BAB 1
1.1. Latar Belakang Masalah. Demokrasi sebagai sebuah sistem yang banyak diterapkan oleh berbagai Negara dibelahan dunia berangkat dari asumsi bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat. Salah satu persyaratan dari terwujudnya demokrasi adalah adanya partai politik yang berfungsi maksimal dan efektif sebagai wadah aspirasi politik masyarakat, dan sebagai media untuk melakuakan bargaining kebijakan-kebijakan negara. Demi terwujudnya demokrasi dan tersalurkannya aspirasi publik, justru jauh lebih penting adalah meningkatkan kinerja dan efektifitas fungsi partai politk, dan jelas tidak bisa dilepaskan dari berdirinya partai politik, sebgai sebuah kebutuhan politik masyrakat. 1 Partai Politik merupakan sebagai dari suatu sistem politik yang sudah modern. Negara-negara barat, yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partai politik dalam mana rakyat memiliki dasar ideologis bahwa rakyatlah turut menentukan proses politik. Maka dalam konteks ini partai politik menjadi ukuran dalam sistem politik 2. Dalam konteks politik Indonesia, munculnya partai-partai politik tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kolonial belanda yang menerapkan kebijakan politik etis. Sebagai dampak dari kebijakan yang demikian, tidak saja yang berkaitan dengan lahirnya proyek-proyek pembangunan dan sosial, melainkan
juga dengan
adanya iklim
kebebasan yang lebih luas kepada masyarakat. Kebebasan yang demikian, memberikan ruang kepada anggota masyarakat. Kebebasan yang demikian, memberikan ruang kepada anggota masyarakat untuk membentuk organisasi-organisasi termasuk dalam kaitan ini
1 2
Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004,hal.8 Ibid hal 129
7
adalah mendirikan partai politik. kemungkinan besar hal ini terkait dengan pemerintahan kolonial belanda membentuk “perwakilan politik” yang disebut dengan Volksraad 3. Di Indonesia sejarah partai politik dalam Pemilihan Umum telah ada sejak Pemilihan Umum Tahun 1955. Sistem kepartaian yang ada saat itu adalah sistem multi partai, yaitu terdapat banyak partai politik yang ikut serta dala pemilihan Umum. Namun hal lainnya ketika zaman Orde baru berkuasa, hanya ada tiga partai politik. (Golongan Karya, PDI, dan PPP). Sehingga tidak ada pilihan bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi politiknya dalam Pemilihan Umum kecuali kepada ketiga partai politik yang pada saat itu. 4 Sejarah partai politik Indonesia juga merupakan bukti dari aktualisasi masyarakat yang dilembagakan, yaitu banyak entitas dalam masyarakat yang menyatukan diri dengan pembentuk partai politik., seperti misalnya sebelum pemilihan Umum 1955 basis massa partai politik terbagi kedam tiga kubu, yaitu, Nasionalisme, Agama dan komunis. 5 Masa sosialisasi adalah suatu kesempatan bagi partai politik peserta pemilu untuk memaparkan segala program atau memperkenalkan calon-calon legislatif kepada masyarakat luas dengan harapan dapat menarik simpati masyarakat dan menjatuhkan pilihan pada satu partai tertentu. Karenanya, seluruh Parpol yang ada terlihat begitu antusias dengan berbagai cara mereka berusaha untuk merebut simpati masyarakat. Kita lihat saja berapa banyak atribut dari tiap-tiap parpol yang mengiasi rumah-rumah penduduk, jalan-jalan dan tempat-tempat lain yang dianggap strategis guna memperkenalkan partai yang nantinya menjadi peserta dalam Pemilu.
3
Ibid hal 131 Arifin Rahman,Sistem politik Indonesia dalam perspektif Struktural Fungsional,Surabaya: Penerbit SIC,1998, hal 90 5 Meriam Budiarjo,Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1998, hal 67 4
8
Pentingnya sosialisasi politik adalah agar masyarakat dapat mengenal partai politik atau calon-calon wakil rakyat yang akan mengikuti pertarungan dalam setiap proses politik atau pemilihan umum. Dengan dilaksanakannya kampanye politik maka masyarakat dapat menentukan pilihannya kelak pada saat dilaksanakannya pesta demokrasi. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana partai politik menyampaikan sosialisasi politiknya terhadap masyarakat? Penyiapan kader-kader yang sesuai dengan keinginan kelompok/partai politik selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan sosialisais politik. Sosialisasi politik ini melibatkan segala komponen yang ada didalam masyarakat termasuk kelompokkelompok kepentingan yang memiliki signifikansi terhadap pencapaian tujuan. Keberhasilan suatu sosialisai politik merupakan keberhasilan suatu kondisi masyarakat, artinya bahwa keberhasilan dalam sosialisasi politik sangat tergantung pada kerjasama masyarakat itu sendiri dan kondisi sosial masyarakat. Elemen-elemen pembangun dan penggerak kehidupan politik, memberikan sumbangan sesuai dengan kapasitasnya terhadap terjadinya perubahan-perubahan yang terjadi dalam percaturan politik, terutama dalam upaya kepemilikan kekuasaan yang akan menjadi agen perubahan system yang ada. Kesemuanya itu dibangun untuk menciptakan dominasi satu kelompok atas kelompok yang lain, dominasi adalah hal yang tidak bisa dibagi secara merata, otomatis yang memilikinya adalah satu kelompok tertentu dan hal itu hanya bisa dicapai dengan kemenangan politik. 6
6
http://masroed.wordpress.com/2010/05/27/pentingnya-sosialisasi-politik-dalam-kehidupan-politik-masyarakat-diindonesia/
9
