BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Internet 2.1.1.
Pengertian Internet Menurut Turban, King, Lee, dan Liang (2010: 49) internet adalah kumpulan dari orang-orang yang menggunakan komputer secara berdiri sendiri namun terhubung antara satu sama lain melalui sebuah lingkungan jaringan global. Menurut Rainer (2011:518), Internet adalah jaringan area luas yang global menghubungkan sekitar 1 juta jaringan komputer organisasi di lebih dari 200 negara di semua benua, termasuk Antartika, dan fitur-fitur dalam rutinitas harian hampir 2 miliar orang. Sistem komputer yang berpartisipasi, disebut simpul, termasuk smart phone, PCs, LANs, database, mainframe . Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa internet merupakan jaringan komputer yang saling terhubung satu sama lain secara global yang menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dan sumber daya informasi yang memungkinkan penggunanya berukar informasi, data, pesan dan file lainnya antar user.
2.1.2.
Pengertian Intranet Menurut Schneider (2011:83) Intranet jaringan
interkoneksi
(atau
internet),
adalah
sebuah
biasanya satu yang
menggunakan set protokol TCP/IP, dan tidak melampaui organisasi yang menciptakannya. Sedangkan menurut Chaffey (2011:12) Intranet adalah jaringan pribadi dalam satu perusahaan yang menggunakan standar internet untuk memungkinkan para karyawan untuk mengakses dan berbagi informasi dengan menggunakan teknologi web publishing. Jadi, intranet adalah jaringan komunikasi yang hanya memiliki akses di area tertentu, misalnya dalam suatu kantor atau organisasi.
7
8 2.1.3.
Pengertian World Wide Web Menurut Turban, King, Lee, dan Liang (2010: 680) World Wide Web (Web, WWW, atau W3) adalah sistem dengan standar yang diterima secara universal untuk menyimpan, menelusuri, memformat, dan
menampilkan
informasi
melalui
arsitektur
klien/server,
menggunakan fungsi-fungsi transport dari internet. Sedangkan menurut Rainer (2011: 522), World Wide Web (the web, WWW, or W3) adalah sebuah standar sistem universal yang diterima untuk penyimpanan, pengambilan, pemformatan dan menampilkan informasi melalui arsitektur klien / server. Web menangani semua jenis informasi digital, termasuk teks, grafik, dan suara. Ini menggunakan grafis user interface, sehingga sangat mudah dinavigasi . Jadi, world wide web adalah layanan yang digunakan dalam teknologi internet yang digunakan untuk mengakses ke halaman web sehingga pengguna dapat mengakses informasi dengan mudah.
2.2. Konsep Sistem Informasi 2.2.1. Pengertian Sistem Menurut
O’Brien
(2005:18),
sistem
adalah
sekelompok
komponen yang berhubungan dan saling berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama yang didasarkan pada input yang diterima dan kemudian ditransformasikan menjadi output. Di dalam sistem memiliki komponen-komponen penting, antara lain: •
Input yang meliputi penangkapan dan perangkaian elemen yang memasuki sistem untuk diproses.
•
Proccessing, merupakan kegiatan yang mengubah input menjadi output.
•
Output yang melibatkan perpindahan elemen yang telah dihasilkan oleh proses transformasi pada tujuan akhirnya.
2.2.2. Pengertian Informasi Menurut O’Brien (2005:38), informasi merupakan data yang telah disusun dan disertai dengan referensi terhadap suatu konteks atau
9 hubungan yang memiliki arti untuk pengambilan keputusan. Informasi adalah fakta-fakta yang terorganisir dalam suatu aturan yang membuatnya berguna bagi penggunanya. Sedangkan
menurut
Turban
(2003:17),
informasi
yaitu
kumpulan fakta-fakta yang terorganisir dalam aturan tertentu sehingga memiliki arti bagi penggunanya.
2.2.3. Pengertian Sistem Informasi Menurut Satzinger (2010:7), sistem informasi adalah kumpulan komponen-komponen yang saling berkaitan yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan sebagai keluaran informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas bisnis. Sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang tepat, kepada orang yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang tepat dan dalam format yang tepat. Karena sistem informasi dimaksudkan untuk memberikan informasi yang berguna, mulai dari mendefinisikan informasi hingga dua istilah yang terkait erat, yakni data dan knowledge. (Rainer, 2011:10). Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem informasi adalah kombinasi teroganisir antara manusia, prosedur kerja, dan teknologi yang digunakan untuk mencapi tujuan dalam suatu organisasi/perusahaan.
2.2.4. Pengertian Sistem Informasi Strategis Menurut Rainer (2011:47), sistem informasi strategis (SIS) adalah
memberikan
keunggulan
kompetitif
dengan
membantu
organisasi menerapkan tujuan strategis dan meningkatkan kinerja dan produktivitas. Setiap sistem informasi yang membantu organisasi mendapatkan keuntungan kompetitif atau mengurangi kerugian kompetitif adalah sistem informasi strategis.
10
2.3. Konsep Sistem Informasi Manajemen 2.3.1. Pengetian Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2005:7), manajemen adalah proses koordinasi aktivitas-aktivitas kerja sehingga aktivitas-aktivitas tersebut dapat diselesaikan secara efektif dan efisien dengan melalui orang lain.
2.3.2. Pengertian Sistem Informasi Manajemen Menurut Turban, King, Lee, dan Liang (2010: 33) management information system accessed, organized, summarized, and displayed information for supporting routine decision making in the functional areas. Sedangkan menurut McLeod dan Schell (2007:10), sistem informasi
manajemen
adalah
sistem
berbasis
komputer
yang
menyediakan informasi kepada user yang memiliki kebutuhan yang serupa. Jadi dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi manajemen merupakan sistem informasi berbasis komputer yang
terorganisir
untuk
dapat
mendukung
kebutuhan
dalam
pengambilan keputusan di seluruh area fungsional.
2.4. Konsep Supply Chain Management 2.4.1. Pengertian Supply Chain Menurut Jacobs, Chase dan Lummus (2011: 42), Supply chain mengacu pada proses yang menggerakan informasi dan material ke dan dari proses manufaktur dan jasa di perusahaan. Ini termasuk proses logistik yang secara fisik dalam memindahkan dan pergudangan dan proses penyimpanan produk sehingga dapat dengan cepat dikirimkan ke pelanggan Menurut Rainer (2011: 334), Supply chain mengacu pada aliran material, informasi, uang, dan jasa dari pemasok raw material, melalui pabrik dan gudang, ke pelanggan akhir. Sebuah supply chain juga
11 mencakup organisasi dan proses yang menghasilkan dan mengirimkan produk, informasi, dan layanan untuk konsumen akhir . Jadi, supply chain management (SCM) adalah strategi mengelola arus informasi dan raw material untuk menciptakan nilai dalam bentuk produk atau jasa sehingga dapat mencapai tujuan dalam pengintegrasian pasokan dan permintaan manajemen.
