Bab 2 Landasan Teori
2.1 Teori Tokoh dan Penokohan Tokoh dan penokohan merupakan unsur penting dalam karya naratif. Plot boleh saja dipandang sebagai tulang punggung cerita, namun kita pun dapat mempersoalkan: “siapa yang diceritakan itu?”, “siapa yang melakukan sesuatu dan dikenai sesuatu”, “sesuatu” yang dalam plot disebut sebagai peristiwa, “siapa pembuat konflik”, dan lain-lain adalah urusan tokoh dan penokohan (Nurgiyantoro, 2005: 164).
2.1.1 Definisi Tokoh Menurut Nurgiyantoro (2005: 165), istilah tokoh menunjuk pada orangnya dan pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca. Lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Abrams dalam Nurgiyantoro (2005: 165), mengungkapkan bahwa tokoh cerita (karakter) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita dan pada umumnya tokoh berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Sudjiman, 1991: 16).
2.1.2 Definisi Penokohan
12
Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2005: 165). Jones dalam Nurgiyantoro (2005: 165), mengungkapkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (2005: 165), penggunaan istilah “karakter” sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian, menurut nurgiyantoro (2005: 165), karakter dapat berarti “pelaku cerita” dan dapat pula berarti “perwatakan”. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya, memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama tokoh tertentu, tak jarang, langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang dimilikinya. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2005: 166), istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” karena “penokohan” sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyarankan pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Menurut Sudjiman (1991: 58), penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Tokoh-tokoh perlu menggambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar kualitas tokoh, nalar, dan jiwanya dikenal oleh pembaca. Ishihara (2009: 42), mengungkapkan teori penokohan adalah :
13
「ヒーロー」。なんともいえずカッユいい響きを持つ言葉だ。もとも とは「英雄」という意味なのだが、小説や戯曲、シナリオの「中心人 物」のことも、男性は「ヒーロー」女性は「ヒロイン」と言ったりす る。もちろん、近代の小説にでてくる「中心人物」は、すべてが「英 雄」のように派手な行働をするわけではない。むしろそれとはまった く逆の「タイプ」が多い。 Terjemahan: “Hero” bagaimanapun tidak bisa dikatakan berpenampilan menarik kecuali mempunyai perkataan yang bergaung dengan baik. Pada awalnya artinya adalaha “eiyuu” (hero), tetapi dealam novel dan drama juga berarti “pemeran utama” dalam skenario. Bila lelaki disebut “hero”, sedangkan perempuan disebut “heroine”. Tentunya, bukan karena di dalam novel sekarang ini yang dimunculkan sebagai “pemeran utama” semuanya seperti “eiyuu” (hero) yang berperilaku hebat. Cukup banyak tipe atau bahkan semua terbalik. Menurut Ishihara (2009: 45), yaitu:
pemeran utama dibagi menjadi dua bagian,
そうすると主人公は、動的な登場人物と不動的な登場人物何二分でき るに二分できる。動的な登場人物は、境界線を横断し、題材的である が、不動的な人物は、あらかじめ分類された世界に固定され、境界線 を越えることは禁じられ、無題材的となる。題材的人物は、時任謙作 のように様々な試練を経ながら人格を変えていくような、筋を構成す る主人公になりうる。しかし、無題材的人物は、三四郎のように、自 分の周囲で他の人物が演じる事件を傍観する、視点人物的な主人公と なる。 Terjemahan: Kemudian pemeran utama dibagi menjadi dua bagian, yaitu penampilan karakter yang beraksi dan penampilan karakter yang tidak beraksi. Penampilan karakter yang beraksi melewati garis batas “seni sastra”, tetapi karakter yang tidak beraksi terlebih dahulu terpecah dan menetap tidak bisa melewati garis batas dan menjadi seni sastra. Karakter seni sastra adalah seperti kepercayaan diri pengarang yang telah melalui berbagai macam tes seperti kesalahan orang yang terus berubah, ceritanya menjadi konfigurasi atau cara menyusun pahlawan. Peran yang tidak beraksi adalah seperti Sanshiro, yang dirinya sendiri dikelilingi dengan peran lainnya memainkan kasus yang dilihatnya, buah pembicaraan menjadi pahlawannya. 2.2 Teori Cinta Menurut Calhoun dan Acocella dalam Irmayanti dan Irmawati (2005: 48-49), cinta adalah suatu hal yang tidak akan pernah ada habisnya untuk dibahas di muka
