3
BAB 2 BEDAH ORTOGNATI PADA MAKSILA
2.1 Definisi Bedah ortognatik adalah tindakan pembedahan pada kelainan yang terjadi pada maksila, mandibula atau keduanya. Kelainan ini dapat terjadi kongenital dan akan terlihat jelas ketika masa tumbuh kembang ataupun juga akibat trauma.7 Istilah ortognatik berasal dari bahasa Yunani, ortho yang berarti meluruskan, dan gnathia, yang berarti rahang. Bedah orthognatik oleh karenanya bermakna meluruskan rahang.4,7,8 Deformitas maksila dapat di klasifikasikan antara lain:8 1. Protrusif maksila, yaitu pertumbuhan yang berlebih dalam arah horisontal dalam molar, kadang-kadang disertai dengan protrusi mandibula (protrusi bimax). 2. Defisiensi antero posterior (AP) maksila, yaitu pertumbuhan maksila yang tidak adekuat terjadi dalam arah anterior. Keadaan ini dikenal juga sebagai kelas III Angle. 3. Kelebihan pertumbuhan maksila vertikal, yaitu pertumbuhan berlebih pada bagian alveolus maksila dalam arah inferior, dalam hal ini terlihat gambaran klinis gigi dan gingival yang berlebihan, ketidakmampuan bibir menutup tanpa ketegangan pada otot mentalis. 4. Defisiensi
maksila
vertikal,
yaitu
ditemukan
keadaan
edentulous
yang
menunjukkan tidak ada gigi, gigitan dalam pada mandibula dengan ujung dagu yang menonjol, wajah bagian bawah yang pendek.
4
5. Defisiensi maksila transversal, yaitu deformasi skeletal dengan etiologi: kongenital,
pertumbuhan,
traumatik,
dan
iatrogenik,
misalnya
etiologi
pertumbuhan – kebiasaan menghisap ibu jari, dan iatrogenik – pertumbuhan yang terbatas yang disebabkan oleh pembentukan jaringan parut palatal. 6. Celah Alveolar, konstriksi maksila dalam dimensi transversal AP, yaitu didapati deformitas mandibula yang meliputi: kelebihan dalam arah AP mandibula (hyperplasia), defisiensi AP mandibula (hypoplasia), dan asimetri AP mandibula (pergeseran garis tengah mandibula secara klinis). Gabungan deformitas maksila – mandibula, meliputi:8 1. Sindrom Wajah Pendek. Brachifacial – defisiensi pertumbuhan wajah bagian bawah, dalam hal dimensi vertikal, kelas II dataran mandibula yang rendah dengan defisiensi AP mandibula, kadang-kadang dengan defisiensi maksila vertikal. 2. Sindrom Wajah Panjang. Dolicofacial – tinggi wajah bagian bawah berlebih, sudut oklusal dan dataran mandibula meningkat, sering kombinasi dengan kelebihan maksila vertikal dengan hipoplasia mandibular. 3. Apertognatia. Sering terjadi dengan sindrom wajah Panjang – Asimetri wajah bagian bawah. Sedangkan deformitas dagu, terdiri dari Makrogenia yaitu dagu kelihatan memanjang dan Mikrogenia yaitu dagu kelihatan pendek atau kurang berkembang.
5
2.2 Indikasi dan Kontraindikasi bedah ortognatik Pembedahan pada tulang maksila terdiri atas 2 jenis pembedahan, yaitu osteotomi segmental yaitu pembedahan tulang maksila hanya pada segemen-segmen tertentu dan osteotomi total maksila yaitu pembedahan tulang maksila seluruhnya. Osteotomi segmental maksila terbagi atas Osteotomi satu gigi, Kortikotomi, Osteotomi segmen anterior maksila, dan Osteotomi subapikal posterior maksila (Kufner, Schuchardt, dan Perko dan Bell). Osteotomi segmen anterior maksila terbagi lagi antara lain: Teknik Wassmund, Teknik Wunderer, Osteotomi anterior maksila Epker, dan Teknik Cupar.
