BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
2
DASAR TEORI DESAIN 2.1
Umum
Dalam mengerjakan desain suatu jalur pipa bawah laut, langkah pertama yang harus diperhatikan adalah pemilihan rute yang akan dilalui oleh jalur pipa (routing). Ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan rute pipa agar nantinya diperoleh rute yang paling tepat. Faktor‐faktor tersebut diantaranya adalah faktor kondisi batimetri dari dasar laut (seabed), lokasi dari existing platforms dan risers, jalur pipa lainnya yang telah ada, kedalaman perairan, kondisi sosial‐politik, dan juga penggunaan area untuk kepentingan publik lainnya. Pada akhirnya, rute pipa yang dipilih haruslah rute yang paling aman, paling mudah untuk instalasi, serta diusahakan memiliki jarak yang paling pendek. Setelah langkah awal mengenai pemilihan rute pipa tercapai, maka selanjutnya adalah menentukan tebalnya dinding pipa yang akan digunakan. Penentuan ketebalan pipa merupakan hal yang paling mendasar dalam structural engineering agar struktur (pipa) tersebut dapat cukup kuat untuk menahan berbagai beban yang bekerja pada struktur (pipa) tersebut, beban‐beban yang bekerja pada pipa diantaranya adalah internal pressure yang disebabkan oleh tekanan dari fluida yang mengalir di dalam pipa, external pressure yang disebabkan oleh beban lingkungan yang timbul akibat adanya gaya‐gaya hidrostatik dan hidrodinamik, perbedaan temperatur, tekanan lengkung (bending stress), kelelahan struktur (fatigue), dan sebagainya. LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐1
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Pada bagian luar dari pipa bawah laut, umumnya dilapisi oleh beberapa lapisan pelindung yang berfungsi untuk mencegah terjadinya korosi pada baja pipa. Selain terdapat lapisan pelindung terhadap korosi, pada beberapa kasus terdapat juga lapisan penghalang panas (thermal insulator) yang berfungsi untuk menjaga fluida dalam pipa agar berada pada suhu tertentu. Pada kasus‐kasus tertentu juga, pipa dilapisi oleh internal coating untuk mencegah terjadinya korosi pada bagian dalam pipa yang disebabkan oleh aliran fluida yang bersifat korosif pada pipa. Umumnya pipa bawah laut dilapisi oleh beton pemberat (concrete coating) pada bagian luar pipa yang berfungsi sebagai pemberat agar pipa memenuhi kestabilan vertikal maupun horizontal (on‐bottom stability). Seperti yang telah diketahui, kondisi dasar laut (seabed) tidak mulus seperti sebuah lapangan sepak bola, tetapi berkontur‐kontur, diantaranya memiliki gunung, bukit, lembah, dan juga jurang dasar laut. Hal ini tidak dapat dihindari dalam pemasangan jalur pipa bawah laut, oleh karena itu diperlukan juga analisis mengenai bentang bebas (free span analysis) agar tidak terjadi bentang bebas (free span) yang berlebihan. Apabila bentang bebas (free span) yang panjang tidak dapat dihindari lagi, maka diperlukan mediasi ulang (span remediation) pada bentangan tersebut. Mediasi ulang tersebut bertujuan untuk memperpendek bentangan yang terjadi agar dapat memenuhi kriteria analisis bentangan bebas (free span analysis). Pada Gambar 2.1 berikut ini, terdapat diagram alir mengenai tahapan‐tahapan yang diperlukan dalam proses desain suatu struktur pipa bawah laut.
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐2
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Gambar 2.1 Diagram alir proses desain pipa bawah laut
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐3
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
2.2
Keamanan Pipa
Keamanan menjadi hal yang paling utama dalam proses pendesainan suatu struktur pipa bawah laut, keamanan harus diperhatikan baik pada tahap instalasi, hidrotes, maupun pada saat pipa dioperasikan. Dalam proses desain struktur pipa bawah laut, struktur harus dijamin terbebas dari kegagalan‐kegagalan yang dapat mengancam keselamatan manusia, lingkungan, serta kerugian dari pihak manapun. Dalam laporan Tugas Akhir ini, analisis desain yang digunakan mengacu pada standar kode DNV 2000, keamanan pipa secara struktural diatur dalam suatu format desain keamanan. Format tersebut terdiri atas jenis fluida yang dialirkan, lokasi pipa berada, serta klasifikasi keamanan. 2.2.1 Jenis-jenis Fluida Fluida yang dialirkan dalam sebuah steruktur pipa bawah laut jenisnya dapat berbagai macam tergantung kebutuhan dan tujuan, setiap fluida ini memiliki potensi bahayanya masing‐masing apabila terjadi kegagalan pada sistem pipa bawah lautnya. Oleh karena itu, maka fluida diklasifikasikan dalam beberapa kategori seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Klasifikasi Fluida Kategori Keterangan A Fluida yang tidak dapat terbakar, fluida berbasis air. Fluida yang dapat terbakar dan beracun yang berbentuk cair pada suhu kamar dan B kondisi tekanan atmosfer. Fluida yang tidak terbakar dan tidak beracun pada suhu kamar dan kondisi tekanan C atmosfer. D Gas berfasa satu, tidak beracun. Fluida dapat terbakar dan beracun yang berbentuk gas pada suhu kamar dan kondisi E tekanan atmosfer.
2.2.2 Lokasi Pipa Kondisi dasar laut sangat berpengaruh terhadap keamanan suatu jalur pipa, oleh karena itu, lokasi pipa di bawah laut sangat berpengaruh terhadap keamanan dari pipa yang akan dipasang. Pipa bawah laut tidak akan terlihat dari atas permukaan air LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐4
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
laut, terlebih lagi apabila pipa terletak di perairan yang cukup dalam. Karena tidak terlihat dari atas, maka pipa bawah laut harus terhindar dari ancaman‐ancaman yang timbul akibat aktivitas manusia di permukaan laut. Lokasi dari pipa bawah laut sendiri dapat diklasifikasikan seperti yang terlihat dalam Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Klasifikasi Keamanan Kelas Keamanan Definisi (Safety Class) Kegagalan pada kelas area ini menyebabkan resiko yang sangat kecil terhadap Rendah manusia dan lingkungan. Klasfikasi ini biasanya diterapkan pada saat instalasi. Pada kelas ini, kegagalan pada pipa dapat menyebabkan resiko yang cukup besar terhadap manusia dan kerusakan yang signifikan pada lingkungan atau konsekuensi Normal politik dan ekonomi yang besar. Klasifikasi ini biasanya diterapkan pada kondisi operasi pada pipa yang jauh dari platform. Kondisi operasi dimana kegagalan pada struktur pipa dapat menyebabkan resiko yang sangat besar terhadap manusia, kerusakan lingkungan signifikan, serta Tinggi kerugian besar secara politik dan ekonomi. Klasifikasi ini biasanya diterapkan pada pipa pada saat beroperasi di lokasi kelas 2.
