PENGGUNAAN MEDIA PERMAINAN KARTU KUARTET PADA PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI Amin Syahputra NIM 208311008 Abstract To be able to write, especially to write a narrative essay, students must first have an idea, the idea of a skeleton events (conflict) at the same time and place the background. After that, then he can develop his idea into a narrative essay narrative intact. To that end, students need something that can be used as a source of inspiration or a source of ideas rather narrative. Temporal, cards quartet is four (quartet), each card contains a picture that explains the subtitle, while each card is linked to a subtitle headline. For example, the "Quartet" comprising the quartet cards headline "Berpariwisata", while each of the subheadings contained in a sequence of four cards is "Departure, Play, Home, and Accidents". On each card there is a picture that explains the subtitle of each. Thus, subtitled subtitled-card which is a series of events (in order) can be used as a source of ideas a narrative. Moreover, the image that explains each subtitle on the card can help to mengimasjinasikan setting the time and place in accordance with those events. Keywords: Effect-Card quartet-narrative essay
Pendahuluan Menulis karangan narasi adalah bagian dari ragam keterampilan menulis yang diajarkan di sekolah menengah atas (SMA/MAN) sebagaimana tercantum dalam kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia, yakni “Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif” (Suryanto, Alex dan Agus Haryanto, 2007: iv). Selain karena tuntutan kurikuler, pembelajaran menulis karangan narasi merupakan pembelajaran yang penting bagi siswa karena dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, pengalaman, dan pendapatnya melalui tulisan. Namun, pembelajaran yang berlangsung di sekolah saat ini dapat dikatakan belum berhasil membuat siswa untuk terampil menulis karangan narasi, bahkan belum mampu membuat siswa berminat/suka menulis. Fenomena tersebut ditemukan oleh beberapa penelitian yang pernah dilakukan. Berdasarkan penelitiannya, Suparno dan Yunus (dalam Sugiran, 2008: 54) mengemukakan, “Survei terhadap guru bahasa Indonesia, umumnya
responden menyatakan bahwa aspek pelajaran yang paling tidak disukai murid dan gurunya adalah menulis atau mengarang.” Sementara itu, dalam pembelajaran menulis narasi, penelitian yang dilakukan oleh Debora Septryani Sihombing (dalam Yuma: 3) pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa menemukan fakta bahwa kemampuan menulis narasi siswa masih rendah. Tidak hanya itu, penelitian yang dilakukan oleh Yuma (2011: 2) juga membuktikan hal serupa. Yuma (2011: 2) mengemukakan, “Pembelajaran menulis narasi pada siswa SMA Negeri 1 Gebang kelas X masih termasuk rendah dan kurang.” Temuan-temuan penelitian tersebut membuktikan bahwa menulis atau mengarang merupakan materi pelajaran yang tidak disukai oleh siswa dan juga oleh guru sementara kemampuan menulis karangan narasi siswa masih masih rendah. Tidak berbeda dengan temuan-temuan penelitian di atas, pengamatan yang dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan juga mendapati kenyataan yang sama, yakni kemampuan menulis (termasuk menulis karangan narasi) siswa secara mayoritas masih tergolong rendah. Salah satu penyebab hal tersebut adalah karena guru belum mampu memilih dan menggunakan media pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran menulis karangan narasi. Mengingat pentingnya pembelajaran keterampilan menulis, dirasa perlu untuk melakukan perbaikan pembelajaran menulis, khususnya menulis karangan narasi. Untuk itu, pembelajaran menulis karangan narasi yang dilaksanakan setidaknya harus dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Penggunaan media pembelajaran diupayakan untuk dapat membangkitkan minat dan menstimulasi kereativitas siswa dalam menulis karangan narasi. Hal tersebut seperti dikatakan Hamalik (dalam Arsyad, 2007: 15), “Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan pembelajaran.”
Salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis karangan narasi adalah media permain kartu kuartet. Kusumah (2010; 28) mengatakan, …media permainan kartu kuartet memiliki kelebihan dari pada media-media yang lain, diantaranya media ini selain sebagai suatu bentuk permainan yang menyenangkan, media ini dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan menyimak siswa, karena terjalinya interaksi antar siswa di dalam permainan tersebut, serta membantu siswa dalam menemukan gagasan atau ide (bahan) tulisan yang sistematik, membantu dan memudahkan guru dalam upaya menimbulkan atau menumbuhkan minat siswa dalam menulis. Berdasarkan itu, jika permainan kartu kuartet dijadikan media pembelajaran menulis karangan narasi, siswa akan tertarik untuk belajar. Lalu, sambil bermain kartu, siswa distimulasi dan dilatih untuk menulis karangan narasi dengan cara: siswa disuruh untuk mengamati dan memahami gambar yang terdapat pada kartu, kemudian mengimajinasikan aktivitas atau peristiwa (kejadian dan konflik) yang saling berhubungan berdasarkan tokoh dan tempat yang terlihat pada gambar tersebut. Dengan demikian, penggunaan media ini akan mampu menumbuhkan minat siswa untuk belajar serta dapat menstimulasi ide dan kreativitas siswa dalam menulis karangan narasi.
