BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
2.1.1 Pengertian UMKM Menurut Tambunan (2012) UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha di semua sektor ekonomi. UMKM dibagi menjadi tiga jenis usaha berdasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata per tahun atau jumlah perkerja tetap. Tiga pembagian tersebut adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Lebih lengkap, dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), tercantum mengenai kriteria UMKM adalah sebagaimana yang ditunjukan dalam tabel berikut ini: Tabel 2.1 Kriteria UMKM Kriteria
No
Uraian
1
Usaha Mikro
Maksimal 50 Juta
Maksimal 300 juta
2
Usaha Kecil
> 50 juta - 500 juta
> 300 juta - 2,5 Miliyar
3
Usaha Menengah
> 500 juta - 10 Miliyar
> 2,5 - 50 Miliyar
Asset
Omzet
Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Dari kriteria diatas, maka dapat dijabarkan pengertian UMKM adalah: a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki aset (kekayaan bersih) tidak lebih dari Rp50.000.000 (lima puluh juta Rupiah) atau dengan omzet (penjualan tahunan) kurang dari Rp300.000.000 (tiga ratus juta Rupiah) per tahun. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan 15
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki aset diatas Rp50.000.000 (lima puluh juta Rupiah) namun tidak lebih dari Rp500.000.000 (lima ratus juta Rupiah) atau omzet lebih dari Rp300.000.000 (tiga ratus juta Rupiah) namun tidak lebih dari Rp2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah) c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih diantara Rp500.000.000 (lima ratus juta Rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000 (sepuluh miliyar Rupiah) atau pendapatan per tahun diantara Rp2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar Rupiah).
2.1.2 Karakteristik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Karakteristik-karakteristik UMKM menurut Tambunan (2012) adalah: 1. Jumlah perusahaan sangat banyak (jauh melebihi jumlah usaha besar) terutama dari kategori usaha mikro dan usaha kecil. Dan hal ini juga didasarkan pada karakter usaha mikro dan usaha kecil yang tersebar diseluruh pelosok pedesaan termasuk di wilayah yang relatif terisolasi. 2. Karena sangat padat karya, berarti mempunyai suatu potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk 16
meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan, terutama bagi masyarakat miskin. 3. Kegiatan-kegiatan produksi dari kelompok UMKM pada umumnya dari berbasis pertanian. Oleh karena itu upaya-upaya pemerintah mendukung UMKM sekaligus juga merupakan cara tak langsung, tetapi efektif untuk mendukung pembangunan dan pertumbuhan produksi disektor pertanian. 4. UMKM memakai teknologi-teknologi yang lebih “cocok” terhadap proporsiproporsi dari faktor-faktor produksi dan kondisi lokal yang ada di negara sangat berkembang, yakni sumber daya alam (SDA) dan tenaga kerja berpendidikan rendah yang berlimpah. 5. Banyak UMKM bisa tumbuh pesat. Bahkan, banyak UMKM bisa bertahan pada saat ekonomi Indonesia dilanda suatu krisis besar pada tahun 1997/1998. 6. Walaupun pada umumnya masyarakat pedesaan miskin, banyak bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang desa yang miskin bisa menabung dan mereka mau mengambil risiko dengan melakukan investasi. Dalam hal ini,UMKM
bisa
menjadi
suatu
titik
permulaan
bagi
mobilisasi
tabungan/investasi di perdesaan dan disisi lain bisa meningkatkan kemampuan berwirausaha dari orang-orang desa. 7. Kelompok usaha ini dapat memainkan suatu peran penting lainnya, yaitu sebagai suatu alat untuk mengalokasikan tabungan-tabungan perdesaan, yang kalau tidak akan digunakan untuk maksud-maksud yang tidak produktif. 8. Walaupun banyak barang yang diproduksi oleh UMKM juga untuk masyarakat kelas menegah dan atas, tetapi terbukti secara umum bahwa pasar utama bagi UMKM adalah untuk barang-barang konsumsi sederhana dengan 17
harga relatif murah seperti pakaian jadi, mebel dari kayu, alas kaki dan lainnya yang memenuhi kebutuhan sehari-hari dari masyarakat miskin atau berpendapatan rendah. 9. Sebagai bagian dari dinamikanya, banyak juga UMKM yang mampu meningkatkan produktivitasnya lewat investasi dan perubahan teknologi 10. Seperti sering dikatakan dalam literatur, satu keunggulan dari UMKM adalah tingkat fleksibilitasnya yang tinggi, relatif terhadap pesaingnya (usaha besar).
