pada hakekatnya adalah usaha mengekpresikan berbagai kesumpekan, ketidakadilan, kejengkelan dan perasaan lain. Apabila dikeluarkan melalui tulisan, maka ksumpekan itu dapat berkurang, hilang dan ada kepuasaan tersendri. Para sastrawan, budayawan atau ilmuwan itu sebenarnya merasakan
sesuatu dalam diri mereka
yang kemudian
direnungkan, dianalisis, didiskusikan tulis ditulis. Karya mereka sebenarnya merupakan pelampiasan terhadap kejengkelan social, politik, etika, dan moral yang terjadi di masyarakat. Mereka sekadar berkeluh kesah dan ada pula yang mencoba memberikan solusi. Kemudian apa yang dapat diungkapkan kepada masyarakat itulah yang sebenarnya merupakan kepuasaan tersendiri. Mereka akan terlepas dari beban moral yang selama ini menhantui perasaan dan pikiran mereka. Dan dari sinilah tumbuh pikiran-pikiran yang jernih. 4. Menulis mengatasi trauma,
20
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang kita mengalami trauma psikologis. Seperti perasaan tertekan karena suatu masalah. Kondisi ini tentu tidak mudah dihilangkan. Namun, tatkala masalah tersebut anda ungkapkan melalui tulisan, maka sebenarnya anda telah melepas beban psikologis. Dr. Pennebaker ( Hernowo, 2003: 34) menyatakan bahwa orang-orang yang menuliskan pikiran dan dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis akan menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh bila dibandingkan mereka yang sama sekali tidak menuliskannya. 5. Menulis menambah wawasan karena kita selalu berusaha melengkapi tulisan dari berbagai sumber. Menulis dapat menambah wawasan sehingga kita menjadi tahu kelemahan kita mengenai topik yang akan dibahas, kita juga berusaha akan mencari, menemukan, menyerap, dan memahami yang tidak diketahui. Oleh karena itu, wawasan kita akan bertambah. 6. Menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru, Proses menulis sebenarnya merupakan suatu proses pengungkapan kembali tentang segala sesuatu yang telah terekam dalam otak kita. Jika masalah- masalah itu ditulis dan sering ditulis maka sama artinya dengan mengulang kembali memori kita. Untuk melakukan hal tersebut, penulis yang baik mestinya melakukan kebiasaan membaca terlebih dahulu. Karena dengan membaca, kita akan menemukan ide-ide baru yang bisa kita tulis. Kebiasaan menulis akan membentuk karakter berpikir yang sistematis. Semakin sering menulis, maka ingatan kita akan semakin kuat dan analisisnya makin tajam.
21
7. Menulis membantu memecahkan masalah. Menulis akan dapat memaksa orang-orang untuk memusatkan perhatian lebih panjang pada satu topik tertentu sehingga akan ditemukan pemecahan masalahnya. Seorang ahli Psikologi mengungkapkan bahwa dirinya selalu menuliskan semua masalah yang dialami kliennya, memberikannya kembali pada klien untuk dibaca, dan akhirnya klien tersebut mampu berpikir jernih dan berhasil memecahkan masalahnya tersebut.
2.2 Karangan Narasi Faktual 2.2.1
Pengertian Narasi (Pengisahan) Faktual Narasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan
sesuatu peristiwa atau kejadian sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh para pembaca (Keraf, 2001:17). Narasi menyajikan peristiwa berdasarkan urutan waktu dan rangkaian perisitiwa kecil-kecil yang bertalian. Menurut Alwi (1998:46), kiasan atau narasi merupakan gaya atau pengalaman manusia yang disajikan berdasarkan perkembangannya dari waktu ke waktu. Menurut Gorys Keraf (2007:136) narasi adalah sebuah bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalani dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjalin dalam satu kesatuan. Atau narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai suatu peristiwa yang telah terjadi.