Pengertian Menulis Menurut Akhadiah (1997: 3), “Menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat.” Sementara itu, Semi (1990: 8) mengatakan, “Menulis atau mengarang pada hakikatnya merupakan pemindahan pikiran dan perasaan ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa.” Sejalan dengan itu, Gie (2002: 16) mengatakan bahwa menulis merupakan pengungkapan buah pikiran dari seseorang kepada orang lain dengan wahana bahasa tulis. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kegiatan mengungkapakan ide (pikiran dan perasaan) ke dalam bentuk bahasa (tulisan) sehingga menghasilkan tulisan yang dapat dipahami oleh pembaca.
Pengertian Karangan Karangan Narasi Karangan narasi pada dasarnya adalah karangan yang berisi cerita. Rani (2006: 45) mengatakan, “Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Dalam narasi terdapat unsur-unsur cerita penting misalnya unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Dalam narasi harus ada unsur waktu, bahkan unsur pergeseran waktu itu sangat penting. Unsur pelaku atau tokoh merupakan pokok yang dibicarakan, sedangkan peristiwa adalah hal-hal yang dialami oleh sang pelaku.” Dari pendapat tersebut, terlihat bahwa Rani memberi penekanan pada unsur waktu sebagai unsur yang harus ada pada sebuah narasi. Senada dengan itu, Keraf (2005: 136) mengatakan, “Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Atau dapat dirumuskan dengan cara lain bahwa narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelasjelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.” Ia menambahkan, “Unsur yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tidakan.” (Keraf, 2005: 136). Yang terakhir disebut tidak penulis bedakan dengan unsur peristiwa karena unsur perbuatan atau tidakan tentu terikat/terangkai menjadi sebuah peristiwa. Sementara itu, Marahimin (2009: 96) mengatakan “Narasi adalah cerita. Cerita ini didasarkan pada urutan-urutan sesuatu (atau serangkaian) kejadian atau peristiwa. Di dalam kejadian itu ada tokoh (atau bebereapa tokoh), dan tokoh ini mengalami atau menghadapi suatu (atau serangkaian) konflik atau tikaian. Kejadian, tokoh, dan konflik ini merupakan unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya secara kesatuan biasa disebut pula plot, atau alur.” Dari pengertian tersebut terlihat bahwa Marahimin memberi penekanan bahwa unsur-unsur kejadian atau peristiwa, tokoh, dan konflik atau tikaian sebagai unsur pokok dalam sebuah narasi, sementara kesatuan dari unsur-unsur tersebut dinamakan alur. Sebuah karangan narasi mengandung unsur-unsur seperti pelaku (tokoh), kejadian, konflik, waktu, dan alur, tetapi hanya beberapa unsur yang merupakan unsur pokok sebuah
narasi. Sebagaimana diuraikan di atas, Keraf (2005: 136) mengatakan bahwa unsur perbuatan atau tidakanlah yang merupakan unsur terpenting dalam sebuah narasi, sedangkan menurut Rani (2006: 45), unsur-unsur terpenting pada sebuah karangan narasi meliputi unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Sementara itu, Marahimin (2009: 96) menekankan, “Kejadian, tokoh, dan konflik ini merupakan unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya secara kesatuan biasa disebut pula plot, atau alur.” Jika dicermati, walaupun sedikit berbeda-beda, sebenarnya ketiga pendapat di atas tidaklah saling bertentangan, tapi justru saling melengkapi. Kalau pendapat pertama hanya mengemukakan unsur perbuatan, sementara pendapat kedua menekankan pada unsur waktu, pelaku, dan peristiwa sebagai unsur penting sebuah narasi, pendapat terakhir memberi penekanan pada unsur