BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang(sehingga dapat dipaksakan), dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungutberdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Dalam Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 , definisi Wajib Pajak diubah menjadi : Wajib Pajak adalah orangpribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Salah satu kewajiban perpajakan yang dimaksud adalah pelaporan pajak secara berkala kepada DirektoratJenderal Pajak. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,SH (Mardiasmo,2011:1) dalam bukunya Perpajakan Edisi Revisi 2011, mendifinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani dalam Waluyo (2011:2)
10
“Pajak merupakan iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum
berhubung
tugas
Negara
untuk
menyelenggarakan pemerintahan.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan dan imbalan yang diterima tidak secara langsung.Berdasarkan pengertian pajak tersebut, ada lima unsur yang melekat pada pengertian pajak (wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, 2010): 1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang; 2. Sifatnya dapat dipaksakan; 3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak; 4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta); 5. Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
2.1.2 Subjek Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, Subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
11
1. SubjekPajak Pribadi yaitu Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau Orang Pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 2. Subjek Pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak. 3. Subjek Pajak Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; 2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. Penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan 4. Pembukuannya diperiksa oleh Aparat Pengawasan Fungsional Negara; dan 4. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada diIndonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau Badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.
12
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk subjek pajak sebagai berikut: 1. Badan Perwakilan Negara Asing. 2. Pejabat Perwakilan Diplomatik dan Konsulat atau Pejabat - Pejabat lain dari Negara Asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF. 4. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2.1.3 Objek Pajak ObjekPajak Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak
13
dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak darimanapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian
Penghasilan
dalam
Undang-Undang
PPh
tidak
memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.Karena Undang-Undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan denganpenghasilanlain yang dikenakan tarif umum.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo di Indonesia terdapat 3 jenis sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu: a. Official Assessment Sistem 14
Merupakan suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. b. Self Assessment Sistem Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. c. With Holding Sistem Merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketika (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
2.1.5 Jenis Pajak Jenis pajak di Indonesia berdasarkan lembaga yang memungutnya dibedakan atas dua diantaranya: (Agus Setiawan;2006) 1. Pajak Negara Pajak yang dipungut pemerintah pusat dan merupakan tanggung jawab Departemen Keuangan Republik Indonesia yang secara operasional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2. Pajak Daerah Pajak daerah akan dipungut dan digunakan oleh rumah tangga daerah masing-masing, sehingga timbul pajak daerah propinsi dan pajak daerah kabupaten/kotamadya.
15
Jenis pajak di Indonesia berdasarkan golongannya terdiri dari dua yaitu:. 1.
Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contohnya pajak penghasilan (PPh)
2.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain. Contohnya pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
2.1.6 Sunset Policy Sunset Policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Ortax,2007). Program sunset policy memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memulai kewaajiban perpajakannya dengan benar melalui pembetulan SPT Tahunan PPh. Program Sunset Policy memberikan kelonggaran kepada wajib pajak. Kelonggaran ini selanjutnya akan diikuti dengan penerapan sanksi perpajakan. Wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakan secara benar sebelum masa pelaksanaan program Sunset Policy diharuskan untuk memanfaatkan program tersebut guna menghindari sanksi perpajakan, mengingat UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 35A memberikan wewenang kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk mengakses data dan informasi berkaitan dengan perpajakan. Setelah masa pengampunan pajak berakhir, pemerintah akan melakukan penegakanhukum pajak (law tax enforcement) secara insentif. 16
Sunset policy berangkat dari konsep pengampunan pajak (tax amnesty). James Alm (1998) dalam studinya memaparkan beberapa hasil penerapan pengampunan pajak dibeberapa Negara, yakni India, Irlandia, Colombia dan Negara bagian Colorado Amerika serikat. Penghapusan sanksi diharapkan dapat menstimulus wajib pajak untuk membayar pajak, baik atas kekurangan pembayaran pajak di masa lalu maupun untuk pembayaran pajak selanjutnya.
