BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Thermal Chamber Merupakan salah satu alat simulasi enviromental chamber, dimana thermal
chamber lebih berfokus pada simulasi perubahan suhu. Thermal chamber ini berfungsi untuk melakukan simulasi suhu dan membantu mengevaluasi suatu produk dalam segi kualitas dan realibilitasnya serta membantu untuk mencari kesalahan desain dan kelemahan produk yang sedang diuji terutama terhadap pengaruh suhu ruang.(Allyson, 1996) Thermal chamber memiliki fungsi pengujian : •
Pengujian suhu ambient
•
Pengujian suhu extreme (-65 ~ 125 Derajat Celcius)
•
Pengujian shock temperature (penurunan suhu secara tiba-tiba)
Thermal Chamber dibagi 2 jenis berdasarkan bentuk ukuran : •
Walk-in thermal chamber : Thermal Chamber yang memiliki ukuran sebuah ruangan kamar.
•
Table-up thermal chamber : Thermal chamber yang memiliki ukuran bentuk menyerupai oven dan lemari.
1
2
Thermal chamber biasanya digunakan untuk pengujian : •
Stress test produk-produk dan komponen elektronik, seperti : baterai, powersupply , kapasitor dan lain-lainnya.
•
Untuk Melakukan kontrol ketahanan obat-obatan dan makanan.
•
Untuk kebutuhan industri kendaraan bermotor khususnya untuk membantu proses pengecatan dan pengujian mesin yang sudah dibuat / dirakit ataupun dirakit didalam mobil untuk menjaga suhu baterai mobil.
Industrial thermal chamber biasanya memiliki : •
Elemen pemanas yang digunakan untuk memanaskan ruangan
•
Alat pendingin seperti kompresor yang berupa single stage - triple stage cascade untuk mendinginkan thermal chamber.
•
Kemampuan untuk mengontrol tingkat kelembaban didalam ruang thermal chamber.
3
Gambar 2.1 Thermal Chamber Walk-in
Gambar 2.2 Thermal Chamber Table-Up 2.2
Arsitektur Mikrokontroler ATMEL AVR ATMEGA Mikrokontroler Atmel AVR secara umum memiliki beberapa bagian penting, sebagaimana arsitektur dasarnya ditunjukkan pada gambar 2.2. Sedangkan inti CPU ( CPU core ) dan periperalnya ditunjuk pada gambar 2.3 .
4
Gambar 2.3 Arsitektur dasar Mikrokontroler Atmel’s AVR
Gambar 2.4 Periferal Mikrokontroler Atmel’s AVR Pada arsitektur mikrokontroler AVR ini terdapat 3 macam register :
5
1. Register serbaguna atau General Purpose Register 2. Register status atau SREG = Status Register 3. Register peripheral atau Periphery Register Masing-masing register ini memiliki fungsi atau kegunaan tertentu.
6
2.2.1 ADC (Analog Digital Coverter) ADC digunakan untuk mengkonversi sinyal listrik analog menjadi sinyal listrik digital. ADC yang sering digunakan adalah Succesive Approximation Register ADC (SAR).
Gambar 2.5 Blok Diagram SAR ADC adalah salah satu fitur yang terintegrasi didalam mikrokontroler AVR AT16 yang berfungsi untuk mengubah sinyal listrik analog menjadi sinyal data digital. Pada mikrokontroler AVR ATMEGA 16 memiliki 8 channel ADC yang terletak pada bagian port PORTA (0) hingga PORTB (7). Konversi ADC pada mikrokontroler AVR AT 16 ini memiliki resolusi 8-bit dan 10-bit.
7
2.3 Power Factor / Faktor Daya ( PF ) Faktor daya atau power factor (PF) merupakan istilah yang sering sekali dipakai di bidang-bidang yang berkaitan dengan penyaluran energi listrik pada power supply unit (PSU) dan pembangkit listrik. Faktor daya merupakan istilah penting, tidak hanya bagi penyedia layanan listrik, namun juga bagi konsumen listrik terutama konsumen level industri. Penyedia layanan listrik selalu berusaha untuk menghimbau konsumennya agar berkontribusi supaya faktor daya menjadi lebih baik, agar para konsumen industri juga berusaha untuk mendapatkan faktor daya yang baik agar tidak sia-sia membayar mahal tagihan kepada penyedia layanan. Nilai daya listrik bisa diperoleh dari perkalian antara tegangan dan arus yang mengalir. Pada kasus sistem AC dimana tegangan dan arus berbentuk sinusoidal, perkalian antara keduanya akan menghasilkan daya tampak (apparent power), satuan volt-ampere (VA) yang memiliki dua buah bagian. Bagian pertama adalah daya yang termanfaatkan oleh konsumen (yang bisa menjadi gerakan pada motor ataupun menjadi panas pada elemen pemanas). Daya yang termanfaatkan ini sering disebut sebagai daya aktif (real power) memiliki satuan watt (W) yang mengalir dari sisi sumber ke sisi beban bernilai rata-rata tidak nol. Bagian kedua adalah daya yang tidak termanfaatkan oleh konsumen, namun hanya ada di jaringan, daya ini sering disebut dengan daya reaktif (reactive power) memiliki satuan volt-ampere-reactive (VAR) bernilai rata-rata nol. ( Arwindra, 2010 )
8
Gambar 2.6 Relasi Real, Apparent, Reactive Power dan PF
9
Nilai power factor ( PF ) merupakan nilai dari cos dari derajat yang terbentuk dari nilai real power, apparent power dan reactive power.2.4
RELAI
Relai adalah suatu peranti yang menggunakan elektromagnet untuk mengoperasikan seperangkat kontak sakelar. Susunan paling sederhana terdiri dari kumparan kawat penghantar yang dililit pada inti besi. Bila kumparan ini dienergikan,
medan magnet yang terbentuk menarik armatur berporos yang digunakan sebagai pengungkit mekanisme sakelar. Jenis-jenis relai : •
SPST - Single Pole Single Throw.