14
bumi ini. Sejak bumi diciptakan, sudah tidak terhitung berapa banyak kisah cinta yang romantis, dimana objek cintanya adalah seseorang yang berasal dari jenis kelamin yang berbeda. Cinta adalah sebuah kata yang membuat kita bertanya-tanya. Seseorang yang sedang jatuh cinta merasakan bahwa dunia ini hanya milik berdua bersama pasangannya. Jika kita menginginkan cinta yang bernilai, bercita rasa tinggi dan terwujud menjadi sebuah cinta yang indah serta tidak terjerumus dalam cinta yang sakit atau ironis, kita perlu mengetahui definisi cinta (Widianti, 2006:35). Semua teori tentang cinta diawali dengan teori tentang manusia dan tentang keberadaan manusia. Manusia mencari cinta atau sesuatu yang terasa seperti cinta, sedangkan binatang hanya mengikuti insting mereka. Insting seperti ini jarang terlihat pada manusia. Hal yang esensial dari keberadaan manusia adalah kenyataan bahwa manusia telah keluar dari golongan binatang, yaitu dari adaptasi yang berdasarkan insting semata. Manusia telah melampaui kemampuan alam, walaupun tidak pernah meninggalkan alam. Manusia adalah bagian dari alam, maka jika sekali manusia tersingkir dari alam, Ia tidak akan bisa kembali ke alam. Sekali dibuang dari surga, yang merupakan keadaan yang satu dengan alam, malaikat dengan pedangnya yang menyala akan menghadangnya jika ia ingin kembali. Manusia bisa berkembang jika ia mengembangkan nalarnya dengan menciptakan harmoni yang baru, yaitu harmoni yang manusiawi, bukannya harmoni yang tersesat (Fromm, 2006: 7) Menurut Fromm (2006: 21), definisi cinta adalah cinta adalah tindakan, perwujudan kekuatan manusia yang hanya dapat dipraktikkan dalam kebebasan dan bukan sebagai akibat dari hasrat. Bentuk-bentuk hasrat adalah iri hati, kecemburuan, ambisi, dan segala bentuk keserakahan. Cinta adalah suatu tindakan aktif, bukan sebuah tindakan pasif. Cinta adalah “berdiri dalam,” bukan “jatuh pada.” Pada
15
umumnya, karakter cinta aktif dapat dideskripsikan dengan menyatakan bahwa cinta itu terlebih dahulu “memberi”, bukan menerima. Apakah memberi itu?. Meski jawabannya terkesan sederhana, sebenarnya jawabannya bisa jadi sangat ambigu dan kompleks. Kata “memberi” sering disalah artikan. Kata “memberi” diasumsikan menyerahkan sesuatu atau mengorbankan sesuatu. Karakter pemasaran bersedia memberikan dan menerima. Jika mereka memberi tanpa menerima adalah suatu penipuan baginya. Orang yang orientasi utamanya bersifat non-produktif merasa memberikan sebagai sebuah aksi yang membuat mereka menjadi miskin. Oleh karena itu, kebanyakan individu jenis ini menolak untuk memberi. Beberapa orang menganggap bahwa memberi sama artinya dengan berkorban. Mereka merasa bahwa memberi itu menyakitkan. Jika seseorang harus memberi, maka mereka harus melakukan tindakan yang
menerima pengorbanan. Bagi mereka, norma yang
menyatakan bahwa lebih baik memberi dari pada menerima berarti lebih baik menderita kekurangan dari pada merasakan kebahagiaan. Sedangkan untuk karakter produktif, memberi mempunyai arti yang sangat berbeda. Memberi adalah ekspresi tertinggi dari potensi. Jika seseorang melakukan kegiatan memberi, maka ia merasakan kekuatannya, kekayaannya, dan kekuasaannya. Perasaan mempunyai peranan dan potensi yang penting membuat seseorang bahagia.