2.1.7 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Surat Ketetapan Pajak menurut Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 15 adalah Surat Ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat Ketetapan Pajak diterbitkan setelah dilakukan tindakan pemeriksaan tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan. Fungsi diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak yaitu : 1. Untuk menagih Pajak yang terhutang setelah Direktur Jendral Pajak melakukan pemeriksaan dan mendapatkan bukti jumlah pajak yg sebenarnya. 2. Sarana untuk menentukan jumlah kelebihan pajak dalam hal lebih bayar 3. Sarana untuk menetapkan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
17
2.1.8 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) menurut UndangUndang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 16 adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKB diatur lebih jelas dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang tidak atau kurang dibayar; 2. Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 3 Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; 3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen) ; 4. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terhutang;
18
5. Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 4a Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007. Dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar akan ditambah sanksi administrasi berupa bunga atau kenaikan. Bunga yang dikenakan sebesar 2% maksimal 24 bulan, sedangkan sanksi kenaikan yang diberikan atas SKPKB beragam ada yang 50% dan 100%. Dan apabila SKPKB diterbitkan setelah jangka waktu lima tahun maka akan ditambahkan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
2.1.9 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Menurut Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 17 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terhutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terhutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dapat diterbitkan berdasarkan: 1. Hasil pemeriksaan atau pemeriksaan ulang terhadap data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terhutang termasuk
19
data yang semula belum terungkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat 1 Undang-Undang KUP 2. Hasil penelitian terhadap keterangan tertulis dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat 3 Undang-Undang KUP 3. Hasil penelitian atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan atau tindakan pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat 4 UndangUndang KUP
Dengan
diterbitkannya
SKPKBT
diikuti
juga
dengan
sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100%, sanksi kenaikan tersebut tidak akan dikenakan jika Wajib Pajak dengan kemauan sendiri memberikan keterangan tertulis sebelum Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.
2.1.10 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Menurut Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 18 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah Surat Ketetapan Pajak yang menetukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak.
2.1.11 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
20
Menurut Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 19 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terhutang atau seharusnya tidak terutang. SKPLB diulas lebih mendalam dalam Pasal 17 Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007. Dalam PMK 83/PMK.03/2010 di jelaskan mengenai penerbitan SKPLB untuk : a. Hasil pemeriksaan terhadap surat pemberitahuan terdapat jumlah jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang KUP; b. Hasil penelitian terhadap kebenaran pembayaran pajak atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 Undang-Undang KUP terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; c. Hasil pemeriksaan terhadap permohonan pengembalian terhadap permohonan
pengembalian
kelebihan
pembayaran
pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 17B Undang-Undang KUP terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terhutang.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, dan apabila setelah melampaui jangka waktu tersebut maka dianggap permohonan pengembalian pajak lebih bayar diterima dan SKPLB
21
harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. Wajib Pajak berhak mendapatkan imbalan bunga sebesar 2% /per bulan apabila Surat Ketetapan Lebih Bayar terlambat diterbitkan sebagaimana mestinya.
2.1.12 Surat Tagihan Pajak (STP) Berdasarkan Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 20, Surat Tagihan Pajak (STP) adalah Surat Untuk melakukan Tagihan Pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; 2. Dari hasil penelitian terdapat pajak yang kurang dibayar akibat salah tulis atau salah hitung; 3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/ atau bunga; 4. Pengusaha kena pajak tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu; 5. Pengusaha kena pajak yang tidak membuat faktur pajak secara lengkap; 6. Pengusaha kena pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masanya; 7. Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak masukan.
22
Dari jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STP ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga atau denda sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Surat Tagihan Pajak diatur dalam Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 14.
2.1.13 Penagihan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:125), Penagihan Pajak adalah “serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa,mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.” Dasar dilakukannya Penagihan Pajak yaitu : 1. Surat Tagihan Pajak 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan 4. Surat Keputusan Pembetulan 5. Surat Keputusan Keberatan 6. Putusan Banding 7. Putusan Peninjauan Kembali
Menurut Undang-Undang KUP pasal 22, Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5(lima) tahun terhitung sejak penerbitan
23
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Dan keputusan atas daluwarsa tersebut dapat tertangguh apabila diterbitkan Surat Paksa, adanya pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung, dilakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan. Menurut Diaz Priantara (2012:115) dalam melaksanakan penagihan pajak terdapat beberapa indikator yaitu: 1. “Surat Paksa Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. 2.
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat untuk melaksanakan penyitaan.