alur (kesatuan dari kejadian, tokoh, dan konflik) sebagai unsur pokok sebuah narasi. Namun, agaknya perlu dibuat semacam penegasan tentang manakah sebenarnya yang menjadi unsur-unsur pokok sebuah narasi. Berkaitan dengan itu, pendapat yang dianggap memadai untuk dijadikan penegasan adalah pendapat yang terakhir, yakni alur sebagai unsur pokok sebuah narasi. Hal ini didasari pada penjelasan yang dianggap paling mudah diterima mengenai masing-masing unsur narasi tersebut adalah pendapat yang terakhir. Untuk itu, masing-masing unsur tersebut dijelaskan di bawah ini. 1. Alur Alur yang dimaskud sini adalah kesatuan dari kejadian, tokoh, dan konflik (Marahimin, 2009: 96). Dengan demikian, terdapat tiga unsur yang membentuk sebuah alur. Unsur pertama, kejadian, merupakan ikhwal yang diceritakan dalam sebuah karangan narasi. Unsur ini tentuntunya tidak terlepas dari unsur kedua, tokoh, karena tokoh tersebutlah yang mengalami kejadian yang diceritakan tersebut. Agar lebih jelas, adanya unsur-unsur tersebut dapat dilihat pada paragraf berikut ini. Hari ini Tuan Munzir bangun lebih awal dari biasanya. Istrinya, mereka baru tiga bulan berumah tangga, terheran-heran meilhat suaminya sempat salat subuh, sedangkan biasanya dia bangun lewat pukul enam, terburu-buru mandi dan
sarapan, lantas mendorong motornya keluar dari lorong samping rumah, dan segera meluncur ke kantor. “Pagi amat, Kak, hari ini,” tegas istrinya yang masih pengantin baru itu. “Ada rapat penting di kantor,” jawab Tuan Munzir singkat. Ketika Tuan Munzir tiba di kantor, para pesuruh belum lagi selesai membersihkan ruangan. Mereka berdehem, tapi Tuan Munzir pura-pura tidak mendengar. Rapat itu dimulai pukul 9.30 tepat, dipimpin sendiri oleh G.M. Dan Tuan Munzir merasa bangga sekali karena proposalnya untuk melakukan promotion drive terselubung dengan cara membiayai grup-grup teater rakyat di seluruh provinsi, ternyata dengan mudah diterima, dan dia ditunjuk mejadi manajer khusus untuk itu. Malam itu dia membawa istrinya makan di restoran, dan kemudian mereka menonton bioskop. Baru pukul setengah dua belas malam mereka tiba di rumah, dengan rasa puas. (Marahimin, 2009: 96-97).
Pada paragraf tersebut terlihat bahwa terdapat unsur kejadian, yakni yang dialami tokoh (Tuan Munzir) dari pagi hingga malam hari. Dari pagi hari ia mulai bangun dan berangkat ke kantor sampai Tuan Munzir bersama istrinya pergi ke restoran dan bioskop, sampai pulang dari kedua tempat tersebut merupakan unsur kejadian yang terdapat pada paragraf tersebut. Selain itu, juga terlihat bahwa terdapat beberapa tokoh yang terkait dengan kejadian yang dialami Tuan Munzir, yakni istri, para pesuruh, dan G.M. Tokoh-tokoh tersebut dapat terkait satu sama lain karena sama-sama memiliki keterlibatan pada unsur kejadian. Sementara itu, keterlibatan tersebut dapat terjadi karena adanya keterkaitan karakter satu sama lain. Maksudnya, tokoh Tuan Munzir yang diceritakan sebagai seorang laki-laki yang “beristri” dan “bekerja di kantor”, tentunya memiliki keterlibatan dengan tokoh-tokoh lainnya, yakni tokoh “istri” dan tokoh-tokoh “pimpinan kantor” serta “pegawai-pegawai kantor” lainnya. Keterlibatan tersebut terjadi karena adanya kesetalian karakter. Sebagaimana dikatakan Keraf (2005: 164), “Karakter-karakter adalah tokoh-tokoh dalam sebuah narasi …”, sementara karakter-karakter tersebut ditampilkan dengan saling terkait satu sama lain dengan cara karakterisi.
Seperti dikatakan Keraf (2005: 166), “Proses menampilkan dan
menggambarkan tokoh-tokoh melalui karakter-karakternya itu karakterisasi.”