Seperti halnya, Keadilan Kesejahteraan (PKS) dalam pemilihan Umum legislatif 2009, seperti apa dilaksanakan Keadilan Kesejahteraan (PKS) pada saat sosialisasi politik disampaikan terhadap calon pemilih di kota Medan? Pemilu legislatif 2009 adalah merupakan pemilu langsung yang kedua kali dilaksanakan di Indonesia. Oleh sebab itu masyarakat belum seluruhnya mengerti proses atau mekanisme memilih dalam pemilu. Sehingga banyak masyarakat cendrung memilih untuk tidak memilih dalam arti Golput (Golongan Putih). Dengan permasalahan tersebut pada pemilihan legislative 2009 masyarakat perlu yang namanya sosialisasi politik untuk memberikan informasi politik tenteng cara atau mekanisme pemilu sekaligus untuk menganjurkan kepada masyarakat memberikan pilihan terhadap partai politik atau calon wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat dan Negara. Sehinggga pertarungan antara partai politik sudah lazim terjadi pada setiap pemilihan umum. Hal ini adalah konsekuensi dari dibukanya kran demokrasi bagi masyarakat pasca reformasi. Dalam kesempatan ini penulis akan membahas tentang proses sosialisasi Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) dalam pemilu Legislatif 2009 di kota Medan. Mengingat Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) adalah salah satu partai politik yang berbasis massa Islam yang memiliki suara yang cukup besar dalam percaturan politik di Indonesia yang begitu berpengaruh terhadap pergolakan dan perkembangan perpolitikan Indonesia sejak lengsernya penguasa Orde Baru. Berangkat dari sebuah program kerja dan aktivitas setiap partai politik untuk ikut serta sebagai peserta Pemilu, maka sosialisasi politik adalah sebuah keharusan bagi partai politik untuk menarik dukungan para pemilih. Dimana juga sedikit banyaknya pemilih
10
yang didapat adalah sebuah konsekuensi dari kegiatan sosialisasi yang dilakukan. Bagaimana proses pelaksanaan Sosialisasi Politik Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) sebelum pemilihan anggota legislatif 2009 di kota medan? Peneliti ingin mengetahui apakah perbedaan proses Sosialisasi politik Partai Kesejahteraan Keadilan (PKS) terhadap masyarakat Islam dan Masyarakat Non-Islam? Seperti kita ketahui banyak masyarakat Indonesia menilai Partai (PKS) selalu identik dengan Partai Politik bagi masyarakat Islam. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui seperti apa proses sosialisasi politik yang dilaksanakan Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) pada pemilihan umum legislatif 2009 di kota Medan terhadap masyarakat Islam dan terhadap Masyarakat Non-Islam. Dalam perkembangan partai politik di Indonesia bahwa partai kader yang berbasis Islam belum bisa memaksimalisasi suara dalam pemilihan umum, mengingat banyak juga partai yang berbasis Islam. Akan tetapi Partai Amanat Nasional (PKS) dapat dikatakan sebuah partai besar yang berbasis massakan Islam terbukti pada setiap pemilu Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) dapat meraih beberapa kursi di parlemen. Itulah ang menjadi daya tarik penulis untk mengadakan penelitian tentang pelaksanaan sosialisasi yang dilaksanakan Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) sebelum pemilu sehingga partai (PKS) dapat meraih kursi di parlemen dengan maksimal. Spirit dan persaingan partai politik merupakan bahagian integral didalam proses politik dan hal ini memang wajar terjadi mengingat keberhasilan dalam pemilihan Umum akan membawa partai politik yang bersangkutan menduduki posisi sebagai pemenang apabila sosialisasi yang dilakukan berjalan dengan baik. Ini berarti bahwa partai politik
11
yang bersangkutan akan bisa berbuat banyak dalam mengendalikan negara dan Pemerintahan, memperkuat dan memperjuangkan Idiologi partainya. Akhir dalam penelitian ini untuk lebih lengkapnya lebih terfokus tentang sosialisasi politik Keadilan Kesejahteraan (PKS) dalam Pemilihan Umum legislatif pada tahun 2009 yaitu kepada proses pelaksanaan sosialisasi politik terhadap masyarakat Islam dan masyakat No-Islam. Untuk lebih lengkapnya judul penelitian ini adalah : “Sosialisasi Politik Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) pada Pemilihan Umum legislatif 2004 - 2009 di Kota Medan.”
1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan usaha untuk menyatakan secara tersirat pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifkasi masalah dan pembatasan masalah. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin merumuskan masalah dalam penelitian ini sebgai berikut : Bagaimana pola sosialisasi politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada pemilihan umum Legislatif 2009 di Kota Medan.
12
1.3. Pembatasan Masalah Suatu penelitian yang dilakukan baiknya mempunyai batasan masalah. Karena batasan masalah adalah usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna bagi penulis untuk mengindentifikasikan factor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup penulisan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penulis menetapkan batasan penelitian ini sebagai berikut : Melihat Gerakan dan Aktivitas Sosialisasi Politik Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Medan Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009 di Kota Medan.
1.4. Tujuan Penelitian Ada pun tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui Pola Sosialisasi Politik Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) di Kota Medan pada Pemilihan Umum Legislatif 2009. 2. Untik mengetahui sejauh mana keberhasilan Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS) melalakukan Sosialisasi Politik pada Pemilihan Umum Legislatif 2009.
1.5. Manfaat Penelitian 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah Ilmu pengetahua dan karya Ilmiah di Departemen Ilmu Politik FISIP USU.
2.