3. Pelaksanaan Lelang Lelang adalah setiap penjualan barangs di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli”.
24
2.1.14 Kronologis Tindakan Penagihan Pajak Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Jatuh Tempo SKP
30 Hari
7 Hari
Surat Teguran
21 Hari Pengumuman Lelang
SPMP
14 Hari
2x24 Jam Surat Paksa
14 Hari
Pelaksanaan Lelang Gambar 2.1 Tahapan Penagihan Pajak
2.1.15 Dasar –Dasar Penagihan Pajak 2.1.15.1 Penagihan Secara Umum 1. Undang-Undang No.28 Tahun 2007 perubahan ketiga atas UndangUndang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2. Undang-Undang No.19 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 3. Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
562/KMK.04/2000 Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak
25
4. Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
83/PMK.03/2010 Tentang Tata cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak 5. Peraturan
Menteri
Keuangan
84/PMK.03/2010 Tentang
Republik
Indonesia
Nomor
Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 Tentang Tata cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak 6. Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
85/PMK.03/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus 7. PeraturanPemerintah Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Prosedur Penerbitan Kembali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau Surat Tagihan Pajak 8. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-82/PJ/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur
Jendral Pajak Nomor
PER-36/PJ/2010 Tentang Prosedur Penerbitan Kembali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau Surat Tagihan Pajak
2.1.15.2Surat Paksa dan Sita 1. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Pengihan Pajak dengan Surat Paksa
26
2. Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
24/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus 3. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2000 Tentang Tata Cara Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Paksa Pengganti dan Pembetulan atau Penggantian SuratSurat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak
2.1.15.3 Lelang 1. Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 Tanggal 20 Desember 2000 Tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan yang Dikecualikan dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2.1.15.4 Pencegahan dan Penyanderaan 1. Peraturan Pemerintah Nmor 137 Tahun 2000 Tanggal 20 Deseber 2000 Tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak dan Pemberian Ganti Rugi dalam Rangka Penagihan Paja Dengan Surat Paksa.
2.1.15.5 Pemblokiran 1. Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
563/KMK.04/2000 Tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
27
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-109/PJ/2007 Tentang Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05PJ.04/2007 Tentang Pengantar Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER109/PJ/2007 Tentang Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2.1.16 Pelaksana Penagihan Pajak Yang berwenang dalam Pelaksanaan penagihan pajak yaitu: 2.1.16.1 Pejabat Menteri berwenang menunjuk pejabat untuk penagihan pajak pusat. Yang dimaksud pejabat untuk penagihan pajak pusat antara lainKepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, yang dimaksud Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat seperti, Pajak Penghasilan, Pajak
28
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Masuk dan Cukai. Selain itu Kepala Daerah juga mempunyai wewenang menunjuk pejabat untuk penagihan Pajak Daerah, yang dimaksud pejabatuntuk penagihan pajak daerah misalnya kepala dinas pendapatan daerah. Dan yang dimaksud Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, antara lain Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Kendaraan Bermotor. Pejabat memiliki wewenang yang dijelaskan dalam UndangUndang PPSP Nomor 19 Tahun 2000 yaitu: 1. Mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak 2. Menerbitkan : a. Surat Teguran, Surat Peringatan yang sejenis, b. Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus, c. Surat Paksa, d. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, e. Surat Perintah Penyanderaan, f. Surat Pencabutan Sita, g. Pengumuman lelang, h. Surat penentuan harga limit, i. Pembatalan lelang, j. Surat lain yang diperlukan dalam pelaksanaan penagihan pajak. 2.1.16.2 Jurusita Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya merupakan pelaksana eksekusi dari putusan yang sama kedudukannya dengan
29
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, untuk dapat diangkat sebagai jurusita pajak, harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Jurusita Pajak bertugas : a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus; b. Memberitahukan Surat Paksa c. Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan; dan d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan.
Dalam bertugas Jurusita Pajak harus membawa kartu tanda pengenal dan jurusita pajak berwenang untuk memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci,dan tempat lain untuk menemukan Objek sita ditempat usaha, ditempat kedudukan atau ditempat tinggal penanggung pajak, atau ditempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan Objek sita.