2.2.1 Unsur Cinta Dalam kegiatan ‘memberi’, seseorang yang mempunyai karakter cinta aktif akan mendasarkan kegiatan ‘memberinya’ itu atas unsur-unsur cinta, yaitu pengetahuan, peduli, hormat, dan tanggung jawab. Fromm (2006: 26-27), mengungkapkan bahwa terdapat empat unsur yang mempengaruhi pengungkapan cinta, yaitu Knowledge (Pengetahuan), Care (Rasa
16
Peduli), Respect (Hormat), dan Responsibility (Tanggung Jawab). Berikut ini penjelasan empat unsur cinta: 1. Knowledge (Pengetahuan) Menurut Fromm (2006: 26), dalam aspek cinta pengetahuan adalah pemahaman yang mendalam mengenai seluk beluk pribadi pasangan. Pengetahuan memiliki satu hal yang lebih dasar yaitu hubungan dengan masalah dalam cinta. Kebutuhan dasar untuk menyatu dengan orang lain sehingga dapat melampaui penjara keterpisahan dengan seseorang berkaitan erat dengan suatu keinginan lain manusia yang spesifik yaitu untuk mengetahui "rahasia manusia." Semakin kita mengenal diri kita atau orang lain lebih dalam, maka semakin jauh juga tujuan akhir pengetahuan. Sarwono (2002:193), mengemukakan bahwa komunikasi merupakan hal yang membentuk hubungan antarpribadi. Komunikasi adalah langkah awal yang harus dilakukan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dari orang yang baru atau belum dikenal. Setelah pengetahuan diperoleh, barulah hubungan yang lebih dekat dapat mulai terjalin. Seperti yang dungkapkan oleh Ahmadi (2007:209), bahwa melalui sebuah pengetahuan, individu akan mulai merasa memiliki ketertarikan untuk lebih mengenal satu sama lain dan menjalin hubungan lebih lanjut. Ketertarikan ini memunculkan istilah-istilah perasaan seperti menyukai, mencintai, keinginan untuk menjalin persahabatan, dan hubungan intim lainnya. Ketertarikan dapat diperoleh melalui pengetahuan akan fisik atau hal yang nampak maupun hal-hal yang tidak nampak, seperti sifat, karakter atau kepribadian, inteligensi (kecerdasan) dan sebagainya. Menurut Zajonc dalam Sarwono (2002:197), dalam menjalin suatu hubungan (baik dengan orang yang belum, maupun baru mengenal), faktor yang memudahkan komunikasi dan kelanjutan hubungan adalah pertemuan yang berulang-ulang. Dalam
17
pertemuan yang berulang tersebut maka terjadi proses pengurangan kecemasan dan pembiasaan terhadap orang asing tersebut, sehingga dapat saling berhubungan dengan lebih baik. Dengan kata lain, pertemuan berulang memudahkan terciptanya komunikasi antara dua individu yang belum atau baru mengenal. Melalui komunikasi tersebut, masing-masing individu akhirnya memiliki pengetahuan yang lebih dalam satu sama lain, sehingga mereka mulai terbiasa dan nyaman untuk berada di dekat satu sama lain. Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa pengetahuan merupakan titik awal terbentuknya suatu hubungan antar pribadi.
2. Care (Peduli) Menurut Fromm (2006: 26), peduli adalah sebuah nilai dasar dan sikap memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan di sekitar kita. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa kepedulian merupakan suatu sikap kepekaan terhadap kebutuhan orang lain. Dalam aspek cinta, rasa peduli timbul setelah individu memiliki pengetahuan mengenai orang lain. Sikap Peduli dapat ditunjukkan melalui
sebuah sikap keberpihakan individu untuk melibatkan diri
dalam persoalan, dan perhatian kepada keadaan atau kondisi yang terjadi pada orang lain. Sikap peduli juga dapat diartikan sebagai suatu sikap untuk senantiasa ikut merasakan penderitaan orang lain, ikut merasa bersedih ketika orang lain ditimpa musibah bencana, kesulitan atau ditimpa keadaan-keadaan yang memberatkan dan membangkitkan rasa kasihan dan iba (empati). Rasa peduli bisa membuat rasa cinta menjadi saling berarti antar individu sehingga maju mundurnya suatu hubungan akan terasa perkembangannya. Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa kepedulian adalah perhatian kepada
18
keadaan atau kondisi yang terjadi pada orang lain, ikut merasakan penderitaan orang lain, dan sikap memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan di sekitar kita.