Sedangkan Osteotomi total maksila terbagi menjadi
Osteotomi Lefort I, Osteotomi Lefort II dan Osteotomi Lefort III.9 Pembedahan pada tulang mandibula digolongkan dalam osteotomi pada ramus (Osteotomi ramus vertikal ekstraoral, Osteotomi ramus vertikal intraoral, Osteotomi split sagital), osteotomi subapikal (Osteotomi anterior subapikal, Osteotomi posterior subapikal, dan Osteotomi subapikal total), dan Genioplasti (Osteotomi horisontal dengan reduksi antero posterior, Osteotomi horisontal double sliding, Genioplasti dengan reduksi vertikal dan augmentasi aloplastik).9 2.2.1 Indikasi Bedah orthognatik Indikasi bedah ortognatik antara lain adalah diskrepansi skeletal kelas II atau III yang parah, deep bite pada pasien yang tidak sedang bertumbuh, open bite anterior yang parah, masalah dento alveolar yang parah (dalam hal ini terlalu parah untuk dikoreksi dengan koreksi ortodontik semata), situasi periodontal yang sangat lemah/terganggu dan asimetri skeletal.9,10
6
Menurut American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons hubungan antara kelainan bentuk tulang wajah dan disfungsi mastikasi, serta keterbatasan terapi non-bedah untuk memperbaiki kelainan ini maka bedah ortognatik harus memiliki pertimbangan medis yang tepat dalam situasi berikut ini yaitu:10 A. Deskrepansi Antero posterior: (normal = 2mm), yaitu ketidak harmonisan kebutuhan ruang dalam arah antero posterior dengan ketentuan seperti: 1.
Hubungan insisivus maksila/mandibula: a. Overjet horisontal 5 mm atau lebih b. Overjet horisontal nol atau bernilai negatif
2.
Hubungan anteroposterior maksila/mandibula deskrepansi 4 mm atau lebih (normal 0-1 mm)
B. Deskrepansi Vertikal, yaitu ketidak harmonisan kebutuhan ruang dalam arah vertical dengan ketentuan seperti: 1.
Deformitas skeletal vertikal wajah yang nilainya ± 2mm dari nilai normal.
2.
Open bite a. Tidak ada tumpang tindih vertikal gigi anterior. b. Unilateral atau bilateral posterior open bite yang lebih besar dari 2 mm
3.
Overbite yang dalam dengan pergeseran atau iritasi jaringan lunak bukal atau lingual lengkung lawan.
4.
Supra erupsi dari segmen dento alveolar karena kurangnya oklusi.
7
C. Deskrepansi Transversal 1.
Adanya deskrepansi transversal skeletal yang bernilai dua atau lebih dari standar deviasi yang telah ditentukan.
2.
Total deskrepansi cusp maksila palatal bilateral dengan fosa mandibula sebesar 4 mm atau lebih, atau deskrepansi unilateral sebesar 3 mm atau lebih.
D. Asimetris Antero posterior, lateral, tranversal atau asimetri lebih besar 3 mm dari oklusal bersamaan dengan asimetri. Ricketts mengajukan 4 keadaan spesifik yang merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan bedah yaitu apabila: 9 1. Perbaikan posisi dental yang diharapkan sukar dicapai dengan hanya perawatan ortodonti, karena malposisi yang sangat parah. 2. Pola skeletal yang buruk untuk kemungkinan koreksi ortodonti yang baik. 3. Hanya dengan perawatan ortodonti saja kurang dapat diperoleh estetika fasial yang serasi. 4. Hanya dengan perawatan ortodonti atau restorasi yang lain tidak dapat dicapai oklusi fungsional. Sedangkan Alexander menyatakan bahwa tindakan bedah ortognati dapat dilakukan apabila dengan perawatan ortodonti saja tidak dapat diperoleh keseimbangan dentoalveolar dan profil jaringan lunak fasial.9,10
8
2.2.2 Kontra indikasi bedah ortognatik Semua kondisi kesehtan umum dimana semua intervensi bedah di kontra indikasikan. Alasan keunagan juga dapat mengarah keputusan untuk tidak melakukan bedah ortognatik pada saat itu juga.10 Pada pasien muda, dianjurkan untuk memungkinkan pertumbuhan yang lengkap sebelum dilakukan intervensi bedah. Pengecualian untuk ini adalah perlakuan dari defisiensi mandibula dengan bidang miring, mandibula rendah (morfologi konvergen), yang dapat ditangani dengan osteotomi split sagital yaitu pembedahan tulang mandibula untuk mengoreksi prognati atau retrognati mandibula sebelum pertumbuhan selesai.10 2.3 Pemeriksaan dan Rencana Perawatan 2.3.1 Pemeriksaan klinis Analisa jaringan lunak terdiri atas analisis fasial, analisis tampak depan, analisis profil, pemeriksaan oral dan sendi temporo mandibular. Wajah secara keseluruhan dapat dibagi menjadi tiga bagian yang sama yaitu bagian sepertiga atas, tengah, dan bawah. Adanya perubahan dalam proporsionalitas fasial ini sangat mudah terlihat. 8,9 Untuk pemeriksaan analisi ini, pasien diminta duduk sedemikian rupa sehingga:9 a.