Dengan demikian, pada paragraf tersebut terdapat unsur-unsur narasi yaitu unsur kejadian dan unsur tokoh. Namun, ada satu unsur narasi yang tidak terdapat pada paragraf tersebut, yakni unsur konflik. Meskipun begitu, paragraf tersebut tetaplah tergolong sebagai sebuah narasi, hanya saja sebagai sebuah narasi yang tidak sempurna. Sebab, ketiadaan unsur konflk menjadikan paragraf tersebut seperti apa yang katakan Marahimin sebagai narasi yang tidak sempurna (Marahimin, 2009: 97). Untuk melihat sebuah narasi yang sempurna, berikut ini kembali dikutipkan sebuah contoh paragraf. Asisten dosen Yusril beruntung mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat. Dia membujuk tunangannya, Niar, agar mereka menikah dulu sebelum berpisah. Tapi keluarga Niar keberatan karena gadis itu sedang menghadapi ujian SIPENMARU. Malam sebelum keberangkatannya meninggalkan kota Padang, suatu malam bulan Agustus yang cerah, Yusril mengajak Niar jalan-jalan ke Pantai Parang yang terkenal indah itu. Malam itu kebetulan malam Minggu. Berduaan mereka duduk di pantai, memandangi bulan purnama dan pantulannya di air laut yang tenang, segan berpisah. Di depan rumah Niar mereka berjanji setia sambil memandang bulan purnama yang hampir tenggelam di ufuk barat. “Bulan itulah saksi setia kita malam ini” kata Yusril. Niar mengangguk sambil air matanya bercucuran. Selama lima tahun berpacaran, baru kali inilah Yusril melihat Niar menangis. Hatinya bangga. Tujuh tahun lamanya Yusril di luar negeri, dan ternyata Niar tidak setia. Pada tahun kelima, datang suratnya yang mengatakan dia akan dikawinkan orang tuanya dengan pemuda pilihan mereka. Sepulang dari luar negeri dengan ijazah Ph.D. di sakunya, Yusril berusaha untuk tidak bertemu dengan Niar. Tetapi secara kebetulan mereka bertemu di Pantai Padang pada suatu senja. Niar bersama suaminya, dan dua orang anak mereka, seorang gadis kecil berusia tiga tahun dan seorang bayi yang masih digendong (Marahimin, 2009: 96-97).
Terlihat jelas pada paragraf tersebut bahwa terdapat konflik percintaan yang terjadi antara tokoh Yusril dengan Niar. Yusril yang sebelum berangkat ke Amerika Serikat telah berjanji setia dengan kekasihnya (Niar) akhirnya mendapati bahwa Niar menghkianati janji setia yang telah diikrarkan di bawah bulan purnama itu. Konflik inilah yang menjadikan paragraf tersebut sebagai sebuah narasi yang sempurna karena memiliki unsur kejadian, tokoh, dan konflik, seperti dikemukakan Keraf (2005: 167), “…konflik merupakan dasar narasi yang kuat, dengan demikian juga mengandung tenaga yang kuat untuk menarik perhatian pembaca.” Berdasarkan itu, unsur konflik hendaknya harus ada pada sebuah narasi.
Sebab, selain merupakan penyempurna sebuah narasi, konfliklah yang merupakan unsur untuk menarik perhatian pembaca. Tidak hanya itu, konflik yang ada juga harus memiliki kesetalian dengan jalinan cerita (kejadian-kejadian) yang ada. Dengan kata lain, konflik yang dimunculkan pada sebuah narasi harus bersumber dari kejadian-kejaian pada narasi itu sendiri. Jika dicermati, unsur alur (kejadian, tokoh, dan konflik) terikat dengan unsur narasi lainnya yaitu unsur latar. Untuk memahami secara lebih jelas mengenai latar, unsur ini diuraikan di bawah ini. 2. Latar Marahimin (2009: 96) mengatakan, “Alur tentulah tidak dapat terjadi di dalam suatu vacuum, kekosongan. Mestilah ada waktu dan ada pula tempat kejadian berlangsung. Dengan demikian, kita mengatakan bahwa alur itu mempunyai latar waktu dan latar tempat.” Jelas sekali bahwa memang alur yang meliputi unsur kejadian, tokoh, dan konflik tidaklah mungkin terlepas dari unsur latar, baik latar waktu maupun latar tempat. Pada kedua paragraf narasi yang telah dikutip di atas contohnya, dapat dilihat bahwa semua kejadian yang dialami tokoh serta konfilk yang dihadapi oleh tokoh terjadi pada latar waktu dan latar tempat tertentu. Pada paragraf narasi mengenai Yusril misalnya, terdapat latar waktu yang menerangkan kapan kejadian-kejadian yang dialami oleh Yusril di antaranya malam sebelum keberangkatannya, malam itu kebetulan malam Minggu, tujuh tahun lamanya, pada suatu senja, dan latar tempat yang memberi keterangan mengenai di mana kejadian-kejadian yang dialami Yusril terjasi seperti Amerika Serikat, kota Padang, di depan rumah Niar, di Pantai Padang, dan seterusnya. Dengan demikian, unsur latar merupakan unsur yang secara otomatis harus ada di samping unsur kejadian, tokoh, dan konflik pada sebuah narasi.