2.1.17 Surat Teguran (ST) Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak(KPP) atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) untuk memberikan peringatan kepada wajib pajak untuk segera melunasi utang pajaknya. ST dapat disampaikan melalui Pos, secara langsung, atau melalui perusahaan ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti
30
pengiriman surat Surat Teguran diberikan oleh pejabat kepada Wajib Pajak untuk menegur atau memperingatkan agar melunasi utang pajaknya. Setelah diterbitkannya SKP, apabila dalam jangka waktu 30 hari Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya maka akan diterbitkan Surat Teguran setelah 7 hari jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam SKP. Berdasarkan SE-08/PJ.75/2000 Surat Teguran dapat diterbitkan ulang apabila Surat Teguran yang pernah diterbitkan tidak dapat ditemukan lagi dalam administrasi penagihan.Penerbitan ulang Surat Teguran dapat dengan meminta konfirmasi kepada Wajib Pajak yang bersangkutan terlebih dahulu, untuk meyakinkan bahwa Wajib Pajak pernah menerima Surat Teguran. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerbitan ulang surat teguran: 1. Apabila Wajib Pajak menyatakan sama sekali belum pernah menerima Surat Teguran, maka penerbitan tersebut dilakukan dengan cara membuat dua buah salinan dari Surat Teguran yang hilang yang dilegalisasi oleh kepala KPP 2. Apabila Wajib Pajak menyatakan telah menerima Surat Teguran maka cukup dibuat salinan Surat Teguran untuk kepentingan arsip.
Apabila nomor, tanggal bulan dan tahun Surat Teguran yang hilang tidak dapat diketahui lagi, baik ditempat Wajib Pajak atau adminsitrasi maka akan di buat Surat Teguran baru bukan salinan.
31
2.1.18 Penagihan Seketika dan Sekaligus Menurut PMK 24/PMK.03/2008 Pasal 1 Ayat 4 Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus dilakukan apabila: 1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya atau berniat untuk itu; 2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia; 3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha, atau menggabungkan usaha, atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; 4. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara;atau 5. Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Penerbitan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus oleh pejabat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Diterbitkan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran 2. Diterbitkan tanpa didahului Surat Teguran
32
3. Diterbitkan sebelum jangka waktu 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan 4. Diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa
2.1.19 Surat Paksa (SP) Dalam Pasal 8 Undang-Undang PPSP nomor 19 tahun 2000 menjelaskan Surat Paksa diterbitkan apabila: 1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain sejenisnya; 2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau 3. Penanggung
pajak
tidak
memenuhi
ketentuan
sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Sebagai Wajib Pajak, Penanggung Pajak mempunyai hak untuk mengajukan surat permohonan mengangsur atau menunda pembayaran. Surat Paksa dapat diterbitkan 21 hari setelah diterbitkannya Surat Teguran. Surat Paksa wajib diberitahukan kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak. Surat Paksa kepada Orang Pribadi dapat diberikan kepada: 1. Penanggung Pajak ditempat tinggal, tempat usaha 2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja ditempat usaha penanggung pajak apabila penanggung pajak tidak dapat dijumpai
33
3. Para ahli waris
Surat Paksa kepada Badan dapat diberikan kepada: 1. Untuk Perseroan Terbatas : Direksi, Komisaris, Pemegang Saham tertentu, dll 2. Untuk BUT : Kepala Perwakilan, Kepala Cabang,dll 3. Untuk Badan Usaha Lain (Firma, Persekutuan,dll) : direktur, pemilik modal, dll 4. Untuk Yayayasan : Ketua atau orang yang mengendalikan.
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada kurator, hakim pengawas.Kepada wajib Pajak yang dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.Apabila Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa maka Surat Paksa diberitahukan kepada penerima kuasa. Surat Paksa mempunyai kedudukan yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding. Oleh karena itu terhadap Surat Paksa tidak dapat dilakukan penerbitan ulang, kecuali dalam hal terjadi di luar kekuasaan pejabat, misalnya kecurian, kebanjiran, kebakaran, atau gempa bumi yang menyebabkan Surat Paksa yang asli hilang atau rusak. Dalam hal ini pejabat dapat menerbitkan Surat Paksa pengganti sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang
34
Nomor 29 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa beserta penjelasaanya.