2.4.2. Pengertian Supply Chain Management Supply chain Management adalah ide central dari manajemen rantai pasokan untuk mengelola arus informasi, bahan, dan jasa dari pemasok raw material melalui pabrik dan gudang ke konsumen akhir (Jacobs, Chase dan Lummus, 2011: 52). Sedangkan menurut Simchi-Levi (2003:2) supply chain management adalah
suatu
rangkaian
pendekatan
yang
digunakan
untuk
mengintegrasikan supplier, pemanufakturan, pergudangan secara efisien dimana barang yang diproduksi dan didistribusikan pada jumlah yang tepat, ke tujuan yang tepat, dan pada waktu yang tepat. Hal ini dilakukan agar pembiayaan dapat dikurangi sedangkan pelayanan dapat ditingkatkan. Jadi, supply chain management (SCM) adalah strategi mengelola arus informasi dan raw material untuk menciptakan nilai dalam bentuk produk atau jasa sehingga dapat mencapai tujuan dalam pengintegrasian pasokan dan permintaan manajemen.
2.4.3. Tipe Supply Chain Management Ada tiga tipe supply chain yang berforma tinggi menurut Kalakota dan Robinson (2001:281), yaitu: - Responsive Supply Chain yang secara cepat dan akurat menanggapi kebutuhan customer: Available to promise adalah salah satu fitur yang penting dalam
hal
responsivitasnya. - Adaptive Supply Chain dapat dikonfigurasikan ulang untuk beradaptasi pada perubahan dalam permintaan customer.
12 - Intellegene Supply Chain bersifat dinamis dan selalu di-fine tuning supaya berforma secara baik.
2.4.4. Kegiatan Supply Chain Management Menurut Ballou (2004), kegiatan utama dalam supply chain adalah: -
Pelayanan konsumen standar yang di kooperasikan dengan marketing untuk menentukan kebutuhan dan keinginan konsumen atas layanan, respon terhadap pelayanan, dan untuk menetapkan tingkat pelayanan yang diberikan.
-
Transportasi menyangkut mode dan pemilihan jasa transportasi, penentuan rute, konsolidasi muatan, penjadwalan armada, pemilihan peralatan, proses claim, dan audit.
-
Manajemen inventoris untuk bahan baku dan produk jadi, peramalan jangka pendek, product mix, besaran yang digunakan pada titik transit, dan strategi just-in-time atau push-pull.
-
Aliran informasi dan pemrosesan pesananan menyangkut prosedur interface, metode transmisi informasi, dan aturan dalam pemesanan.
2.4.5. Aplikasi Supply Chain Management Menurut Kalakota dan Robinson (2001: 283), supply chain terbagi menjadi dua kelompok aplikasi, yaitu Supply Chain Planning dan Supply
Chain
Execution.
Aplikasi
Supply
Chain
Planning
mengintegrasikan fungsi perencanaan seperti peramalan permintaan, simulasi inventoris, perencanaan distribusi, perencanaan transportasi, dan perencanaan manufaktur. Aplikasi Supply Chain Execution mengintegrasikan fungsi pelaksanaan seperti procurement, kegiatan manufaktur, dan distribusi produk ke seluruh rantai nilai.
2.5. Konsep E-Supply Chain Management 2.5.1. Pengertian E-Supply Chain Management
13 Menurut Turban (2012: 289-290), e-Supply chain Management (e-SCM) adalah penggunaan kolaboratif teknologi untuk meningkatkan proses B2B dan meningkatkan kecepatan, ketangkasan, pengawasan real-time, dan kepuasan customer. Hal ini meliputi penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan kegiatan operasi supply chain (misalnya
e-procurement),
sekaligus
manajemen
supply
chain
(misalnya perencanaan, koordinasi, dan kontrol). E-SCM bukan hanya sekedar mengenai perubahan teknologi, tetapi meliputi perubahan kebijakan manajemen, budaya organisasi, matriks kinerja, proses bisnis, dan struktur organisasi disepanjang supply chain. Turban (2012:293) menambahkan sistem informasi adalah penghubung yang memungkinkan komunikasi dan kolaborasi di sepanjang rantai pasokan. Ia mewakili salah satu elemen fundamental yang menghubungkan organisasi rantai pasokan menjadi sistem terpadu dan terkoordinasi. Dalam iklim bisnis yang kompetitif saat ini, EC dan teknologi informasi adalah kunci untuk keberhasilan, dan bahkan mungkin kelangsungan hidup, dari setiap gagasan SCM.
2.5.2. Karakteristik dari e-Supply Chain Management Menurut Ross (2003: 19) e-supply chain management memiliki beberapa karakteristik, antara lain: 1. E-supply chain management memberikan gambaran baru tentang fungsi
dari
informasi
di
dalam
supply
chain.
Internet
memungkinkan perusahaan untuk mengumpulkan, melacak, dan memantau informasi dari berbagai sumber dalam supply chain kapanpun perusahaan membutuhkannya melalui cara yang efektif. 2. E-supply chain management memungkinkan perusahaan untuk membentuk relasi dengan mitra bisnis perusahaan dalam supply chain yang memberikan keunggulan kompetitif. E-supply chain management
memungkinkan
perusahaan
untuk
melakukan
integrasi dengan pihak-pihak terkait dalam supply chain dan membuat keseluruhan supply chain saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara efektif dan efisien.
14 3. E-supply chain management memungkinkan sinkronisasi antara pihak yang terkait dalam supply chain sehingga pertukaran informasi secara elektronik menjadi lebih cepat dan tepat.
2.5.3. Kunci Sukses e-Supply chain Management Kesuksesan e-supply chain management bergantung pada beberapa hal, yakni menurut Turban, King, Lee, dan Liang (2010: 290) antara lain: 1. Kemampuan semua rekanan perusahaan dalam supply chain untuk memandang kolaborasi mereka sebagai sebuah asset strategis. Integrasi yang tinggi dan kepercayaan antara berbagai pihak dalam supply chain akan menghasilkan kecepatan dan penurunan biaya. 2. Strategi supply chain yang jelas. Hal ini meliputi pemahaman terhadap kekuatan dan kelemahan yang ada, penetapan rencana pengembangan, dan penetapan tujuan lintas organisasi dalam supply chain. Komitmen dari eksekutif juga merupakan hal yang penting dan harus ditunjukkan dalam alokasi sumber daya yang sesuai dan penetapan prioritas yang beralasan. 3. Keterbukaan terhadap informasi antara semua pihak dalam supply chain. Informasi mengenai persediaan, permintaan produk, waktu pengiriman dan informasi relevan lainnya harus dapat diakses semua pihak dalam supply chain setiap saat. Oleh karenanya, informasi harus dikelola secara baik, dengan aturan yang ketat, disiplin, dan pengawasan yang berkelanjutan. 4. Kecepatan, biaya, kualitas, pelayanan pelanggan. Ini adalah ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur dan menetapkan tingkat yan diinginkan dari tiap ukuran yang disebutkan diatas. Tingkat target yang ditetapkan juga harus dapat dicapai dan menarik bagi mitra bisnis. 5. Mengintegrasikan supply chain dengan lebih baik. E-supply chain management akan diuntungkan dengan integrasi yang erat antara semua pihak yang terlibat dalam supply chain.
2.6. Strategi Pengembangan e-Supply Chain Management
15 Menurut Ross (2003: 138-161) strategi pengembangan e-SCM dapat dilakukan melalui:
A. Membangun Business Value Proposition Menurut penjelasan Ross (2003: 138), Busines Value Proposition adalah inti dari pemilihan strategi yang ada untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan dari konsumen. B. Mendefinisikan Nilai dari Portfolio Menurut Ross (2003: 141), process development yang harus disusun dengan baik agar dapat mendukung business value proposition dengan efektif, adalah: •
Design Melalui perancangan produk dan jasa, perusahaan harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tuntutan pasar.