Hasil penelitian ini kiraanya dapat menjadi informasi dan masukan untuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam percaturan politik di Kota Medan.
3.
Bagi penulis penelitian ini dapat menambah wawasan tentang proses sosialisasi suatu partai politik.
13
1.6. Kerangka Teoritis Untuk memepermudah pelaksanaan penelitian perlu ada pedoman dasar berfikir, yaitu sebuah kerangka teori. Kerangka teori adalah berfungsi sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang akan dipilih. Teori itu sendiri adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Adapun kerangka teori yang menjadi landasan berfikir penulis dalam penelitian ini adalah.
1.6.1. Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksireaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik dalam beberapa hal merupakan konsep kunci sosiologi politik.
1. Pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku yang menanamkan pada individu keterampilan-keterampilan, motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peran-peran yang sekarang atau tengah diantisipasikan sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari. 2. Segenap proses yang mana individu yang dilahirkan dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang
14
dibatasi di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterimakan olehnya sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya. 3. Komunikasi dengan dan dipelajari dari manusia lainnya dengan siapa individu itu secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum.
Kita dapat merumuskan suatu definisi mengenai sosialisasi politik berdasarkan kesinambungan sistematis maupun perubahan sistematis adalah sebagai berikut :
1. Cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacammacam masyarakat. 2. Proses yang mana sikap-sikap dan nilai-nilai politik ditanamkan kepada anakanak sampai mereka dewasa direkrut ke dalam peranan-peranan tertentu.
Kedua definisi tersebut ada memiliki kekurangan karena dari masalah-masalah yang telah dikatakan, belumlah terkandung cara memperhitungkan perubahan sistematik, demikian juga mereka kurang jelas membedakan antara belajar yang disengaja dengan belajar yang tidak direncanakan.
David Easton dan Jack Dennis dalam pembuatan dalih untuk suatu definisi netral mengenai sosialisasi politik, menyajikan suatu definisi yang efektif dan pendek.
Mereka berdua mendefinisikan sosialisasi politik secara sederhana sebagai berikut :
a. Suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasiorientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
15
b. Bagaimana orientasi dan tingkah laku politik itu diperoleh serta hasilnya tetap merupakan bahan permasalahan penyelidikan.
Sosialisasi diartikan sebagai suatu proses yang terusberkesinambungan sepanjang hidup dan mempengaruhi anak, para remaja dan orang dewasa. Perkembangan yang temporal ternyata tidak berkesinambungan dalam pengertian bahwa individu secara teratur dan sistematis mengalami pengalaman-pengalaman yang penting.dan relevan dengan tingkah laku politiknya, sekalipun dalam sistem politik tadi instruksi politik yang sistematis dan regular merupakan bagian penting dari sosialisasi politik. Demikian pula, untuk menerima unsur-unsur sosialisasi politik, namun tidak ditegaskan bahwa hal-hal tersebut tadi diperoleh dengan cara yang khusus, juga tidak mengandung arti yang sama
1.6.1.1. Sosialisasi dilihat dari Sub-Kelompok A. Sosialisasi Politik Dalam Masyarakat Totaliter Hanya dengan jalan membentuk kembali secara radikasi, ajaran, organisasi, dan pendidikan anak-anak muda, kita akan mampu menjamin bahwa hasilnya akan merupakan kreasi dari suatu masyarakat yang tidak akan sama dengan masyarakat lama, yaitu Masyarakat Komunis V.I.Lenin. Secara langsung tak langsung, semua pemerintah berusaha untuk mensosialisasikan para anggota masyarakat sampai derajat-derajat yang berbeda, dengan jalan mengontrol informasinya, akan tetapi dalam masyarakat totaliter pengontrolan tersebut meliputi segala-segalanya.
16
Satu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua Rusia, nilai-nilai itu adalah :
1. Tradisi : terutama agama, namun juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargan dan tradisi pada umumnya. 2. Prestasi : ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran materiil, mobilitas sosial. 3. Pribadi : kejujuran, ketulusan, keadilan, kemurahann hati. 4. Penyesuaian diri : “ bergaul dengan baik “, “menjauhkan diri dari kericuhan”, “keamanan dan ketentraman”. 5. Intelektual : belajar dan pengetahuan sebagai tujuan. 6. Poloitik : sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayan-kepercayaan berkaitan dengan pemerintah.
Hanya dengan jalan membentuk kembali secara radikasi, ajaran, organisasi, dan pendidikan anak-anak muda, kita akan mampu menjamin bahwa hasilnya akan merupakan kreasi dari suatu masyarakat yang tidak akan sama dengan masyarakat lama, yaitu Masyarakat Komunis V.I.Lenin. Secara langsung tak langsung, semua pemerintah berusaha untuk mensosialisasikan para anggota masyarakat sampai derajat-derajat yang berbeda, dengan jalan mengontrol informasinya, akan tetapi dalam masyarakat totaliter pengontrolan tersebut meliputi segala-segalanya.
17
B. Sosialisasi Politik Dalam Masyarakat Primitif
Dalam masyarakat primitif peranan sosialisasi pasa umumnya tampak paling jelas, khususnya dalam masyarakat yang tengah atau telah cukup lama berdiri untuk menegakkan tradisi-tradisi kemasyarakatan yang kuat, yang menetapkan struktur dan peranan-peranan masyarakat. Betapapun juga, proses sosialisasi pada masyarakat primitif banyak sekali bedanya, walaupun mereka, seperti yang telah diperlihatkan oleh Le Vine, memiliki ciri-ciri umum tertentu yang sama. Le Vine menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya barat-daya, kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompokkelompok yang tidak tersentralisir dan sifatnya patriakis.