2.3
Struktur Pipa
Struktur dari pipa harus kuat menahan beban‐beban yang bekerja pada saat pipa diinstal, hidrotes, dan juga pada saat pipa beroperasi. Selama masa instalasi, pipa akan mengalami pelengkungan, penarikan, gaya gelombang, dan juga tekanan dari air laut. Sedangkan pada masa hidrotes dan operasi, pipa akan mengalami tekanan internal yang berasal dari fluida yang mengalir di dalamnya, tekanan eksternal dari air laut, gaya gelombang, perubahan temperatur, dan sebagainya. 2.3.1 Tekanan Internal (Hoop Stress) Sejak awal tahap desain suatu jaringan pipa, beberapa parameter penting dari pipa haruslah ditentukan terlebih dahulu. Diantaranya, yang paling penting adalah diameter dan ketebalan dinding dari pipa tersebut. Diameter pipa pada dasarnya telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemilik proyek, diameter tersebut dipilih dengan pertimbangan mampu mengalirkan fluida dengan kapasitas yang diinginkan serta memiliki tinjauan biaya yang paling ekonomis. Selain itu, pemilihan diameter LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐5
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
pipa haarus memp pertimbangkan keterrsediaan dari spesifikkasi pipa yyang diinginkan di pasaran, hal ini dimaksudkaan agar dap pat menekkan biaya p produksi pip pa. dapat men nahan segaala jenis Ketebaalan dari diinding pipaa dihitung agar nantinya pipa d beban,, gaya, serta tekanan n yang bekkerja pada pipa. Hal ini bertuju uan agar tekanan t internaal yang teerjadi tidak melamp paui tekan nan izin (a allowable stress). Tekanan T internaal atau yan ng biasa disebut d seb bagai hoop p stress teerjadi akibaat tekanan n fluida yang mengalir m dii bagian dalam pipa (lihat Gam mbar 2.2), tekanan iini bekerjaa dalam arah taangensial terhadap dinding dari pipa. Persamaan n hoop stress yang timbul akibat tekanan in nternal adaalah sebagaai berikut:
Perrs. 2‐1
dimanaa: σh = H Hoop Stresss Pi = TTekanan internal Po = TTekanan ekksternal Do = D Diameter teerluar pipaa t
= K Ketebalan n nominal diinding pipaa
Gamb bar 2.2 Hoop p stress
LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐6
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
Persam maan untuk menghittung tegan ngan tange ensial yangg diakibatkkan oleh tekanan t internaal tersebut, diperoleh h dari analisis gaya paada silindeer bebas. P Perhatikan silinder dengan n jari‐jari r dan keteb balan pipa tt, pada Gambar 2.3 b berikut ini.. Silinder te ersebut dikenai beban tekanan sebeesar P yang merupakkan resultaan dari tekaanan luar ((Po) dan Pi), dimana P = Po ‐ Pi. . tekanan dalam (P
Gamb bar 2.3 Bebaan tekanan pada silinder bebas
dalah: dari gambar di attas, maka rresultan keeseimbangaan gaya vertikal yangg terjadi ad
Perrs. 2‐2
Perrs. 2‐3
Perrs. 2‐4
dituliskan sebagai Sehingga tegangaan dalam aarah tangeensial sertaa jari‐jarinyya, dapat d berikutt:
Perrs. 2‐5
Perrs. 2‐6
Dengan n mensubttitusikan peersamaan 2‐3 dan pe ersamaan 2 2‐5 ke perssamaan 2‐4 4, maka diperoleh persam maan tegan ngan tangeensial (Hoop p Stress) seebagai berikut:
Perrs. 2‐7
dimanaa:
σh = H Hoop Stresss (psi) P = TTekanan Yaang Terjadii Pada Silinnder (psi) LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐7
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
D = Diameter Terluar Pipa (inch) t
= Ketebalan Nominal Dinding Pipa (inch)
Sesuai dengan standar kode DNV OS‐F101 Submarine Pipeline System, maka besar tegangan tangensial (Hoop Stress) tidak diizinkan melebihi fraksi tertentu dari Specified Minimum Yield Stress (SMYS). .
.
Pers. 2‐8
dimana:
η = Faktor desain yang nilainya tergantung pada jenis kelas keamanan (safety class) Kt = Temperature Derating Factor Material 2.3.2 Tekanan Eksternal Struktur pipa bawah laut akan mengalami tekanan hidrostatik dari air laut di atasnya, semakin dalam perairan dimana pipa berada, maka semakin besar pula tekanan eksternal yang bekerja pada pipa tersebut. Pada kedalaman tertentu dimana tekanan eksternal jauh lebih besar dari tekanan internal yang bekerja di dalam pipa, maka semakin besar pula kemungkinan akan terjadinya kegagalan (collapse) pada pipa. Kegagalan pada dinding pipa tergantung pada berbagai faktor penentu, diantaranya adalah rasio antara diameter terhadap ketebalan dinding pipa (D/t), karakteristik tegangan dan regangan material, perubahan bentuk penampang melintang pipa (cross section), tekanan hidrostatik, serta momen bending yang terjadi pada pipa. Untuk mencegah terjadinya kegagalan, maka besarnya tekanan eksternal yng bekerja pada pipa harus memenuhi persamaan berikut ini: , .
.
Pers. 2‐9
dimana:
Pe = Tekanan Eksternal (psi); Pe ρsw.g.d ρsw = massa jenis air laut (lb/ft3) g = percepatan gravitasi (ft/s2) LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐8
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
d = keedalaman perairan (fft) Pc = Kaarakteristikk tekanan collapse (ppsi) γm = faaktor ketahhanan mateerial γsc = faaktor ketahhanan safety class 2.3.3 Tekanan Longitudina L al udinal stresss merupakan teganggan aksial yyang bekerrja pada peenampang pipa. Longitu
Gambar 2.4 Cross secction pipa daan longitudiinal stress
Longitu udinal streess sendirii adalah pejumlaha p n dari theermal streess dan Po oisson’s Effect. • Theermal Stresss Theermal stresss adalah tegangan t y yang terjad di akibat adanya eksspansi (pem muaian) yan ng terjadi p pada pipa. P Persamaan n tegangan n pemuaian n adalah seebagai beriikut.
Perrs. 2‐10
dim mana:
E = moduluss elastisitass baja (3,0 x 107 psi) αT = koefisienn ekspansi thermal ΔT T = perbedaan temperratur antarra kondisi instalasi daan operasioonal LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐9
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
• Poisson’s Effect Poisson’s effect merupakan tegangan yang terjadi akibat adanya tegangan residual pada saat fabrikasi pipa, sehingga pipa harus kembali ke keadaan semula. Kembalinya pipa ke keadaan semula menyebabkan terjadinya gaya aksial yang menyebabkan kontraksi pada dinding pipa. Persamaan Poisson’s effect adalah sebagai berikut. .
Pers. 2‐11
dimana:
v = Poisson’s ratio (0,3 untuk carbon steel) Pi = Tekanan internal Pe = Tekanan eksternal ID = Diameter dalam D = Diameter luar t = Tebal dinding pipa Sedangkan persamaan longitudinal stress adalah penjumlahan Pers. 2‐10 dan Pers. 2‐ 11 sebelumnya di atas.
Pers. 2‐12
2.3.4 Equivalent Stress (von Mises Equivalent Stress) Equivalent stress merupakan resultan seluruh komponen tegangan yang terjadi pada pipa. Persamaan tegangan ekuivalen dirumuskan sebagai tegangan von mises berikut ini. .
3
Pers. 2‐13
Besaran tegangan geser tangensial τ x diabaikan dalam perhitungan tegangan ekuivalen ini karena besarnya tidak dominan dibanding komponen tegangan lainnya. LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐10
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Untuk perhitungan konservatif maka perkalian antara tegangan tangensial dan longitudinal diabaikan. 2.3.5 Analisis Desain Ketebalan Pipa Dalam laporan Tugas Akhir ini, analisis desain ketebalan dinding pipa dilakukan dengan menggunakan standar kode DNV 1981 dan ASME B31.8. • DNV 1981 . . .
.