22
Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu (Keraf, 1987:135). Selanjutnya, Arifin & Tasai (1987:130) mengatakan bahwa karangan narasi biasanya dihubung-hubungkan dengan cerita. Oleh karena itu, sebuah karangan narasi atau paragraf narasi hanya terdapat dalam novel, cerpen, atau hikayat. Sejalan dengan itu, Syamsuddin, dkk. (1998:15) menyatakan bahwa karangan narasi adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian melalui penonjolan tokoh pelaku (orang I atau III) dengan maksud memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan karangan ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita yang diatur melalui alur (plot). Narasi adalah jenis wacana berupa cerita yang menyajikan suatu peristiwa atau kejadian berdasarkan urutan waktu sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh pembaca. Dengan kata lain, narasi adalah bentuk wacana yang berusaha menggambarkan sesuatu sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang peristiwa yang terjadi (Tarigan, 1986: 56). Junus (2002: 63) mengemukakan ciri-ciri karangan narasi, antara lain: 1) menggambarkan dengan sejelas-jelasnya suatu peristiwa yang terjadi; 2) produksi masa lampau merupakan bidang utamanya; 3) terikat pada waktu (jadi bersifat dinamis) 4) menambah pengetahuan melalui jalan cerita; 5) berusaha menjawab “apa yang telah terjadi?”;
23
6) narasi berbentuk kisah.
2.2.2
Struktur Narasi (Pengisahan) Keraf (1989:145) mengemukakan bahwa sebuah struktur dapat dilihat
dari bermacam-macam segi penglihatan. Sesuatu dikatakan mempunyai struktur, bila ia terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lain. Bagian-bagian itu tergantung dari cara melihat barang itu. Struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya: perbuatan, penokohan, latar, dan sudut pandangan. Tetapi dapat juga dianalisa berdasrkan alur (plot) narasi. Setiap narasi memiliki sebuah plot atau alur yang didasarkan pada kesambang-sinambungan peristiwa-peristiwa dalam narasi dalam hubungan sebab-akibat. Ada bagian yang mengawali narasi itu, ada bagian yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari situasi awal, dan ada bagian yang mengakhiri narasi tu. Alurlah yang menandai kapan sebuah narasi itu mulai dan kapan berakhir. Alur ditandai oleh puncak atau klimaks dari perbuatan dramatis dalam rentang laju narasi itu.
2.2.3
Bentuk Narasi Keraf (1989:136) mengemukakan narasi mempunyai dua bentuk, yaitu:
narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspostoris bertujuan menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui hal yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah
24
membaca kisah tersebut. Narasi ekspositoris menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu peristiwa.
Narasi ekspositoris ini dapat bersifat khas
(khusus) dan dapat bersifat generalisasi. Narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali, peristiwa yang tidak dapat diulang kembali. Narasi generalisasi menyampaikan suatu proses yang umum yang dapat dilakukan secara berulangulang. Narasi sugestif mempunyai tujuan atau sasaran utama untuk memberi makna atas peristiwa atau kejadian sebagai suatu pengalaman sehingga selalu melibatkan daya khayal/imajinasi. (Keraf, 1989: 137).
2.3 Wawancara 2.3.1
Pengertian Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2002:135). Maksud pengadaan wawancara, seperti di tegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985:266), antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain; merekonstruksi peristiwa yang dialami pada masa lalu; memproyeksi peristiwa sebagai hal yang diharapkan dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi,
25
mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
2.3.2
Jenis-jenis Wawancara Ada bermacam-macam cara pembagian jenis wawancara yang di
kemukakan dalam kepustakaan. Dua di antaranya dikemukakan di sini, yaitu menurut Patton (1980:197) dan Guba dan Lincoln (1981:160-170). Cara pembagian pertama dikemukakan oleh Patton (1980:197) sebagai berikut: 1) wawancara pembicaraan informal, 2) pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan 3) wawancara baku terbuka. Pembagian wawancara
yang dilakukan oleh Patton didasarkan
atas perencanaan
pertanyaannya. Pembagian lain dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981: 160-170). Pembagian mereka adalah 1) wawancara oleh tim atau panel, 2) wawancara tertutup dan wawancara terbuka, 3) wawancara riwayat secara lisan, dan 4) wawancara terstruktur dan tak terstruktur.
2.3.3
Bentuk-bentuk Pertanyaan Wawancara Jika pewawancara hendak mempersiapkan suatu wawancara, ia perlu
membuat beberapa keputusan. Keputusan itu berkenaan dengan pertanyaan apa yang perlu ditanyakan, bagaimana mengurutkannya, sejauh mana kekhususan pertanyaan itu, berapa lama wawancara itu, dan bagaimana memformulasikan pertanyaan. Patton (1980:207-211) mengemukakan enam jenis pertanyaan dan setiap pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara akan terkait dengan salah
26
satu pertanyaan lainnya, yaitu: (1) pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku; (2) pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai; (3) pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan; (4) pertanyaan tentang pengetahuan; (5) pertanyaan yang berkaitan dengan indera; (6) pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau demografi.