2.2
Bank
2.2.1 Pengertian Bank Bank secara harfiah berasal dari bahasa Italia yaitu bangque atau banca yang berarti tempat penukaran uang. Sedangkan pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk–bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Adapun Taswan (2010) mendefinisikan bank sebagai sebuah lembaga atau perusahaan yang aktivitasnya menghimpun dana berupa giro, deposito tabungan, dan simpanan lain dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian menempatkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit) melalui penjualan jasa keuangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak. Dari dua pengertian bank diatas, terlihat usaha bank tidak semata-mata memutar uang untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi juga mengisyaratkan tujuan bank adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Oleh karena itu, 18
dalam operasinya, bank tidak boleh terlepas dari kegiatan pembangunan. Setiap kegiatan bank harus memiliki manfaat untuk kepentingan masyarakat banyak.
2.2.2 Karakteristik Bank Bank merupakan industri yang unik. Keunikan tersebut dapat terlihat dari karakteristik bank itu sendiri. Taswan (2010) menjabarkan karakteristik bank menjadi 5, penjabaran tersebut dapat diringkas sebagai berikut: 1. Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan yang seluruh kegiatan operasional utamanya dilakukan atas dasar falsafah kepercayaan. 2. Bank merupakan industri yang kegiatannya mengandalkan kepercayaan sehingga
harus
selalu
menjaga
kesehatannya
melalui
pemeliharaan
kecukupan modal, kualitas akiva, manajemen, pencapaian profit dan likuiditas yang cukup. 3. Dalam menerapkan strategi penghimpunan dan penempatan dana bank, perlu dilakukan secara hati-hati agar likuiditas terpelihara dan profitabilitas tercapai. 4. Bank juga dapat dipandang sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dan bagian dari sistem moneter yang mempunyai kedudukan strategis dalam penunjang pembangunan. 5. Secara operasional, bank memiliki ciri khas yaitu aktiva tetapnya relatif rendah, hutang jangka pendeknya besar, dan perbandingan antara aktiva dengan modal (financial leverage) sangat besar.
19
2.2.3 Jenis Bank Menurut UU pokok perbankan No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998, Bank dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan fungsinya, yaitu: 1. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Kasmir, 2013) 2. Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran Apabila di tinjau dari prinsip dan ketentuan operasi, bank terbagi dalam 2 jenis berikut: 1. Bank berdasarkan prinsip konvensional Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga bagi para nasabahnya, bank konvensional menggunakan metode: •
Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan, maupun deposito.Demikian pula, harga untuk produk kredit juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu.
•
Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak perbankan dapat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau presentase tertentu
20
2. Bank berdasarkan prinsip syariah Bank berdasarkan prinsip syariah atau Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan di Indonesia bank pertama yang berbasis syariah ini baru muncul pada tahun 1992 yaitu bank Muamalat Indonesia.Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. Bank Indonesia membagi jenis bank di Indonesia menjadi dua kelompok besar yaitu sebagaimana yang digambarkan dalam gambar berikut ini: Gambar 2.1 Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Oktober 2011
Sumber: Bank Indonesia (http://www.bi.go.id)
21
2.2.4 Fungsi Bank Salah satu fungsi bank adalah menyalurkan kredit baik kredit untuk perorangan maupun kredit untuk badan usaha (Kasmir, 2013). Dalam dekade terakhir, Pemerintah sangat mendorong, mendukung, dan membantu sektor UKM (Usaha Kecil Menengah atau istilah asing SME “Small Medium Enterprise”). Tujuannya adalah agar UKM dapat menopang perekonomian Indonesia. Adapun fungsi spesifik bank menurut Triandaru & Budisantoso (2006), dapat sebagai: a.