Pers. 2‐14
Pers. 2‐15
dimana:
t = Nominal wall thickness Pd = Pressure design Pe = External pressure D = Outer diameter η = Usage factor
= 0,5 (pipa dan riser berjarak radius 500 m dari platform)
= 0,72 (berjarak lebih dari radius 500 m dari platform)
Kt = Temperatur derating factor σF = SMYS • ASME B31.8 . .
dimana:
S
0,72.E.σF
E = Longitudinal joint factor
= 1 (untuk submerged arc welded pipe)
t
Nominal wall thickness
P
Pressure design
σF = SMYS LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐11
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
Perhitu ungan keteebalan din nding pipaa berdasarrkan pada analisis h hoop stresss yang dilakukkan untuk kondisi operation dengan menambahkan n corrosion allowancee. Besar corrosiion allowan nce disesuaaikan denggan tingkatt korosif daari fluida co ontent yan ng besar minimaalnya adalaah 0,125 in n. Kedalaman peraiiran perlu diperhatikkan dalam menentukkan ketebaalan dindin ng pipa. perairan, m maka tekan nan ekstern nal pada pipa semakkin besar pula dan Semakin dalam p apse. Untuk mengh hindarinya, maka d dilakukan analisis dapat menyebabkan colla balan dinding pipa yang y dipilih didasarkkan pada analisis collapsse pada piipa. Keteb dengan n kriteria h hoop stresss dan kriterria collapsee pressure. Untuk perrairan yangg relatif dangkaal, maka yang y lebih berpengaruh pada ketebalan dinding p pipa adalah hoop stress. Sebaliknyaa pada perairan yan ng relatif dalam d yangg lebih berrpengaruh adalah collapsse pressuree. g). 2.3.6 Penekukan (Buckling ukan (buckkling) padaa pipa dap pat didefin nisikan seb bagai peru ubahan/defformasi Peneku (ovaling) pada penampang p g pipa yan ng terjadi pada satu atau selu uruh bagiaan pipa. baliknya Apabilaa tidak diseertai dengaan retaknyya pipa, maaka disebutt buckling kkering, seb apabilaa ditemukaan retakan pada pipa, disebut b buckling basah.
Gamb bar 2.5 Prosees ovalisasi akkibat local bu uckling
LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐12
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
2.3.6.1 Local Buckling Local buckling merupakan suatu kondisi dimana terjadi deformasi bentuk pada penampang melintang suatu pipa. Analisis local buckling dilakukan untuk kondisi instalasi, hal ini disebabkan karena pada proses instalasi merupakan kondisi paling kritis terjadinya local buckling akibat tidak adanya tekanan internal. Berdasarkan referensi dari standar kode DNV 1981 Appendix B, kombinasi kritis yang terjadi antara longitudinal stress dan hoop stress dapat dirumuskan sebagai berikut ini. 1
Pers. 2‐16
Pers. 2‐17
Pers. 2‐18
Pers. 2‐19
Pers. 2‐20
dimana:
N
= Axial force
A
= Cross sectional area
= π(D‐t)t
M = Bending moment W = Elastic section modulus .
=
D
= Nominal outer diameter of pipe
t
= Nominal wall thickness of pipe
dimana:
σNxcr = Longitudinal stress maksimum saat hanya gaya aksial N yang bekerja, P&M=0 LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐13
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
20)
= SMYS (untuk = SMYS 1
20 (untuk 20
0,001
100
σMxcr = Longitudinal stress maksimum saat hanya moment bending M yang bekerja, P&N=0
= SMYS 1,35
0,0045
P
=
= Overpressure
α
= 1
σy
=
σycr
= Hoop stress maksimum pada saat hanya tekanan P yang bekerja, M&N=0
= σyE
=
= eksternal
.
;(hoop stress)
untuk σyE ≤ SMYS
= SMYS 1
σyE
untuk σyE > SMYS
= Critical comprehensive hoop stress untuk buckling elastis sempurna ketika hanya σy yang bekerja.
E
= Koefisien elastisitas bahan.
= 3,01 x 107 untuk baja karbon
Kombinasi nilai σx dan σy yang diizinkan ditentukan dengan memasukkan faktor yang diizinkan ke dalam rumusan local buckling untuk kombinasi kritis. Maka persamaan local buckling menjadi sebagai berikut. 1
Pers. 2‐21
dimana:
ηxp
= Faktor desain; nilai yang diizinkan dari
untuk σy = 0
ηyp
= Faktor desain; nilai yang diizinkan dari
untuk σx = 0
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐14
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Penggunaan faktor desain didasarkan pada tegangan kritis (berada pada range plastis dan elastis). Pada umumnya buckling pada pipa berdasarkan σx akan mendekati plastis, sementara buckling yang berdasarkan σy akan mendekati elastis. Biasanya nilai ηyp lebih kecil dari nilai ηxp. Besarnya faktor desain yang berlaku untuk pipa dan riser selama operasi tercantum dalam Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Faktor Desain (General case)
dimana: σE = Tegangan kritis jika material elastis sempurna σF
= SMYS
σxE = 0,42 σyE =
.
Untuk pipa selama masa operasi, faktor tersebut dikali dengan 1,2. Sedangkan untuk pipa dan riser selama instalasi, faktor tersebut dikali dengan 1,44. Sementara itu, untuk kondisi apapun nilai faktor desain tidak boleh melebihi 1,0. Sementara untuk pipa dengan rasio tipikal, faktor desain yang berlaku adalah faktor desain dalam Tabel 2.4 berikut ini. Tabel 2.4 Faktor Desain ( tipikal)
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐15
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
2.3.6.2 2 Propaga ation Bucklling Propaggation bucckling adaalah peram mbatan deformasi d bentuk p pada penaampang melintaang pipa yang y mem manjang dan meram mbat di seepanjang p pipa. Energgi yang menyebabkan terjadinya perambattan ini adalah tekkanan hid drostatik, hal ini h tekanan eksternal (hidrostaatik) yang lebih bessar dari tekanan t disebabkan oleh enahan. propaggasi buckle pipa yang berperan sebagai pe pagation bu uckling adalah adanyya tekanan n yang dap pat menim mbulkan Prinsip dari prop gating buckkle (tekanaan inisiasi buckle) yaang nilainyya lebih beesar dari tekanan t propag yang diperlukan d untuk meencegah teerjadinya perambata p n buckle ttersebut (ttekanan collapsse). Apabila kondisi ini terjadi,, maka tekkanan inisiasi bucklee pada pip pa akan menim mbulkan peerambatan n buckle dan d menye ebabkan collapse c paada pipa sampai tekanan eksternaal bernilai sama atau u kurang dari tekanan propagasi. Hal ini berlaku ur pipa. untuk pipa yangg mempunyai properrti pipa yaang seragaam di sepaanjang jalu dalah prop pagation buckling b tiidak akan terjadi Tetapi prinsip yaang palingg dasar ad P Gamb bar 2.6 beerikut ini te erdapat apabilaa tidak adaa local bucckling yangg terjadi. Pada jenis‐jeenis propag gation buckling yang umum terrjadi.
Gambar 2.6 Jenis‐jeenis umum p propagation b buckling
LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐16
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Berbagai studi secara teoretis dan eksperimental telah dilakukan untuk mempelajari fenomena ini. Adapun tekanan propagation untuk pipa bawah laut dinyatakan dalam persamaan berikut ini. 1,15. .
Pers. 2‐22
Ppr Pe dimana: Ppr
= Tekanan propagasi
Pe
= Tekanan eksternal
Apabila tekanan propagasi nilainya lebih kecil daripada tekanan eksternal, maka perlu dilakukan pemilihan ulang terhadap ketebalan pipa. Ketebalan pipa minimum berdasarkan tekanan propagasi adalah sebagai berikut. .
,
. .
