BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI 2.1 PERKERASAN LENTUR Secara umum konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan pada tanah dasar. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Konstruksi perkerasan terdiri dari empat lapisan seperti yang terlihat pada gambar 2.1. lapisan permukaan (surface) lapisan pondasi atas (base) lapisan pondasi bawah (subbase) lapisan dasar (subgrade) Gambar 2.1 Lapisan-lapisan Konstruksi Perkerasan
1).
Lapisan permukaan (surface course) Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas dan
berfungsi sebagai : - lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan. - lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya. - lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. - lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah. 2).
Lapisan pondasi atas (base course) Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis
permukaan dinamakan lapis pondasi atas yang fungsinya antara lain sebagai : - Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
6
7
- Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. - Bantalan terhadap lapisan permukaan. 3).
Lapisan pondasi bawah (subbase course) Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar
dinamakan lapis pondasi bawah, yang berfungsi sebagai : - Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar - Effisiensi penggunaan material. - Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal. - Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi. - Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. - Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas. 4).
Lapisan tanah dasar (subgrade) Lapisan tanah setebal 50-100 cm diatas mana akan diletakkan lapisan
pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas : - Lapisan tanah dasar, tanah galian - Lapisan tanah dasar, tanah timbunan - Lapisan tanah dasar, tanah asli Perkerasan lentur memiliki karakteristik: - Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyamanan bagi pengguna jalan. - Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal. - Seluruh lapisan ikut menanggung beban. - Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar (subgrade). - Usia rencana maksimum 20 tahun.
8
- Selama usia rencana diperlukan pemeliharaan secara berkala. Perencanaan tebal Perkerasan Lentur umumnya dapat dibedakan atas 2 metode, yaitu : 1). Metode empiris, metode ini dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada. Terdapat banyak metode empiris yang telah dikembangkan oleh berbagai negara, seperti : - Metode AASHTO oleh Amerika Serikat. - Metode Bina Marga oleh Indonesia, yang merupakan modifikasi dari metode AASHTO 1972 revisi 1983. Modifikasi ini dilakukan untuk penyesuaian dengan kondisi alam, lingkungan, sifat tanah dasar, dan jenis lapisan perkerasan yang umum dipergunakan di Indonesia. Metode ini juga disebut dengan Metode Analisa Komponen. 2). Metode teoritis, metode yang dikembangkan berdasarkan teori matematika dari sifat tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan akibat beban berulang dari lalu lintas. Perencanaan konstruksi lapisan perkerasan lentur jalan yang akan digunakan dalam program bantu ini, yaitu perkerasan lentur untuk jalan baru dengan Metode Analisa Komponen. Rumus umum dalam Metode Analisa Komponen adalah: 1 Gt ITP DDT ......... logWt18 9.36 log 1 0.20 log 0.372 3 FR 2.54 1.175 1094 0.40 5.19 ITP 1 2.54
..........Rumus 2.1 dimana: Wt18 =
beban lalin selama UR atas dasar beban 18 kips yang diperhitungkan terhadap faktor regional
Gt
=
DDT =
IPo IPt log ........................................................Rumus 2.2 IPo 1.5 daya dukung tanah dasar yang merupakan korelasi CBR
9
FR
=
faktor regional (0.5-4)
2.1.1 LALU-LINTAS RENCANA UNTUK PERKERASAN LENTUR
1).
Persentase Kendaraan pada Lajur Rencana Jalur Rencana merupakan jalur lalu-lintas dari suatu ruas jalan raya yang
terdiri dari satu jalur atau lebih. Tabel 2.1 Tabel Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Lebar Lajur (m)
5.50 8.25 11.25 15.00 18.75
L<
5.50 8.25 11.25 15.00 18.75 22.00
Jumlah Lajur
Kendaraan Ringan (<5 ton) Kendaraan Berat (>5 ton) 1 arah
1 2 3 4 5 6
1.000 0.600 0.400
2 arah 0.500 0.400 0.300 0.250 0.200
1 arah 1.000 0.700 0.500
2 arah 0.500 0.475 0.450 0.425 0.400
*) Sumber :Bina Marga (1983)
2).