Agent of trust: Kegiatan perbankan berdasarkan kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana.
b.
Agent of development: Penghimpun dan penyaluran dana untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil, seperti memperlancar kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.
c.
Agent of service: Memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat, seperti jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan lain-lain.
2.3
Kredit
2.3.1 Pengertian Kredit Istilah kredit bukan hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Istilah ini paling sering dijumpai pada transaksi jual-beli. Orang yang membeli barang tidak secara kontan (tunai) melainkan melalui cicilan maka transaksi itu disebut pembelian kredit. Transaksi kredit lainnya dicontohkan dengan masyarakat yang menerima kredit dari koperasi maupun bank untuk memenuhi kebutuhan 22
hidupnya
juga
disebut
kredit.
Dengan
kata
lain
masyarakat
mendefinisikan kredit sebagai utang karena dalam jangka waktu tertentu mereka wajib membayar dengan lunas. Kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang berarti “percaya”. Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa Bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah/debitur, karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannnya setelah jangka waktu yang ditentukan. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mendefinisikan kredit sebagai Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan Undang-undang tersebut, terdapat beberapa unsur perjanjian kredit yaitu : a. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. b. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. c. Terdapat kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam jangka waktru tertentu. d. Pelunasan utang yang disertai dengan bunga.
23
2.3.2 Jenis Kredit Mengacu pada Kasmir (2013), jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh Bank secara umum dapat dilihat dari berbagai segi antara lain dari segi kegunaan, tujuan, jangka waktu, jaminan, dan sektor usaha. 1. Kredit menurut kegunanya. a. Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai investasi suatu usaha, misalnya untuk pembangunan pabrik, pembelian mesin dan penyiapan infrastruktur lainnya. b. Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membiayai modal kerja usaha. Misalnya untuk pembelian barang dagangan. 2. Kredit menurut tujuannya a. Kredit produktif Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Contohnya, kredit untuk membangun pabrik, kredit pertanian, dan sebagainya. b. Kredit konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Kredit jenis ini juga sering disebut dengan personal loan. Misalnya, kredit kepemilikan rumah, kredit kepemilikan kendaraan,
dan lain
sebagainya. c. Kredit perdagangan Kredit yang digunakan untuk perdagangan, misalanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut 24
3. Kredit menurut jangka waktu a. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu kurang dari 1 tahun. b. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 sampai 3 tahun. c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. 4. Kredit menurut jaminan a. Kredit dengan jaminan Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. b. Kredit tanpa jaminan Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini. 5. Kredit menurut sektor usaha a. Kredit pertanian b. Kredit perternakan c. Kredit industri d. Kredit pertambangan e. Kredit pendidikan f. Kredit profesi g. Kredit perumahan h. Dan sektor-sektor lainnya.
25
2.3.3 Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kredit UMKM adalah kredit kepada debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut, UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. Kredit UMKM memiliki plafon sebagai berikut: a. Kredit mikro adalah kredit dengan plafon sampai dengan Rp50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah) b. Kredit Kecil adalah kredit dengan plafon lebih dari Rp50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah) sampai dengan Rp500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) c. Kredit menengah adalah kredit dengan plafon lebih dari Rp500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000 (Lima Milyar Rupiah) Karakteristik kredit UMKM menurut Triandaru & Budisantoso (2006) secara umum adalah: 1. Memerlukan persyaratan penyerahan agunan yang lebih lunak Usaha kecil dan mikro biasanya akan mengalami kesulitan untuk menyerahkan agunan tambahan. Agunan yang paling mungkin untuk dijadikan jaminan hanyalah agunan utama, atau objek yang dibiayai dengan fasilitas kredit. Keadaan yang semacam ini menuntut kreativitas dari pihak bank untuk merancang suatu keadaan yang cukup memerhatikan prinsip kehati-hatian tanpa menyulitkan nasabah untuk menyerahkan agunan tambahan yang bisa saja tidak mampu disediakan oleh debitor.