C. Sosialisasi Politik Dalam Masyarakat Berkembang
Vine mengemukakan bahwa ada 3 faktor penting dalam sosialisai ditengah masyarakat-masyarakat berkembang :
1. Pertumbuhan penduduk dinegara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka untuk “memodernisir” keluarga tradisional lewat industrialisasi dan pendidikan. 2. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional anatara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada yang disebut belaknagan ini, namun si ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi dini dari anak. 3. Adalah mungkin bahwa pengaruh urbanisasi yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk menyumbangkan nilai-nilai tradisional, paling sedikitnya
18
secara parsial juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai kedalam daerahdaerah perkotaan, khusunya dengan pembentukan komunitas-komunitas kesukuan dan etnis didaerah-daerah ini.
Bukti yang disajikan mengenai sosialisai politik, mengsugestikan bahwa beberapa proses sedemikian itu memang perlu, bahwa mungkin tidak bisa dihindari. Tidak ada pemutusan hubungan dengan masa lalu yang lebih sempurna. Suatu elemen kesinambungan akan tetap ada, sekalipun telah menghasilkan perubahan-perubahan yang fundamental dan bisa menjangkau masa jauh. Dalam uasahanya untuk melupakan masa lampaunya, betapapun berbedanya masa depan itu dengan masa yang telah lewat, masayarakat itu akan tetap dipengaruhi oleh masa lalunya. Oleh karena itu sosialisasi politik jelas erat sekali terlibat dalam proses perubahan.
1.6.1.2.Sosialisasi Politik dan Perubahan
Sifat sosialisasi politik yang bervariasai menurut waktu serta yang selalu menyesuaikan dengan lingkungan yang memberinya kontribusi, berkaitan dengan sifat dari pemerintahan dan derajat serta sifat dari perubahan. Semakin stabil pemerintahan, semakin terperinci agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Kebalikanya, semakin besar derajat perubahan didalam satu pemerintahan non totaliter, akan semakin tersebarlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat perubahan politik, semakin kecil junlah agensi-agensi utama dari sosialisasi poliotik itu. Semakin homogen suatu masyarakat dan semakin lama ia bertahan menurut waktu, semakin memungkinkan proses sosialisasinya menjadi didefinisikan secara jelas dan relatif
19
dipersatukan dan tampaknya berlangsung dampak yang sama dalam masyarakatmasayarakat yang berusaha terang-terangan untuk mengontrol proses sosialisanya.
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil survei silang nasional mengenai kebudayaan politik. Suatu faktor kunci didalam konsep mengenai kebudayaan politik adalah legitimasi sejauh mana suatu sistem politik dapat diterima oleh masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Weber, landasan legitimasi bisa bervariasi. Persetujuan dapat muncul mengenai dasar kerangka politik, akan tetapi didalam kerangka tersebut konflik dapat berkelanjutan baik mengenai sarana-sarana maupun mengenai tujuan-tujuannya. Apabila konflik mengenai sarana dan tujuan tadi menjadi ekstensife sifatnya, maka hal itu dapat merusak setiap persetujuan mengenai kerangka politik. Penting untuk dipahami bahwa legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak aspek dari sistem politik, atau justru dapat dibatasi pada beberapa hal. Dalam setiap masalah baik pada mereka yang mencari kekuasaan dan mereka yang memilih diantara para saingan untuk mendapatkan jabatan, biasanya sudah bersiap untuk memenuhi hasil-hasil keputusan pemilihan. Demikian pula hak presiden atau kongres untuk melaksanakan kekuasaan mereka, tidak dipertanyakan akan tetapi penggunaan untuk apa kekuasaan ini dilaksanakan berkali-kali justru mengalami kritik. Betapapun juga kritisme terhadap sistem politik dinegara-negara lainnya bisa bersifat lebih mendasar, mungkin sampai menyangkal legitimasi sistemnya atau justru di tekannya lebih hebat. 7
7
http://dc313.4shared.com/img/4FIEHD6q/preview.html
20
1.6.1.3.Agen-agen Sosialisasi Politik Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff menggariskan terdapatnya 5 agen sosialisasi politik yang umum diketahui, yaitu: 1. Keluarga. Keluarga merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang membentuk karakter politik individu oleh sebab mereka adalah lembaga sosial yang paling dekat. Peran ayah, ibu, saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap pandangan politik satu individu. Tokoh Sukarno misalnya, memperoleh nilai-nilai penentangan terhadap Belanda melalui ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Ibunya, yang merupakan keluarga bangsawan Bali menceritakan kepahlawanan raja-raja Bali dalam menentang Belanda di saat mereka tengah berbicara. Cerita-cerita tersebut menumbuhkan kesadaran dan semangat Sukarno untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsanya yang terjajah oleh Belanda. Sekolah. Selain keluarga, sekolah juga menempati posisi penting sebagai agen sosialisasi politik. Sekolah merupakan secondary group. Kebanyakan dari kita mengetahui lagu kebangsaan, dasar negara, pemerintah yang ada, dari sekolah. Oleh sebab itu, sistem pendidikan nasional selalu tidak terlepas dari pantauan negara oleh sebab peran pentingnya ini.