Angka Ekivalen Kendaraan Angka ekivalen (E) masing-masing golongan sumbu: 4
P E tunggal = …………...……………………………………Rumus 2.3 8.16 4
P E tandem = 0.086 ………………………………………...Rumus 2.4 8.16 3). Perhitungan Lalu-lintas - Lintas Ekivalen Permulaan (LEP): n
LEP LHR j C j E j …………………………………………………Rumus 2.5 j 1
- Lintas Ekivalen Akhir (LEA):
LEA LEP1 i ………..........................…………………………………Rumus 2.6 UR
10
- Lintas Ekivalen Rencana (LER): LET 1
2
LEP LEA ....................................................................Rumus 2.7
LER LEP FP ............................................................................................. Rumus 2.8 dimana : LET
=
Lintas Ekivalen Tengah
LEP
=
Lintas Ekivalen Permulaan
LEA
=
Lintas Ekivalen Akhir
FP
=
Faktor Penyesuaian (FP) = UR/10
UR
=
Umur Rencana
Tabel 2.2 Distribusi Beban Sumbu dari Berbagai Jenis Kendaraan
11
2.1.2 DAYA DUKUNG TANAH DASAR
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Daya dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau Plate Bearing Test, DCP, dll. Korelasi daya dukung tanah dasar (DDT) dengan CBR subgrade menggunakan grafik pada gambar 2.2 CBR skala log DDT skala linear
Gambar 2.2 Grafik Korelasi CBR dan DDT
2.1.3 FAKTOR REGIONAL
Faktor regional (FR) adalah factor korelasi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. FR ini dipengaruhi oleh bentuk alinemen, kendaraan berat dan yang berhenti, serta iklim. Menurut Bina Marga FR merupakan faktor pengaruh dari curah hujan
12
Tabel 2.3 Faktor Regional Kelandaian I (<6%) % kendaraan berat ≤ 30 % > 30 %
Curah Hujan Iklim I <900mm/th Iklim II ≥900mm/th catatan:
Kelandaian II (6-10%) % kendaraan berat ≤ 30 % > 30 %
Kelandaian III (>10%) % kendaraan berat ≤ 30 % > 30 %
0.5
1.0 – 1.5
1.0
1.5 – 2.0
1.5
2.0 – 2.5
1.5
2.0 – 2.5
2.0
2.5 – 3.0
2.5
3.0 – 3.5
pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (R=30m) FR ditambah dengan 0.5. Pada daerah rawa FR ditambah 1.0.
2.1.4 INDEKS PERMUKAAN
Ciri khas dalam metode ini adalah dipergunakannya indeks permukaan (IP) sebagai ukuran dasar dalam menentukan nilai perkerasan ditinjau dari kepentingan lalu lintas. Indeks permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah: IPt = 1.0
jalan rusak berat
Ipt = 1.5
jalan dengan tingkat pelayanan rendah (jalan tidak terputus)
Ipt = 2.0
jalan dengan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap
Ipt = 2.5
jalan dengan kondisi permukaan masih cukup baik
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IP), perlu dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER), menurut Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt) LER = Lintas Ekivalen
Klasifikasi Jalan Lokal
Kolektor
Arteri
Tol
< 10
1.0 – 1.5
1.5
1.5 – 2.0
-
10 – 100
1.5
1.5 – 2.0
2.0
-
Rencana *)
13
100 – 1000
1.5 – 2.0
2.0
2.0 – 2.5
-
> 1000
-
2.0 – 2.5
2.5
2.5
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8.16 ton beban sumbu tunggal Catatan : Pada proyek penunjang jalan, JAPAT/jalan murah, atau jalan darurat maka IP=1 maka IP dapat diambil 1.0
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo), perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana, menurut Tabel 2.5. Tabel 2.5 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo) Jenis Lapis Perkerasan
Ipo
Roughness [mm/km]
4
1000
3,9 – 3,5
> 1000
3,9 – 3,5
2000
3,4 – 3,0
> 2000
3,9 – 3,5
2000
3,4 – 3,0
> 2000
BURDA
3,9 – 3,5
< 2000
BURTU
3,4 – 3,0
< 2000
3,4 – 3,0
3000
2,9 – 2,5
> 3000
LATASBUM
2,9 – 2,5
–
BURAS
2,9 – 2,5
–
LATASIR
2,9 – 2,5
–
JALAN TANAH
2,4
–
JALAN KERIKIL
2,4
–
LASTON
LASBUTAG
HRA
LAPEN
2.1.5 INDEKS TEBAL PERKERASAN
Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dinyatakan dalam rumus : ITP a1 D1 a 2 D2 a3 D3 ............................................................Rumus 2.9 a 1, a 2, a 3 D 1, D 2, D 3
= =
Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
14
Tabel 2.6 Tebal Minimum Lapisan Perkerasan
ITP
Tebal Minimum
Bahan
(cm)
1. Lapis Permukaan : < 3,00
5
Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)
3,00 – 6,70
5
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston.