2.1.20 Penyitaan Penyitaan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh jaminan pelunasan atas utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak, baik yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan penanggung pajak atau ditempat lain termasuk yang penguasanya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu misalnya barang yang dihipotikkan, digadaikan atau digunakan. Apabila Utang Pajak tidak dilunasi sebagaimana jangka waktu yang telah diberikan maka pejabat akan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan sekurangkurangnya disaksikan oleh 2 orang yang telah dewasa.Dan apabila Penanggung Pajak tidak hadir, pelaksanaan penyitaan tetap dapat dilanjutkan. Dalam hal penanggung pajak sedang mengajukan keberatan, tidak akan menunda proses penyitaan karena membayar utang pajak adalah sudah menjadi kewajiban Penanggung Pajak. Penyitaan dilakukan terhadap barang-barang milik penanggung pajak baik barang bergerak maupun tidak bergerak. Contoh barang bergerak adalah mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro,dll. Dan contoh barang tidak bergerak seperti tanah, bangunan, kapal, dll. Penyitaan dilakukan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan sama dengan Utang Pajak dan biaya penagihannya.
35
Adapula barang-barang yang dikecualikan dari penyitaan : 1. Pakaian dan tempat tidur 2. Persediaan makanan dan minuman untuk satu bulan serta peralatan memasaknya 3. Perlengkapan penanggung pajak yang diperoleh dari Negara 4. Peralatan yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan jumlah tidak lebih dari 20.000.000 5. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak atau keluarganya. Penanggung pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya yang timbuldalam rangka penagihan pajak selama barang yang telah disita belum dijual, digunakan atau dipindahbukukan. Dalam PP 135 Tahun 2000 diatur mengenai Besarnya biaya penagihan pajak yaitu Rp. 50.000,- untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp. 100.000,- untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Besarnya tambahan biaya penagihan pajak yang dibayar oleh penanggungpajak dalam hal barang yang telah disita dijual adalah a. Secara lelang , 1% dari pokok lelang b. Tidak secara lelang, 1% dari hasil penjualan Biaya penagihan tersebut akan masuk ke penerimaan negara bukan penerimaan pajak.Penyitaan tambahan dapat dilakukan apabila nilai barang yang di sitatidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang.
36
2.1.21 Pemblokiran Menurut KMK.563/KMK.04 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 8, Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai. Pemblokiran dilakukan terhadap kekayaan Penanggung Pajak berupa: 1. Rekening Koran adalahdana yangtersimpan pada bank dalam bentuk rekening koran. 2. Surat Berharga berupa obligasi ,saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di Bursa Efek. 3. Surat Berharga berupa obligasi ,saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek. 4. Piutang adalah tagihan orang pribadi atau badan kepada orang pribadi atau badan lain karena peminjaman uang atau perikatan lainnya yang akan dilunasi pada waktu tertentu. 5. Penyertaan Modal, adalah pemilikan sebagaian dari modal suatu perusahaan oleh orang pribadi atau badan pada badan lain baik dalam bentuk setoran modal atau bentuk lainnya. 6. Deposito Berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpanan dengan bank. 7. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. 8. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut kesepakatan yang telah disepakati.
37
Pemblokiran diajukan oleh pejabat kepada pemimpin bank tempat harta kekayaan Penanggung Pajak disimpan.Tata cara pelaksanaan pemblokiran berdasarkan KMK.563/KMK.04 Tahun 2000 Pasal 4 sebagai berikut: a. Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada Bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada Bank tersebut kepada jurusita. b. Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Pejabat meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan Bank memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank dimaksud kepada pejabat. c. Setelah saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank diketahui, Jurusita akan melakukan penyitaan d. Jurusita membuat berita acara penyitaan yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Saksi-saksi, dan Pimpinan Bank atau Pejabat Bank yang ditunjuk e. Jurusita menyampaikan berita acara kepada Penanggung Pajak dan Pimpinan Bank yang bersangkutan
Apabila dalam jangka waktu 14 hari sejak penyitaan Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan maka Pejabat akan meminta Pimpinan Bank untuk memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak pada Bank ke Kas Negara atau kas daerah sejumlah utang pajak dan biaya penagihan.
38
Pemblokiran lebih mudah dilakukan dibandingkan penyitaan barangbarang milik penanggung pajak, karena Pemblokiran dapat dilakukan hanya dengan memberi perintah ke pihak Bank melalui Menteri Keuangan dengan atau tanpa persetujuan Penanggung Pajak.