2. Peer Group.
Agen sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk kategori agen sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang mengelilingi seorang individu. Apa yang dilakukan oleh teman-teman sebaya tentu 21
sangat mempengaruhi beberapa tindakan kita, bukan ? Tokoh semacam Moh. Hatta banyak memiliki pandangan-pandangam yang sosialistik saat ia bergaul dengan temantemannya di bangku kuliah di Negeri Belanda. Melalui kegiatannya dengan kawan sebaya tersebut, Hatta mampu mengeluarkan konsep koperasi sebagai lembaga ekonomi khas Indonesia di kemudian hari. Demikian pula pandangannya atas sistem politik demokrasi yang bersimpangan jalan dengan Sukarno di masa kemudian.
3. Media Massa.
Media massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Tidak perlu disebutkan lagi pengaruh media massa terhadap seorang individu. Berita-berita yang dikemas dalam media audio visual (televisi), surat kabat cetak, internet, ataupun radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak mempengaruhi kita. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampun menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung ‘berlebihan.’
4. Pemerintah.
Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi politik melalui
22
tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya. 8
5. Partai Politik. Partai politik adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik biasanya membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara, seperti agama, kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya. Melalui partai politik dan kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara, pemimpin-pemimpin baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.
1.6.2. Partai Politik Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik kelompok manusia yang terorganisir untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan, dengan maksud mensejahterakan anggotanya, baik untuk kebijaksanaannya keadilan, maupun untuk hal-hal yang bersifat materil. Sementara itu, R. H. Soltau mengemukakan definisi tentang partai politik sebagai kelompok warga Negara yang terorganisasi dan bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan manfaatkan kekuasaannya untuk memilih, dengan tujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat. Ramlan Surbakti dalam bukunya yang berjudul “Memahami Ilmu Politik” menyebutkan ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal-usul partai politik. Pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. Kedua, teori situasi historis yag melihat timbulnya partai 8
http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/budaya-dan-sosialisasi-politik.html
23
politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi. Teori yang pertama mengatakan partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif (dan eksekutif) karena ada hubungan ada kebutuhan para anggota parlemen (yang ditentukan berdasarkan pengangkatan) untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. Setelah partai politik terbentuk dan menjalankan fungsi, kemudian muncul partai politik lain yang dibentuk oleh kalangan masyarakat. Partai politik yang terakhir ini biasanya dibentuk oleh kelompok kecil pemimpin masyarakat yang sadar politik berdasarkan penilaian bahwa partai partai politik yang dibentuk pemerintah tidak mampu menampung dan memperjuangkan kepentingan mereka. Teori kedua menjelaskan krisis situasi histories terjadi manakala suatu sistem politik mengalami masa transisisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur kompleks. Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan, seperti pertambahan penduduk karena perbaikan fasilitas kesehatan,perluasan pendidikan, mobilitas okupsi, perubahan pola pertanian dan industri, partisipasi media, urbanisasi, ekonomi berorientasi pasar, peningkatan aspirasi dan harapan-harapan baru, dan munculnya gerakan-gerakan populis. Perubahan-perubahan itu menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi, integrasi, dan partisipasi. Artinya, perubahan-perubahan mengakibatkan masyarakat mempertanyakan prinsip-prinsip yang mendasari legitimasi kewenangan pihak yang
24
memerintah; menimbulkan masalah dalam identitas yang menyatukan masyarakat sebagai suatu bangsa dan mengakibatkan timbulnya tuntutan yang semakin besar untuk ikut serta dalam proses politik. Untuk mengatasi tiga permasalahan inilah partai politik dibentuk. Teori ketiga melihat modernisasi sosial ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Jadi, partai politik merupakan produk logis dan modernisasi sosial ekonomi. Jika kita telusuri dari sejarah kelahiran partai politik, pada mulanya ia terinspirasi oleh bagaimana sejatinya elemen kemasyarakatan menyalurkan aspirasi oleh kepada penguasa. Hal tersebut terjadi disejumlah Negara Eropa yang menganut sistem monarki, dimana kekuasaan atas Negara dan pemerintah secara absolud dipegang oleh kerajaan yang berkuasa secara mutlak. Untuk menyalurkan aspirasi mereka dalam kekuasaan Negara yang begitu kuat, oleh segolongan masyarakat kemudian menggabungkan dirinya dalam kelompok-kelompok untuk secara bersama-sama menyalurkan aspirasinya, yang dalam perkembangannya kelompok-kelompok itu kemudian mendapatkan pengakuan dalam sistem politik kenegaraan, kemudian diseut dengan “partai politik”
25
