BAB 2 Teori Dasar 2.1
Konsep Dasar
2.1.1
Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan
magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan maka medan magnet terakumulasi di bagian tengah kawat yang melingkar tersebut dan arahnya tegak lurus bidang lingkaran. Bila gulungan kawat tersebut didekatkan pada sebuah medan magnetik luar lainnya yang homogen, maka gulungan kawat akan bergerak sampai arah dari medan magnet luar tersebut tegak lurus dengan bidang lingkaran, atau searah dengan medan magnet yang dihasilkan gulungan kawat tadi. Dengan demikian arus yang mengalir pada kawat tadi memiliki momen magnet. Cullity mendefinisikan momen magnet adalah momen kopel yang terjadi ketika sebuah magnet diletakkan tegak lurus pada medan magnet H homogen 1Oe (1Oe sama dengan 1 garis gaya/cm2).[1] Satuan dari momen magnet ini adalah emu.
Gambar 2.1 Momen Magnet [9] Pergerakkan elektron pada lintasannya, dan juga gerakan rotasi dari elektron tersebut sama dengan pergerakan arus pada kawat, sehingga elektron tersebut juga memiliki momen magnet. Momen magnet pada elektron berasal dari gerakkan orbital elektron mengelilingi inti atom disebut momen magnetik orbital, dan juga gerakan putar elektron pada sumbunya / rotasi, atau yang disebut momen magnetik spin. Jadi tiap elektron dalam atom dapat dianggap sebagai sebuah magnet yang memiliki momen magnetik orbital dan juga momen magnetik spin. Besarnya momen magnet
5
yang diakibatkan oleh spin elektron dan pergerakan elektron pada orbitnya adalah sama yaitu sebesar 1 bohr magneton. Momen magnet spin dan momen magnet orbital elektron – elektron yang terdapat pada atom bisa dijumlahkan secara vektor untuk menghasilkan momen magnet atom.
Gambar 2.2 Momen magnetik hasil gerakan orbital dan spin elektron [10] Dalam setiap atom, momen magnetik orbital dari beberapa pasangan elektron dapat saling menghilangkan, demikian juga dengan momen magnetik spin (momen dengan arah ke atas dapat menghilankan momen dengan arah ke bawah). Momen magnetik netto dari atom, merupakan jumlah dari momen magnetik masing-masing elektronnya, baik orbital maupun spin. Bagi atom dengan kulit dan subkulit elektron yang lengkap, maka seluruh momen magnetiknya, baik orbital maupun spin akan saling menghilangkan, sehingga bahan yang terdiri dari atom-atom yang demikian tidak dapat dimagnetisasi secara permanen. 2.1.2
Magnetisasi Magnetisasi dapat diartikan sebagai pengaruh medan magnet luar yang
dikenakan pada suatu material, atau sejauh apa material tersebut termagnetisasi sebagai akibat dari adanya medan magnet luar tersebut. Lambang magnetisasi adalah M, dan satuan dari Magnetisasi adalah emu/cm3. Besarnya magnetisasi adalah momen magnet per satuan volume. M = m/v
6
Magnetisasi maksimum atau magnetisasi jenuh (Ms) adalah besarnya magnetisasi yang terjadi setelah arah medan magnet dalam material tersebut telah sejajar dengan medan magnetik luar yang dikenakan pada material tersebut. 2.1.3
Induksi Magnetik Induksi magnetik dilambangkan dengan B, dan memiliki satuan Gauss.
Induksi magnetik menggambarkan kuat medan magnetik internal yang muncul akibat dari adanya medan magnetik luar. Medan magnet besarnya dinyatakan dengan garis gaya/cm2. Dengan adanya medan magnetik luar , maka muncul medan magnet sebesar H garis gaya/cm2, dan sebagai akibat dari adanya medan magnet luar tadi material akan termagnetisasi. Saat material sudah termagnetisasi akibat adanya medan magnetik luar tadi, pada material ada 4πM garis gaya/cm2 yang timbul. Oleh karena itu jumlah garis gaya induksi/cm2 yang terjadi, disebut dengan induksi magnetik (B). B = H + 4πM Demikian halnya dengan magnetisasi maksimum, maka induksi magnetik maksimum dicapai ketika arah induksi magnetik sejajar dengan kuat medan magnetik luar.
Gambar 2.3 Medan magnetik yang dihasilkan magnet batang [10] 7
2.1.4
Permeabilitas dan Suseptibilitas Permeabilitas dilambangkan dengan µ, adalah sifat dari media yang dilalui
oleh medan magnetik luar dimana induksi magnetik diukur. Permeabilitas merupakan besar perbandingan antara B terhadap H.