•
Cost Manajemen biaya yang efektif menuntut perusahaan agar mengoptimalisasi proses dan mengurangi biaya serta inovasi yang cepat.
•
Service Pelayanan yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen menjadi nilai tambah.
•
Quality Jaminan atas kualitas yang diberikan kepada konsumen secara keseluruhan akan menambah nilai yang diberikan.
C. Menstrukturkan Cakupan Kolaborasi Menurut Ross (2003:143) bahwa ide dari kolaborasi adalah untuk mengejar konsep JIT dan TQM. Mengenai penjabaran pembangunan cakupan kolaborasi saat membangun strategi value network e-SCM. •
Menentukan dimensi dari kolaborasi Supply chain memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan kompetensi dan pengambilan sumber daya dari mitra mereka untuk
16 membantu dalam sourcing, menciptakan, dan pencapaian dari portfolio yang diinginkan. Strategi kolaborasi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi vertical dan sisi horizontal. Kolaborasi vertical adalah hubungan kolaborasi yang mencakup hubungan dengan supplier dan saluran output. Sedangkan kolaborasi horizontal mencakup hubungan dengan mitra kerja atau penguatan portfolio perusahaan. •
Intensitas kolaborasi Seiring dengan peningkatan intensitas kolaborasi maka tingkat kompleksitas dan biaya yang diperlukan juga ikut meningkat.
D. Memastikan Manajemen Sumberdaya yang Efektif Menurut Ross (2003: 149) Manajemen sumber daya terbagi ke dalam tiga cakupan utama, yakni: •
Human Knowledge
•
Physical Assets
•
Business Network Resource Management
E. Growth Management Penerapan aplikasi e-SCM haruslah dapat diukur manfaatnya, namun metode pengukuran ini sulit untuk dilakukan. Pendekatan yang dilakukan antara lain adalah pendekatan biaya, pendekatan value, dan perancangan program pengukuran performa.
2.7. Konsep Transportasi 2.7.1. Pengertian Transportasi Menurut John J. Coyle (2013: 401) Transportasi berarti memindahkan orang maupun barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Dari segi bisnis, sistem transportasi menghubungkan fasilitas dan mitra kerja - pelanggan, pemasok, pabrik, gudang, dan outlet ritel - dalam supply-chain yang terpisah secara geografis. Baik dengan truk, kereta api, pesawat, kapal, kabel fiber optic,
transportasi menfasilitasi
penciptaan waktu dan tempat utilitas dalam supply-chain. John J. Coyle (2013:442) menyimpulkan:
17 Transportasi adalah aktifitas yang dinamis dan merupakan proses supply chain yang penting. Transportasi juga merupakan komponen biaya logistik terbesar dalam kebanyakan supplychain yang secara langsung berpengaruh terhadap pemenuhan kecepatan dan kualitas layanan yang diberikan. Pengelolaan proses transportasi untuk supply chain yang maksimal membutuhkan pengetahuan yang cukup dalam pilihan transportasi, perencanaan, pembuatan keputusan, kemampuan analisa serta kemampuan berbagi informasi.
2.7.2. Peran Transportasi Dalam Supply Chain Management (SCM) Menurut John J. Coyle (2013: 402), transportasi memainkan peran penting dalam desain supply chain, pengembangan strategi, dan jumlah biaya manajemen. Peran tersebut antara lain: Ketersediaan
layanan transportasi, kapasitas, sertabiaya
mempengaruhi keputusan menentukan jumlah dan lokasi fasilitas supply chain. Kemampuan
transportasi
harus
selaras
dengan
tujuan
perusahaan. Penghubung antara transportasi dan kegiatan terkait (misalnya, pengadaan,
produksi,
dan
manajemen
inventaris)
harus
dilakukan untuk mengoptimalkan efisiensi supply chain.
2.7.3. Pemilihan Model Transportasi Menurut John J. Coyle (2013: 422-425) Masalah penting dalam manajemen transportasi adalah pemilihan mode transportasi; Hal tersebut mempengaruhi seberapa cepat dan efisien suatu produk akan mengalir di bagian-bagian dalam supply chain. Jika sebuah organisasi telah menetapkan bahwa mengendalikan proses transportasi dan menggunakan penyedia layanan eksternal (untuk-menyewa operator atau 3PLs) adalah kepentingan yang paling penting, maka mereka harus menentukan mode transportasi mana yang harus digunakan. Memilih antara enam pilihan mode adalah fungsi dari kemampuan tiga faktor-
18 kemampuan mode transportasi, karakteristik produk, dan harga pengiriman. Aksesibilitas Aksesibilitas menentukan apakah modus tertentu secara fisik dapat melakukan layanan transportasi yang dibutuhkan. Aksesibilitas menganggap kemampuan mode transportasi untuk mencapai asal dan tujuan fasilitas serta memberikan layanan melalui rute yang ditentukan. Batas-batas geografis dari mode transportasi maupun jaringan serta ruang lingkup operasi lembaga peraturan pemerintah wewenang juga mempengaruhi aksesibilitas. Waktu Transit Waktu Transit sangat penting dalam manajemen supply-chain karena dampaknya terhadap ketersediaan persediaan, biaya yang timbul ketika stok barang habis serta kepuasan pelanggan. Waktu Transit adalah total waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan barang dari titik asal ke tujuan (misalnya, dari gudang ke gudang). Ini termasuk waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pickup, penanganan
terminal,
pergerakan
muatan,
dan
pengiriman
pelanggan. Waktu transit dipengaruhi oleh kecepatan dan kemampuan modus transportasi untuk menangani pengambilan dan pengiriman. Keandalan Keandalan merupakan isu penting. Banyak perusahaan merasa bahwa keandalan/ketepatan waktu transit lebih penting daripada kecepatannya karena mempengaruhi kemampuan mereka untuk merencanakan kegiatan supply-chain. Ketepatan waktu mengacu pada konsistensi waktu transit yang disediakan oleh moda transportasi sehingga akan lebih mudah untuk memprediksi kebutuhan persediaan, jadwal produksi, dan menentukan tingkat persediaan stok barang Ketepatan waktu diukur dengan variasi statistik dalam waktu transit. Keamanan Produk Keselamatan sangat penting sebagai bentuk pencapaian layanan pelanggan, pengendalian biaya, dan efektivitas supply-chain. Dari
19 sudut pandang keamanan, barang harus tiba di tujuan dalam kondisi yang sama seperti pengiriman pada titik asal. Biaya Biaya transportasi merupakan pertimbangan penting dalam pemilihan moda transportasi, terutama ketika komoditas bernilai rendah harus dipindahkan. Biaya transportasi mencakup tingkat untuk memindahkan barang dari asal ke tujuan ditambah jahat apapun dan biaya untuk layanan tambahan yang disediakan.
2.8. Konsep Transportation Management System 2.8.1. Pengertian Transportation Management System Menurut
John
J.