Pada perkembangan selanjutnya, partai politik tidak lagi diorientasikan semata untuk menyalurkan aspirasi, tetapi pada prakteknya juga dimanfaatkan oleh elitnya untuk menjadi instrument pencapaian posisi dan kedudukannya di lembaga formal, baik dilembaga perwakilan aspirasi pendukungnya (legislatif), maupun di jajaran pemerintahan (eksekutif), dengan argumentasi bahwa aspirasi yang disampaikan hanya mungkin efektif pencapaiannya, jika kedudukan dalam kekuasaan legislatif dan eksekutif inilah yang difungsikan untuk mensejahterakan pendukung dan anggotanya. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus diikutsertakan dalam proses politik maka partai politik telah lahir, dan berkembang menjadi penghubung penting antara rakyat dan pemerintah. Bahkan partai politik dianggap sebagai perwujudan atau lambang Negara modern. Oleh karena itu, hampir semua negara demokrasi maupun komunis, negara maju maupun negara berkembang memiliki partai politik. Persoalannya kemudian adalah, beberapa besar politik mendapatkan dukungan dari masyarakat melalui program dan kerja nyata pemberdayaan yang mensejahterakan mereka, bukan sekedar manipulasi opini semata. Sejarah mencatat partai politik di Indonesia dalam perjalanan sejarahnya pertamatama lahir dalam zaman kolonial Belanda sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi, baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah yang berazaskan Agama dan lain sebagainya ternyata sama-sama
memainkan
peranan
penting
dalam
pergerakan
nasional,
dalam
perkembangannya inisiatif warga negara membentuk partai politik didasari oleh berbagai macam kepentingan yang ingin disalurkan dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu argumen yang mendasari dibentuknya partai politik
26
adalah terdapatnya berbagai ideologi sebagai rumusan gagasan dan cita-cita atau harapan masyarakat tertentu berkembang sesuai dengan perkembangan manusia itu sendiri. 9 Secara umum Miriam Budiarjo mengatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok organisasi yang terorganisisr yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakankebijakan mereka. 10 Istilah partai politik ditinjau dari asal katanya berarti bagian atau pihak. Didalam masyarakat secara alamiah terdapat pengelompokan masyarakat didasarkan pada persamaan paham dalam bentuk doktrin politik yang disebut dengan partai. Lain halnya dengan partai politik, maka sebuah gerakan mempunyai tujuan yang lebih terbatas dengan sifatnya yang lebih fundamental, dan kadang-kadang bersifat idiologis. Orientasi ini merupakan ikatan yang kuat pada anggotanya dan dapat menumbuhkan identitas kelompok yang kuat. Suatu identitas, nama ataupun label partai politik paling tidak bisa menunjukkan karakteristik partai politik itu sendiri. 11
1.6.2.1 Tujuan Partai Politik Menurut Sigmun Neuman, bahwa di dalam negara demokrasi, partai politik mengatur keinginan dan aspirasi berbagai golongan dalam masyarakat. Sedangkan di
9
Handari Nawawi,Metode Penelitian Bidang Sosial, yogyakarta:Gajah Mada University Press.1995,hal.40 Miriam Budiarjo,Op.cit,hal.160 11 Ibid 10
27
dalam negara Komunis, partai politik bertugas untuk mengendalikan semua aspek kehidupan secara monolitik. 12 Di dalam pasal 5 Undang-undang No 31 tahun 2001 dijelaskan bahwa tujuan partai politik ada 2, yaitu tujuan umum dan khusus. 1. Tujuan Umum Partai Politik. a) Mewujudkan
cita-cita
nasional
bangsa
Indonesia
sebagaimana
dimaksudkan dalam pembukaan UUD 1945. b) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi nilai kedaulatan rakyat dalam kesatuan Republik Indonesia. 2. Tujuan khusus Partai Politik adalah memperjuangkan cits-cita pasar anggotanya demi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1.6.2.2 Fungsi Partai Politik Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan idiologinya. Cara yang digunakan suatu partai politik dalam sistem politik demokrasi adalah untuk mendapatkan dan mepertahankan kekuasaan melalui Pemilihan Umum. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, partai politik melakukan tiga kegiatan yang meliputi seleksi calon, kampanye dan pelaksanaan fungsi pemerintahan. Apabila kekuasaan untuk memerintah telah didapatkan, maka partai politik tersebut berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai Politik yang tidak mempunyai kedudukan mayoritas pada badan perwakilan rakyat akan berperan sebagai pengontrol partai mayoritas. 12
Miriam Budiarjo,Op.cit,hal.162
28
1. Sosialisasi Politik Sosialisasi politik adalah proses dimana seseorang memperoleh sikap danorientasi terhadap fenomena politik, yang pada umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Setiap masyarakat mempunyai cara-cara untuk mensosialisasikan penduduknya di dalam kehidupan politik. Biasanya proses sosialisasi berjalan berangsur-angsurdari kanak-kanak sampai dewasa. 13 2. Partisipasi Politik Mobiltas warga negara dalam kehidupan dan kegiatan politik merupakan fungsi khas dari partaipolitik. Zaman modern partai politik dibentuk ketika semakin banyak jumlah rakyat yang diberi hak pilih, dan ketika kelompok-kelompok masyarakat menuntut bahwa mereka harus diberi hak untuk bersaing memperebutkan suatu jabatan pemerintahan. 14 3. Rekrutmen Politik Partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk aktif sebagai anggota partai politik. Dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik. Dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik. Caranya adalah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain sebagainya. Juga diusahankan untuk menarik golongan-golongan muda untuk di didik menjadi kader tersebut diikutsertakannya bersaing denganpartai-partai untuk memperebutkan kursi di parlemen, dan jabatan pemerintahan lainnya.