26
2. Memerlukan metode monitoring kredit yang khusus Usaha kecil dan mikro biasanya memiliki keterbatasan dalam kemampuan administratif, pencatatan, dan perencanaan. Hal-hal tersebut cenderung menyebabkan pihak bank perlu merancang suatu metode monitoring tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan usaha skala menengah dan besar yang lebih terorganisir. 3. Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit yang relatif lebih tinggi Akibat sulitnya usaha kecil dan mikro untuk menyerahkan agunan yang aman bagi bank serta dibutuhkannya metode monitoring khusus, menyebabkan biaya pelayanan kredit per nilai kredit yang tersalur relatif lebih tinggi dibandingkan kredit kepada usaha besar. Implikasi langsung dari kenaikan biaya rata-rata tersebut adalah kenaikan tingkat bunga yang harus dibayarkan oleh debitor. 4. Memerlukan persyaratan penyaluran kredit yang lebih sederhana Keterbatasan alses informasi, biaya aplikasi kredit, dibandingkan nilai kredit yang relative besar, dan mungkin juga karena keterbatasan tingkat pendidikan calon debitur menyebabkan proses pengajuan dan persetujuan kredit menjadi lebih sederhana dan cepat. Salah satu cara yang biasanya ditempuh pihak bank untuk menyederhanakan proses ini adalah dengan merancang formulir aplikasi khusus bagi usaha kecil dan mikro.
2.3.4 Kualitas Kredit Menurut Rivai, et al (2012) dan Kasmir (2013), kredit Bank menurut kualitasnya didasarkan atas kondisi dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiban untuk membayar bunga, mengangsur, serta melunasi pinjamannya kepada 27
Bank. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran bunga, pembayaran angsuran, maupun pelunasan pokok pinjaman. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, SE-09/PJ.42/1999, kredit Bank digolongkan menjadi kredit "Lancar", "Perhatian Khusus", "Kurang Lancar", "Diragukan", dan "Macet", 1. Kredit digolongkan sebagai kredit "Lancar", apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu. b. Memiliki mutasi rekening yang aktif. c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral). 2. Kredit digolongkan sebagai kredit dalam "Perhatian Khusus", apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari b. Kadang-kadang terjadi cerukan c. Mutasi rekening relatif aktif d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan e. Didukung oleh pinjaman baru. 3. Kredit digolongkan sebagai kredit "Kurang Lancar", apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari; b. Sering terjadi cerukan; 28
c. Mutasi rekening relatif rendah; d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 (sembilan puluh) hari; e. Terdapat likuidasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; f. Dokumentasi pinjaman lemah 4. Kredit digolongkan sebagai kredit "Diragukan", apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari; b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen; c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari; d. Terjadi kapitalisasi bunga; e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun peningkatan jaminan. 5. Kredit digolongkan sebagai kredit "Macet", apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari; b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
29
2.4
Laporan Keuangan
2.4.1 Pengertian Laporan Keuangan Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 1 (revisi 2009), Laporan keuangan bertujuan umum (selanjutnya disebut sebagai ’laporan keuangan’) adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan disusun oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan oleh pemilik perusahaan. Fungsi laporan keuangan perusahaan bagi manajemen adalah sebagai dasar kebijakan untuk membantu mengantisipasi kondisi di masa mendatang, serta sebagai titik awal untuk perencanaan tindakan yang akan mempengaruhi peristiwa di masa mendatang. Sedangkan fungsi laporan keuangan perusahaan bagi investor adalah sebagai dasar kebijakan dalam memprediksi masa depan. Kondisi keuangan suatu perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan yang disusun mengikuti kaidah-kaidah standar penyusunan laporan keuangan. Berdasarkan laporan keuangan tersebut dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan sebagai dasar penilaian kinerja suatu perusahaan.