Pers. 2‐23
Pers. 2‐24
2.4
Stabilitas Pipa Di Dasar Laut (On‐Bottom Stability)
Kestabilan pipa pada saat berada di dasar laut menjadi hal yang penting pada struktur pipa bawah laut. Ada beberapa cara untuk mempertahankan kestabilan pipa di dasar laut, diantaranya adalah dengan cara mengurangi gaya‐gaya yang bekerja pada pipa seperti dengan melakukan penguburan pipa (burial), penggalian parit atau saluran untuk pipa (trenching), serta pembangunan tanggul pelindung dari batu (rock berm). Selain mengurangi gaya‐gaya yang bekerja pada pipa, cara lain untuk mempertahankan kestabilan pipa adalah dengan cara memasang lapisan beton (concrete coating) sehingga berat pipa bertambah dan kestabilan pipa dapat dicapai. Dengan bertambahnya berat pipa, maka kestabilan pipa di dasar laut baik dalam arah vertikal maupun horizontal akan bertambah pula. Adapun gaya‐gaya lingkungan yang termasuk ke dalam analisis kestabilan pipa terdiri dari gaya‐gaya hidrodinamika, LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐17
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
sepertii gaya sereet (drag force), gaya inersia, daan gaya an ngkat (lift fforce). Sed dangkan resistensi tanah dasar lau ut merupaakan gaya gesek (frriction) yan ng terjadi antara permukaan pipa dengan peermukaan ttanah dasaar laut terseebut. dasar laut yyang dilaku ukan harus dapat memenuhi be eberapa Analisiss kestabilan pipa di d kondisii yang akaan dialami oleh pipaa. Kondisi‐kkondisi terrsebut adaalah kondisi pada saat instalasi, hid drotes, sertta kondisi operasi. Ke estabilan p pipa di dasar laut me encakup m udah pemaahaman kestabilan arah vertikal seerta arah horizontal. Untuk mempermu p kestabilan ini, perhatikan ilusttrasi pada Gambar 2.7 berikut ini. mengeenai konsep
Gambar 2.7 Gaya‐gayaa yang bekerjja pada pipa bawah laut
2.4.1 Gaya Hidrodinamikaa ungan gayaa‐gaya hidrodinamikk yang bekkerja pada suatu stru uktur pipa bawah Perhitu laut beelum dapat dihitung secara ekksak. Oleh karena itu u, maka digunakan metoda m penyed derhanaan untuk mendekati peerhitungan gaya hidro odinamik p pada strukttur pipa tersebu ut. LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐18
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
2.4.1.1 Gaya Gelombang Salah satu metoda pendekatan perhitungan gaya hidrodinamik adalah dengan metoda Morrison. Metoda ini menghitung gaya gelombang yang terjadi pada suatu struktur akibat gelombang laut di permukaan. Metoda ini cocok untuk diterapkan pada struktur pipa bawah laut, hal ini dikarenakan perbandingan antara dimensi struktur terhadap panjang gelombang relatif kecil. Kriteria batas dapat digunakannya metoda Morrison adalah D/L ≤ 0.2, dimana D adalah diameter struktur dan L adalah panjang gelombang. Pada kasus suatu gaya gelombang mengenai suatu struktur pipa bawah laut, maka diasumsikan diameter terluar dari pipa tersebut masih jauh lebih kecil dari panjang gelombang laut sehingga gelombang tersebut melewati struktur tanpa mengalami gangguan yang berarti. Gelombang yang bergerak melewati struktur tersebut tidak terganggu, akan tetapi pengaruh terhadap struktur terjadi akibat adanya vortex (wake formation) yang terbentuk di belakang struktur dan flow separation. Gaya gelombang yang terjadi pada struktur adalah gaya inersia dan gaya seret. Pada teori gaya gelombang Morrison ini, gaya gelombang yang terjadi diturunkan dari pergerakan partikel air akibat aktivitas gelombang laut pada lokasi tersebut. Adanya gelombang laut yang merambat di permukaan menyebabkan arus pada perairan tersebut. Arus yang terjadi akibat gelombang ini disebut dengan wave induced current. Arus ini terjadi akibat pergerakan partikel air di bawah gelombang pada trayektori elips atau lingkaran (lihat Gambar 2.8). Oleh karena itu, arus akibat gelombang ini hanya bersifat lokal dan memiliki fasa tertentu dimana besarnya dapat bernilai maksimum atau minimum.
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐19
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
Gambarr 2.8 Klasifikaasi perairan menurut pan njang gelombang dan kedalaman
Gaya ggelombang Morrison yang terjadi pada su uatu struktur adalah penjumlah han dari gaya in nersia dan gaya serett. Gaya serret (drag fo orce) terjad di akibat gaya gesekaan yang terjadi antara fluida dan dinding pipa p (skin friction), f d dan vortexx yang terjadi di ersia terjad di pada struktur akibat gaya belakang struktur (lihat Gaambar 2.9)). Gaya ine p perpindah han massaa air yangg disebabkkan oleh kkeberadaan pipa. oleh perubahan Perubaahan perpiindahan massa m diakiibatkan ole eh adanya fluktuasi percepataan arus. Pada in ntinya, fakktor yang mempenga m aruhi gayaa seret adaalah kecep patan partikel air, sedanggkan faktorr yang mem mpengaruh hi gaya inersia adalah h percepataan partikell air.
G Gambar 2.9 Vortex dan fl V ow separatio on
LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐20
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
¾ Gaya Seret (Drag Force) Nilai gaya seret yang terjadi pada suatu struktur silinder dapat dituliskan dengan persamaan berikut ini: 0,5. .
. . | |
Pers. 2‐25
dimana:
FD = Gaya seret per satuan panjang ρ = Massa jenis fluida CD = Koefisien seret D = Diameter struktur U = Kecepatan arus air total Tanda absolut pada notasi U menyatakan bahwa arah gaya harus searah dengan arah arusnya. Kecepatan arus total adalah jumlah atau superposisi dari kecepatan arus akibat gelombang (wave induced current) dan kecepatan arus akibat pasut (tidal current). Besar kecepatan partikel air akibat wave induced current ini dapat diperoleh dari penurunan berdasarkan teori gelombang linear, teori Stokes orde‐5, teori gelombang Solitary, teori gelombang Cnoidal, stream function dan sebagainya. Pemilihan teori gelombang yang akan digunakan bergantung pada karakteristik kondisi laut yang dimodelkan atau dilakukan analisis. Untuk penyederhanaan, dalam memperoleh besar kecepatan partikel air pada laporan Tugas Akhir ini digunakan teori gelombang linear. ¾ Gaya Inersia (Inertia Force) Gaya inersia terjadi pada struktur akibat gaya oleh perubahan perpindahan massa air yang disebabkan oleh keberadaan pipa. Faktor yang mempengaruhi gaya inersia adalah percepatan partikel air. Perubahan perpindahan massa diakibatkan oleh adanya fluktuasi percepatan arus. Nilai gaya inersia yang terjadi pada suatu struktur silinder dapat dituliskan dengan persamaan berikut ini: .
. .
Pers. 2‐26
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐21
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
dimana:
FI = Gaya inersia per satuan panjang ρ = Massa jenis fluida CI = Koefisien inersia
=
1
CM = Koefisien added mass A = Luas penampang struktur = Percepatan arus ¾ Gaya Morrison Total Gaya morrison total per satuan panjang yang terjadi pada pipa adalah jumlah dari gaya seret dan gaya inersia. Gaya morrison total per satuan panjang dituliskan oleh persamaan berikut ini. 0,5. .
. . | |
.
. .