2.3.4
Penata Urutan (squencing) Pertanyaan Tiga cara penataurutan pertanyaan, menurut Guba dan Lincoln
(1981:180-183), adalah: 1) tata urutan bentuk cerobong, 2) kebalikan bentuk cerobong, dan 3) rencana kuintamensional. Pada tata urutan bentuk cerobong pertanyaan-pertanyaannya dimulai dan segi yang umum mengarah kepada yang khusus. Setiap pertanyaan berikutnya berkaitan dengan yang sebelumnya dengan bentuk yang makin menyempit dan makin mengkhusus. Tata urutan bentuk kebalikan dan cerobong adalah yang cara penyusunan pertanyaannya terbalik jika dibandingkan dengan bentuk cerobong. Pertanyaanpertanyaan yang diajukan dimulai dengan pertanyaan yang khusus terlebih dahulu, kemudian makin mengkhusus dengan catatan bahwa pertanyaan sesudah setiap pertanyaan makin mengkhusus. Tata urutan bentuk ini terutama bermanfaat dalam memotivasi responden yang enggan menjawab atau untuk membuat responden yang pada mulanya malu-malu makin menjadi berani dan akhirnya terbiasa. Hal ini dapat pula diterapkan sewaktu yang diwawancarai merasa seperti terancam oleh pertanyaan-pertanyaan yang cukup sensitif. Mulailah bertanya dengan pertanyaan yang mendiskusikan perilaku yang
27
konkret atau contoh-contoh khusus yang nantinya membuat responden merasa lebih terbiasa untuk menjawab pertanyaan umum, yang bersifat pribadi, atau pertanyaan- pertanyaan afektif. Selain penata urutan pertanyaan, cara memformulasikan pertanyaan merupakan segi lain yang tidak kalah pentingnya dalam wawancara. Gatz dan Hoagland (1978 dalam Guba dan Lincoln, 1981:177) menyajikan pertimbanganpertimbangan
yang
dapat
dimanfaatkan
oleh
pewawancara
dalam
memformulasikan pertanyaan sebagai berikut: 1) Apakah pertanyaan ini perlu? Bagaimana caranya agar jawaban itu dapat digunakan? Bagaimana analisisnya? 2) Apakah pertanyaan ini mencakup topik? Apakah diperlukan pertanyaan tambahan lainnya? 3) Bagaimana
pertanyaan
ini
ditafsirkan?Apakah
pewawancara
memerlukan fakta lainnya sehubungan dengan yang dipersoalkan sebelum jawabannya memberi makna? Apakah pewawancara memerlukan
atau
menginginkan
pengetahuan
tentang
sikap
responden (kesukaan, nilai, kepercayaan) tentang hal yang dipersoalkan? Dimensi apakah yang berharga untuk dijaring? Jika ya, perlukah pewawancara mengajukan pertanyaan pendalaman yang menanyakan konten, intensitas, stabilitas, atau kedalaman sikap, nilai, dan perasaan? Dimensi apakah yang bermanfaat untuk diperoleh?
28
4) Apakah responden memiliki informasi untuk menjawab pertanyaan? Apakah pewawancara diberi kemungkinan untuk membedakannya? Bagaimanakah tingkat kepercayaan jawaban yang diperoleh? 5) Sejauh manakah kesahihan jawaban yang dijaring? Apakah pertanyaan mengarah? Apakah pertanyaan itu diformulasikan atas dasar istilah yang bebas nilai? Apakah pertanyaan itu merupakan bagian dan keseluruhan perangkat pertanyaan? Apakah jawaban yang diharapkan diperoleh nantinya mencukupi? Apakah yang diwawancarai
mau
memberikan
informasi?
Dalam
situasi
bagaimana? Asumsi implisit apakah yang ada dalam pertanyaan? Apa yang dipertimbangkan oleh pewawancara? Kerangka berpikir bagaimanakah yang diemban oleh pertanyaan itu?
2.3.5
Perencanaan Wawancara Perencanaan yang diuraikan di sini lebih menitikberatkan wawancara tak
terstruktur karena untuk wawancara terstruktur sudah cukup yang tersedia. Persiapan wawancara tak terstruktur dapat diselenggarakan menurut tahap-tahap tertentu. Tahap pertama ialah menemukan siapa yang akan diwawancarai. Langkah kedua ialah mencari tahu bagaimana cara yang sebaiknya untuk mengadakan kontak dengan mereka. Langkah ketiga ialah mengadakan persiapan yang matang untuk pelaksanaan wawancara.