Coyle
(2013:
437),
Perangkat
lunak
Transportation Management System yang berhubungan dengan pergerakan barang di seluruh supply-chain disatukan dalam kategori umum yang disebut sistem manajemen transportasi (TMS). TMS didefinisikan sebagai teknologi informasi yang digunakan untuk merencanakan, mengoptimalkan, dan melakukan proses operasional transportasi. Definisi sederhana ini menangkap esensi dari TMS, menyajikannya sebagai gabungan dari aplikasi-aplikasi yang digunakan untuk membantu manajer dalam hampir setiap aspek transportasi dari konfigurasi dasar hingga jaringan transportasi yang kompleks. Menurut Chopra dan Meindl (2004:52), transportasi bertanggung jawab pada pemindahan persediaan dari satu titik ke titik yang lain dalam suatu supply chain. Transportasi dapat terbentuk dari banyak kombinasi mode (jenis transportasi) dan rute masing-masing dengan karakteristik dan kinerjanya sendiri. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah: -
Memilih
jenis
transportasi
yang
tepat
dengan
mempertimbangkan kecepatan, ukuran pengiriman, dan biaya pengiriman. -
Pemilihan rute dan jaringan untuk mencapai titik-titik transit atau lokasi penyimpanan sementara yang akan dilewati.
20 -
Memilih antara memiliki dan membangun sendiri armada transportasi atau menggunakan layanan jasa perusahaan transportasi.
2.8.2. Aplikasi Perencanaan Transportation Management System Menurut John J. Coyle (2013: 438) Aplikasi perencanaan Transportation Management System yang penting meliputi: Routing dan Penjadwalan - perencanaan yang tepat dari rute pengiriman memiliki dampak yang besar pada kepuasan pelanggan, kinerja supply chain, dan keberhasilan organisasi. Jadi, ini adalah kemampuan TMS yang penting yang dibutuhkan oleh para pembuat keputusan transportasi. Perencanaan Beban Muatan - persiapan efektif untuk pengiriman yang aman dan efisien dapat dicapai melalui program optimasi beban TMS. Program transportasi ini membantu Manajer dalam membangun sebuah database dari dimensi paket, persyaratan muatan dan kapasitas peralatan.
John J. Coyle (2013: 438-439) menambahkan, tiga alat utama eksekusi adalah sebagai berikut: •
Beban tender - Perusahaan mungkin memiliki sejumlah armada yang disetujui yang dapat digunakan untuk pengiriman tertentu. Namun, tarif mereka mungkin berbeda sedikit berdasarkan lokasi asal-tujuan dan ukuran pengiriman.
•
Pelacakan Status - mempertahankan visibilitas pengiriman ketika mereka bergerak di seluruh supply-chain hingga konfirmasi pengiriman akan memakan waktu. Proses pengiriman yang sedang berjalan dapat dimonitor menggunakan TMS sesuai dengan kemampuan satelit dan alat-alat pelacakan lainnya.
•
Appointment ketidakefektifan pemanfaatan
dan
Penjadwalan
operator, armada
-
penundaan
yang
Untuk
menghindari
pengiriman
sembarangan,
akibat
perusahaan
memanfaatkan kemampuan TMS untuk mengotomatisasi fungsi penjadwalan (scheduling). TMS menyediakan visibilitas secara
21 real-time yang diperlukan untuk membuat penjadwalan angkutan yang lebih mudah dan akurat. Banyak sistem mendukung akses berbasis internet ke sistem penjadwalan di mana operator dapat menjadwalkan pengambilan dan pengiriman di lokasi tertentu.
22
2.8.3. Keuntungan Transportation Management System Menurut Ballou (2004:136), manajemen transportasi dapat memberikan keuntungan sebagai berikut: - Menambah kemampuan bersaing perusahaan dengan memberikan potensi untuk meleyani customer dengan lebih baik. - Memberikan keuntungan secara ekonomis dengan menyediakan informasi strategis yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan. - Mengurangi biaya yang diperlukan untuk menyampaikan produk kepada customer melalui pemilihan transportasi yang paling murah. Peranan transportasi dalam supply chain adalah sebagai penghubung antar pihak dalam supply chain yang bersama dengan manajemen inventoris menghabiskan setengah hingga dua pertiga biaya logistik untuk memberikan place value kepada produk dan jasa.
2.9. Metode Analisa 2.9.1. Pleminary Steps Menurut Ross (2003: 131-138) tugas untuk mencapai strategi e-scm membutuhkan beberapa langkah dari preliminary step. Tujuan awal dari langkah tersebut adalah dengan memfokuskan perusahaan terhadap dampak dari penerapan e-business pada semua orang, baik didalam organisasi dan kepada mitra dagang dalam rantai pasokan. Dengan melalui analisis strategi e-business yang komprehensif yang terperinci tentang interaksi yang sedang berjalan saat ini dalam perusahaan dapat mendukung dan menyediakan informasi untuk diferensiasi kompetitif perusahaan. Pengembangan strategi e-scm melibatkan lima tahapan langkah, yaitu: Tahap 1: Energize the Organization Mempersiapkan perusahaan terhadap e-SCM memerlukan usahadari manajemen puncak untuk memimpin perubahan dan usaha untuk mengintegrasikansemua pihak yang terlibat untuk berpartisipasi dalam teknologi e-SCM
23
Tahap 2: Enterprise Vision Langkah berikutnya yang perlu dilakukan dalam membangun strategi e-SCM yang efektif adalah mengetahui dan mensukseskan visi dari perusahaan. Untuk mencapai visinya, perusahaan perlu mengetahui tingkat kompetitif dari bisnis yang dilakukan. Tahap ini mendefinisikan kompetensi kompetitif yang ada pada infrastruktur saat ini dan yang ada pada jaringan supply chain dalam usaha perusahaan untuk mencapai visi yang ada. Tahap 3: Supply Chain Value Assessment Keputusan untuk mengimplementasikan teknologi harus didasarkan pada pemahaman mendalam mengenai proses bisnis mana yang dapat dikembangkan menjadi e-business. Salah satu cara untuk mencocokkan inisiatif penerapan teknologi, proses bisnis dan visi strategis adalah dengan menggunakan supply chain value assessment (SCVA) Tujuan
dari
SCVA
adalah
untuk
menentukan
dan
memprioritaskan inisiatif e-business mana yang perlu diambil agar dapat menghasilkan manfaat maksimal bagi perusahaan dan anggota lainnya dalam supply chain. Tahap 4: Opportunity Identification Setelah SCVA dilakukan, akan timbul beberapa pilihan inisiatif yang mungkin untuk dilakukan dan peluang apa saja yang dimiliki oleh perusahaan. Setelah diprioritaskan, tahap ini akan menentukan tipe implementasi strategi e-SCM apa yang dapat dilakukan, peluang kompetitif yang ditimbulkan, dan perkiraan biaya yan ditimbulkan. Tahap 5: Strategy Decision Sekarang eksekutif perusahaan dapat berfokus pada inisiatif dan pemanfaatan peluang yang dipilih. Keputusan yang dibuat harus berfokus pada manfaat yang diharapkan. Tidak peduli inisiatif yang dipilih berfokus untuk melakukan otomatisasi, mengintegrasikan proses, mengurangi biaya,
24 memperlancar informasi, ataupun merancang ulang proses bisnis dan pembentukan nilai bagi pelanggan. Tujuan utama dari inisiatif e-SCM adalah memanfaatkan kekuatan bersama antara anggota dalam supply chain untuk meningkatkan keuntungan dalam pasar ataupun menyadari cara baru untuk menciptakan nilai bagi pelanggan.