Pers. 2‐27
Untuk suatu kasus tertentu dimana diameter struktur cukup besar bila dibanding dengan panjang gelombang hingga mencapai D/L > 0.2, maka pengaruh gaya seret akibat gelombang akan menjadi tidak signifikan akibat vortex yang tidak terbentuk. Dalam kasus ini gaya inersia akan lebih dominan akibat besar volume atau massa air yang terpindahkan akibat adanya struktur tersebut. 2.4.1.2 Gaya Angkat (Lift Force) Gaya hidrodinamika lainnya adalah gaya angkat (lift force). Gaya ini bekerja dalam arah tegak lurus arah rambatan gelombang/arus. Gaya angkat ini terjadi akibat adanya perbedaan konsentrasi streamline pada bagian atas dan bawah pipa. Pada Gambar 2.10, terlihat bahwa terdapat konsentrasi streamline di atas pipa. Konsentrasi streamline pada bagian atas pipa membuat kecepatan arus pada bagian atas pipa tersebut menjadi lebih besar sehingga tekanan hidrodinamik mengecil dan pipa terangkat. Pada saat terdapat celah antara pipa dan seabed akibat pipa yang terangkat, maka konsentrasi streamline akan terjadi pada bagian bawah pipa LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐22
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
sehinggga dengan n proses yaang sama pipa akan jatuh kem mbali atau dengan kaata lain gaya an ngkat yangg terjadi beernilai negaatif.
Gaambar 2.10 Ilustrasi kons I sentrasi streamline yang melewati piipa
maan gaya angkat (liftt force) yan ng terjadi aadalah sebagai beriku ut: Persam
Perrs. 2‐28
dimanaa:
CL = kooefisien gayya angkat ((lift force ccoefficient) Kesulitan utamaa dalam perhitunggan gaya‐gaya hidrrodinamikaa adalah dalam unakan dallam perhittungan gayya‐gaya penenttuan koefisien‐koefissien yang akan digu hidrodinamika. Untuk U kond disi steadyy flow, koe efisien sereet (CD) besarnya terggantung ) kekasaran permukaan pipa. pada besarnya bilangan Reyynolds (Re) dan nilai k h persamaaan untuk b bilangan Re eynolds (Re): Berikutt ini adalah
Perrs. 2‐29
LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐23
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
dimanaa:
Re = B Bilangan Reeynolds V = KKecepatan aliran totaal ν = V Viskositas kkinematik aair laut (paada suhu 60 0°F = 1,2 x 10‐5 ft2/seec) Koefisien kekasarran pipa (kk), didefinissikan sebaggai berikut ini:
Perrs. 2‐30
dimanaa:
e = tingggi kekasarran pun koefissien seret yang adaa, diturunkkan untuk perhitunggan pada kondisi Walaup steady flow, nilaai koefisien ini juga dapat diggunakan untuk u oscilllatory flow yang binasi aruss akibat geelombang dan arus biasa. Nilaai koefisien seret terdiri dari komb bilangan (drag ccoefficientss) bervariasi mulai daari 0,6 hinggga 2,0 terrgantung pada nilai b Reynolds (lihat Gambar G 2.11). Selain n tergantun ng pada nilai bilangaan Reynold ds, nilai uga tergan ntung padaa bilangan n Keulegan n‐Carpenter (KC). Berrikut ini koefisieen seret ju adalah persamaaan untuk bilangan Keu ulegan‐Carrpenter (KC):
Perrs. 2‐31
Dimanaa T = Perio oda gelomb bang
Gambaar 2.11 Drag g coefficient vvs Reynolds n number
LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐24
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
Pada Gambar G 2..12 berikutt ini diberrikan grafik untuk mendapatk m an nilai ko oefisien seret yang y didassarkan pad da nilai bilangan Re eynolds (R Re) dan billangan Keulegan‐ Carpen nter (KC). W Walaupun ggrafik koeffisien serett pada Gam mbar 2.11 dapat diggunakan untuk mendesain n semua jaalur pipa b bawah laut, grafik pada Gambaar 2.12 berrikut ini juga daapat digunaakan.
Gaambar 2.12 Drag coefficiient untuk bilangan Keulegan‐Carpen nter dan bilangan Reynolds
en inersia (C CI) juga dittentukan dari nilai Besarnya nilai koefisien anggkat (CL) daan koefisie ds dan koeefisien kekkasaran pipa. Variasi nilai koefisien angkat (CL) bilangaan Reynold terhadap bilangan Reynoldss dapat dilihat pada G Gambar 2.13 berikutt ini.
Gamb bar 2.13 Lift ccoefficient vss Reynolds number
LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐25
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Sementara itu, besarnya nilai koefisien inersia (CI) bervariasi antara 1,5 hingga 2,5 tergantung pada besarnya bilangan Reynolds. Untuk keperluan praktis, berdasarkan bilangan Reynolds untuk pipa terekspos pada aliran steady, maka koefisien hidrodinamika dapat diambil dari Tabel 2.5 berikut ini. Tabel 2.5 Recommended Coefficients for Pipe Design
Tabel koefisien hidrodinamika di atas hanya berlaku untuk pendesainan pipa bawah laut di mana pipa terekspos dan memiliki tingkat kekasaran permukaan yang rendah. 2.4.1.3 Gaya Gesek Benda yang terletak pada suatu permukaan apabila diberi gaya pada arah horizontal benda tersebut, maka pada benda tersebut akan timbul gaya reaksi pada bidang sentuh antara benda dengan permukaan dimana benda tersebut terletak. Gaya reaksi tersebut memiliki arah yang berlawanan dengan arah gaya yang diberikan pada benda tersebut. Gaya reaksi yang timbul itu umumnya disebut gaya gesek (friction force). Struktur pipa bawah laut juga mengalami gaya gesek akibat berat pipa itu sendiri dan gaya‐gaya yang bekerja pada struktur pipa tersebut. Pada struktur pipa bawah laut, gaya gesek berperan penting dalam menjaga kestabilan pipa di dasar laut. Gaya gesek ini besarnya dipengaruhi oleh suatu nilai koefisien gesek (μ) antara permukaan luar pipa dengan permukaan dasar laut, sementara itu besarnya nilai koefisien gesek (μ) tersebut dipengaruhi oleh jenis LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐26
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
material pipa dan n jenis tanaah di dasar laut terse ebut. Diagrram gaya ggesek yangg terjadi pipa bawah h laut akibaat gaya gessek yang te erjadi dapaat dilihat p pada Gamb bar 2.14 pada p berikutt ini.