6,71 – 7,49
7,5
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston.
7,50 – 9,99
7,5
Lasbutag, Laston.
³ 10,00
10
Laston.
2. Lapis Pondasi Atas : < 3,00
15
3,00 – 7,49
20*) 10
7,50 – 9,99
20 15
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. Laston Atas. Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi Macadam. Laston Atas. Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
10 – 12,14
20
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi Macadam, Lapen, Laston Atas. Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
>12,25
25
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi Macadam, Lapen, Laston Atas.
3. Lapis Pondasi Bawah : Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi baw ah, tebal minimum adalah 10 cm
15
Tabel 2.7 Koefisien Kekuatan Relatif
Kekuatan a1 A2 0,40 – 0,35 – 0,32 – 0,30 – 0,35 – 0,31 – 0,28 – 0,26 – 0,30 – 0,26 – 0,25 – 0,20 –
Kekuatan Bahan
a3 MS (kg) Kt (kg/cm) CBR (%) – 744 – – – 590 – – – 454 – – – 340 – – – 744 – – – 590 – – – 454 – – – 340 – – – 340 – – – 340 – – – – – – – – – –
– – – – – – – – – – – –
0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,13 0,12
– – – – – – – – – – – –
590 454 340 – – – – – – – – –
– – – – –
22 18 – – –
– – – – – – – – – 100 80 60
– – – –
– – – –
0,13 0,12 0,11 0,10
– – – –
– – – –
70 50 30 20
Jenis Bahan
Laston
Lasbutag
HRA Aspal Macadam Lapen (mekanis) Lapen (manual) Laston Atas Lapen (mekanis) Lapen (manual) Stab. tanah dengan semen Stab. tanah dengan kapur Batu Pecah (kelas A) Batu Pecah (kelas B) Batu Pecah (kelas C) Sirtu/pitrun (kelas A) Sirtu/pitrun (kelas B) Sirtu/pitrun (kelas C) Tanah/lempung kepasiran
16
2.2 PERKERASAN KAKU
Perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan beton semen sebagai bahan utama. Pada prisnipnya perkerasan ini memakai lapisan paling atas, yaitu beton, sebagai penerima beban dari lalu lintas di atasnya. Pada umumnya perkerasan kaku menggunakan tulangan untuk menghubungkan antara pelat beton yang satu dengan pelat beton di sekitarnya. Selain berfungsi sebagai bidang kontak dan penyebar beban dari lalu lintas di atasnya, beton pada perkerasan kaku juga berfungsi sebagai penerima atau pemikul beban dari lalu lintas di atasnya. Pada umumnya susunan lapisan perkerasan kaku seperti pada gambar 2.3. Plat beton (concrete slab) Lapisan pondasi pondasi bawah Lapisan tanah dasar
Gambar 2.3 Susunan Lapisan Perkerasan Kaku
Dalam program bantu ini untuk perencanaan perkerasan kaku, digunakan Metode Bina Marga. Metode ini didasarkan atas perencanaan yang dikembangkan oleh NAASRA (National Association of Australian State Road Authorities). Metode perencanaan yang diambil untuk menentukan tebal lapisan perkerasan didasarkan pada perkiraan sebagai berikut: -
Kekuatan lapisan tanah dasar yang dinamakan nilai CBR atau Modulus Reaksi Tanah Dasar (k).
-
Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan.
-
Prediksi volume dan komposisi lalu-lintas selama usia rencana.
-
Ketebalan dan kondisi lapisan pondasi bawah yang diperlukan untuk menopang konstruksi, lalu-lintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam di bawah dasar beton.