µ = B/H
Karena B = H + 4πM, maka B/H = 1 + 4π(M/H) Perbandingan antara M terhadap H disebut juga suseptibilitas (κ), sehingga besarnya permeabilitas menjadi :
µ = 1 + 4πκ
Harga-harga permeabilitas dan juga suseptibilitas ini dapat juga dipakai untuk mengkarakterisasi sifat magnet dari suatu material. Berdasarkan nilai µ dan κ , sifat magnet dari beberapa material dapat dikarakterisasi menjadi : 2.1.5
Domain Magnet, Saturasi, dan Hysteresis Semua bahan feromagnetik dan ferimagnetik pada temperatur di bawah
temperatur Curie, yaitu batas temperatur dimana material feromagnetik dan ferimagnetik akan berubah menjadi paramagnetik, terdiri dari daerah-daerah volume kecil dimana terdapat persamaan arah dari semua momen dwikutub magnetiknya. Daerah ini disebut domain yang masing-masing telah termagnetisasi hingga magnetisasi jenuhnya.
8
Gambar 2.4 Domain dan dinding domain [10] Umumnya untuk bahan polikristalin, setiap butirnya terdapat beberapa buah domain magnet, domain yang bersebelahan dipisahkan oleh dinding domain dimana arah dari momennya berubah secara bertahap. Setiap material memiliki banyak sekali domain, yang semuanya mungkin memiliki orientasi magnetisasi yang berbeda. Besarnya magnetisasi (M) untuk keseluruhan bagian dari material tersebut adalah jumlah vektor magnetisasi dari semua domain, dimana besarnya kontribusi tiap domain ditentukan oleh fraksi volumenya. Untuk bahan yang tidak dimagnetisasi, jumlah vektor magnetisasi dari semua domain adalah nol. Besarnya induksi magnetik (B) dan kuat Medan luar (H) tidak proporsional pada magnet fero dan magnet feri. Hal ini berbeda dengan bahan diamagnetik, paramagnetik, dan antiferomagnetik, yang nilai dari B dan H apabila diplot pada sebuah diagram akan membentuk garis linear, dan sifat magnetnya akan hilang apabila H dihilangkan. Jika suatu material feromagnetik ataupun ferimagnetik dalam keadaan tidak dimagnetisasi (B = 0) diberikan medan luar H, maka nilai B akan meningkat secara bervariasi, sebagai fungsi dari H. Nilai B akan menjadi konstan atau tidak menunjukkan peningkatan lagi walaupun nilai H ditingkatkan. Fenomena ini disebut dengan saturasi / jenuh, nilai induksi magnet saturasinya disebut Bs, dan nilai magnetisasi saturasinya disebut Ms. Permeabilitas yang tadi dibahas merupakan kemiringan atau gradien dari kurva B – H. Jika H yang kecil sudah bisa menghasilkan saturasi, maka material tersebut disebut soft magnet. Material lain, membutuhkan H yang sangat besar untuk mencapai saturasi. Material ini disebut hard magnet. Dari titik saturasi ini ketika medan magnetik H dikurangi dengan membalikkan arah medan, kurva tidak kembali melalui jalannya semula, akan tetapi 9
terjadi efek hysteresis, dimana laju penurunan B menjadi lebih lambat dari laju kenaikan B saat H dinaikkan, sehingga ketika nilai H = 0, masih terdapat medan B yang tersisa. Medan B yang tersisa ini disebut remanensi (Bs). Pada kondisi ini material tetap termagnetisasi walaupun tanpa adanya medan magnetik luar H. Untuk membuat nilai medan B menjadi nol, maka pemberian medan magnetik luar H dengan arah yang berbeda dilanjutkan. Pada saat nilai B = 0, nilai H yang didapat disebut dengan koersifitas (Hc). Bila pemberian medan H dilanjutkan, maka titik jenuh akan kembali dicapai. Pembalikan arah medan yang kedua kalinya dari titik jenuh di kuadran 3 ke titik jenuh semula di kuadran 1 akan membentuk hysteresis loop yang simetri, sehingga akan didapatkan lagi nilai remanensi dan koersifitas.