2.9.2. Value Chain Analysis Menurut Pearce dan Robinson, (2008: 208-209), Analisis rantai nilai (value chain analysis – VCA) digunakan untuk memahami bagaimana suatu bisnis menciptakan nilai bagi pelanggan dengan memeriksa kontribusi dari aktivitas-aktivitas yang berbeda dalam bisnis terhadap nilai tersebut. Analisi value chain bertujuan untuk membedakan apa yang dilakukan perusahaan dengan bagaimana perusahaan melakukannya. Setiap aktivitas dalam perusahaan dilakukan untuk menambah nilai dalam produk dan jasa yang diberikan kepada pelanggan ataupun memastikan aktivitas yang menambah nilai bagi pelanggan dapat dilakukan dengan baik. Analisis rantai nilai membagi aktivitas dalam perusahaan menjadi dua kategori umum yaitu aktivitas utama dan aktivitas pendukung.
1. Aktivitas Utama (Primary Activity) Aktivitas utama adalah aktivitas yang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi perannnya dalam industri dan memuaskan pelanggannya. Semua aktivitas yang termasuk ke dalam aktivitas utama harus dilakukan dengan baik dan harus dihubungkan antara satu dengan lainnya secara efektif agar performa bisnis secara keseluruhan dapat dioptimalkan. Keberhasilan aktivitas utama dapat dinilai dari tingkat kepuasan pelanggan yang didapatkan perusahaan. Inbound Logistic Operations
25 Outbound Logistic Sales and Marketing Services 2. Aktivitas Pendukung Aktivitras pendukung sering kali disebut fungsi staf atau overhead adalah aktivitas-aktivitas dalam suatu perusahaan yang membantu perusahaan tersebut secara keseluruhan dengan cara menyediakan infrastruktur atau input yang memungkinkan aktivitas-aktivitas primer dilakukan secara berkelanjutan. Aktivitas pendukung adalah aktivitas
yang
mengembangkan
dibutuhkan bisnis
dari
untuk waktu
mengendalikan ke waktu
dan
dan dapat
menambahkan nilai secara tidak langsung. Keberhasilan aktivitas pendukung dapat dinilai dari keberhasilan aktivitas utama. Aktivitas ini terdiri dari : Firm Infrastructure Human Resource Management Techcologi Development Procurement 2.9.3. Matriks SWOT Menurut David (2011, p210) matriks SWOT merupakan perangkat penting untuk pencocokan yang dapat membantu Manajer mengembangkan
empat
tipe
strategi:
strategi
SO
(Strentghs-
Opportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST (Strengths-Threats),
dan
strategi
WT
(Weaknesses-Threats).
Mencocokan faktor-faktor kunci eksternal dan internal merupakan bagian yang sangat sulit dalam mengembangkan matriks SWOT dan memerlukan penilaian yang baik, dan tidak ada sekumpulan kecocokan yang paling baik. Penjelasan masing-masing dari strategi tersebut yaitu: 1. Strategi SO Strategi SO menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan
peluang
eksternal.
Para
Manajer
tentunya
menginginkan organisasi mereka berada dalam posisi dimana kekuatan internal dapat digunakan untuk mengambil keuntungan
26 dari berbagai tren dan kejadian eksternal yang ada. Jika sebuah perusahaan memiliki kelemahan besar, maka perusahaan akan berusaha keras untuk mengatasinya dan membuatnya menjadi kekuatan. Kalau menghadapi ancaman besar, sebuah organisasi akan berusaha menghindarinya agar dapat memusatkan perhatian pada peluang. 2. Strategi WO Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal. Terkadang peluang-peluang besar muncul, tetapi perusahaan memiliki
kelemahan
internal
yang
menghalanginya
untuk
memanfaatkan peluang tersebut. Salah satu strategi WO yang bisa ditempuh adalah dengan mengakuisisi teknologi ini melalui usaha patungan (joint venture) dengan sebuah perusahaan lain yang mempunyai kompetensi di bidang ini. Alternatif lain dari strategi WO adalah dengan merekrut dan melatih orang agar memiliki kapabilitas teknis yang diperlukan. 3. Strategi ST Strategi ST menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Hal ini bukan berarti bahwa suatu organisasi yang kuat harus selalu menghadapi ancaman secara langsung dalam lingkungan eksternal. Perusahaan pesaing yang meniru gagasan, inovasi, dan produk yang telah dipatenkan merupakan ancaman yang besar di banyak industry 4. Strategi WT Strategi WT merupakan teknik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal. Sebuah organisasi yang menghadapi berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal benar-benar dalam posisi yang membahayakan. Dalam kenyataannya, perusahaan semacam itu mungkin harus berjuang agar dapat bertahan, melakukan merger, penciutan, menyatakan pailit, atau memilih dilikuidasi
27
Delapan langkah yang diperlukan dalam menyusun matriks SWOT: 1. Tuliskan daftar peluang eksternal kunci perusahaan. 2. Tuliskan daftar ancaman eksternal kunci perusahaan 3. Tuliskan daftar kekuatan internal kunci perusahaan. 4. Tuliskan daftar kelemahan internal kunci perusahaan. 5. Cocokan antara kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catatlah strategi SO yang dihasilkan ke dalam sel yang sudah ditentukan. 6. Cocokan antara kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan catatlah strategi WO yang dihasilkan ke delam sel yang sudah ditentukan. 7. Cocokan antara kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catatlah strategi ST yang dihasilkan ke dalam sel yang sudah ditentukan. 8. Cocokan
antara
kelemahan
internal
deengan
ancaman
eksternal dan catatlah strategi WT yang dihasilkan ke dalam sel yang sudah ditentukan. Tujuan dari setiap perangkat pada tahap pencocokan matriks SWOT adalah menghasilkan strategi-strategi alternatif yang dapat dijalankan, bukan untuk memilih atau menetapkan strategi mana yang terbaik. Oleh karena itu, tidak semua strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT akan dipilih untuk dijalankan.
2.9.4. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Menurut David (2011, p154), matriks IFE adalah alat perumusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area-area fungsional bisnis, dan juga menjadi landasan untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi hubungan di antara area tersebut. Diilustrasikan di Tabel 2.2, matriks IFE dapat dikembangkan dalam lima langkah, yaitu: 1. Buat daftar faktor-faktor internal utama sebagaimana yang disebutkan dalam proses audit internal, termasuk kekuatan dan kelemahan.
28 2. Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak
penting)
sampai
1,0
(sangat
penting).
mengindikasikan signifikansi relatif dari
Bobot
itu
suatu faktor terhadap
keberhasilan perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus 1,00 3. Berilah peringkat antara 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut sangat lemah (peringkat = 1), lemah (peringkat = 2), kuat (peringkat = 3), atau sangat kuat (peringkat = 4). Perhatikan bahwa kekuatan harus
mendapat
peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2. 4. Kalikan
bobot
setiap
faktor
dengan
peringkatnya
untuk
menentukan skor bobot. 5. Jumlahkan skor rata-rata untuk setiap variabel guna menentukan skor bobot total untuk organisasi.