Permainan Kartu Kuartet sebagai Media Pembelajaran Menulis Karangan Narasi
Menurut Sadiman, dkk (2003: 28-57), media yang lazim digunakan dalam kegiatan pembelajaran khususnya di Indonesia terdiri dari media grafis, media audio, dan media proyeksi diam. Salah satu jenis media pembelajaran adalah media grafis, sementra media grafis dapat berupa kartu. Terkait dengan itu, saat ini terdapat beberapa jenis permainan yang salah satunya adalah permainan kartu. Beberapa permainan kartu beralih fungsi, tidak hanya sekedar untuk permainan, tetapi juga dapat difungsikan untuk pembelajaran. Salah satu permainan kartu yang dapat difungsikan untuk pembelajaran adalah permainan kartu kuartet. Seperti dikatakan Astie (dalam Kusumah, 2010: 25), “Permainan kartu kuartet dapat diterapkan dalam proses belajar jika mengandung pembelajaran di dalamnya.” Permainan kartu kuartet adalah permainan yang awalnya dikembangkan sebagai media pembelajaran kosakata oleh C. Dauviller dan D. L. Hillerich. Dalam bukunya yang berjudul Spiele im Deutschunterricht, C. Dauviller dan D. L. Hillerich menjelaskan, kartu kuartet merupakan salah satu jenis permainan di antara Memo, Domino, Quartette, Listen/Dialogspiele, Reihenspiele, Kim-Spiele yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran kosakata (dalam Agustika, 2011: 26). Sementara itu, Lohfert mengemukakan, “Permainan kuartet termasuk salah satu dari 62 permainan komunikatif yang digunakan untuk mempelajari bahasa Jerman sebagai bahasa asing di tingkat dasar.” (dalam Agustika, 2011: 37). Senada dengan itu, Agustika (2011: 37) mengatakan, “… beberapa contoh dari kartu kuartet yang telah dimodifikasi oleh penulis, yang dapat digunakan dalam pembelajaran kosakata bahasa Jerman.”
Dari pendapat-pendapat tersebut, diketahui bahwa permainan
kartu kuartet merupakan permainan yang dapat digunakan dalam pembelajaran kosakata khususnya kosakata bahasa Jerman. Selian itu, kartu kuartet dapat dimodifikasi atau dirancang agar sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Dengan kata lain, kartu kuartet tidak hanya dapat dijadikan sebagai media pembelajaran bahasa kosakata, tetapi juga pada aspek pembelajaran bahasa lainnya seperti pembelajaran menulis apabila guru dapat memodifikasi atau mendesain kartu kuartet agar dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran menulis. Hal ini didasarkan pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Hendra Kusumah (2010: 29) yang menggunakan kartu kuartet sebagai media pembelajaran menulis karangan deskripsi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Kusumah menggunakan media permainan kartu kuartet dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi. Ia mendesain sendiri kartu kuaret agar dapat dijadikan media pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan memasukkan gambargambar pada kartu-kartu kuartet dan gambar-gambar tersebutlah yang akan dijadikan sebagai objek untuk dideskripsikan oleh siswa (Kusumah, 2010: 29). Selain
itu,
Subhani
(http://stkipselong.blogspot.com/2011/01/kartu-kuartet-dan-
pembelajaran.html) menjelaskan bahwa permaian kartu kuartet adalah bentuk permainan kartu yang dimainkan oleh dua sampai empat orang pemain. Gambar yang terdapat pada kartu beragam, mulai dari gambar kartun, superstar, hewan, bintang film, dan juga dapat dalam bentuk pengetahuan. Kartu kuartet dapat dibuat sendiri dengan memanfaatkan personal computer (PC) dan printer yang ada, sehingga kartu kuartet dapat dibuat sesuai dengan keinginan misalnya seorang guru ingin membuat kartu kuartet sebagai sarana pembelajaran untuk siswanya. Pendapat tersebut tidak hanya berisi tentang pengertian kartu kuartet, tetapi juga berisi penjelasan bahwa kartu kuartet dapat dibuat sendiri dengan menggunakan personal computer (PC), termasuk oleh guru agar dapat dijadikan media pembelajaran. Kemudian, Rokhmat (2006: 50) mengatakan, ”Kartu kuartet mirip dengan kartu remi, yaitu terdiri dari sejumlah set kartu dengan setiap set kartu terdiri dari empat buah kartu