Gambar 2.5 Kurva hysteresis magnet [10]
Gambar 2.6 Kurva hysteresis hard magnet dan soft magnet [11]
10
Fungsi dari magnet permanen adalah menyediakan medan magnet luar. Magnet permanen yang ideal memiliki remanen magnet dan koersifitas yang besar. Energi per satuan volume yang tersimpan pada medan magnet luar yang dihasilkan magnet permanen haruslah besar, karena energi inilah yang digunakan untuk melakukan kerja. Kerapatan energi yang terdapat medan magnet luar tergantung dan sebanding dengan nilai maksimum dari perkalian BH di kuadran kedua kurva B vs H dan disebut dengan BHmax. Nilai BHmax adalah luas terbesar segi empat di kuadran dua kurva B-H.
Gambar2 .7 Area (BH)max [12]
2.2
Barium Ferit Barium ferit termasuk ke dalam kelompok ferit, yaitu oksida Fe dan logam
lainnya. Ferit merupakan senyawa ionik yang memiliki sifat ferimagnetik. Sifat ferimagnetik yang hampir sama dengan feromagnetik, hanya saja tingkat magnetisasi jenuhnya lebih rendah dari feromagnetik. Material yang memiliki sifat feromagnetik bukan merupakan senyawa, tetapi merupakan elemen murni. Sifat feromagnetik biasa dimiliki oleh logam transisi Fe, Co, Ni, dan beberapa logam tanah jarang seperti Gd. Ferimagnetik hanya ditemukan pada senyawa, pada material ferimagnetik momen magnetiknya berasal dari momen magnetik atom-atom atau ion-ion yang tidak saling menghilangkan secara sempurna. Momen magnetik yang saling menghilangkan ini terjadi akibat dari terbentuknya persejajaran anti paralel. Material ferrimagnetik
11
mengalami magnetisasi spontan pada temperatur kamar. Magnetisasi spontan ini akan hilang pada temperatur di atas temperatur Curie, dan menjadi paramagnetik. Ferit, merupakan senyawa ionik, dan sifat magnetnya adalah ferimagnetik. Seperti tadi dijelaskan sifat magnet pada ferimagnetik muncul dari momen magnetik atom-atomnya yang tidak menghilangkan secara sempurna. Sebagai contoh dari ferit diambil barium ferit. Dalam barium ferit, ion O2- dan Ba2+ jumlah momen magnetnya nol. Sedangkan ion Fe3+ memiliki momen magnet sebesar 5 µB. Namun, momen magnet dari ion – ion Fe3+ yang terdapat dalam molekul barium ferit tidak dapat dijumlahkan begitu saja karena arah dari momen magnet atom yang terletak pada site / kisi yang berbeda pada material ferrimagnetik adalah anti paralel. Akibat adanya susunan anti paralel ini, maka momen yang memiliki arah yang berlawanan akan saling menghilangkan. Akan tetapi tidak semua momen memiliki anti paralel yang dapat saling menghilangkan, sehingga muncul momen magnetik netto yang merupakan momen yang tidak saling menghilangkan. Momen magnetik netto inilah yang membuat material ferit memiliki magnetisasi permanen tanpa pengaruh medan luar H. 2.2.1
Karakteristik Barium Ferit Barium ferit banyak digunakan untuk pembuatan hard magnet / magnet
permanen. Bahan ini memiliki beberapa keunggulan yang membuatnya banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuat magnet. Barium ferit memiliki remanensi dan koersifitas yang cukup tinggi, walaupun tidak sebesar yang dimiliki oleh materialmaterial feromagnetik. Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, material permanen yang baik adalah magnet yang dapat menyediakan medan magnet yang besar untuk dapat diaplikasikan oleh penggunanya, atau dengan kata lain magnet permanen dapat menyediakan energi yang besar agar dapat digunakan untuk melakukan kerja. Tingkat energi per satuan volume dari magnet diusahakan besar, supaya magnet yang didapatkan dimensinya tidak terlalu besar akan tetapi dapat memberikan energi yang besar. Kerapatan energi yang didapatkan dari medan magnet luar tergantung dan sebanding dengan nilai maksimum dari perkalian BH di kuadran kedua kurva B vs H dan disebut dengan BHmax. Nilai BHmax adalah luas terbesar segi empat di kuadran dua kurva B-H. Barium ferit memiliki koersifitas yang cukup tinggi, hal ini dikarenakan struktur dari barium ferit. Struktur dari barium ferit diketahui panjang di arah c, yang 12
menyebabkan barium ferit mudah dimagnetisasi di arah c, sifat ini dikenal dengan sifat anisotropi kristalin. Nilai koersifitas ini juga dapat ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkan koersifitas adalah dengan cara membuat ukuran dari serbuk barium ferit berukuran nano sehingga akan dicapai keadaan dimana satu serbuk barium ferit hanya diisi oleh satu domain dengan satu arah. Keadaan ini disebut single domain particle.