2.9.5. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Menurut David (2011, p112) matriks EFE memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan kompetitif. Matriks EFE dapat dikembangkan dalam lima langkah: 1. Buat daftar faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses audit eksternal. Daftar peluang dahulu, kemudian ancaman. 2. Berilah bobot pada setiap faktor tersebut yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot menunjukan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar berhasil abgi perusahaan. Jumlah seluruh bobot harus 1,00. 3. Berikan peringkat antara 1 sampai 4 kepada masing-masing faktor eksternal utama untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, dimana: 4 = responnya sangat bagus, 3 = responnya di atas rata-rata, 2 = responnya rata-rata, 1 = responnya di bawah rata-rata. Peringkat didasarkan pada keefektifan strategi perusahaan. Penting untuk
29 diperhatikan bahwa baik ancaman maupn peluang dapat menerima peringkat 1, 2, 3, atau 4. 4. Kalikan
bobot
setiap
faktor
dengan
peringkatnya
untuk
menentukan skor bobot. 5. Jumlahkan skor rata-rata untuk setiap variabel guna menentukan skor bobot total untuk perusahaan.
2.9.6. Matriks Internal Eksternal (IE) Matriks Internal-Eksternal (IE) menurut David (2006:302) didasari pada dua dimensi kunci: total rata-rata tertimbang IFE pada sumbu X dan total rata-rata tertimbang EFE pada sumbu Y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang memiliki implikasi strategi berbeda. Pertama, untuk divisi yang masuk dalam sel (kuadron) I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan kembangkan (Build and Growth). Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII dapat digambarkan sebagai jaga dan pertahankan (Keep and Maintain). Ketiga, divisi yang masuk dalam sel VI, VIII, atau IX dapat digambarkan sebagai tuai dan divestasi (Harvest / Divest).
2.9.7. Matriks Quantitative Strategic Planning (QSPM) Menurut David (2006:308) Quantitative Strategy Planning Matrix adalah alat yang memungkinkan penyusun strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan strategi lainnya, QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik. QSPM menggunakan masukan dari analisis tahap 1, dan hasil-hasil pencocokan yang dilakukan di analisis tahap 2 untuk menentukan secara objektif strategi alternatif yang dapat dijalankan. Enam langkah yang diperlukan dalam mengembangkan matriks QSPM yaitu: 1. Buatlah daftar berbagai peluang atau ancaman eksternal, dan kekuatan atau kelemahan internal utama di kolom kiri QSPM. Informasi ini harus diambil dari matriks EFE dan matriks IFE.
30 2. Berilah bobot pada setiap faktor eksternal dan internal utama tersebut. Bobot ini sama dengan bobot yang ada dalam matriks EFE dan matriks IFE. 3. Cermatilah matriks-matriks tahap pencocokan dan identifikasi berbagai alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan oleh organisasi. Catat strategi-strategi ini di baris teratas matriks QSPM. 4. Tentukanlah Skor Daya Tarik (AS) didefinisikan sebagi nilai numeric yang
mengindikasikan daya tarik relatif dari setiap
strategi di rangkaian alternatif tertentu. Kemudaian akan diajukan pertanyaan “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat?” Jika jawabannya “Ya”, akan ditentukan nilai AS nya dengan kisarannya adalah: 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tariknya rendah, 3 = daya tariknya sedang, dan 4 = daya tariknya tinggi. Jika dari pertanyaan di atas jawabannya adalah tidak, maka jangan memberikan skor AS pada strategi yang bersangkutan. 5. Hitunglah skor daya tarik total (TAS). TAS didefinisikan sebagai hasil kali antara bobot dengan skor daya tarik di setiap baris. 6. Hitunglah jumlah keseluruhan daya tarik total. Jumlah keseluruhan daya tarik total menunjukkan strategi yang paling menarik di setiap rangkaian alternatif. Skor yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik untuk diterapkan.
2.10. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi 2.10.1. Analisis Sistem Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 04), analisis sistem adalah proses memahami dan menentukan secara rinci apa yang harus dicapai oleh sistem informasi. System analyst adalah seorang profesional bisnis yang menggunakan teknik analisis dan desain untuk memecahkan masalah bisnis dengan menggunakan teknologi informasi. Lanjut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 316), pada saat analisis fokusnya adalah pada pemahaman apa yang harus dilakukan oleh sistem. Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 326) menambahkan, saat melakukan analisis, hal yang pertama dilakukan oleh system analist
31 ialah mengidentifikasi lingkup masalah sebelum system analist mencoba untuk memahami detail. System analyst membuat dokumendokumen dan model-model.
2.10.2. Perancangan Sistem Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 04), perancangan sistem adalah proses menentukan secara rinci seberapa banyak komponen
dari
sistem
informasi
yang
harus
secara
fisik
diimplementasikan. Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 316), perancangan
berorientasi
terhadap
solusi.
Dengan
kata
lain,
menentukan bagaimana sistem akan dibangun dan komponen struktural dari sistem yang baru. Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 326) menambahkan,
system
analyst
menggunakan
informasi
yang
dikumpulkan selama analisis, persyaratan model, dan mengkonversi informasi menjadi model yang mewakili solusi sistem.
2.11.
Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
2.11.1. Object Oriented Analysis Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 60), ObjectOriented Analysis (OOA) adalah kegiatan mendefinisikan semua jenis benda yang melakukan pekerjaan dalam sistem dan menunjukkan use case apa yang diminta untuk menyelesaikan tugas. Menurut Shelly dan Rosenblatt (2012: 251), Object-Oriented Analysis (OOA) adalah kegiatan yang mendeskripsikan sebuah sistem informasi dengan mengidentifikasi sesuatu atau sering disebut object.
2.11.2. Object Oriented Design Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 60), ObjectOriented Design (OOD) adalah kegiatan mendefinisikan semua jenis yang diperlukan untuk mengkomunikasikan obyek dengan orangorang dan perangkat di sistem dan menunjukkan bagaimana benda berinteraksi dalam menyelesaikan
tugas, dan menyempurnakan
definisi masing-masing jenis objek sehingga dapat diimplementasikan dengan bahasa atau lingkungan tertentu.
32 Sedangkan Menurut
Shelly dan Rosenblatt (2012: 520),
Object-Oriented Design (OOD)
adalah kegiatan menerjemahkan
object method ke dalam program code module dan menentukan kejadian atau pesan apa yang memicu perubahan obyek.
2.11.3. Object Oriented Analysis and Design (OOAD) Menurut Shelly dan Rosenblatt (2012: 727), Object-Oriented Analysis and Design adalah sebuah metode yang digunakan untuk membuat benda-benda yang disebut pelaku, yang mewakili pengguna manusia yang akan berinteraksi dengan sistem.
2.11.4. System Development Life Cycle (SDLC) Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 40) SDLC adalah sebuah framework dari aktivitas dan tugas yang dibutuhkan dalam pembuatan sistem informasi. Metodologi ini, sebelumnya lebih dikenal
dengan
istilah
model
waterfall
dimana
setiap
fase
dilaksanakan dengan aliran menurun menuju fase selanjutnya. Berikut obyektif dari fase-fase pada SDLC tersebut. Fase-fase pada SDLC yaitu : 1.
Project Planning Phase Untuk mengidentifikasi ruang lingkup sistem baru, memastikan bahwa proyek tersebut masuk akal, dan mengembangkan jadwal, perencanaan sumber daya dan biaya-biaya yang dibutuhkan untuk proyek.