Gambar 2.1 14 Gaya geseek yang terjaadi pada pipaa bawah lautt
dimanaa: F = To otal gaya yyang bekerjja pada pip pa FR = Gaya gesek yang terbe entuk W = Be erat pipa N = Gaya norma al (total gayya arah vertikal strukktur)
di bawah in ni. Besar ggaya gesekk dapat dihitung denggan mengggunakan peersamaan d
Perrs. 2‐32
umnya, μ adalah ko oefisien gaaya gesek antara Seperti yang telah dijelaskan sebelu pipa dengaan permukaaan dasar laut. permukaan luar p LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐27
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
2.4.1.4 4 Gaya Ap pung (Buoyyancy) Seperti yang telaah dibahass pada Hukkum Archimedes, semua bend da yang be erada di mengalami gaya apung (buoyanccy). Adapun bunyi Hu ukum Arch himedes dalam air akan m adalah:
“Ben nda yang tercelup t k dalam zat ke z cair akkan mengalami gayya angkatt yang besarnya setara deengan berrat volumee zat cair yang dipiindahkan””
Gaambar 2.15 Gaya apung G pada benda yang tercelu up pada zat ccair
Untuk memperm mudah pemahaman mengenaai Hukum Archimed des, makaa tinjau ilustrassi suatu benda yang ttercelup paada zat cair pada Gam mbar 2.15 di atas. pada setiap titik di p permukaan n benda setara dengaan specific weight Karenaa tekanan p dari flu uida dan keedalaman, maka totaal gaya yan ng bekerja pada bagiian kiri dan n kanan benda tersebut menjadi sama dan n dapat diabaikan (kesetimba ( angan gayya arah ntal, ΣFX = 0). Sedanggkan untukk arah vertikal, besarnya gaya yyang bekerrja pada horizon benda arah atas dan bawah tidak sam ma besar, hal ini disebabkan kkarena kedalaman ukaan baggian atas benda lebih kecil dari kedaalaman raata‐rata rata‐rata permu b gayaa yang bekkerja ke permukaan bagiaan bawah benda. Haal ini menyyebabkan besar b menjadi lebih h kecil darripada bessar gaya yang y bekerja ke araah atas, arah bawah LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐28
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
perbed daan besarr gaya terseebut umum mnya diken nal sebagaai buoyancyy (FB) dari zat cair terhadap benda. Apabila beenda dalam m keadaan setimbangg, maka gaya angkat ke arah dengan berrat benda ke arah baawah. Dari pernyataaan tersebutt, maka atas akkan sama d dapat d diambil rum musan seb bagai beriku ut:
Perrs. 2‐33
dimanaa:
FB = Gaya angkatt (buoyanccy) ρ = M Massa jenis zat cair g = Peercepatan gravitasi
V = Voolume bennda yang teercelup 2.4.2 Perhitungan Propertti Pipa ur pipa baawah laut umumnyaa memilikii dua lapissan pelind dung utam ma yang Struktu melipu uti lapisan b beton pem mberat (con ncrete coatting) dan laapisan antii korosi (co orrosion coating g). Pemilih han ketebaalan lapisaan beton pemberat p harus dipeerhatikan dengan serius. Apabila laapisan beto on terlalu tebal maka selain m mengakibatkan pemborosan, mbar 2.16 b berikut ini adalah pipa akkan menjadi terlalu berat dan sulit dipassang. Gam ilustrassi potongan n melintan ng dari pipaa yang telah dilapisi.
Gambaar 2.16 Poton ngan melintaang pipa baw wah laut
LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐29
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
dimana: ID
= Diameter bagian dalam pipa (Internal Diameter)
OD (DS)= Diameter bagian luar pipa baja = ID + 2.tS tS
= Ketebalan dinding pipa baja
tcorr
= Ketebalan lapisan anti korosi (corrosion coating)
tcc
= Ketebalan lapisan beton (concrete coating)
Dalam perhitungan beban yang akan diterima pipa, berat dari pipa itu sendiri juga diperhitungkan sebagai berat pipa terdistribusi merata per satuan panjang. Dalam analisis, perhitungan berat sendiri pipa dilakukan untuk tiga fase yaitu fase instalasi (pipa kosong), fase hidrotes (pipa dengan fluida air), dan fase operasi (pipa dengan fluida isi). Berikut ini adalah formula perhitungan berat untuk tiap properti pipa. • Berat baja di udara (WS) .
.
Pers. 2‐34
.
Pers. 2‐35
.
Pers. 2‐36
• Berat lapisan anti korosi di udara (Wcorr) 2
.
• Berat lapisan beton di udara (Wcc) 2
2
2
.
• Berat fluida isi pipa di udara (Wcont) .
.
Pers. 2‐37
Pers. 2‐38
Pers. 2‐39
Pers. 2‐40
• Berat/gaya apung pipa (Wbuoy) 2
2
.
.
• Berat total pipa di udara (Wtot) • Berat pipa efektif (Weff)
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐30
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
• Berat pipa di dalam air (Wsub) 2
Pers. 2‐41
dimana:
WS
= Berat pipa baja di udara
Wcorr = Berat lapisan anti korosi di udara Wcc = Berat lapisan beton di udara Wcont = Berat content (isi pipa) di udara Wbuoy = Berat/gaya apung (buoyancy) Wsub = Berat pipa di dalam air (terendam) Wtot = Berat total pipa di udara Weff = Berat pipa efektif ρs
= Massa jenis baja
ρcorr = Massa jenis lapisan anti korosi ρcc
= Massa jenis lapisan beton
ρsw
= Massa jenis air laut
ρcont = Massa jenis fluida isi (content) g = Percepatan gravitasi Selain seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lapisan beton berguna untuk menjaga stabilitas pipa di dasar laut, lapisan beton juga berguna sebagai pelindung pipa dari benturan, maupun aktivitas manusia lainnya yang bersifat merusak. Selain itu, untuk melindungi pipa dari kerusakan akibat banyaknya aktivitas maritim yang dilakukan manusia di perairan dangkal, pemerintah mengeluarkan regulasi yang mengatur keselamatan operasi pipa bawah laut, yaitu: SKEP Mentamben no. 300 K/38/M.PE/1997, yang isinya adalah pipa yang berada pada area shore approach dengan kedalaman perairan kurang dari ‐14 m LAT, harus dikubur pada trench dengan kedalaman minimum 2 m dari TOP (top of pipe). LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐31
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
2.4.3 Parameter Kestabilan Pipa Mengacu pada standar kode DNV RP E305 On‐Bottom Stability Design of Submarine Pipelines, terdapat tiga jenis analisis yang digunakan dalam menganalisis kestabilan pipa di bawah laut adalah: analisis dinamik, analisis kestabilan umum, serta analisis kestabilan statik sederhana. Pemilihan jenis analisis yang digunakan tergantung pada tingkat ketelitian hasil analisis yang diinginkan. Berikut ini penjelasan mengenai masing‐masing analisis. 9 Analisis Dinamik Analisis ini melibatkan simulasi dinamik secara menyeluruh terhadap pipa di dasar laut, mencakup pemodelan soil resistance, gaya‐gaya hidrodinamika, kondisi batas, dan respon dinamik. Analisis dinamik dapat dipakai untuk menganalisis secara detail pada area kritis sepanjang jalur pipa seperti pada perlintasan jalur pipa, penyambungan riser, dan lokasi‐lokasi lainnya yang membutuhkan desain detail respon pipa dengan level tinggi atau untuk menganalisis ulang jalur kritis yang sudah ada. 9 Analisis Kestabilan Umum Analisis ini didasarkan pada suatu set kurva kestabilan non‐dimensional yang telah diturunkan dari suatu deret hasil respons dinamik. Analisis kestabilan umum dapat digunakan dalam perhitungan desain detail maupun dalam preliminary design. Analisis ini digunakan pada bagian pipa dimana potensial pergerakan dan regangan pipa cukup penting. 9 Analisis Kestabilan Statik Sederhana Analisis ini didasarkan pada keseimbangan statik dari gaya‐gaya yang bekerja pada pipa dan telah dikalibrasikan dengan analisis kestabilan sederhana. Analisis kestabilan statik sederhana dapat digunakan pada hampir semua perhitungan kestabilan, dimana berat pipa dalam air menjadi perhatian utamanya. Analisis ini LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐32
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
menggunakan model yang disederhanakan, sehingga sebagai konsekuensinya, pada saat melakukan perhitungan, dianjurkan untuk tidak melakukan modifikasi apapun tanpa pertimbangan terhadap semua faktor secara menyeluruh seperti melakukan pengecekan kembali hasil perhitungan dengan menggunakan dua analisis kestabilan yang lainnya. Kondisi pipa di dasar laut dan gaya‐gaya yang bekerja telah diilustrasikan pada Gambar 2.7 sebelumnya. Agar kedudukan pipa tetap stabil pada saat berada di dasar laut, maka keseimbangan gaya‐gaya di bawah ini harus dapat dipenuhi. • Arah Horizontal (x) sin
0
Pers. 2‐42
Pers. 2‐43
• Arah Vertikal (z) cos
0
Apabila persamaan 2‐53 dan persamaan 2‐54 dikombinasikan, maka diperoleh persamaan berikut ini: sin
cos
Pers. 2‐44
Pers. 2‐45
Pers. 2‐46
atau . .