sepadan. Perbedaannya adalah bahwa jumlah set kartu tidak tertentu, dapat disesuaikan dengan keperluan….” Sementara itu, pada Depdiknas (2010: 510), kartu didefinisikan sebagai kertas tebal, berbetuk persegi panjang (untuk berbagai keperluan, hampir sama dengan karcis). Kuartet adalah kelompok, kumpulan, dan sebagainya yang terdiri atas empat (Depdiknas, 2010: 604). Sejalan dengan pengertian tersebut, secara lebih rinci Agustika (2011: 37) menjelaskan: Permainan kartu kuartet adalah sejenis permainan kartu bergambar dengan judul gambar ditulis pada bagian atas kartu dan tulisannya diperbesar/dipertebal. Judul
ini merupakan tema dari kartu kuartet. Sedangkan di atas gambar terdapat katakata, yakni dua baris di bagian kanan dan dua baris di bagian kiri. Salah satu dari empat kata tersebut mengacu kepada gambar yang terdapat di bawah kata tersebut dan biasanya berwarna lain atau digarisbawahi dari keempat kata yang terdapat pada bagian atas kartu. Ukuran kartu kuartet beragam, ada yang kecil, sedang, dan besar. Permainan kartu kuartet terdiri atas 32 kartu yang mengacu pada satu tema tertentu. satu kelompok kartu terdiri dari empat kartu yang membentuk kuartet. masing-masing pemain berupaya untuk mengumpulkan kuartet sebanyak mungkin dengan cara menanyakan kartu yang akan dilengakapi kepada pemain lain, hingga kartu tersebut menjadi kuartet.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa kartu kuartet adalah sejenis kartu permainan yang terdiri dari sejumlah kartu bergambar yang mengacu pada tema yang sama. Pada kartu-kartu tersebut tertera keterangan berupa tulisan yang menerangkan gambar tersebut. Biasanya tulisan judul kartu terletak di sisi paling atas kartu dengan tulisan yang diperbesar atau dipertebal, sedangkan judul gambar ditulis dua baris secara vertikal di tengah-tengah antara judul kartu dan gambar. Tulisan yang menerangkan gambar itu (judul gambar) biasanya ditulis dengan warna yang berbeda dengan judul gambar lainnya. Berikut ini adalah contoh dari satu “kuartet” kartu. Berpariwisata
Berangkat Bermain
Berpariwisata
Pulang
Bermain
Pulang
Kecelakaan
Berangkat
Pulang
Berpariwisata
Bermain 3
Kecelakaan 2
1
Berpariwisata
Berangkat
Kecelakaan
Kecelakaan
Bermain
Pulang Berangkat
4
Gambar 1 Contoh Kartu Kuartet Seperti yang terlihat di atas, terdapat empat kartu yang telah menjadi satu “kuartet“. Setiap kartu dari satu “kuartet” memiliki judul yang sama pada bagian atas kartu, yaitu “Berpariwisata”, serta terdapat empat subjudul di bawahnya (judul gambar), yang salah satu dari keempat subjudul tersebut berwarna berbeda (biru) dan mewakili gambar yang terdapat pada bagian bawah subjudul tersebut. Para pemain harus melengkapi kartu-kartu agar menjadi “kuartet“, sebagai contoh, jika seorang pemain memiliki kartu berjudl “Berpariwisata” dengan subjudul berwarna biru “Pulang”, maka pemain tersebut harus melengkapi tiga subjudul lainnya (berangkat, bermain, dan kecelakaan) yang merupakan bagian dari kartu berjudul “Berpariwisata” tersebut.
Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Media Permainan Kartu Kuartet Berdasarkan langkah-langkah menulis karangan deskripsi dengan menggunakan media permainan kartu kuartet yang dikembangkan oleh Kusumah (2010: 29-30), secara sederhana, langkah-langkah pembelajaran menulis karangan narasi dengan menggunakan media permainan kartu kuartet dikembangkan menjadi dua tahap meliputi tahap permainan dan tahap penulisan. Namun, dalam permainan kartu kuartet sebagai media pembelajaran menulis karangan narasi, penulis melakukan sedikit perubahan dalam peraturan permainannya. Kalau dalam permainan kartu kuartet sebagai permainan saja, pemenangnya adalah pemain yang dapat mengumpulkan paling banyak kartu kuartet, dalam permainan kartu kuartet sebagai
media pembelajaran ini, pemenang permainan adalah pemain yang paling cepat mengumpulkan kartu kuartet. Untuk lebih jelasnya, tahap-tahap permainan kartu kuartet sebagai media pembelajaran menulis karangan narasi, diuraikan di bawah ini.