29
2.3.6
Pelaksanaan Wawancara Pelaksanaan wawancara menyangkut pewawancara dengan yang di
wawancarai. Keduanya berhubungan dalam mengadakan percakapan, dan pewawancaralah yang berkepentingan sedangkan yang diwawancarai bersifat membantu. Oleh karena itu, pewawancara hendaknya mengikuti tata aturan dan kesopanan yang dianut oleh yang diwawancarai.
2.3.7
Pencatatan Data Wawancara Pencatatan data selama wawancara penting sekali karena data dasar yang
akan dianalisis didasarkan atas “kutipan” hasil wawancara. Oleh karena itu, pencatatan data itu perlu dilakukan dengan cara yang sebaik dan setepat mungkin. Ada pencatatan data yang dilakukan melalui tape recorder dan ada pula yang dilakukan melalui pencatatan pewawancara sendiri. (Moleong, 2002:151).
2.3.8
Kegiatan Sesudah Wawancara Kegiatan sesudah wawancara berakhir cukup penting artinya bagi
pewawancara
dalam
rangka
pengecekan
keabsahan
data.
Selain
itu,
pewawancara hendaknya menggunakan waktu itu untuk mengecek kualitas datanya. Pertama-tama periksalah, apakah tape-recorder berfungsi dengan baik atau tidak. Jika sekiranya rusak atau ada gangguan, secepatnya pewawancara membuat catatan lapangan secara lengkap berdasarkan catatan yang telah dibuatnya. Walaupun tape recordernya berfungsi dengan baik, pewawancara
30
tetap membuat catatan lapangan dengan cara yang telah diuraikan (Moleong, 2002:152).
2.4 Metode Curah Gagasan (Brainstorming) 2.4.1
Pengertian Curah Gagasan (Brainstorming) Menulis dapat dipandang sebagai suatu proses dan suatu produk atau
hasil menulis sebagai suatu proses berupa pengolahan ide atau gagasan dari tema atau topik yang dipilih untuk dikomunikasikan dan pemilihan jenis wacana tertentu yang sesuai atau tepat dengan situasi dan konteksnya. Salah satu metode untuk memunculkan ide adalah brainstorming. Curah gagasan (brainstorming) termasuk pada pembelajaran kelompok yaitu Cooperative Learning. Cooperative Learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran (Isjoni, 2009:11-12). Curah gagasan (brainstorming) adalah Suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
31
Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama. Brainstorming menurut Webster (1996) bararti inspirasi yang muncul secara tiba-tiba, ide yang gemerlang, memberikan pemecahan untuk masalah tertentu dengan memberikan semua ide secara spontan. Brainstorming adalah suatu inspirasi spontan dan ide cerdas. Jika dihubungkan dengan kegiatan menulis, brainstorming berarti memberi lebih banyak perhatian pada topik yang dipilih, kemudian berpikir tentang kemungkinan berupa kata, frasa, dan kalimat yang berhubungan dengan topik untuk ditulis. Hal ini menjadi sumber pertama untuk mengembangkan kalimat menjadi paragraf dengan berbagai ide pendukung. Menurut Keh (Imelda, 2001), brainstorming adalah suatu metode untuk melahirkan ide dengan cara siswa diminta untuk memunculkan ide sebanyak mungkin yang berhubungan dengan topik yang menjadi sumber untuk dijadikan petunjuk ketika mengembangkan kalimat atau paragraf. Metode curah gagasan atau brainstorming merupakan salah satu tool untuk memproduksi ide-ide dan solusi terbaik dengan melakukan pengumpulan dari banyak ide dan solusi yang ada. Umumnya curah gagasan dilakukan dalam suatu tim yang tidak terlalu besar. Berangkat dari paradigma bahwa lebih banyak kepala lebih baik ketimbang satu kepala, diperlukan iklim yang sinergis untuk dapat “memproduksi” ide-ide yang tepat.
32
Brainstorming dimulai dengan satu kata atau satu ide tertentu. Tahap selanjutnya adalah menulis segala sesuatu yang berkaitan dengan ide itu dalam suatu waktu tertentu. Biasanya hal itu dapat dilakukan dalam waktu 15 sampai dengan 25 menit. Dalam tahap ini, penulis mencatat segala hal yang muncul dalam pikirannya. Brainstorming umumnya dilakukan sebelum aktivitas menulis. Mayer (Imelda, 2001) mengemukakan bahwa braistorming dapat dilakukan secara individu atau kelompok. Jika secara individu, ide yang muncul umumnya sedikit, jadi sebaiknya secara berkelompok. Brainstorming
sangat
bermanfaat
bagi
siswa dalam
membantu
mengembangkan pengetahuannya di dalam kelas pada proses pembelajaran. Brainstorming dapat digunakan dalam berbicara untuk kegiatan menulis di kelas. Teknik ini lebih dinamis dan menyenangkan digunakan karena setiap siswa diberikan kesempatan untuk berbicara atau menuliskan idenya, pendapat, atau komentator.