30
2.4.2 Komponen Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan komponen yang sangat penting dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan termasuk bank. Untuk itu diperlukan pemahaman yang baik mengenai komponen laporan keuangan sebagai acuan dalam proses analisis. Laporan keuangan perusahaan menurut Weygandt, et al (2012) terdiri dari lima komponen yaitu income statement, statement of financial position, statement of stakeholders’ equity, statement of cash flows, dan notes to financial statements. Laporan keuangan bank juga demikian sebagaimana menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) revisi 2008, laporan keuangan bank terdiri dari: 1.
Comprehensive Income Statement (Laporan Laba Rugi) Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi-laba yang diperoleh oleh suatu bank selama periode tertentu. Informasi tersebut diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Informasi ini berguna untuk memprediksi kapasitas bank dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Selain itu, informasi ini berguna dalam perumusan tentang efektivitas bank dalam memanfaatkan sumber daya.
2.
Statement of Stakeholders’ Equity (Laporan Ekuitas Pemilik) Laporan Ekuitas Pemilik menggambarkan peningkatan atau penurunan aset bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Informasi ini bermanfaat untuk mengetahui perubahan aset bersih yang berasal dari transaksi dengan pemegang saham dan jumlah keuntungan atau kerugian yang berasal dari kegiatan bank selama periode tertentu. 31
Periode waktunya akan sama dengan periode waktu yang dalam laporan laba rugi. 3.
Statement of Cash Flows (Laporan Arus Kas) Laporan arus kas merupakan laporan keuangan yang berisi informasi yang berguna untuk menilai kemampuan bank dalam menghasilkan arus kas dan setara kas serta kebutuhan bank untuk menggunakan arus kas pada setiap aktivitas. Informasi ini bermanfaat untuk menilai aliran kas dan setara kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
4.
Statement of Financial Position (Neraca) Dalam neraca Bank terdapat informasi mengenai posisi keuangan Bank pada tanggal tertentu sesuai yang tercantum dalam laporan keuangan. Posisi keuangan bank dipengaruhi oleh sumber daya ekonomi yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas, dan solvabilitas, serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Informasi ini berguna untuk memprediksi kemampuan bank di masa depan dalam menghasilkan kas dan setara kas, kebutuhan investasi, pendistribusian hasil pengembangan dan arus kas, memprediksi kemampuan bank dalam memenuhi komitmen keuangan pada saat jatuh tempo, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
5.
Notes to Financial Statements (Catatan atas Laporan Keuangan) Ikatan Akuntan Indonesia (2012) menjelaskan bahwa, catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta informasi tambahan seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang diharuskan dan dianjurkan
32
untuk
diungkapkan
dalam
PSAK
serta
pengungkapan-
pengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
2.5
Analisis Kinerja Bank dan Hipotesis Industri perbankan memiliki keunikan tersendiri dalam hal penilaian
kinerjanya dibandingkan industri-industri lainnya dikarenakan sifatnya yang sistemik dan sangat penting peranannya dalam roda perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, industri perbankan adalah industri yang highly regulated baik dalam hal operasi maupun kinerja keuangannya selalu dalam pengawasan Bank Indonesia (sejak 2013 pengawasan perbankan beralih ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan)). Pada perusahaan perbankan, kinerja keuangan juga digunakan sebagai indikator penilaian kesehatan perbankan. Penilaian kesehatan perusahaan perbankan diukur melalui rasio-rasio keuangan yang memang khusus digunakan dalam mengukur kinerja keuangan perbankan. Berdasarkan UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuidaitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Beberapa rasio keuangan penting perbankan adalah NPL (non-performing loan), CAR (capital adequacy ratio), ROA (return on assets), ROE (return on equity), NIM (net interst margin), BOPO (biaya operasional terhadap pendapatan operasional), dan LDR (loan to deposit ratio).