1. Tahap Permainan Pada tahap ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sebelum mereka memainkan kartu kuartet. Kartu kuartet yang nantinya mereka peroleh melalui permianan inilah yang akan dijadikan bahan untuk menulis karangan narasi. Tahap ini meliputi langkah-langkah: a. guru membagi siswa (pemain) menjadi beberapa kelompok. Jumlah pemain untuk masing-masing kelompok maksimal 4 (empat) orang, guru memberikan satu set kartu kepada setiap kelompok, b. salah seorang pemain dari setiap kelompok mengacak kartu dan membagikannya kepada pemain lainnya sebanyak empat buah kartu. Sisa kartu diletakkan di tengah-tengah arena permainan dengan cara dibalik dan berfungsi sebagai cangkulan, c. setiap pemain memeriksa empat kartu pertama yang diperoleh. Jika ada pemain yang mendapatkan seri kartu lengkap dengan warna yang sama, maka seri kartu itu dianggap “jadi kuartet” dan seri kartu tersebut disimpan. Kemudian ia mengambil satu kartu dari tumpukan kartu cangkulan yang paling atas dan diperbolehkan memulai permainan. Jika tidak ada pemain yang mendapatkan seri kartu lengkap dengan warna yang sama, maka permainan dimulai dari siswa dengan usia termuda (berdasarkan urutan usia) dengan cara menyebutkan bulan dan tahun kelahiran. Setelah itu, d. pemain yang mendapat urutan pertama menanyakan subjudul yang akan dilengkapinya kepada salah satu pemain, contohnya “Bepariwisata, Bermain?”. Lalu pemain yang ditanya memeriksa kartu yang dimiliki, jika ia memiliki kartu yang dimaksud maka ia mengatakan “Ada“. Jika ia tidak memiliki kartu yang dimaksud, maka ia dapat mengatakan “Tidak ada”. Maka permainan pun dilanjutkan oleh pemain urutan kedua dan seterusnya, e. jika subjudul yang disebutkan oleh pemain tidak dimiliki oleh pemain lain, maka ia berhak
mengambil kartu dari tumpukan kartu cangkulan dan permainan diteruskan oleh pemain berikutnya, begitu seterusnya hingga permainan berakhir, f. jika kartu cangkulan habis tetapi permainan belum berakhir dan ada pemain yang kartunya habis maka ia selesai bermain. Permainan pun dilanjutkan oleh ketiga pemain lainnya. Kemudian,
g.
pemenang
dari
permainan
kuartet
adalah
pemain
berhasil
mengumpulkan kartu “jadi kuartet” tercepat, dan h. pemenang tersebut segera keluar dari kelompok permianan dan melaporkan kepada guru bahwa ia telah selesai bermain. Begitu juga pemain lainnya, melakukan hal yang sama setelah ia melengkapi kartu kuartetnya. 2. Tahap Penulisan Setelah semua siswa memiliki kartu kuartet, mereka diajak untuk mengamati kartukartu tersebut dengan saksama, lalu mereka diajak untuk memahami gambar yang terdapat pada masing-masing kartu tersebut, kemudian mereka diajak untuk membayangkan nama tokoh, kejadian, konfilk dan latar cerita/narasi (berdasarkan gambar-gambar pada kartu) untuk dijadikan kerangka karangan, dan terakhir, mereka disuruh untuk mengembangkan kerangka tersebut menjadi karangan narasi yang utuh.
Simpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis atau mengarang merupakan kegiatan mengungkapakan ide (pikiran dan perasaan) ke dalam bentuk tulisan dengan memperhatikan unsur kebahasaan, sehingga menghasilkan tulisan yang dapat dipahami oleh pembaca. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dimiliki oleh seseorang yang hendak menulis atau mengarang adalah ide (gagasan). Setelah memiliki ide, barulah orang tersebut dapat melakukan proses mengarang/menulis, yakni mengungkapkan (menyusun dan mengembangakan) ide ke dalam bentuk bahasa. Akhirnya, hasil dari kegiatan menulis atau mengarang tersebut dinamakan tulisan atau karangan.