3. Respect (Hormat) Menurut Fromm (2006:27), dalam aspek cinta, menghormati orang yang dicintai berarti menghormati kebebasan atau kebutuhan hidup yang bersifat pribadi dari objek yang kita cintai. Hal ini akan membuat objek yang dicintai dan mencintai, akan bersikap adil dan tidak berbuat sekehendak hati. Menghormati berarti rasa peduli bahwa orang lain harus tumbuh dan berkembang sebagai dirinya sendiri. Dengan demikian, rasa hormat menyiratkan tidak adanya eksploitasi. Seseorang yang mencintai pasangannya menginginkan orang yang dicintai bertumbuh dan berkembang untuk kepentingannya sendiri dan dengan caranya sendiri. Rasa hormat bukan merupakan perasaan takut dan terpesona. Bila menelusuri dari akar kata (Respicere = melihat), rasa hormat merupakan kemampuan untuk melihat seseorang sebagaimana adanya, menyadari individualitasnya yang unik. Rasa hormat berarti kepedulian bahwa seseorang perlu tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya. Elemen ini memungkinkan kita untuk melihat orang lain sebagaimana adanya dan membiarkannya berkembang sesuai dengan dirinya sendiri tanpa tekanan dari ambisi dan motif pribadi kita. Dengan demikian, sebagai pasangan yang mendasari hubungannya dengan perasaan cinta, menunjukkan rasa hormat terhadap pasangan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Rasa hormat pada pasangan dapat ditunjukkan dengan menerima kelebihan maupun kekurangan pasangan, serta keputusan yang diambil pasangan. 4. Responsibility (Tanggung Jawab)
19
Menurut Fromm (2006:27), sikap bertanggung jawab muncul karena adanya kesadaran atas segala perbuatan yang dilakukan dan akibatnya atas pihak lain. Cinta yang sehat adalah cinta yang penuh tanggung jawab. Jika orang yang kita cintai menghadapi masalah kita pun merasa turut bertanggung jawab. Tanggung jawab pula yang membuat kita tidak lepas tangan dengan segala sesuatu yang terjadi di sekeliling kita. Di keluarga, maupun masyarakat. Rasa tanggung jawab mendorong kita untuk ambil bagian pada setiap persoalan yang dihadapi oleh lingkungan kita. Menurut Fromm (2006: 30), keempat unsur cinta yaitu pengetahuan, kepedulian, rasa hormat, dan tanggung jawab, saling berhubungan. Hal-hal tersebut adalah suatu sikap yang dapat ditemukan pada diri seseorang yang telah matang. Seseorang yang mengembangkan kekuatannya secara produktif hanya menginginkan sesuatu yang telah ia perjuangkan. Seseorang yang telah melepaskan impian egois tentang kemahatahuan dan kemahakuasaan memiliki kerendahan hati yang diperoleh berdasarkan kekuatan batin yang hanya dapat diberikan oleh kegiatan produktif yang sejati. Seperti yang dikemukakan oleh Fromm bahwa keempat unsur cinta saling berhubungan, Okado dalam Dewi (1994: 37) memiliki pendapat yang sama, berikut ini yang dikemukakan: 「客観的に観察される愛の行為は、ある人が愛対象に向けて行動する 仕方の中で、相手を知り、尊敬し、責任の表現がなければ、愛のある 関係とはいえないわけである。」 Terjemahan: Seseorang dalam menyampaikan cintanya harus mengetahui perasaan pasangannya, saling memberi perhatian, saling menghormati dan saling bertanggung jawab. Apabila diantara keduanya tidak tampak keempat aspek tersebut maka tidak dapat dikatakan bahwa diantara keduanya ada hubungan kasih sayang atau cinta.