33
2.5.1 Non Performing Loan (NPL) Rasio non-perfoming loan sering kali digunakan sebagai untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola risiko terutama risiko kredit. Bank Indonesia juga telah mengatur rasio NPL maksimal bank adalah 5%. Adapun perhitungan rasio ini sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/30/DPNP yang berisikan pedoman perhitungan rasio keuangan serta berdasarkan Rivai, et al (2012). NPL diformulasikan sebagai: ............................................................... ...(1)
Yang dimaksud sebagai kredit bermasalah dalam persamaan (1) adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Sedangkan total kredit yang digunakan adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga yang tidak termasuk pemberian kredit kepada bank lain. Perhitungan NPL yang diminta oleh Bank Indonesia dalam pelaporan rutin perbankan adalah NPL gross yaitu NPL yang dihitung dari total kredit sebelum dikurangi dengan PPAP (penyisihan penghapusan aktiva produktif) dan NPL Net, yaitu NPL yang berasal dari total kredit setelah dikurangi PPAP. Tingkat NPL kredit UMKM tahun 2012 adalah 3,23%. ini lebih tinggi jika dibandingkan tingkat NPL seluruh portofolio kredit perbankan di Indonesia yaitu 1,87% (Statistik Bank Indonesia, 2012). Sedangkan besaran kredit UMKM terhadap total kredit beredar tahun 2012 adalah 21% (Bank Indonesia, 2013). Walaupun demikian, penelitian oleh Beck, et al (2008) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kredit UMKM dengan kredit korporasi pada bank yang beroperasi di negara berkembang.
Mengacu pada fakta dari SPI dan
penelitian terdahulu maka, Ha1 : 34
Kredit UMKM memengaruhi rasio NPL Bank
2.5.2 Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dikumpulkan. Semakin besar penyaluran dana dalam bentuk kredit, semakin besar risiko yang ditanggung oleh bank. Apabila kredit yang disalurkan mengalami kegagalan atau bermasalah, maka bank akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan dana yang dititipkan masyarakat dengan kata lain akan menimbulkan masalah likuiditas bank (Wardiah, 2013). Bank Indonesia sendiri senantiasa memperbarui peraturan mengenai LDR dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/2010 Tentang Giro wajib minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, sehingga LDR maksimum bank umum adalah 100% dari yang sebelumnya sebesar 110%. Sebaliknya, jika kredit yang diberikan bank terlalu kecil dibandingkan jumlah DPK juga bukan merupakan hal baik. LDR yang kecil mengindikasikan kesulitan dan/atau bank untuk memberikan kredit yang sejatinya adalah operasi utama suatu bank. Untuk itu, Bank Indonesia melalui PBI Nomor 12/19/2010 juga memberikan batas minimum LDR bank umum yaitu 78% dari yang sebelumnya sebesar 80%. Perhitungan LDR sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/30/DPNP adalah sebagai berikut: ...................................................................(2)
Salah satu tujuan adanya PBI Nomor 14/22/PBI/2012 ialah memacu fungsi intermediasi perbankan. Dalam pemaparan sebelumnya, dikatakan bahwa kredit UMKM memiliki hubungan dengan NPL dan NIM. Prayudi (2011) menyimpulkan
35
NPL tidak berpengaruh pada LDR, NIM berpengaruh terhadap LDR. sehingga hipotesis yang ingin diuji adalah: Ha2
: Kredit UMKM memengaruhi rasio LDR Bank
2.5.3 Net Interest Margin (NIM) Net interest margin (NIM) atau marjin pendapatan bunga bersih bagi bank ialah sama posisinya seperti gross profit margin dalam perusahaan dagang. Menurut Taswan (2010), pendapatan bunga bersih merupakan selisih pendapatan bunga dengan biaya bunga. Adapun rasio NIM adalah pendapatan bunga bersih yang dicapai oleh sebuah bank dibagi rata-rata aktiva produktif. NIM digunakan untuk mengukur seberapa besar jarak antara pendapatan bunga dan biaya bunga yang mampu dicapai manajemen dengan pengendalian yang ketat atas aset produktif bank serta pencarian sumber dana termurah (Rivai, et al, 2013) Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No 13/30/DPNP, NIM dapat diformulasikan sebagai: .................................................(3)
Dikatakan sebelumnya bahwa bunga untuk kredit UMKM cukup tinggi dan bahkan lebih tinggi dibandingkan jenis kredit lainnya. Oleh sebab itu, apabila porsi kredit UMKM antar bank berbeda, maka NIM mereka akan berbeda, atau secara singkat dibentuk dalam persamaan berikut: Ha3
: Kredit UMKM memengaruhi rasio NIM bank.