2.
Analysis Phase Mengerti dan mendokumentasikan secara detail kebutuhankebutuhan bisnis dan processing requirements dari sistem baru.
3.
Design Phase Mendesain sistem solusi berdasarkan requirements yang dikemukakan dan pembuatan keputusan selama menganalisis.
4.
Implementation Phase Untuk membangun, menguji dan instalasi sistem informasi yang reliable dengan user yang telah di training siap untuk
33 menghasilkan benefit sesuai dengan ekspektasi kegunaan suatu sistem. 5. Support Phase Untuk menjaga sistem berjalan secara produktif dari awal instalasi hingga dalam jangka waktu lama ke depan sesuai masa aktif suatu sistem.
2.11.5. Unified Process Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 62) Unified Process adalah metodologi pengembangan sistem berorientasi obyek yang ditawarkan untuk menentukan metodologi yang lengkap selain menyediakan beberapa fitur unik, menggunakan UML untuk model sistem. Unified Process mendefinisikan empat tahapan siklus yaitu : 1.
Inception Mengembangkan perkiraan visi dari suatu sistem, membuat kasus bisnis, menentukan ruang lingkup dan menghasilkan estimasi kasar untuk cost dan schedule.
2.
Elaboration Menentukan visi, mengidentifikasi serta menjelaskan semua requirement, menyelesaikan ruang lingkup, merancang dan implementasi arsitektur inti dan fungsi-fungsinya, memecahkan resiko dan menghasilkan estimasi realistic untuk cost dan schedule.
3.
Construction Secara berkala mengimplementasi resiko-resiko sederhana, yang dapat diprediksi dan yang lebih mudah serta menyiapkan deployment.
4. Transition Melengkapi tes uji coba dan deployment supaya user memiliki sistem kerja dan siap untuk menghasilkan benefit sesuai ekspektasi.
34
Gambar 2. 1 Unified Process Life Cycle Model Sumber : Satzinger, Jackson dan Burd, 2010: 62
2.12.
Unified Modeling Language (UML)
Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 240) Unified Modelling Language (UML) adalah standar bahasa pemodelan berorientasi obejectoriented dalam industri yang telah diterima. Standar dari bahasa UML dipertahankan oleh Object Management Group (OMG). UML terbagi menjadi beberapa model diagram yang sering digunakan yaitu:
2.12.1. Activity Diagram Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 141), activity diagram adalah jenis diagram alur kerja yang menggambarkan kegiatan pengguna dan aliran sekuensial mereka. Diagram aktivitas adalah salah satu diagram Unified Modeling Language (UML) yang terkait dengan pendekatan berorientasi objek, tetapi dapat digunakan dengan pendekatan pengembangan.
35
Gambar 2.2 Activity Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, 2010:142
Dalam activity diagram terdapat beberapa simbol yang digunakan, yaitu : a.
Synchronization bar Merupakan
simbol
atau
notasi
yang
digunakan
untuk
mengontrol pemisahan atau penyatuan dari jalur yang berbeda. b.
Swimlane Merupakan suatu daerah persegi dalam activity diagram yang mewakili aktivitas-aktivitas yang diselesaikan agen tunggal.
c.
Starting activity (pseudo) Merupakan
notasi
yang
menandakan
dan
menjelaskan
dimulainya sebuah aktivitas. d.
Transition arrow Merupakan garis penunjuk arah yang menggambarkan transisi dari suatu aktivitas dan arah dari suatu aktivitas.
e.
Activity Merupakan notasi yang menggambarkan dan mejelaskan suatu aktivitas
f.
Ending activity (pseudo) Merupakan
notasi
yang
menandakan
dan
menjelaskan
berakhirnya suatu aktivitas.
2.12.2. Use Case Diagram Use Case Diagram adalah diagram yang digunakan untuk menunjukkan berbagai peran pengguna dan bagaimana peran mereka
36 menggunakan sistem. Tujuan dari use case diagram adalah untuk mengidentifikasi penggunaan atau use cases dari sistem baru yang dimana dengan kata lain untuk mengidentifikasi bagaimana sistem akan digunakan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010: 242)
Gambar 2.3 Use Case Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, 2010:243
2.12.3. Use Case Description Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 171-174), Use Case Description adalah penjelasan yang berisi daftar rincian proses untuk use case. Secara singkat, Use Case Description dibagi menjadi tiga yaitu : 1.
Brief Description Brief description dapat digunakan untuk use case yang sangat sederhana, terutama ketika sistem yang akan dikembangkan juga kecil sehingga aplikasi dapat dipahami dengan baik. Sebuah use case sederhana biasanya akan memiliki skenario tunggal dan sangat sedikit, jika ada, kondisi pengecualian. Contohnya pembaruan data pelanggan.
Gambar 2.4 Brief Description Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, 2010: 172
2. Intermediate Description
37 Intermediate description memperluas uraian singkat untuk memasukkan aktivitas aliran internal untuk use case. Jika ada beberapa skenario, setiap aliran kegiatan dijelaskan secara individual. Kondisi Exception dapat didokumentasikan
jika
mereka diperlukan.
Gambar 2.5 Intermediate Description Sumber: : Satzinger, Jackson, & Burd, 2010: 172
3. Fully Developed Description Fully developed description adalah metode yang paling formal untuk mendokumentasikan use case.
Meskipun dibutuhkan
sedikit lebih banyak pekerjaan untuk mendefinisikan semua komponen pada tingkat ini, namun metode ini merupakan metode yang disukai untuk mendeskripsikan kegiatan aliran internal untuk use case.
Gambar 2.6 Fully Developed Description Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, 2010: 174 2.12.4. Class Diagram
38 Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2010:60) Class diagram adalah model grafis yang digunakan dalam pendekatan berorientasi objek untuk menunjukkan kelas objek dalam sistem. Ada beberapa tahapan dalam Class diagram , antara lain: 1. Domain Model Class Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2010: 187), salah satu jenis UML Class dagram ini menunjukkan hal dalam users work domain atau disebut sebagai domain model Class diagram. Tipe lain dari notasi UML Class diagram digunakan untuk membuat design Class diagrams ketika merancang software. Simbol domain kelas adalah rectangle dengan dua bagian. Bagian atas berisi nama kelas dan bagian bawah berisi daftar atribut kelas. Nama kelas selalu diawali dengan huruf kapital dan nama atribut selalu diawali dengan huruf kecil.
Gambar 2.7 Domain Model Class Diagram Sumber : Satzinger, Jackson, & Burd, 2010: 187
2. First Cut Design Class Diagram Menurut Satzinger, Jackson, & Burd, (2010: 413), first-cut design Class diagram dikembangkan dengan memperpanjang model domain Class diagram. Hal ini membutuhkan dua langkah yaitu menguraikan tentang atribut dengan jenis dan informasi nilai awalnya dan menambahkan panah navigation visibility.
39 Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 415), menambahkan, terdapat beberapa panduan dalam menentukan panah navigation visibility adalah : One-to-many relationships mengindikasikan hubungan superior/subordinate
yang
biasanya
dinavigasi
dari
superior ke subordinate. Contohnya dari Order ke OrderItem. Mandatory relationships, di mana objek dalam satu kelas tidak mungkin ada tanpa objek dari kelas lain, biasanya dinavigasi dari independent Class ke dependent Class. Contohya dari Customer ke Order. Ketika sebuah objek memerlukan informasi dari objek lain,
panah
navigasi
mungkin
dibutuhkan
untuk
menunjukkan baik ke objek itu sendiri atau perusahaan induknya dalam suatu hirarki. Panah navigasi mungkin juga dua arah.