17
2.2.1 KEKUATAN LAPISAN TANAH DASAR
Untuk perencanaan tebal perkerasan kaku, daya dukung tanah dasar diperoleh dengan nilai CBR, seperti halnya pada perencanaan perkerasan lentur, meskipun pada umumnya dilakukan dengan menggunakan nilai (k) yaitu modulus reaksi tanah dasar. Nilai k, dapat diperoleh dengan pengujian “Plate Bearing”. Jika nilai k pada perencanaan belum dapat diukur, maka dapat digunakan nilai k hasil korelasi dengan nilai CBR, akan tetapi nilai korelasi ini harus diuji kembali di lapangan jika permukaan tanah dasar sudah disiapkan. Untuk menentukan Modulus Reaksi Tanah Dasar (k) Rencana yang mewakili suatu seksi jalan, dipergunakan rumus sebagai berikut: kº = k – 2 S (u/ jalan tol) kº = k – 1.64 S (u/ jalan arteri) kº = k – 1.28 S (u/ jalan kolektor/lokal) dimana: kº = modulus reaksi tanah dasar yang mewakili segmen k = modulus reaksi tanah dasar rata-rata n k 2 k
2
S = standar deviasi = n = jumlah data
nn 1
...................................... Rumus 2.10
18
Gambar 2.4 Korelasi Hubungan antara Nilai (k) dan CBR
2.2.2 SAMBUNGAN
Perencanaan sambungan pada perkerasan kaku, merupakan bagian yang harus dilakukan pada perencanaan, begitu juga dengan perencanaan perkerasan beton tanpa tulangan. 1).
Dowel Dowel berupa batang baja tulangan polos maupun profil, yang digunakan
sebagai sarana penyambung pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan jalan. Tabel 2.8 Ukuran Dowel Bar Tebal
Diameter
Panjang
Jarak Spacing
Pelat
Dowel Bar
Dowel Bar
antar Dowel Bar
(cm)
(mm)
(mm)
(cm)
12,5
16
300
30
15,0
19
350
30
17,5
22
350
30
20,0
25
350
30
22,5
29
400
30
25,0
32
450
30
Sumber: (Portland Cement Association, PCA, 1975)
19
CATATAN : Dowel Bar pada sambungan melintang boleh tidak digunakan apabila jalan tidak dilewati truk 2).
Batang pengikat (Tie bar) Adalah potongan baja yang diprofilkan yang dipasang pada sambungan
lidah-alur dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak horisontal. Batang pengikat dipasang pada sambunga memanjang. Tabel 2.9 Ukuran Tie Bar Tebal
Diameter
Panjang
Jarak Spacing
Pelat
Tie Bar
Tie Bar
antar Tie Bar
(cm)
(mm)
(mm)
(cm)
12,5
12
600
75
15,0
12
600
75
17,5
12
600
75
20,0
12
600
75
22,5
12
750
90
25,0
16
750
90
Sumber: (Portland Cement Association, PCA, 1975)
2.2.3 KEKUATAN BETON (MODULUS KERUNTUHAN LENTUR = FR)
Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara basah. Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan pondasi bawah pada perkerasan lentur dan kaku, dan sebagai lapisan pondasi atas pada perkerasan kaku. Perkerasan kaku dapat didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai alas/dasar atau landasan beton semen. Prinsip parameter perencanaan untuk perencanaan beton didasarkan pada kuat lentur 90 hari. Kuat lentur rencana beton 90 hari dianggap estimasi paling baik digunakan untuk menentukan tebal perkerasan. Kuat tekan karakteristik beton pada usia 28 hari untuk perkerasan jalan dengan beton bertulang harus tidak kurang dari 30 Mpa.
20
Besarnya Modulus Keruntuhan Lentur Beton (f r ), yaitu: -
f ct 0.556 f ' c ........................................................................................Rumus 2.11
-
f r 1.115 f ct ......................................................................................... Rumus 2.12
-
f r 0.62 f ' c .......................................................................................... Rumus 2.13
dimana: - f ’c = kuat tekan karakteristik beton usia 28 hari (MPa) - fct = kuat tarik (MPa) 2.2.4 LALU-LINTAS RENCANA UNTUK PERKERASAN KAKU
Metode penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perencanaan perkerasan tebal perkerasan kaku dilakukan dengan cara mengakumulasikan jumlah beban sumbu (dalam rencana lajur selama usia rencan) untuk masing-masing jenis kelompok sumbu, termasuk distribusi beban ini. Umur rencana untuk perkerasan kaku: 20-40 th. Tahapan perhitungan yang dilakukan adalah: 1). Menentukan Karakteristik Kendaraan a). Jenis kendaraan yang diperhitungkan hanya kendaraan niaga dengan berat total minimum 5 ton. b). Konfigurasi sumbu yang diperhitungkan ada 3 macam, yaitu: -
Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)
-
Sumbu tunggal roda ganda (STRG)
-
Sumbu tandem/ganda roda ganda (SGRG)
2). Tata cara Perhitungan Lalu Lintas Rencana a). Hitung volume lalu lintas (LHR) yang diperkirakan pada akhir umur rencana, sesuaikan dengan kapasitas jalan.