2.5.4 Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Tujuan dari bisnis adalah memaksimalkan laba serta nilai dari investasi pemegang saham. Kebayakan bank pasti sadar akan pentingnya efisiensi dalam 36
operasi dalam pencapaian tujuan tersebut. Ada banyak cara untuk menghitung efisiensi operasi bank. Salah satu yang paling sering digunakan adalah rasio BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional). Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/30/DPNP yang berisikan pedoman perhitungan rasio keuangan, BOPO diformulasikan sebagai: ............................................. (4)
Dalam latar belakang penelitian, dipaparkan secara singkat bahwa untuk bisa menggarap sektor mikro, bank memerlukan infrastruktur yang memadai yang tentu saja memerlukan biaya. Dari paparan singkat tersebut dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: Ha4 : kredit UMKM memengaruhi rasio BOPO Bank 2.5.5 Return On Assets (ROA) ROA merupakan indikator profitabilitas/keuntungan yang kerap menjadi rasio profitabilitas kunci dalam
menilai efisiensi manajemen. Rasio ini
mengindikasikan kemampuan manajemen bank dalam mengubah aset institusi menjadi laba bersih (Rivai, et al, 2013). Rasio ini mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada. Mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No 3/30/DPNP ROA dihitung dengan: ..............................................................(5)
Kolapo. ed al (2011) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kredit dan kredit bermasalah terhadap ROA bank. Puspitasari (2009) juga mengatakan bahwa NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Meskipun demikian, Sukarno dan Syaichu (2006) berpendapat bahwa NPL justru 37
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap ROA. Penelitian mengenai pengaruh NPL terhadap ROA memang menghasilkan banyak pendapat. Hal ini berbeda jika variabel kredit UMKM digantikan dengan rasio NIM. Puspitasari (2009) menyimpulkan bahwa NIM berpengaruh positif signifikan terhadap ROA bank. Hasil-hasil penelitian terdahulu ini kemudian membentuk hipotesis sebagai berikut: Ha5
: Kredit UMKM memengaruhi rasio ROA Bank.
2.5.7 Return On Equity (ROE) Sama seperti ROA, ROE digunakan untuk mengetahui kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara relatif dibandingkan dengan nilai total modal sendirinya. Bank Indonesia sendri tidak memberlakukan ketentuan ketat terhadap rasio ini. Selama suatu bank tidak mengalami kerugian atau tidak ada tanda-tanda atau kecenderungan untuk mengalami kerugian pada masa yang akan datang, bagi Bank Sentral hal tersebut cukup dipahami (Wardiah, 2013). Perbedaan ROE dangan ROA ada pada ROE mengukur tingkat pengembalian untuk para pemegang saham bank, sedangkan ROA mengukur tingkan efisiensi manajemen. Bank Indonesia sendiri mengatur perhitungan rasio ROE bank adalah dengan membagi laba setelah pajak berbeda dengan ROA yang mengunakan laba sebelum pajak sebagai pembilang. Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No 13/30/DPNP, ROE bank dapat dihitungan dengan: ....................................................................(6)
Hasil penelitian independen McKinsey yang dikutip oleh Chironga, et all (2012) memperlihatkan bahwa ROE bank yang menjadi market leader kredit UMKM di negara berkembang umumnya sangat tinggi. Dua per lima sampel bank 38
yang diambil nyatanya memiliki ROE lebih dari 30%. Permatasari (2012) menyimpulkan bahwa variabel CAR, BOPO, NIM dan Institutional Ownership berpengaruh pada ROE. Oleh sebab itu, hipotesis untuk variabel ini adalah: Ha6
: Kredit UMKM memengaruhi rasio ROE Bank.
39