2.4.2
Tujuan dan Manfaat Brainstorming
Brainstorming atau sumbang saran memiliki tujuan untuk mendapatkan sejumlah ide dari anggota Team dalam waktu relatif singkat tanpa sikap kritis yang ketat. Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh suatu Team atau organisasi dengan melakukan metode brainstorming, di antaranya adalah: a. Mengidentifikasi masalah. b. Mencari sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya masalah. c. Menentukan alternatif pemecahan masalah.
33
d. Mengimplementasikan pemecahan masalah. e. Merencanakan langkah-langkah dalam melaksanakan suatu aktivitas. f. Mengambil keputusan ketika masalah terjadi. g. Melakukan perbaikan (improvements).
2.4.3
Rangkaian Proses Brainstorming Berdasarkan uraian terdahulu bahwa brainstorming merupakan suatu
metode
yang
digunakan
untuk
menyusun
ide
dengan
cara
siswa
mengungkapkan kemungkinan banyaknya ide dari topik yang diberikan. Itu juga dilakukan sebelum menulis. Pada dasarnya brainstorming memiliki ruang lingkup seperti diungkapkan oleh Goldman (1986) berikut ini. 1) Memilih topik Siswa diberikan kesempatan untuk memilih topik yang mereka ingin tulis. 2) Menulis beberapa kemungkinan ide yang berhubungan dengan topik tersebut Pada tahap ini, siswa hanya menuliskan beberapa ide dari topik yang dipilih. Mereka hanya menulis ide-ide dalam bentuk pernyataan berupa kata, frase, atau sebagai informasi. 3) Mengualifikasikan ide Siswa diberikan kesempatan untuk mengkualifikasikan ide yang ditulis pada saat yang sama. Mereka meletakkan ide di luar yang tidak cocok dengan topik. Kemudian mereka juga menyusun ide itu menjadi urutan yang jelas ke dalam kertas. Urutan ide-ide ini, sangat jelas untuk membantu penulis atau siswa untuk menulis pengertian ide pada saat memulai menulis.
34
Brainstorming dapat dilakukan secara kelompok atau secara individual. Apabila dikerjakan secara kelompok, seseorang harus bertindak sebagai pencatat dan bertugas menuliskan ide-ide yang muncul. Dalam hal ini tidak perlu ada kekhawatiran terhadap persoalan tata bahasa, ejaan, dan sebagainya, bahkan tentang kebenaran penjelasan yang dinyatakan oleh anggota kelompok. Hal yang penting di sini adalah mendapatkan sebanyak-banyaknya penjelasan mengenai ide sentral yang telah ditentukan sebelumnya dalam waktu secepatcepatnya. Apabila dikerjakan secara individual, pada prinsipnya seseorang mengerjakan hal yang sama. Ia juga harus mencatat ide-ide yang ditemukannya selama proses itu berlangsung. Ada dua prinsip penting yang harus diingat dalam melakukan brainstorming. Pertama, belum dipikirkan ide-ide yang dihasilkan itu benar atau salah, penting tidak penting, dapat dipraktikkan atau tidak, dan sebagainya. Yang penting di dalam proses ini adalah pengumpulan ide-ide yang berkaitan dengan topik itu sebanyak-banyaknya. Kedua, terjadinya tumpang tindih ide dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena memang belum dievaluasi. Nanti akan dipikirkan kembali sekaligus ide-ide yang terkumpul itu akan dievaluasi dalam kesempatan berikutnya (Darmadi, 1996:43).
2.4.4
Keuntungan Penggunaan Metode Brainstorming Keuntungan pokok yang diperoleh dari proses brainstorming ini adalah
bahwa secara sadar atau tidak seorang penulis telah memulai proses berpikir.
35
Rangkaian proses berpikir seperti ini jelas akan membangkitkan energi intelektual yang dimiliki seseorang. Jika proses berpikir itu dilakukan secara berkesinambungan, rangkaian proses berpikir seperti itu akan menghasilkan ide-ide yang lebih menarik daripada ide-ide pada awalnya. Sebuah penemuan yang mengejutkan akan menjadi bagian yang wajar dari kelanjutan proses seperti itu (Darmadi, 1996: 44).