Gambar 2.8 Mikrostuktur serbuk barium ferit menggunakan TEM [6] Partikel barium ferrite berbentuk pelat heksagonal yang pipih dengan arah c tegak lurus terhadap permukaan pelat. Partikel yang berbentuk pelat dapat menghasilkan shape anisotropy dan dapat menurunkan koersifitas dari barium ferrite karena anisotropi kristalinnya tegak lurus terhadap shape anisotropy. Ketika dikompaksi, partikel – partikel ini memiliki kecenderungan terorientasi, sehingga permukaan yang datar sejajar satu sama lain dan tegak lurus terhadap arah penekanan. 2.2.2
Struktur Kristal Barium Ferit Barium Ferit tergolong ke dalam heksagonal ferit, ferit terbagi menjadi dua
golongan, kubik (mempunyai rumus umum MO.Fe2O3, dengan M adalah ion logam bermuatan +2) dan heksagonal. Sel satuan barium ferit terdiri dari dua molekul barium ferit, dimana masing-masing molekul memiliki 32 atom, sehingga dalam satu sel satuan terdapat total 64 atom. Struktur sel satuan ini panjang di arah c, dengan c = 23,2 Å dan a = 5,88 Å. Ion Ba2+ dan O2- sama-sama besar, ukuran yang dimiliki oleh kedua ion ini hampir sama, dan keduanya bersifat non magnetik yang tersusun secara rapat . Sedangkan ion Fe3+ dengan ukuran yang lebih kecil mengisi dengan cara interstisi. Sel yang besar terdiri dari struktur HCP (hexagonal closed packed) dan FCC (face center cubic). Kedua struktur ini terdiri dari lapisan – lapisan atom yang 13
identik yang tersusun dengan urutan tertentu. Dalam setiap lapisan, atom terletak di sudut – sudut segitiga sama sisi. Jika urutan dari lapisan – lapisan tersebut adalah ABABAB….dan seterusnya, struktur yang dihasilkan adalah HCP, lalu jika urutan lapisan adalah ABCABC…., struktur yang terbentuk adalah FCC.
Gambar2 .9 Skema struktur kristal Barium Ferit [1] Dalam sel satuan barium ferit, terdapat sepuluh lapisan dari ion berukuran besar (Ba2+ atau O2-), dengan empat ion di setiap lapisan. Delapan dari lapisan tersebut terdiri dari oksigen, sedangkan dua lapisan lain masing – masing mengandung satu ion barium. Sepuluh lapisan tersebut terbagi menjadi empat blok, dua kubik dan dua heksagonal. Pada setiap blok heksagonal, ion barium menggantikan satu ion oksigen di tengah di bagian tengah tiga lapisan. Secara keseluruhan, sel satuan mempunyai bentuk heksagonal. Satu-satunya ion magnetik dalam barium ferit adalah ion Fe3+, masing masing mempunyai momen sebesar 5 µB. Ion – ion Fe3+ menempati tiga posisi tetrahedral, oktahedral, dan heksahedral. Momen yang dimiliki ion Fe3+ mempunyai arah tegak lurus terhadap lapisan oksigen. Dari 24 ion Fe3+ yang terdapat dalam satu sel satuan, 4 terletak di rongga tetrahedral, 18 di rongga oktahedral, dan 2 di rongga 14
heksahedral. 16 dari ion tersebut mempunyai spin ke satu arah, dan 8 yang lain memiliki arah yang berlawanan terhadap 16 ion tersebut. Momen magnet per sel satuan yang diprediksi adalah (16-8)5 = 40 µB atau 20 µB per molekul BaFe12O19.