Salah satu kompetensi berbahasa yang diajarkan di sekolah, khususnya di kelas X, adalah menulis karangan narasi. Dalam karangan narasi, terdapat unsur yang sangat penting yaitu kejadian (konflik). Kejadian (konflik) itu terjadi dengan melibatkan unsur tokoh. Kesatuan keseluruhan unsur narasi (kejadian, konflik, dan tokoh) tersebut dinamakan alur atau plot. Sementara itu, unsur alur berkaitan dengan unsur waktu dan unsur tempat yang melatarinya. Dengan demikian, sebuah kerangka narasi berisi rangkaian kejadian (konflik) yang dialami tokoh/beberapa tokoh tertentu pada waktu dan tempat tertentu atau dengan kata lain sebuah karangan narasi terdiri dari unsur alur dan latar. Oleh karena itu, untuk dapat menulis karangan narasi, siswa terlebih dahulu harus memiliki ide sebuah narasi, yakni ide mengenai kerangka kejadian (konflik) sekaligus waktu dan tempat yang melatarinya. Untuk itu, siswa memerlukan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi atau tepatnya sumber ide narasi. Sementara itu, kartu kuartet merupakan empat (kuartet) kartu yang masing-masing berisi gambar yang menjelaskan satu subjudul tertentu, sementara masing-masing subjudul kartu tersebut terkait dengan satu judul utama. Seperti contoh satu “kuartet” kartu kuartet yang dijelaskan sebelumnya, judul utama kartu adalah “Berpariwisata”, sementara masingmasing subjudul yang terdapat pada empat kartu secara berurutan adalah “Berangkat, Bermain, Pulang, dan Kecelakaan”. Pada masing-masing kartu tersebut terdapat gambar yang menjelaskan subjudulnya masing-masing. Dengan demikian, subjudul-subjudul kartu tersebut yang merupakan satu rangkaian kejadian (berurutan) dapat dijadikan sebagai sumber ide sebuah narasi. Terlebih lagi, adanya gambar yang menjelaskan masing-masing subjudul pada kartu dapat membantu siswa untuk mengimasjinasikan latar waktu dan tempat sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut. Oleh karena itu, kartu kuartet dianggap dapat dijadikan sebagai media pembelajaran menulis karangan narasi. DAFTAR PUSTAKA
Agustika, Ultari 2011. Efektivitas Teknik Permainan Kuartet dalam Pembelajaran Kosakata Bahasa Jerman. Skripsi. Bandung: FPBS UPI Akhadiah, Sabarti dkk. 1997. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka 2000. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Bandung: Yrama Widya Gie, The Liang. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi Kusumah, Hendra (2010). Pembelajaran Menulis Karangan Deskripsi Melalui Pemanfaatan Media Permainan Kartu Kuartet di Kelas X di SMA Negeri 1 Rancaekek. Skripsi FPBS UPI Keraf, Gorys. 2005. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramaedia Maharimin, Ismail. 2009. Menulis secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya Muliadi. 2007. Kemampuan Mengembangkan Karangan Narasi Berdasarkan Teks Wawancara oleh Siswa Kelas I SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya. Skripsi. NAD: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Rani, Abdul dkk. 2006. Analisis Wacana (Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian). Malang: Bayumedia Rokhmat, Joni. 2006. ”Pengembangan Taman Edukatif Berbasis Permainan untuk Permainan di TK dan SD”. Jurnal Dinamika Pendidikan. Vol. 2 (1): 45-52 Sadiman, Arief, dkk. 2003. Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya). Jakarta: Raja Grafindo Persada Semi, Atar. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya Subhani, Armin. 2011. ”Kartu Kwartet dan Pembelajaran”, (Online). (http://stkipselong.blogspot.com/2011/01/kartu-kuartet-dan-pembelajaran/ html, diakses pada 17 Mei 2012/22:05:40 Sugiran. 2008. “Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi dengan Memanfaatkan Pengalaman Menulis Buku Harian”. Jurnal Kependidikan Interaksi. 3 (3): 53-65 Suryanto, Alex dan Agus Haryanto. 2007. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas X. Jakarta: ESIS Syafi’ie, Imam. 1988, Retorika dalam Menulis. Jakarta: P2LPTK Depdikbud
Tarigan, Henry Guntur. 2005. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Tarigan, J. Tarigan. 2011. Efektivitas Media Kartu Kata terhadap Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Kabanjahe Tahun Pembelajaran 2001/2012. Skripsi. Medan: FBS Unimed Yuma, Keni. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Gambar dan Gambar terhadap Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Narasi oleh Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Gebang Tahun Pembelajaran 2010/2011. Skripsi. Medan: FBS Unimed.