apabila θ = 0, maka persamaan 2‐72 di atas akan menjadi:
Persaman 2‐57 di atas merupakan persamaan untuk parameter kestabilan arah horizontal untuk struktur pipa bawah laut. Sedangkan persamaan untuk parameter kestabilan arah vertikal pipa dinyatakan dalam persamaan berikut ini: 1,1
Pers. 2‐47
dimana:
Wsub = Berat pipa di dalam air (terendam) Wbuoy = Berat/gaya apung (buoyancy) Syarat kestabilan arah vertikal ini menunjukkan bahwa berat total pipa di udara harus lebih besar 10% dibandingkan dengan gaya angkatnya (buoyancy). LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐33
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
Pada laaporan Tuggas Akhir in ni, jenis an nalisis kestabilan yang digunakaan adalah Analisis Kestabilan Statik Sederhanaa. 2.5
B Padaa Pipa (Freee Span) Bentang Bebas
mena bentang bebas ((free span)) pipa padaa jaringan p pipa bawah h laut sama sekali Fenom tidak dapat dihindari, hal in ni disebabkkan karenaa ketidak‐raataan perm mukaan dasar laut o adanyya crossing g dengan jaringan p pipa lainnyya yang atau karena diseebabkan oleh ngan pipa tidak selalu disertai dengan telah terpasang ssebelumnyya. Perencaanaan jarin ngan untuk menghin ndari terjaadinya ben ntang beb bas karenaa untuk proses perlindun n biaya yan ng besar se ehingga tidak ekonom mis. mewujudkannya diperlukan ndisi‐kondisi yang telah disebuttkan sebelumnya, beentang beb bas juga Selain karena kon ut oleh arrus laut dapat disebabkaan oleh prroses pengggerusan (scouring) dasar lau gap) antarra pipa den ngan dasarr laut. Pada Gambar 2.17 di sehinggga terbenttuk celah (g bawah ini, dapat dilihat con ntoh dari feenomena b bentang beebas. Sistem pipa yan ng telah da akhirnyya akan terpasaang di lapangan unttuk jangkaa waktu yaang cukup lama, pad mengalami perub bahan panjang bentaang bebas.. Hal ini diaakibatkan karena dasar laut yang teerus berubah karena gaya‐gayaa lingkungaan yang bekkerja pada dasar lautt.
Gambar 2.17 2 Free spaan akibat dassar laut yangg tidak rata
LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐34
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Bentang bebas pada pipa akan menimbulkan defleksi pada pipa. Apabila bentang bebas yang terjadi terlampau panjang, maka dapat menimbulkan kerusakan pada pipa. Panjang bentang pipa mempengaruhi frekuensi natural, kekakuan, serta kekuatan dari struktur pipa terhadap gaya‐gaya yang bekerja pada pipa tersebut. Selain dapat menyebabkan kerusakan pada struktur pipa, adanya bentang bebas juga dapat memungkinkan struktur pipa mengalami vibrasi yang diakibatkan oleh vortex (vortex induced vibration). Apabila vibrasi terjadi, maka pipa akan rentan terhadap fatigue yang pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan pada struktur pipa tersebut. Perhitugan yang tepat diperlukan dalam menentukan panjang maksimum dari bentang bebas sehingga aman dari kemungkinan terjadinya kegagalan pada struktur. Perhitungan bentang bebas pipa bawah laut pada laporan Tugas Akhir ini mengacu pada DNV RP F105 Free Spanning Pipelines. Adapun panjang maksimum dari bentang bebas ditentukan berdasarkan dua kondisi di bawah ini: • Kondisi Dinamik Akibat Vortex Induced Vibration (vortex shedding requirement) • Kondisi Statik Akibat Berat Struktur Tersebut (yielding requirement) 2.5.1 Bentang Bebas Kondisi Dinamik (Dynamic Free Span Analysis) Ketika sebuah aliran arus melewati sebuah struktur (pipa), maka akan terbentuk vortex pada bagian belakang pipa (lihat Gambar 2.18). Vortex ini timbul karena disebabkan oleh adanya turbulensi serta ketidak‐stabilan aliran di bagian belakang pipa, pembentukan vortex (vortex shedding) ini dapat menyebabkan perubahan tekanan hidrodinamika secara periodik dan bergantian pada bagian belakang pipa sehingga dapat mengakibatkan bervibrasinya bentang bebas pada pipa apabila ternyata bentang bebas tersebut memiliki frekuensi natural struktur yang nilainya mendekati nilai frekuensi vortex tersebut. Fenomena bervibrasinya bentang bebas pada pipa tersebut umumnya disebut fenomena Vortex Induced Vibration (VIV). LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐35
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
Gam mbar 2.18 Fenomena terb bentuknya vo ortex
nya terganttung pada ukuran/diiameter Frekueensi vortex shedding yang terjaadi umumn pipa seerta kecep patan aliraan yang melalui m pipaa. Apabila frekuensi vortex sh hedding yang terjadi t memiliki nilai yang meendekati atau a samaa dengan ffrekuensi natural bentan ng bebas paada pipa, m maka akan terjadi ressonansi paada bentan ng bebas te ersebut. Resonaansi yang tterjadi dapat mengakkibatkan ke egagalan (ccollapse) p pada strukttur pipa dengan n pola keru untuhan leleh (yieldin ng) dan pola keruntuhan kelelahan (fatigu ue). di pada be entang bebas pipa umumnya terjadi Osilasi akibat reesonansi yaang terjad n (cross‐ dalam dua arah ((lihat Gambar 2.19), yaitu dalaam arah teggak lurus aarah aliran o ) dan searah dengan arah aliran (in‐line ( osscillation). Untuk flow oscillation) mengh hindari kemungkinan n terjadin nya osilasii tersebutt, maka p perlu dite entukan panjang maksim mum dari bentang bebas pipa. p Untu uk mendaapatkan panjang p mum terseebut, makaa dilakukan pemban ndingan an ntara freku uensi dari vortex maksim sheddin ng (yang terbentuk karena kondisi k linggkungan) dan frekuensi naturral dari bentan ng bebas p pipa. Analissis mengen nai bentang bebas ko ondisi dinaamik ini dillakukan dengan n mengacu u pada stan ndar kode D DNV 1981 Rules for SSubmarine Pipeline Syystems. LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐36
BAB 2 D DASAR TEORI DESAIN
Gambar 2.19 2 Arah ossilasi yang um mum terjadi pada pipa
k DNV 1981 Sub bmarine Besar frekuensi vortex sheedding berdasarkan standar kode berikut ini: Pipeline Systems,, dapat dihitung denggan mengggunakan peersamaan b
Perrs. 2‐48
dimanaa:
fv = FFrekuensi vvortex sheddding St = B Bilangan Sttrouhal Dtot = D Diameter teerluar pipaa V = KKecepatan aliran totaal
= Uc + Uw
Uc = A Arus laut Uw = A Arus akibatt gelomban ng n‐dimensional dari frekuensi vortex Bilangaan Strouhal merupakan bilangan non sheddin ng. Bilangan tersebu ut merupaakan fungssi dari bilaangan Reyn nolds. Sem mentara itu, bilaangan Reyynolds merrupakan raasio dari gaaya inersiaa dan gayaa viscous, standar s kode DNV D 1981 1 menganjurkan nilaai bilangan n Strouhal diambil dari grafik pada Gambaar 2.20 berrikut ini. LAPORA AN TUGAS AK KHIR DESAIN DAN ANALISSIS STRUKTUR PIPA BAWA AH LAUT
2‐37
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Gambar 2.20 Bilangan Strouhal untuk silinder bundar sebagai fungsi dari bilangan Reynolds
.