21
b). Untuk masing-masing jenis kelompok sumbu kendaraan niaga, diestimasi angka LHR awal dari kelompok sumbu dengan beban masing-masing kelipatan 0,5 ton (5-5,5 ton), (5,5-6 ton), (6-6,5 ton) dst. c). Mengubah beban trisumbu ke beban sumbu tandem didasarkan bahwa trisumbu setara dengan dua sumbu tandem. d). Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama usia rencana. JSKN 365 JSKNH R ......................................................... Rumus 2.14
dimana: JSKN
= jumlah sumbu kendaraan niaga
JSKNH
= jumlah sumbu kendaraan niaga harian pada saat tahun ke 0
R
= faktor pertumbuhan lalu lintas berdasarkan pertumbuhan lalu lintas tahunan (i) dan umur rencana (n)
untuk i 0 ; n 1 i 1 R e ....................................................................... Rumus 2.15 log1 i
untuk i 0, jika setelah m tahun pertumbuhan lalu lintas tidak terjadi lagi m 1 i 1 R e log1 i
n m 1 i
m 1
................................................. Rumus 2.16
untuk i' 0, jika setelah n tahun pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan sebelumnya (i' / tahun) m m nm 1 i 1 1 i 1 i ' 1 R e ........................................... Rumus 2.17 e log1 i log1 i '
e). Menghitung persentase masing-masing kombinasi konfigurasi beban sumbu terhadapo jumlah sumbu kendaraan niaga harian. f). Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi beban sumbu pada lajur rencana dengan perumusan:
22
JSKN %kombinasi terhadapJSKNH Cd .............................. Rumus 2.18 Dimana: C d = koefisien distribusi (lihat Tabel.8.) Tabel 2.10 Koefisien Distribusi Kendaraan Niaga pada Lajur Rencana
Jumlah Lajur
Kendaraan Niaga 1 arah 2 arah
1 lajur
1.00
1.00
2 lajur
0.70
0.50
3 lajur
0.50
0.48
4 lajur
0.45
5 lajur
0.43
6 lajur
0.40
Pedoman perencanaan tebal perkerasan menggunakan metode NAASRA pavement design yang memperhitungkan akumulasi jumlah beban sumbu (dalam rencana lajur selama umur rencana) untuk masing-masing jenis kelompok sumbu, termasuk distribusi beban. Tabel 2.11 Faktor Keamanan
Peranan Jalan
Faktor Keamanan
Jalan Tol
1.2
Jalan Arteri
1.1
Jalan Kolektor/Lokal
1.0
2.2.5 TATA CARA PERENCANAAN KETEBALAN
Kebutuhan tebal perkerasan ditentukan dari jumlah kendaraan niaga selama umur rencana. Perencanaan tebal pelat didasarkan pada total fatigue mendekati atau sama dengan 100 %. Tahapan perencanaan adalah sebagai berikut: 1). Pilih tebal pelat tertentu 2). Kombinasi konfigurasi dan beban sumbu serta harga k tertentu.