13 14
Koirudin,Op,cit,hal.86 ibid
29
4. Komunikasi Politik. Dalammelaksanakan fungsi komunikasi politik, partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi mereka dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Fungsi ini dijalankan bersama dengan struktur lainya, yaitu komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. 15 5. Artikulasi Kepentingan Menyatakan atau mengartikulasikan kepentingan mereka kepada badan-badan politik dan pemerintahan melalui kelompok-kelompok yang mereka bentuk bersama orang lain yang memiliki kepentingan yang sama. Bentuk artikulasi kepentingan yang paling umum di semua sistem politik adalah pengajuan permohonan secara individual kepada anggota dewan. Dan dalam konsep partai politik, maka anggota partai politik lah yang melakukan fungsi tersebut. 16 6. Agregasi Kepentingan Agregasi kepentingan merupakan cara tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok
yang
berbeda
digabungkan
menjadi
alternatif-alternatif
kebijaksanaan pemerintah. Dalam masyarakat demokratik, partai merumuskan program politik untuk disampaikan kepada badan legislatif dan calon-calon yang diajukan untuk jabatan-jabatan pemerintahan. 17
15
ibid Koirudin,Op.cit,hal.94 17 Koirudin,Op.cit,hal.95 16
30
7. Pembuat Kebijakan Jelas bahwa suatu partai akan berusaha merebut kekuasaan di dalam pemerintahan secara konstitusional. Dan sesudah dia mendapatkan kekuasaan pemerintahan, baik dalam bidang eksekutif maupun legislatif maka dia akan mempunyai dan memberikan pengaruhnya dalam membuat kebijakan yang akan digunakan dalam suatu pemerintahan. 18
1.6.2.3 Sistem Kepartaian Metode yang paling konvensional dalam mengklasifikasikan partai politik adalah berdasarkan dari jumlah partai politik yang ada didalam suatu negara. Dengan cara konvensional tersebutlah dikenal adanya tiga klasifikasi partai politik, yaitu sistem partai tunggal, dwi partai dan multi partai. 1. Sistem Partai Tunggal Istilah ini dipakai untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan antara partai lainnya, dalam kategori terakhir terdapat banyak variasi. Sistem ini juga diindikasikan sebagai suasana non kompetitif, oleh karena partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan. Bentuk ini bisa ditemukan di negaranegra komunis seperti RRC, Uni Sovyet, dan yang paling terkenal adalah Uni Sovyet. Partai Komunis di Uni Sovyet bekerja dalam suasana non kompetitif, tidak ada partai lain yang boleh bersaing dan oposisi dianggap sebagai sebuah bentuk penghianatan.
18
Koirudin,Op.cit,hal.96
31
2. Sistem Dwi Partai Pengertian sistem dwi partai biasanya diartikan dengan adanya dua atau lebih partai, tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Hanya beberapa negara saja yang dewasa ini memeliki ciri-ciri sistem dwi partai, kecuali inggris dan Amerika Serikat. Dalam sistem pemilihan ini partai ang kalah berperan sebagai oposisi utama, tetapi setiap terhadap kebijakan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peranan tersebut sewaktu-waktu dapat bertukar tangan, dalam persaingan memenangkan pemilu, kedua partai berusaha untuk merebut dukungan orangorang yang ada ditengah dua partai dan sering disebu dengan pemilih terapung dan mengambang. Sistem pemilihan ini tidak mendorong tumbuhnya partai baru sehingga memperkukuh system dwi partai.
3. Sistem Multi Partai (Multy Party System) Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus pada berkembangnya sisstem multi partai. Dimana perbedaan Ras, Agama, atau suku bangsa adalah kuat, golongan masyarakat lebih cendrung untuk menyalurkan ilkatan-ikatan terbatas dari pada bergabung dengan kelompok lain yag berbeda orientasi. Maka dari itu, dianggap pola multi partai lebih mampu menyalurkan keanekaragaman budaya dan politik dalam suatu masyarakat daripada dwi partai. Sistem ini ditemukan di Malaysia, Belanda, Prancis dan Indonesia. 19 Pola multi partai umumnya diperkuat oleh system pemilihan perwakilan berimbang yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongangolongan kecil. Melalui system ini, perwakilan berimbang partai-partai kecil dapat 19
Miriam Budiarjo,Demokrasi di Indonesi,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama,1996,hal209
32
menarik keuntungan dari ketentuan bahwa klebihan suara yang diperoleh disuatu daerah pemilihan dapat ditarik kedaerah pemilihan yang lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memenangkan satu kursi.
1.6.3. Pemilihan Umum Legislatif Secara umum pemilu legislative yaitu pemilu untuk memilih anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten-Kota. Melalui Pemilihan Umum, rakyat yang berdaulat memilih
wakil-wakilnya
yang
dihapkan
dapat
memperjuangkan
aspirasi
dan
kepntingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa. Dari berbagai sudut pandang, banyak pengertian mengenai pemilihan umum. Tetapi intinya adalah pemilihan umum merupakan sara untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dan, ini adalah inti kehidupan demokrasi. Pemilu dapat dipahami juga sebagai berikut: 1.
Dalam Undang-undang No 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum dalam bagian menimbang butir a sampai cdisebutkan: a. Bahwa berdasarkan undang-undang dasar 1945, negara republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat; b. Bahwa Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat
dalam
rangka
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
33
keikutsertaan
rakyat
dalam
c. Bahwa Pemilihan Umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakilwakil
rakyat
yang
akan
duduk
dalam
lembaga
Permusyawaratan/Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penyusunan tata kehidupan negara yang di jiwai semangat Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia Demikian juga dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa: “pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 2.
Dalam pernyataan umum hak asasi manusia PBB pasal 21 ayat 1 dinyatakan bahwa “setiap orang mempunyai hak untukmengambil bagian dalam pemerintahan negrinya, secara langsung atau melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara bebas. “Hak untuk berperan serta dalam pemerintahan ini berkaitan dan tidak terpisahkan dengan hak berikutny dalam ayat 2 yaitu “setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh akses yang sama pada pelayanan oleh pemerintah negrinya.”
Selanjutnya untuk mendukung ayat-ayat tersebut, dalam ayat 3 ditegaskan asas untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang melandasi kewenangan dan tindakan pemerintahan suatu negara, yaitu “kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar kewenangan pemerintah; kehendak ini hendaknya dinyatakan di dalam pemilihan-pemilihan sejati dan periodik (periodik) yang bersifat umum
34
dengan hak pilih yang sama dan hendaknya diadakan dengan pemungutan suara rahasia atau melalui prosedur pemungutan suara bebas”. Pernyataan umum Hak Asasi Manusia PBB pasal 21 khususnya ayat 3 tersebut merupakan penegasan asas demokrasi yaitu bahwa kedaulatan rakyat harus menjadi dasar bagi kewenangan pemerintah dan kedaulatanrakyat melalui suatu pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia. 3.