•
SPDT - Single Pole Double Throw. Terdiri dari 5 buah pin, yaitu:(2) koil, (1)common, (1)NC, (1)NO.
•
DPST - Double Pole Single Throw. Setara dengan 2 buah saklar atau relai SPST.
•
QPDT - Quadruple Pole Double Throw. Sering disebut sebagai Quad Pole Double Throw, atau 4PDT. Setara dengan 4 buah saklar atau relai SPDT atau dua buah relai DPDT. Terdiri dari 14 pin (termasuk 2 buah untuk koil).
10
Gambar 2.7 Relai
11
2.5
Sensor Suhu LM35 LM35 adalah komponen sensor suhu berukuran kecil seperti transistor.
Komponen yang sangat mudah digunakan ini mampu mengukur suhu hingga 100 derajat Celcius. Dengan tegangan keluaran yang terskala linear dengan suhu terukur, yakni 10 milivolt per 1 derajat Celcius, maka komponen ini sangat cocok untuk digunakan sebagai eksperimen pengaturan suhu atau bahkan untuk aplikasi-aplikasi seperti termometer ruang digital, mesin pasteurisasi, atau termometer badan digital. LM35 dapat disuplai dengan tegangan mulai 4V-30V DC dengan arus pengurasan 60 mikroampere, memiliki tingkat efek self-heating yang rendah (0,08 derajat Celcius). Self-heating adalah efek pemanasan oleh komponen itu sendiri akibat adanya arus yang bekerja melewatinya. Untuk komponen sensor suhu, parameter ini harus dipertimbangkan dan dipikirkan atau di-handle dengan baik karena hal ini dapat menyebabkan kesalahan pengukuran. Seperti sensor suhu jenis RTD PT100 atau PT1000 misalnya, komponen ini tidak boleh dieksitasi oleh arus melebihi 1 miliampere, jika melebihi, maka sensor akan mengalami self-heating yang menyebabkan hasil pengukuran senantiasa lebih tinggi dibandingkan suhu yang sebenarnya.
12
Gambar 2.8 Sensor suhu LM35
Gambar 2.9 Skematik sensor suhu Gambar di atas adalah gambar skematik rangkaian dasar sensor suhu LM35DZ. Rangkaian ini sangat sederhana dan praktis. Vout adalah tegangan keluaran sensor yang terskala linear terhadap suhu terukur, yakni 10 milivolt per 1 derajat Celcius. Jadi jika Vout = 530mV, maka suhu terukur adalah 53 derajat Celcius.Dan jika Vout = 320mV, maka suhu terukur adalah 32 derajat Celcius. Tegangan keluaran ini bisa langsung diumpankan sebagai masukan ke rangkaian pengkondisi sinyal seperti rangkaian penguat operasional dan rangkaian filter, atau rangkaian lain seperti rangkaian pembanding tegangan dan rangkaian Analog-to-Digital Converter. Rangkaian dasar tersebut cukup untuk aplikasi yang tidak memerlukan akurasi pengukuran yang sempurna. Akan tetapi tidak untuk aplikasi yang sesungguhnya. Terbukti dari eksperimen yang telah dilakukan, tegangan keluaran sensor belum stabil. Pada kondisi suhu yang relatif sama, jika tegangan suplai dapat diubah-ubah (dinaikkan atau diturunkan), maka Vout juga ikut berubah. Memang secara logika hal ini kelihatan benar, tapi untuk instrumentasi hal ini tidaklah
13
diperkenankan. Dibandingkan dengan tingkat kepresisian, maka tingkat akurasi alat ukur lebih utama karena alat ukur dapat dijadikan patokan bagi penggunanya. Jika nilainya berubah-ubah untuk kondisi yang relatif tidak ada perubahan, maka alat ukur yang demikian ini tidak dapat digunakan.Untuk memperbaiki kinerja rangkaian dasar di atas, maka ditambahkan beberapa komponen pasif seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :
Gambar 2.10 Skematik kapasitor rangkaian RC LM35 Dua buah resistor 150K yang diparalel membentuk resistor 75K yang diseri dengan kapasitor 1uF. Rangkaian RC-Seri ini merupakan rekomendasi dari pabrik pembuat LM35. Sedangkan resistor 1K5 dan kapasitor 1nF membentuk rangkaian passive low-pass filter dengan frekuensi 1 kHz. Tegangan keluaran filter kemudian
14
diumpankan ke penguat tegangan tak-membalik dengan faktor penguatan yang dapat diatur menggunakan variable resistor. (Chandra, 2010)
15
2.6 3DMark 11 3DMark merupakan software benchmark komputer yang dibuat oleh perusahaan FutureMark Corporation. Software ini bertujuan untuk memberikan pengukuran dan penilaian kemampuan sebuah sistem komputer PC untuk melakukan rendering grafis 3D, serta juga mengukur dan memberikan nilai untuk performa VGA card dan CPU yang digunakan didakan sistem PC. Software benchmark 3DMark ini juga sudah menjadi software pengukur utama dalam melakukan perbandingan suatu performa VGA card, baik untuk kalangan media review PC hardware maupun kalangan overclocker. 3DMark 11 merupakan salah satu seri terbaru dari software 3DMark yang dirilis pada 7 Desember 2010, dimana pada software benchmark 3DMark 11 ini sudah mampu menggunakan fitur terbaru dari API DirectX 11 dan tesselations dalam melakukan rendering grafis 3D secara real time untuk melakukan penilaian benchmark pada suatu sistem PC dan VGA card.