Papillary plane harus paralel dengan lantai.
b.
Plane of ear juga harus sejajar dengan lantai.
9
c.
Frankfurt horizontal plane, yaitu garis yang ditarik dari traguas telinga ke tonjolan tepi infraorbita harus sejajar dengan lantai.
d.
Gigi-gigi harus dalam posisi relatis sentrik selama pemeriksaan dilakukan
e.
Bibir pasien tidak boleh tegang.
Gambar 1.
Analisis Estetik Wajah.9
2.3.1.1 Analisis Tampak Depan. Mata, hidung, bibir, dahi harus diperiksa akan simetritasnya. Jarak interkantus normal 32 ± 3 mm, jarak antarpupil 65 ± 3 mm, dorsum nasal satu setengah kali jarak intrakantus dan lebar lobul nasal dua pertiga jarak intrakantus, panjang bibir atas adalah 22 ± 2 mm untuk laki-laki dan 20 ± 2 mm untuk perempuan.9 Garis tengah wajah, garis tengah hidung, garis tengah bibir, garis tengah dental bila ditarik garis imajiner harus simetris, dalam arah vertikal dan transversal. Jarak dari glabella ke subnasal dan dari subnasal ke menton seharusnya berbanding 1:1, dan panjang bibir atas harus sepertiga panjang dari sepertiga wajah bagian bawah.9
10
2.3.1.2 Analisis Profil. Merupakan pengukuran kecembungan atau kecekungan profil wajah. Sudut acuan memiliki rentang antara -8º sampai -11º. Sudut ini dibentuk oleh plane kontur wajah atas dengan perluasan ke atas dari permukaan kontur wajah bagian bawah. Jika sudut berada di dataran interior kontur wajah atas, pengukuran dianggap negatif.9 Sudut nasolabial merupakan sudut yang dibentuk pada subnasal dengan suatu garis yang ditarik melalui basis hidung dengan garis dari basis atas ke subnasal. Rentang normal untuk laki-laki adalah 100-110º. Angulasi yang besar menunjukkan suatu wajah yang cembung dengan dagu yang lebih ke belakang.9 Sudut bibir bawah, dagu, dan tenggorokan yaitu sudut antara garis yang ditarik antara bibir bawah ke jaringan lunak pogonion dengan suatu garis yang ditarik bersinggungan dengan kontur jaringan lunak di bawah tubuh mandibula. Sudut yang normal adalah 110º ± 8º. Sudut yang besar menunjukkan dagu yang lebih ke belakang sementara angulasi rendah menunjukkan dagu yang menonjol. Panjang jarak dagu ke tenggorokan merupakan jarak antara sudut ke tenggorokan dengan jaringan lunak menton. Panjang normal adalah 51 mm ± 6 mm. Peningkatan jarak menunjukkan proganatisme, dan penurunan jarak menunjukkan retro gnatisme mandibula.9
Gambar 2. A Profil wajah lurus, B Profil wajah cembung, C profil wajah cekung. 4
11
2.3.2 Pemeriksaan Oral Pemeriksaan oral membantu dalam menemukan deformitas fungsional dan estetik pada struktur dentofasial. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain : hubungan oklusal gigi geligi; deep bite atau cross bite anterior; overjet anterior dan semua jenis gigitan silang, kesehatan gigi geligi, ketidaksesuaian ukuran gigi, kurva Wilson dan kurva van Spee, diastema atau gigi berjejal, gigi yang hilang atau berlubang, evaluasi periodontal, diskrepansi transversal, vertikal dan antero posterior, abnormalitas bentuk anatomi, dan fungsi lidah serta atrisi pada gigi.9 2.3.3 Analisis radiografik dan gambaran analisa sefalometrik Analisa sefalometrik menjadi alat bantu yang penting dalam mendiagnosa masalah-masalah skeletal dan dental dan sebagai suatu alat untuk menstimulasi dalam tindakan bedah dan orthodonti. Sejumlah analisis sefalometrik sering digunakan untuk analisis kasus orthodonti. Analisis ini dirancang untuk mengharmonisasikan antara gigi yang mengalami malposisi dengan pola skeletal yang ada.9 Untuk menilai proyeksi maksila dan mandibula pada dimensi antero posterior, titik dan sudut-sudut SNA, SNB dan pogonion diukur pada suatu sefalogram. Dimensi vertikal dinilai, tidak hanya dalam kaitannya dengan maksila tetapi juga mandibula. Dataran oklusal dan angulasi insisal pada sisi atas dan bagian bawah dan hubungan dari bibir dan jaringan lunak ke gigi dan ke tulang rahang diukur.9 Sefalometri berperan penting pada pemeriksaan objektif untuk membantu menentukan kebutuhan dalam prosedur pembedahan dan memprediksi hasil dari
12
pemebedahan tersebut. Analisi sefalometri digunakan untuk memeriksa kelainan dontofasial yang relatif tidak diperlukan.9 Untuk memperoleh kesimpulan yang cepat dalam mengklasifikasikan kelainan rahang pada pasien digunakan analisis Steiner-kole dengan mengikuti titititik sebagai berikut:8,11 Sella (S)
: titik tengah sella tursika
Nassion (N)
: titik paling dalam pada sutura frontalis
Orbitale (O)
: titik paling bawah dari cekungan infraorbital
UL
: titik paling depan dari bibir atas
Mandibular Plane (MP)
: garis yang menyentuh titik paling bawah dari tulang pipi dan ramus mandibular ascendens.