Gambar 2.8 First Cut Design Class Diagram Sumber: Satzinger, Jackson, & Burd, 2010: 414
3. Updating and Packaging The Design Classes Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd, (2010: 457), berdasarkan metode ini, pertama kita harus menambahkan method signatures sebelum finalisasi tampilan. Ada tiga jenis metode yang ditemukan di sebagian besar kelas: (1) constructor methods, (2) data get and set methods, and (3) use case specific methods. Constructor methods membuat instance baru dari objek. Data get and set methods mengambil dan memperbarui nilai atribut. Oleh karena setiap kelas harus mempunyai constructor, dan sebagian besar biasanya memiliki data get and set methods, ini merupakan opsional untuk memasukkan method signatures
40 dalam design Class diagram. Metode ketiga yaitu use case specific methods harus dimasukkan dalam design Class diagram.
Gambar 2.9 Updating and Packaging The Design Classes Sumber : Satzinger, Jackson dan Burd, 2010: 457
2.12.5. Data Access Layer Sequence Diagram Menurut
Satzinger,
Jackson
dan
Burd
(2010:436),
untuk
mengembangkan First-cut sequence diagram, setiap pesan input satu per satu direview, untuk menentukan apa pesan internal lainnya dan kelas yang diperlukan untuk sepenuhnya memproses permintaan masukan. Setelah pengolahan dengan problem domain classes diketahui, data access layer, view layer dan message ditambahkan kediagram.
Gambar 2.10. Data Access Layer Sequence Diagram Sumber: Satzinger, Jackson dan Burd, 2010:450
41 2.12.6. Package Diagram Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 459), Package Diagram merupakan sebuah diagram tingkat tinggi yang memungkinkan desainer untuk mengasosiasikan kelas dari kelompok yang terkait. Package Diagram diilustrasikan dengan three layer design,yang meliputi view layer, domain layer, dan data access layer.
Gambar 2.11 Package Diagram Sumber: Satzinger, Jackson dan Burd, 2010:459
2.13.
Deployment Environtment dan Application Architecture
Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 291), deployment environment adalah konfigurasi perangkat keras komputer, perangkat lunak sistem, dan jaringan dimana perangkat lunak aplikasi baru akan beroperasi. Dalam bukunya, Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 340) membagi beberapa application architecture ke dalam jenisnya sebagai berikut : 1. Single Computer and Multitier Architecture Single
Computer
Architecture
adalah
arsitektur
yang
menggunakan komputer tunggal. Arsitektur ini digunakan untuk mengeksekusi semua aplikasi yang berhubungan dengan sistem.
42
Gambar 2.12 Single-Computer Architecture Sumber : Satzinger, Jackson dan Burd, 2010: 341
Multitier
Architecture
merupakan
arsitektur
untuk
mendistribusikan aplikasi yang berhubungan dengan software atau beban pemrosesan ke beberapa sistem komputer. Dibagi menjadi 2 jenis : a. Clustered Architecture Merupakan kumpulan dari komputer-komputer yang bertipe sama. Serta berbagi proses dan tindakan sebagai sistem komputer tunggal yang besar.
Gambar 2.13 Clustered Architecture Sumber : Satzinger, Jackson & Burd, 2010: 341
b. Multicomputer Architecture Merupakan kumpulan dari komputer yang memiliki tipe yang berbeda serta berbagi proses berdasarkan fungsi-fungsinya.
43
Gambar 2.14 Multicomputer Architecture Sumber: Satzinger, Jackson dan Burd, 2010:341
2. Centralized and Distributed Architecture Menurut Satzinger, Jackson dan Burd (2010: 342), Centralized Architecture adalah arsitektur yang menempatkan sumber daya komputasi semua di satu lokasi pusat. Sedangkan Distributed Architecture adalah arsitektur yang menyebarkan sumber daya komputasi di beberapa lokasi yang terhubung oleh sebuah jaringan komputer.
3. Client/Server Architecture Client/Server Architecture membagi program menjadi dua jenis: client dan server. Sebuah server mengelola satu atau lebih sistem sumber daya informasi atau menyediakan layanan baik ditetapkan. Client berkomunikasi dengan server untuk meminta sumber daya atau layanan, dan server merespon permintaan tersebut. Server merupakan proses, modul, objek atau komputer yang menyediakan layanan menggunakan jaringan. Client merupakan proses, modul, objek atau komputer yang meminta layanan dari satu atau lebih server.
44
Gambar 2. 15 Client/Server Architecture Sumber : Satzinger, Jackson dan Burd, 2010: 342
4. Three-Layer Client/Server Architecture Client atau server membagi aplikasi menjadi beberapa bagian yaitu view layer, business logic layer, dan data layer. View layer, yang mengelola data yang tersimpan, biasanya dalam satu atau lebih database. Business logic layer, yang menerapkan aturan dan prosedur bisnis pengolahan. View layer, yang menerima masukan pengguna dan format dan menampilkan hasil pengolahan.
Gambar 2.16 Three-Layer Client/Server Architecture Sumber : Satzinger, Jackson & Burd, 2010: 345 2.14. User Interface dan System Interface Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 442), langkah penting dalam analisis kebutuhan adalah mengklasifikasikan input dan output untuk masing-masing kejadian baik sebagai system interface atau user interface. Dimana system interface merupakan bagian sistem informasi yang mencakup input dan output yang membutuhkan campur tangan manusia yang minimal. Input yang dimaksud dapat diperoleh secara otomatis melalui input device seperti scanner, pesan elektronik dari sistem lain, atau transaksi batch processing yang dijalankan oleh sistem lain, dan output terjadi ketika sistem mengirim pesan ke sistem lain. Sedangkan user interface merupakan bagian sistem informasi yang membutuhkan interaksi user untuk menghasilkan input dan output. Input terjadi ketika user
45 mencatat transaksi dengan menggunakan sistem, dan output berupa informasi yang dihasilkan setelah user melakukan query.
Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2010: 444), user interface adalah segala sesuatu dimana user melakukan kontak dengan menggunakan sistem. Tiga aspek daripada user interface adalah : a. Aspek fisik, meliputi device yang disentuh user seperti keyboard,mouse, touch screen, atau keypad. b. Aspek perseptual, meliputi segala sesuatu yang dilihat, didengar, atau disentuh (di luar device fisik). Yang dilihat mencakup semua data dan instruksi yang ditampilkan pada layar seperti bentuk, garis, angka dan kata. Yang didengar mencakup suara yang ditimbulkan sistem seperti bunyi beep atau click. Sedangkan yang disentuh merupakan objek seperti menu, kotak dialog, dan tombol pada layar menggunakan mouse. c. Aspek konseptual, meliputi segala sesuatu yang diketahui user tentang
cara menggunakan sistem, mencakup semua hal dalam problem domain pada sistem yang dimanipulasi, operasi yang dijalankan, dan prosedur yang diikuti untuk mengerjakan operasi.
46
2.15. Kerangka Pikir
Gambar 2.17: Kerangka Pikir
47