Pemilihan Umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek bernegara masa kini (modern) karena menjadi sarana utama bagi rakyat untuk menyatakan kedaulatannya atas negara dan pemerintah. Pernyataan kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat untuk menentukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan sisi lain mengawasi pemerintahan negara. Karena itu, fungsi utama bagi rakyat adalah “untuk memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakil mereka”.
1.6.2.3.
Pentingnya Pemilu
Pemiliha umum dalam sebuah negara yang demokratis menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan. Melalui pemilihan umum, rakyat yang berdaulat memilih wakilwakilnya yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa. Pemerintaha yang berkuasa sendiri merupakan hasil dari pilihan maupun bentukan para wakil rakyat tadi untuk menjalankan kekuasaan negara. Tugas para wakil pemerintahan yag berkuasa adalah melakukan kontrol atau pengawasan terhadap pemerintah tersebut, dengan demikian, melalui pemilihan umum rakyat akan selalu dapat terlibat dalam proses politik dan secara langsung maupun tidak
35
langsung menyatakan kedaulatan atas kekuasaan negara dan pemerintahan melalui para wakil-wakilnya. Dalam tatanan demokrasi, pemilu juga menjadi mekanisme atau cara untuk memindahkan konflik kepentingan dari tataran masyarakat ke tataran badan perwakilan agar dapat diselesaikan secara damai dan adil sehingga kesatuan masyarakat tetap terjamin. Hal ini didasar kan pada prinsip bahwa dalam sistem demokrasi, segala perbedaan atau pertentangan kepentingan di masyarakat tidak boleh diselesaikan dengan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan melalui musyawarah mengenai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda agar tercapai apa yang disebut sebagai kepentingan umum yang nantinya kemudian dirumuskan dalam kebijakan umum.
1.6.2.4.Sistem Pemilihan Umum Dalam Ilmu Politik dikenal dengan bermacam-macam sistem pemilihan umu, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu : 1. Single Member Constituency Sistem ini merupakan system pemilihan yag paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis ( yang biasa disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan ini negara dibai dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Para pendukung system ini berasumsi bahwa dengan diterapkannya system ini diharapkan dapat memperkuat peran serta fungsi lembaga legislatif dalam system politik yang
36
berlaku. Dengan pengawasan setiap distrik pemilihan terhadap wakilnya diharap kan mampu meningkatkan kinerja legislator. 20
2. Multy Member Constituency Dengan sistem perwakilan proporsional tidak ada pembagian wilayah pemilihan karena pemilihan bersifat nasional. Pembagia kursi dibadan perwakilan rakyat didasarkan pada jumlah persentase suara yang diperoleh masing-masing partai. Dalam sistem ini setiap suara dihitung dalam arti bahwa suara partai dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai dalam daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai dalam daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan. System perwakilan ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain, antara lain dengan system daftar, dimana setiap partai mengajukan satu calon dan pemilih hanya bisa memilih salah satu dari daftar tersebut. 21
1.7. Jenis Penelitan Jenis penelitan yang digunakan penulis dala penelitian ini adalah kualitatif dan deskriptif yang diartikan sebagai pendekatan yang dapat meghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati selama penelitian. Penelitian deskriptif juga digunakan sebagai suatu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan keadaan objek penelitian secara mendalam saat sekarang dan tujuan dari
20 21
Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Politik,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka utama,2000,1777 Ibid,hal 179
37
penelitian deskriptif adalah membuat suatu deskripsi sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
1.7.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dewan Pimpinan daerah Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Kota Medan
1.7.2. Tehnik Pengumpulan Data Dalam pengumpula data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer Dalam hal ini untuk mendapatkan data harus melakukan penelitian lapangan yang didasarkan pada peninjauan langsung dengan objek yang akan diteliti. Untuk memperoleh data-data yang akurat dilakukan dengan cara melakukan tehnik wawancara mendalam yaitu adanya proses tanya jawab secara langsung antara penulis yang dtunjukkan kepada para informan di lokasi penelitian dengan menggunakan panduan dan pedoman yang baik.
2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari lokasi atau objek penelitian. Pengumpulan data dengan tinjauan kepustakaan dan dokumentasi.
38
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dan informasi melalui buku-buku yang ada, literature-literatur dan sumber-sumberyang lain yang relevan dengan masalah yang diteliti.
1.7.3. Tehnik Analisis Data Penelitian ini bersifat deskriptif, yakni bertujuan untuk memberikan suatu gambaran mengenai situasi maupun kondisi yang terjadi. Data-data yang terkumpul baik itu berasal dari kepustakaan (penelitian kepustakaan) maupun penelitian dilapangan akan diolah dan dieksplorasi secara mendalam selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.
39
1.8. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci dan mempermudah pemahaman ini dan skripsi ini, maka penulis membagi dalam empat (4) bab yang disusun secara sistematika sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, defenisi oprasional, metodologi penelitian dan sistematika penulisan
BAB II
: Deskripsi Lokasi Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum dari lokasi penelitian, antara lain letak geografis, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, serta hal-hal yang berkaitan dengan masalahyang diteliti
BAB III
: Penyajian Data dan Analisis
Bab ini membahas tentang data dan analisis data yang akan didapat dari hasil penelitian yang akan dilakukan.
BAB IV
: Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian serta terdapat saran-saran didalamnya.
40