2.3
Solgel Auto Combustion Method Metode ini merupakan salah satu metode pembuatan serbuk berukuran nano
yang digunakan untuk membuat serbuk barium ferit. Teknik sol gel auto combustion adalah teknik baru yang efisien dan hanya membutuhkan waktu singkat untuk membuat serbuk yang sangat halus. Teknik ini melibatkan pembentukan gel dan pembakaran untuk menghasilkan serbuk. Salah satu metode solgel yang banyak dipelajari adalah yang menggunakan metal alkoksida sebagai precursor atau bahan dasar pembuatannya. Akan tetapi pada penelitian ini bahan baku yang akan digunakan sebagai precursor adalah garam logam yang juga mengandung oksidan yang berguna untuk membantu proses pembakaran gel, contohnya adalah nitrat logam. Selain itu pada metode solgel auto combustion ini juga digunakan bahan bakar, sebagai bahan utama untuk melakukan proses auto combustion atau pembakaran. Pada penelitian ini bahan bakar yang akan digunakan adalah asam sitrat. Asam sitrat banyak digunakan sebagai bahan bakar juga berfungsi sebagai pengikat ion-ion logam yang tercampur. Ligan pada asam sitrat bisa membentuk kompleks dengan kation logam. Pembentukan kompleks antara ligan dari asam sitrat dan ion logam yang terlarut dapat mencegah terjadinya pengkristalan kembali garam logam. Selain itu terbentuknya ikatan in juga dapat membuat pencampuran bahan dapat berlangsung sempurna, atau tidaj terjadi segregasi bahan baku yang ada, karena hal ini dapat memberikan akibat yang kurang baik pada hasil akhir serbuk yang ingin didapatkan. Proses yang umum pada sol gel auto combustion method diawali dengan melarutkan garam logam pada deionized water untuk menyiapkan larutan dengan rasio ion logam sesuai dengan produk target. Asam sitrat dilarutkan dengan pelarut yang sama lalu ditambahkan pada larutan garam logam. Ammonia ditambahkan untuk menyesuaikan pH menjadi 7. Larutan yang terbentuk kemudian dipanaskan untuk menguapkan pelarut, larutan berubah menjadi gel kental. Gel dipanaskan lebih lanjut diikuti dengan mengembangnya gel menjadi gelembung dengan volume yang jauh lebih besar dan pembakaran sendiri yang menghasilkan pelepasan gas dalam jumlah banyak. Proses pembakaran ini berlangsung dengan sendirinya, hanya diberikan pemanasan, atau biasa disebut dengan auto combustion. Jenis pembakaran yang 15
terjadi (dengan nyala api dan tanpa nyala api) sangat berpengaruh terhadap ukuran serbuk yang terbentuk. Pembakaran ini menghasilkan abu halus yang mengandung produk oksida. Gas yang dikeluarkan saat pembakaran mencegah terjadinya segregasi serbuk yang terbentuk. Karakteristik serbuk yang terbentuk tergantung dari reaksi eksoterm oksidan dan bahan bakar. Reaksi eksoterm ini dipengaruhi oleh sifat dari bahan bakar yang digunakan dan rasio antara bahan bakar dengan oksidan. Serbuk yang terbentuk kemudian dikalsinasi untuk membentuk fasa BaFe12O19. Banyak usaha telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter sintesis terhadap karakteristik serbuk yang terbentuk. Bahadur dkk,[5]
dalam
penelitian yang dilakukannya membuat serbuk barium ferrite dengan tiga rasio rasio kation logam – asam sitrat yaitu rasio 1:1, rasio 1:2, dan rasio 1:3. Rasio yang menghasilkan serbuk dengan sifat magnet paling baik adalah rasio 1:2. Sifat magnet yang tinggi pada sampel rasio 1:2 disebabkan oleh asam sitrat yang berfungsi sebagai agen pengikat yang membentuk ikatan kompleks dengan Fe3+ dan Ba2+ sehingga ion Fe3+ dan Ba2+ terdistribusi lebih merata dalam larutan. Saat dipanaskan, Fe3+ dan Ba2+ yang terdistribusi merata, akan lebih mudah membentuk BaFe12O19. Pada sampel dengan rasio 1:3 sifat magnet yang dimilikinya turun karena rasio bahan bakar melebihi batas optimum dan hal ini ternyata mempengaruhi reaksi eksoterm dari bahan-bahan yang telah dicampurkan, sehingga mendorong terjadinya reaksi pembentukan fasa α-Fe2O3. Jianxun Qiu[7], dari penelitian yang telah dilakukannya menyimpulkan bahwa reaksi yang terjadi ketika proses kalsinasi serbuk hasil pengeringan gel adalah: Fe2O3 +BaCO3→ BaFe2O4 +CO2 Hasil reaksi pengeringan gel
BaFe2O4 +5Fe2O3 → BaFe12O19 Hasil yang ingin didapat
16
Solgel Auto Combustion
BaCO3 & Fe2O3 sintesa
Ba-nitrat
kalsinasi
Fe-nitrat + fuel + oksidan
BaFe12O19
Auto-combustion
- fasa tunggal - butiran kecil
Gambar 2.10 Gambar skema proses solgel auto combustion method dengan garam logam sebagai precursornya
17