2.2.2 Jenis Cinta 20
Cinta mengacu pada perilaku manusia yang sangat luas dan kompleks. Menurut Berscheid dalam Santrock (2002: 110-112), jenis cinta antara lain, cinta persahabatan, cinta romantis atau cinta gairah, dan cinta yang penuh afeksi atau kebersamaan. Berikut ini penjelasan jenis-jenis cinta: 1. Cinta Persahabatan Bagi sebagian besar dari kita, menemukan teman sejati bukan hal yang mudah. Dalam kata-kata ahli sejarah Amerika Serikat, Henry Adams, “Satu sahabat dalam hidup adalah cukup, dua adalah banyak, dan tiga hampir tidak mungkin”. Menurut Davis dalam Santrock (2002: 110), Persahabatan (friendship) adalah satu bentuk hubungan dekat yang melibatkan kenikmatan, penerimaan, kepercayaan, hormat, saling menolong, menceritakan rahasia, mengerti, dan spontanitas. Kenikmatan adalah kita suka menghabiskan waktu dengan sahabat kita. Penerimaan adalah kita menerima teman kita tanpa mencoba mengubahnya. Kepercayaan adalah kita menganggap seorang teman akan bertindak untuk kepentingan kita yang paling baik. Hormat adalah kita berpikir teman kita membuat keputusan yang baik. Saling menolong adalah kita menolong dan mendukung teman kita dan sebaliknya. Menceritakan rahasia adalah kita berbagi pengalaman dan hal-hal yang rahasia dengan seorang teman. Mengerti adalah kita merasa seorang teman sangat memahami kita dan memahami apa yang kita suka. Spontanitas adalah kita merasa bebas untuk menjadi diri sendiri di depan seorang teman. Persahabatan berbeda dengan cinta. Menurut Rubin dalam Santrock (2002: 110), menyukai berarti menyadari bahwa orang lain sama dengan kita, hal ini termasuk penilaian positif dari seorang individu. Mencintai adalah melibatkan kedekatan dengan seseorang, hal ini termasuk ketergantungan, tidak berorientasi pada diri sendiri, dan kualitas dari penerimaan dan eksklusivitas.
21
Akan tetapi, teman dan kekasih sama dalam beberapa hal. Menurut Davis dalam Santrock (2002: 110), mengajukan bahwa teman dan pasangan romantis sama-sama memiliki sifat menerima, percaya, hormat, terus terang, memahami, spontanitas, saling menolong, dan kebahagiaan. Bagaimanapun, ia menemukan bahwa hubungan dengan kekasih atau istri lebih melibatkan kekaguman dan eksklusivitas. Hubungan dengan teman dipandang lebih stabil, terutama diantara pecinta-pecinta yang tidak menikah.
2. Cinta Romantis atau Cinta Gairah Santrock (2002: 110) mengemukakan bahwa cinta yang romantis (romantic love) juga disebut “cinta yang bergairah” atau “eros”. Cinta tersebut memiliki elemen seksual dan kekanak-kanakan, dan seringkali mendominasi bagian awal suatu hubungan cinta. api gairah membakar dalam cinta yang romantis. Menurut Hanurawan (2010: 162), cinta romantis atau cinta gairah memiliki ciriciri sebagai berikut: hubungan cinta sering emosi menjadi tidak terkendali, hubungan yang sangat bersifat intens dan panas (hot), dan suasana psikologi dalam keadaan bergejolak. Seringkali aktivitas dalam jenis cinta ini kemudian mengarah pada aktivitas yang bersifat ketubuhan (seksual).
3. Cinta yang Penuh Afeksi atau Kebersamaan Santrock (2002: 111) mengemukakan bahwa cinta lebih dari sekedar gairah. Cinta yang penuh afeksi (affection love), juga disebut “cinta yang penuh kebersamaan” adalah tipe cinta yang terjadi ketika hasrat individu untuk berada dekat dengan orang lain dan melibatkan perasaan yang dalam dan sayang terhadap orang tersebut.
22
Menurut Hanurawan (2010: 162), cinta afeksi atau kebersamaan memiliki ciriciri sebagai berikut: adanya kelekatan afeksi (kasih sayang) diantara kedua pelaku cinta, terdapatnya nilai-nilai yang berkesusaian diantara kedua pelaku cinta, hubungan pasangan yang hangat ditunjukkan dengan perilaku saling memahami diantara kedua belah pihak, hubungan cinta yang menyebabkan suasana hati nyaman diantara kedua belah pihak pelaku cinta.
23