23
3). Persentase fatigue untuk tiap kombinasi ditentukan dengan membagi jumlah pengulangan beban rencana dengan jumlah pengulangan beban ijin. 4). Cari total fatigue dengan menjumlhkan persentase fatigue dari seluruh kombinasi konfigurasi/beban sumbu. 5). Mengulangi langkah-langkah diatas sampai didapat tebal plat terkecil dengan total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100 %. Tabel 2.12 Perbandingan Tegangan dan Jumlah Pengulangan Beban Ijin Perbandingan
Jumlah Pengulangan
Perbandingan
Jumlah
Tegangan
Beban Ijin
Tegangan
Pengulangan Beban Ijin
0.51
400000
0.69
2500
0.52
300000
0.70
2000
0.53
240000
0.71
1500
0.54
180000
0.72
1100
0.55
130000
0.73
850
0.56
100000
0.74
650
0.57
75000
0.75
490
0.58
57000
0.76
360
0.59
42000
0.77
270
0.60
32000
0.78
210
0.61
24000
0.79
160
0.62
18000
0.80
120
0.63
14000
0.81
90
0.64
11000
0.82
70
0.65
8000
0.83
50
0.66
6000
0.84
40
0.67
4500
0.85
30
0.68
3500
24
Gambar 2.5 Nomogram STRT
Gambar 2.6 Nomogram STRG
25
Gambar 2.7 Nomogram SGRG
2.3 BAHASA PEMROGRAMAN BORLAND DELPHI 7
Bahasa pemograman Borland Delphi 7 merupakan program yang telah menyediakan banyak komponen – komponen termasuk tabel dan grafik, sehingga memudahkan bagi penggunanya untuk menggunakan komponen – komponen tersebut dalam programnya. Ide munculnya Delphi sebenarnya berasal dari bahasa pemograman yang cukup terkenal, yaitu Pascal. Bahasa Pascal sendiri telah diciptakan pada tahun 1971 oleh ilmuwan dari Swiss, yaitu Niklaus Wirth. Nama Pascal diambil dari ahli matematika dan filsafat dari Perancis, yaitu Blaise Pascal (1623 – 1662). Pada program Delphi, tampilan pada saat pertama kali dijalankan disebut IDE (Integrated Development Environtment). IDE milik Delphi dibagi menjadi enam bagian utama, yaitu Menu, Speed Bar, Component Palette, Form Designer, Code Editor, Object TreeView, dan Object Inspector. Lihat Gambar 2.7. untuk lebih jelasnya.
26
Menu
Component
Speed Bar Code Editor
Object TreeView
Form Designer Object Inspector
Gambar 2.8 Bagian-bagian IDE Delphi
1).
Menu pada Delphi Menu pada Delphi memiliki kegunaan seperti menu pada aplikasi windows
lainnya. Dari menu ini, pengguna bisa memanggil atau menyimpan program, menjalankan dan melacak bug program, dan sebagainya. Singkatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan IDE Delphi, dapat di lakukan dari menu. 2).
Speed Bar Speed Bar atau sering juga disebut toolbar barisi kumpulan tombol yang
tidak lain adalah pengganti beberapa item menu yang sering digunakan. Dengan kata lain, setiap tombol pada Speed Bar menggantikan salah satu item menu. Sebagai contoh, tombol kiri atas adalah pengganti menu File New, tombol di sebelah kanannya adalah pengganti menu File Open.
Gambar 2.9 Speed Bar pada IDE Delphi
27
3).
Component Palette Component Palette berisi kumpulan icon yang melambangkan komponen –
komponen pada VCL (Visual Component Library). VCL merupakan pustaka komponen yang dengannya pengguna dapat membangun aplikasi.
Gambar 2.10 Component Palette pada IDE Delphi
4).
Form Designer Sesuai dengan namanya, Form Designer merupakan tempat dimana
pengguna dapat merancang jendela dari aplikasi Windows pengguna. Perancangan form dilakukan dengan meletakkan komponen – komponen yang diambil dari Component Palette. 5).
Code Editor Code Editor adalah tempat dimana pengguna menuliskan program. Disini
pengguna meletakkan pernyataan – pernyataan dalam bahasa Object Pascal. Pemrogram Borland Pascal pasti tidak asing lagi dengan Code Editor karena sangat serupa dengan editor milik Borland Pascal. 6).
Object Inspector Object Inspector digunakan untuk mengubah karakterisitik sebuah
komponen. Pada Object Inspector, terlihat dua Tab, yaitu Properties dan Events. Pengguna dapat mengaktifkan salah satu tab ini dengan mengklik teks Properties atau Events. Tab Properties digunakan untuk mengubah properti komponen. Properti tanda (+) menunjukkan bahwa properti tersebut mempunyai sub properti. Klik pada tanda (+) untuk membuka sub properti. Tab Events merupakan bagian yang dapat diisi dengan kode program tertentu yang berfungsi untuk menangani event-event yang dapat direspon oleh sebuah komponen. Contoh, jika ingin suatu kejadian akan dikerjakan pada suatu komponen, maka kode program dapat dituliskan pada bagian OnClick.
28
Gambar 2.11 Object Inspector pada IDE Delphi
Pada tab Properties, pengguna dapat mengubah properti dari komponent. Secara mudah, properti dapat dijelaskan sebagai data yang menentukan karakterisitk komponen. Pada tab Events, pengguna dapat menyisipkan kode untuk menangani kejadian tertentu. Kejadian bisa dibangkitkan karena beberapa hal, seperti pengklikan Mouse, penekanan tombol keyboard, penutupan jendela, dan sebagainya.