N
S
S
N
Or
MP Gambar 3. Titik –titik acuan sefalometri.8 normal.8
MP Gambar 4. Garis Nasion menentukan proporsi wajah divergen, konvergen dan
13
Gambar 5. Modifikasi analisis Kole, posisi dagu dapat ditentukan.8
Untuk tujuan analisa sefalometrik, penanda-penanda berikut penting pada radiograf tengkorak lateral. Sella (S) merupakan titik yang menggambarkan titik tengah fosa pituitari atau sella tursika. Titik ini merupakan titik yang tersusun dalam mid sagittal plane. Nasion (N), suatu titik paling anterior, di tengah antara tulang frontal dengan tulang nasal pada sutura frontonasal. Artikularis (Ar) merupakan titik pada pertemuan tepi posterior ramos dengan tepi inferior bagian basilar tulang oksipital. Titik Pterigomaksilari (Ptm) : titik ini merupakan titik paling posterior pada bagian anterior tuberositas maksila. Subspinal atau titik A merupakan titik terdalam pada garis tengah antara spina nasalis anterior dengan prosthion. Prosthion (Pr), suatu titik paling dibawah dan paling anterior pada tulang alveolar dipertengahan antara insisivus sentralis RA. Titik ini juga disebut titik supradental. Pogonion (Pog), titik
14
paling anterior tonjolan dagu dalam median plane. Supramental atau titik B adalah titik paling dalam pada midsagital plane antara infradental dengan pogonion. Biasanya di anterior dan sedikit dibawah apeks insisivus RB. Infradental adalah suatu titik tertinggi dan paling anterior pada prosesus alveolaris, dalam median plane antara insisivus sentralis RB. Spina Nasalis Anterior (ANS) : titik paling anterior dasar nasal, ujung premaksila dalam midsagittal plane. Menton (Me) : titik garis tengah paling inferior pada simfisis mandibula. Gnathion (Gn) : titik paling anteroinferior pada simfisis dagu. Titik ini dibuat dengan menunjukkan suatu garis yang tegak lurus dengan garis yang menghubungkan menton dan pogonion. Spina Nasalis Posterior (PNS) yaitu titik paling posterior pada kontur palatum.11 Adapun permukaan-permukaan yang penting untuk analisa sefalometrik adalah basis kranial (gambar 6), analisa profil skeletal horisontal, derajat konveksitas skeletal dan analisa profil skeletal vertikal. 11
Gambar 6. Basis Kranial.11
15
Studi sefalometrik harus dilakukan pada kondisi yang sesuai yaitu diperlukan ruang gelap, layar penampil dengan pencahayaan cukup yang ditutup dengan kartu untuk menciptakan suatu bentuk jendela yang cukup besar untuk radiografi, lembar penapakkan berkualitas baik yang direkatkan dengan radiograf dengan menggunakan plester adhesif bening, dan pensil keras. Radiografi diorientasikan dengan menempatkan Frankfurt plane (atau dataran Frankfurt/HP plane) sejajar dengan tepi bawah layar, karena sejumlah definisi landmark tergantung pada orientasi kepala.11 Dengan membandingkan pengukuran angular dengan nilai normal, seseorang dapat menginterpretasikan hasil analisis untuk memberikan diagnosa akan pola skeletal yang dimiliki pasien. Perbandingan temuan dari radiograf sefalometrik awal dan akhir akan memungkinkan kita untuk memeriksa hasil perawatan.11 2.3.4 Analisis model gigi Studi klinis oklusi pasien sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, akan tetapi analisa yang tepat dari oklusi gigi hanya bisa diperoleh dari penilaian terhadap model studi dan biasanya ini harus ditempatkan pada artikulator anatomi.11
Gambar 7 A-B Analisis model gigi.11
16
Analisa model yang baik diperlukan untuk meningkatkan pemahaman dan penentuan pembuatan tujuan ortodonti prabedah. Ada 10 evaluasi model dental dasar yang harus diperhatikan, yaitu :8 1.