16
Gambar 2.11 Tampilan Software 3DMark 11 2.7 WPRIME Wprime merupakan software benchmark yang dibuat oleh project in-house milik website database performa komputer terbesar di dunia HWBOT.ORG. Software benchmark WPRIME ini merupakan software untuk melakukan pengukuran kecepatan prosesor dalam menyelesaikan perhitungan multi-threading. Selain sebagai software benchmark, software inipun dapat digunakan menjadi software untuk pengujian kestabilan prosesor, karena proses perhitungan yang dilakukan pada software ini tergolong berat dan mampu memaksa prosesor yang digunakan mendapat beban 100% dari setiap core dan thread yang dimiliki prosesor.
17
Gambar 2.12 Tampilan Software 3DMark 11 2.8 CPU-Z CPU-Z merupakan software keluaran dari CPU-ID.org yang berfungsi untuk melakukan deteksi status keadaan komponen-komponen utama di dalam suatu sistem PC, seperti : prosesor, motherboard, RAM dan VGA card. Biasanya software ini lebih sering digunakan untuk mengecek jenis prosesor yang digunakan di dalam sistem, kecepatan prosesor yang sedang berjalan, tegangan prosesor yang sedang digunakan serta untuk mengecek jenis motherboard dan RAM yang digunakan.
18
Gambar 2.13 Tampilan Software CPU-Z 2.9 GPU-Z GPU-Z merupakan software keluaran dari TechPowerUp yang memiliki fungsi yang mirip dengan software CPU-Z, hanya saja software ini hanya berfungsi untuk melakukan deteksi status VGA card di dalam sistem PC. Biasanya software ini lebih sering digunakan untuk mengecek jenis VGA card yang digunakan di dalam sistem PC. Software deteksi GPU-Z ini mampu mendeteksi jenis chip GPU dari Nvidia, AMD Radeon, Intel, dan chip GPU yang digunakan di dalam PC. Selain deteksi jenis chip GPU yang digunakan didalam VGA card, software ini juga mampu melakukan deteksi kecepatan core clock pada chip GPU, memory clock pada VRAM GPU, suhu chip GPU dan bahkan tegangan GPU dan VRAM.
19
Gambar 2.14 Tampilan Software GPU-Z 2.10 CORETEMP CoreTemp merupakan software deteksi keluaran CPUID.org yang berfungsi untuk melakukan deteksi jenis, kecepatan, tegangan dan suhu panas prosesor. Software CoreTemp dalam penggunaannya lebih digunakan untuk melakukan deteksi suhu panas prosesor yang ada didalam sistem PC. Software CoreTemp ini mampu malakukan deteksi suhu panas untuk setiap core / inti prosesor dalam sebuah chip prosesor. Selain untuk deteksi, software ini juga mampu melakukan logging suhu panas setiap core / inti prosesor.
20
Gambar 2.15 Tampilan Software CoreTemp 2.11 MSI AFTERBURNER MSI Afterburner merupakan software deteksi dan kontrol VGA card dari perusahaan MSI, yang berfungsi untuk melakukan deteksi status VGA card dan melakukan control kecepatan dan tegangan pada VGA card untuk kebutuhan praktik overclocking. Software ini sebenarnya adalah software bernama rivatuner, tetapi pada tahun 2009 lalu, software ini dibeli oleh perusahaan motherboard MSI. MSI Afterburner ini merupakan software yang paling populer dalam melakukan overclocking vga card, dikarenakan software ini dapat digunakan oleh hampir seluruh VGA card baik merk MSI maupun merk VGA card lainnya , selain juga dikarenakan software ini mampu untuk melakukan kontrol kecepatan vga card, kontrol tegangan, deteksi suhu panas VGA card dan kontrol kecepatan fan pendingin.
21
Gambar 2.16 Tampilan Software MSI AfterBurner