Pers. 2‐49
dimana:
Re = Bilangan Reynolds V = Kecepatan aliran total ν = Viskositas kinematik air laut (pada suhu 60°F = 1,2 x 10‐5 ft2/sec) Sedangkan besar frekuensi natural bentang bebas pada pipa tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah kekakuan pipa, panjang bentang, kondisi ujung‐ ujung bentang, serta massa efektif dari pipa. Frekuensi natural dari bentang bebas pada pipa yang diberikan oleh buku Offshore Pipeline Design, Analysis, and Method oleh A.H Mouselli adalah sebagai berikut: .
Pers. 2‐50
dimana:
fn = Frekuensi natural bentang bebas pada pipa EI = Kekakuan pipa LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐38
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Me = Massa efektif pipa
=
Mp = Massa pipa di udara Mc = Massa fluida isi pipa (content mass)
=
.
.
Pers. 2‐51
(untuk struktur silinder)
Pers. 2‐52
Ma = Added Mass
=
.
.
L = Panjang bentang bebas Ce = Konstanta perletakan ujung bentang Untuk konstanta perletakan ujung bentang (Ce), nilainya berbeda‐beda untuk setiap jenis perletakan. Pada Tabel 2.6 berikut ini, terdapat nilai Ce untuk setiap jenis perletakan. Tabel 2.6 Konstanta Perletakan Ujung Bentang Bebas Pada Analisis Dinamik Analisis Bentang Bebas Dinamik Jenis Perletakan Ujung Bentang Ce pinned ‐ pinned 9,87 fixed ‐ pinned 15,5 fixed ‐ fixed 22,2
Dari parameter‐parameter yang telah disebutkan sebelumnya, besar frekuensi vortex shedding dan frekuensi natural bentang bebas dapat dihitung. Faktor ini menjadi acuan desain keamanan pipa terhadap fenomena VIV. Desain pipa yang aman terhadap VIV adalah desain yang memiliki nilai frekuensi natural pada panjang maksimum bentang bebas yang tidak mirip dengan nilai frekuensi vortex shedding dengan batasan sebagai berikut: , . Selain itu, terdapat dua parameter lainnya yang menentukan tipe osilasi pada bentang bebas pipa, yaitu: LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐39
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
• Reduced velocity (Vr), parameter ini digunakan untuk penentuan range kecepatan aliran yang dapat menyebabkan vortex shedding. .
Pers. 2‐53
dimana:
Vr = Kecepatan tereduksi (reduced velocity)
fn = Frekuensi natural bentang bebas
Selain itu, nilai Vr juga dapat dicari dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.21 dan Gambar 2.22 berikut ini apabila telah diketahui jenis osilasinya.
Gambar 2.21 Reduced velocity for cross‐flow oscillations based on the Reynolds Number
Gambar 2.22 Reduced velocity for in‐line oscillations based on the stability parameter
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐40
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
• Koefisien stabilitas (Ks), adalah parameter stabilitas yang akan menentukan jenis gerakan osilasi. Dari buku Offshore Pipelines oleh Dr. Boyun Guo (2005), koefisien stabilitas dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini. .
.
.
Pers. 2‐54
dimana:
Me = Massa efektif pipa
ρsw = Massa jenis air laut
δ = Logarithmic decrement of structural damping (= 0,125)
Dari parameter‐parameter penentu jenis osilasi di atas, Tabel 2.7 di bawah ini akan menjelaskan kriteria osilasinya. Tabel 2.7 Kriteria Jenis Osilasi
Parameter Tipe Shedding Tipe Osilasi 1,0 < Vr < 3,5 Simetris In‐line Ks < 1,8 Vr > 2,2 Asimetris In‐line Ks < 16 Asimetris Cross‐flow
Panjang bentang bebas kritis dimana osilasi pada pipa terjadi untuk spesifikasi arus tertentu, didasarkan pada hubungan antara frekuensi natural dari bentang bebas tersebut dengan kecepatan tereduksi (reduced velocity). Panjang bentang bebas kritis untuk kondisi osilasi cross‐flow didasarkan pada persamaan berikut ini: _
.
. . .
.
Pers. 2‐55
Sementara itu, panjang bentang bebas kritis untuk kondisi osilasi in‐line didasarkan pada persamaan berikut ini: LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐41
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
.
_
.
.
Pers. 2‐56
Setelah melakukan perhitungan panjang bentang bebas kritis untuk kedua jenis osilasi, maka diambil nilai paling kecil dari kedua panjang bentang bebas kritis tersebut. Pada umumnya panjang bentang bebas kritis untuk kondisi in‐line lebih pendek bila dibandingkan dengan panjang bentang bebas kritis pada kondisi cross‐ flow. Tetapi dengan pertimbangan faktor ekonomi, pada pelaksanaan di lapangan mayoritas panjang bentang bebas kritis yang digunakan adalah panjang bentang bebas kritis untuk kondisi cross‐flow. 2.5.2 Bentang Bebas Kondisi Statik (Static Free Span Analysis) Perhitungan panjang maksimum bentang bebas pipa pada kondisi statik dilakukan dengan mengasumsikan kedua ujung pipa yang menggantung, bertumpu pada perletakan sederhana sehingga dapat dianalisis secara konservatif. Panjang maksimum dari bentang bebas pada kondisi statik dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini: .
. . .
Pers. 2‐57
dimana:
La = Allowable static free span length Ce = End restrained constant I
= Moment of inertia
σe = Equivalent stress
=
Dtot = Diameter total dari pipa W = Beban merata per satuan panjang
=
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐42
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Ws = Berat pipa terendam (submerged weight)
=
2.
FD = Gaya seret (drag force) FI = Gaya inersia (inertia force) Untuk konstanta perletakan ujung bentang (Ce), nilainya berbeda‐beda untuk setiap jenis perletakan. Pada Tabel 2.8 berikut ini, terdapat nilai Ce untuk setiap jenis perletakan. Tabel 2.8 Konstanta Perletakan Ujung Bentang Bebas Pada Analisis Statik Analisis Bentang Bebas Statik Jenis Perletakan Ujung Bentang Ce pinned ‐ pinned 8,0 fixed ‐ pinned 10,0 fixed ‐ fixed 12,0
Kekuatan pipa yang ditentukan berdasarkan equivalent stress (Von Mises) yang terdiri dari hoop stress dan bending stress yang terjadi, dihitung berdasarkan persamaaan dari standar kode API PR 1111 adalah: .
. , .
.
.
. .
Pers. 2‐58
dimana:
Ws = Submerged Weight L = Panjang maksimum bentang bebas Dtot = Diameter terluar pipa Ds = Diameter luar baja I
= Inersia
Po = Tekanan internal Pe = Tekanan eksternal ts = tebal pipa LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐43
BAB 2 DASAR TEORI DESAIN
Untuk mendapatkan panjang bentang bebas maksimum (L) untuk kondisi statik, maka perlu dilakukan iterasi dengan batasan‐batasan tertentu. Adapun batasan yang digunakan pada analisis bentang bebas kondisi statik adalah: • Longitudinal stress = 0,8 SMYS • Von Mises stress = 0,9 SMYS
LAPORAN TUGAS AKHIR DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT
2‐44