Panjang lengkung : pengukuran panjang lengkung harus berkorelasi dengan lebar gigi dan ketersediaan tulang alveolar. Pengukuran ini memberikan keputusan apakah gigi perlu dicabut atau tidak.
2.
Analisa ukuran gigi : analisa ini berarti korelasi lebar mesiodistal gigi atas terhadap gigi bawah. Hal ini utamanya terlihat dalam enam gigi anterior RA dan RB.
3.
Posisi gigi dalam konteks analisa ortognati : hal ini mengacu pada angulasi insisivus RA dan RB relatif terhadap tulang basal. Analisa ini menentukan apakah pencabutan diperlukan, apakah perlu diciptakan ruangan dan jenis mekanis apa yang seharusnya digunakan untuk koreksi gigi.
4.
Analisa lebar lengkung : hal ini mengacu pada evaluasi lebar interlengkung antara maksila dan mandibula. Hal ini paling baik dianalisa dengan mengoklusikan model yang ingin dicapai dengan koreksi orthodonti dan bedah dan kemudian periksa hubungan transversal. Analisa lebar lengkung membantu dalam menentukan mekanisme orthodonti prabedah serta dalam hal memilih prosedur bedah yang tepat.
5.
Kurva oklusi : hal ini memiliki peran yang signifikan pada koreksi secara ortodonti,
dengan
ekstraksi
diperlukan
diindikasikan untuk meratakan garis oklusi.
atau
dengan
intervensi
bedah
17
6.
Posisi kaninus-molar : hal ini menentukan fungsi oklusal. Lebih disukai memiliki hubungan kaninus dan molar Kelas .
7.
Hubungan overbite yaitu hubungan insisivus satu rahang atas dan bawah dalam arah vertikal dam overjet yaitu hubungan insisvus satu rahang atas dan bawah dalam arah horizontal, normal 3-4 mm.
8.
Simetri lengkung gigi mungkin terdapat asimetri yang signifikan di dalam masing-masing lengkung misalnya gigi kaninus pada satu sisi mungkin lebih ke anterior disbanding gigi kaninus pada sisi lain. Koreksi mungkin memerlukan mekanis ortodonti khusus, prosedur ekstraksi unilateral atau bedah tambahan.
9.
Tipping gigi bukal (perbandingan simetri kiri dan kanan dalam masing-masing rahang).
10. Gigi yang hilang, rusak atau bermahkota : hal ini mungkin akan mempengaruhi desain perawatan. Jika gigi tidak dapat direstorasi dan membutuhkan pencabutan pada daerah yang kemungkinan akan dilakukan osteotomi, ruang bekas pencabutan mungkin harus ditutup secara orthodonti atau ruang tersebut dipertahankan.11 Diagnosa dan perencanaan perawatan untuk kasus ortognati dapat diperoleh melalui interaksi dan komunikasi yang baik antara ahli ortodonti dengan bedah maksilofasial (Tabel 1).8
18
Tabel 1. Bedah ortognatik : diagnosa dan tahapan perencanaan perawatan.8 Fase I
Fase II
Fase III
• • • • • • • • • • • • •
Fase IV
•
Susun data dasar Buat daftar masalah Diagnosa Pertemuan tim Susun daftar masalah interdisipliner Masalah dentofasial berdasarkan urutan prioritas Solusi yang mungkin dilakukan Rencana perawatan sementara Pertemuan pasien/tim Rencana tetap Terapi persiapan – endodontik, periodontik, prostetik, dst. Ortodontik defenitif – perawatan bedah Pemantauan tim secara berkelanjutan, evaluasi ulang, interaksi, modifikasi terapi Perawatan
2.3.4 Hal-hal lain Disfungsi dan patologi TMJ harus dideteksi sebelum pembedahan. Trauma nasal, obstruksi jalan napas hidung, masalah sinus, pernafasan mulut yang dominan dan lain-lain harus dievaluasi.8