2.1.22 Lelang Lelang menurut UU PPSP Pasal 1 Ayat 17 adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila dalam jangka waktu 14 hari setelah dilakukan penyitaan Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak maka Pejabat akan segera menggunakan, menjual dan atau memindahtangankan barang sitaan untuk pelunasan biaya penagihan dan utang pajak. Berdasarkan PP 136 Tahun 2000, penggunaan, penjualan dan atau pemindahbukuan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Uang Tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah; b. Deposito Berjangka, Tabungan, Saldo Rekening Koran, Giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dipindahbukukan ke rekening Kas Negara atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada Bank yang bersangkutan; c. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya: 1. Yang diperdagangkan di Bursa Efek, dijual oleh Pejabatmelalui Bursa Efek sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2. Yang tidak diperdagangkan di Bursa Efek langsung dijual oleh Pejabat kepada pembeli;
39
d. Piutang yang hak menagihnya beralih kepada Pejabat berdasarkan berita acara persetujuan pengalihan hak, dijual oleh Pejabat kepada pembeli; e. Penyertaan Modal pada perusahaan lain yang penguasaannya beralih kepada Pejabat berdasarkan akte persetujuan pengalihan hak, dijual oleh Pejabat kepada pembeli; f. Hasil penjualan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam angka c,d,e disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah. Barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang menurut PP 136 Tahun 2000 adalah : 1.Uang Tunai; 2.Surat-Surat Berharga: a. Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank seperti Deposito Berjangka, Tabungan, Saldo Rekening, Giro, atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu; b. Obligasi c. Saham d. Piutang e. Penyertaan modal; dan f. Surat Berharga lainnya 3. Barang yang mudah rusak atau cepat busuk.
40
2.1.23 Pencegahan dan Penyanderaan Pencegahan diperlukan sebagai salah satu upaya untuk penagihan pajak.Namun agar pelaksanaan pencegahan tidak dilakukan sewenang-wenang, maka pelaksanaan pencegahan sebagai upaya penagihan pajak diberikan syarat-syarat. Ada dua syarat dalam pencegahan dan penyanderaan yaitu 1. syarat kuantitaif, minimal utang pajaknya Rp.100.000.000,(seratus juta rupiah),dan ; 2. syarat kualitatif, apabila Wajib Pajak diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak Sehingga pencegahan hanya dilaksanakan secara selektif dan hatihati.Dengan dilakukan Pencegahan dan Penyanderaan tidak akan menghapus utang pajak, hal ini diperjelas dalam pasal 35 UU PPSP Nomor 19 Tahun 2000 bahwa Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak. Utang pajak baru akan lunas ketika sudah dibayar lunas atau karena kedaluwarsa. Masa penyanderaan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan.Penyanderaan tidak boleh dilakukan saat Penanggung Pajak sedang beribadah atau sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti pemilihan umum.
2.1.24 Gugatan Gugatan berfungsi untuk memberikan hak kepada Penanggung Pajak dalam hal Penanggung Pajak tidak setuju dengan pelaksanaan penagihan pajak
41
yang meliputi pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pencegahan dan Penyanderaan. Penanggung Pajak dapat mengajukan Gugatan terkait dengan Pencegahan dan Penyanderaan hanya saat Penanggung Pajak sedang disandera kepada Pengadilan Negeri, dan apabila Gugatan tersebut dikabulkan Penanggung Pajak dapat memohon rehabilitasi nama baik dan ganti rugi atas masa penyanderaan yang telah dijalani. Besarnya ganti rugi Rp.100.000,setiap hari. Penanggung pajak dapat mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak ke Pengadilan Negeri, apabila Gugatan dikabulkan maka Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan nama dan ganti rugi kepada pejabat paling banyak Rp. 5.000.000,Dalam mengajukan Gugatan pajak terkait dengan pelaksanaan penagihan pajak, diberikan jangka waktu 14 hari untuk mengajukan Gugatan terhadap Surat Paksa dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak, untuk Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dihitung sejak pembuatan berita acara pelaksanaan sita, dan untuk pengumuman lelang dihitung sejak diumumkan. Dengan demikian, lelang tidak boleh dilaksanakan sebelum lewat 14 hari sejak pengumuman lelang.Apabila dalam jangka waktu dimaksud Penanggung Pajak tidak mengajukan Gugatan, maka hak untuk menggugat dinyatakan gugur.
42