BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bidang usaha yang berorientasi non-profit yang dibangun untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
159/Menkes/Per/II/1988, rumah sakit dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta. Rumah sakit pemerintah adalah rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, TNI dan POLRI, BUMN, dan departemen lainnya; sedangkan rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh suatu yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum. Tugas utama rumah sakit berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Guna mewujudkan tugas tersebut, rumah sakit memberikan berbagai macam pelayanan antara lain rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, rawat intensif, serta pelayanan penunjang lainnya. Persaingan antar rumah sakit terlihat dari semakin banyaknya rumah sakit yang didirikan baik rumah sakit milik pemerintah maupun rumah sakit swasta. Menurut informasi yang didapatkan dari website Kementrian Kesehatan RI, pertumbuhan rumah sakit selalu meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2012, jumlah rumah sakit di Indonesia mencapai 1.608 rumah sakit umum dan 475 rumah sakit khusus sedangkan pada tahun 2013 jumlahnya 1
meningkat menjadi 1.718 rumah sakit umum dan 510 rumah sakit khusus. Begitu pula pada tahun 2014, jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus yang ada di Indonesia kembali meningkat menjadi 1.855 rumah sakit umum dan 555 rumah sakit umum.
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Di Indonesia (2012-2014) Kategori
Kepemilikan
RS PUBLIK
Pemerintah -Kemkes -Pemda Provinsi -Pemda Kabupaten -Pemda Kota -Kementrian Lain -TNI -POLRI Swasta Non Profit Swasta
RS PRIVAT
BUMN TOTAL *Keterangan:
RS
Swasta
2012 725 14 49
RS Umum 2013 749 14 53
RS Khusus 2012 2013 2014 88 89 93 18 19 19 40 43 46
2014 771 14 52
434
445
456
13
10
7
74 3
79 3
81 5
14 0
13 0
12 3
112 39 515
114 41 522
121 42 539
3 0 212
4 0 202
6 0 200
300
387
485
168
212
255
68 1608 terdiri
60 1718 dari:
60 7 7 7 1855 475 510 555 Perusahaan, Perorangan dan
Swasta/Lainnya. Sumber: Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes (telah diolah kembali)
2
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan rumah sakit selama tahun 2012–2014 sangat pesat setiap tahunnya. Dalam rangka memenangi persaingan yang ada serta untuk bertahan dan berkembang di era globalisasi ini, rumah sakit harus mampu meningkatkan kualitas sumber dayanya baik sumber daya manusia, peralatan, maupun teknologinya agar rumah sakit mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik. Apalagi setelah pemerintah mengeluarkan PP No. 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum (BLU) dan Permendagri No. 61 tahun 2007 tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang menuntut agar rumah sakit dapat memberikan pelayanan dengan mutu yang lebih baik lagi, penanganan pasien yang lebih cepat, dan harga yang relatif murah. Oleh karena itu, untuk dapat tetap bertahan hidup dan berkembang, rumah sakit memerlukan dukungan biaya serta pengelolaan keuangan yang baik termasuk di antaranya adalah rumah sakit harus mampu dalam mengelola cost yang dikeluarkannya. Pengelolaan cost penting bagi rumah sakit karena cost tersebut digunakan sebagai dasar dalam pengajuan pola tarif baru, sebagai dasar penyusunan anggaran atau subsidi pemerintah, serta dapat digunakan untuk mengukur kinerja dan tingkat efisiensi serta mutu pelayanan kesehatan. Terdapat beberapa metode dalam menghitung cost. Salah satunya adalah akuntansi cost tradisional. Akuntansi cost tradisional merupakan suatu sistem yang hanya melekatkan cost ke produk berdasarkan volume, sehingga bagi perusahaan yang memiliki lebih dari satu produk atau jasa yang dihasilkan, seringkali sistem ini dianggap gagal dalam menentukan cost
3
produk serta dapat menimbulkan distorsi secara signifikan yang nantinya akan berdampak pada kerugian perusahaan. Rumah sakit sebagai industri jasa pelayanan kesehatan menghasilkan berbagai macam produk atau jasa antara lain pelayanan rawat inap, rawat jalan, rawat darurat, rawat intensif, dan pelayanan penunjang lainnya. Oleh sebab itu, akuntansi cost tradisional tidak cocok apabila digunakan di rumah sakit yang memiliki lebih dari satu produk atau jasa. Guna mengatasi keterbatasan yang ada pada akuntansi cost tradisional, rumah sakit dapat menggunakan sistem akuntansi berdasarkan aktivitas atau biasa disebut dengan activity-based costing system (ABC). Sistem ABC dikatakan mampu untuk mengukur secara cermat cost yang keluar dari setiap aktivitas. 1.2 Pertanyaan Penelitian RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo merupakan salah satu rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang berlokasi di kota Purwokerto. RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo menghasilkan berbagai macam layanan atau jasa yaitu rawat inap, rawat jalan, rawat darurat, rawat intesif, bedah sentral, endoskopi, transfusi darah, radiologi, radioterapi, dan hemodialisa. Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), pihak rumah sakit dituntut agar dapat memberikan pelayanan yang cepat dan bermutu, di sisi lain rumah sakit juga diharapkan mampu untuk mengelola cost yang dikeluarkannya. Analisis cost melalui perhitungan unit cost dapat digunakan oleh rumah sakit sebagai dasar atau acuan dalam mengusulkan tarif pelayanan rumah sakit yang baru dan terjangkau bagi masyarakat. Hal tersebut tertuang 4
dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 52 Tahun 2013 tentang Tarif Pelayanan pada BLUD RSUD dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah. Di dalamnya juga dijelaskan bahwa penentuan tarif rumah sakit harus didasarkan atas unit cost dengan mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan pelayanan, kemampuan ekonomi masyarakat, asas keadilan dan kepatutan pengenaan tarif di rumah sakit. Selain itu, penentuan tarif di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: 1. Membentuk tim untuk menyusun rancangan tarif layanan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. 2. Tim tarif melakukan koordinasi dengan unit-unit yang ada di lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. 3. Tim tarif mengusulkan hasil rancangan tarif layanan yang telah dibuat kepada Direktur RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. 4. Tarif layanan diusulkan oleh direktur kepada Gubernur Jawa Tengah melalui Sekretaris Daerah. 5. Pihak rumah sakit menunggu waktu hingga tarif layanan tersebut ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Jawa Tengah. Berdasarkan wawancara penulis dengan bagian keuangan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, dikatakan bahwa dalam menghitung unit cost, sebelumnya pihak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo menggunakan metode double distribution. Metode double distribution adalah metode dengan cara cost didistribusikan melalui dua tahap yaitu (1) cost dari unit penunjang dialokasikan ke unit penunjang lain dan unit penghasil; (2) unit penunjang
5
yang telah menyerap cost dari alokasi sebelumnya dialokasikan kembali ke unit penghasil, sehingga cost di unit penunjang habis terbagi ke unit penghasil (Hidhayanto, 2009). Namun pada metode double distribution terdapat beberapa keterbatasan seperti asumsi yang terlalu banyak dalam mengalokasi cost, sehingga dapat mengakibatkan hasil analisis yang bias dan jauh dari keakuratan. Oleh karena itu, pada tahun 2013, RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo mulai belajar untuk menghitung unit cost menggunakan metode activity-based costing. Dalam perhitungan unit cost menggunakan metode activity-based costing, pihak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo mengalokasikan semua elemen cost yang ada ke masing-masing unit kerja baik yang manajemen maupun selain manajemen disesuaikan dengan data-data yang ada di lapangan berdasarkan observasi, wawancara, dan pengumpulan data dari semua unit yang terkait. Namun, berdasarkan wawancara penulis dengan pihak rumah sakit, mereka mengatakan bahwa masih terdapat kekurangan pada tahap observasi, wawancara, dan pengumpulan data dari semua unit tersebut karena keterbatasan waktu. Dampak dari hal itu adalah membuat proses perhitungan unit cost pada tahun 2014 terhenti sehingga perhitungan unit cost pada tahun 2014 masih belum ada. Selain itu, kendala lain yang dihadapi oleh RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dalam perhitungan cost menggunakan activitybased costing adalah keterbatasan SDM yang ahli dalam hal tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan activity-based costing di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo belum maksimal.
6
Mengingat jasa yang dihasilkan sangat beragam, pada penelitian ini, penulis hanya fokus terhadap jasa rawat inap saja. Pada perhitungan unit cost menggunakan activity-based costing, biaya yang diperhitungkan pada jasa rawat inap adalah biaya SDM, biaya pengadaan alat medis, biaya pemeliharaan alat medis, biaya penyusutan alat medis, biaya konsumsi pasien, biaya listrik, biaya air, biaya laudry, biaya alat tulis kantor, biaya telepon, biaya pengadaan alat rumah tangga, biaya pemeliharaan alat non medis, biaya penyusutan alat non medis, biaya pemeliharaan gedung dan bangunan, dan biaya penyusutan gedung dan bangunan. Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi pertanyaan pokok dalam penelitian ini adalah: 1. Berapakah besarnya cost jasa rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tahun 2014 apabila dihitung menggunakan activity-based costing? 2. Apakah perhitungan cost jasa rawat inap tahun 2013 yang dilakukan oleh pihak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo masih dapat digunakan sebagai dasar pengajuan tarif pelayanan jasa rawat inap?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menghitung cost jasa rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2014 dengan menggunakan activity-based costing.
7
2. Melakukan evaluasi apakah perhitungan cost jasa rawat inap tahun 2013 yang dilakukan oleh pihak RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo masih dapat digunakan sebagai dasar pengajuan tarif rawat inap.
1.4 Batasan Penelitian RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo memiliki banyak pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yaitu rawat inap, rawat jalan, rawat darurat, rawat intesif, bedah sentral, endoskopi, transfusi darah, radiologi, radioterapi, dan hemodialisa. Mengingat begitu banyaknya pelayanan yang ada serta keterbatasan waktu, maka penelitian ini hanya difokuskan pada perhitungan cost menggunakan activity-based costing pada unit jasa rawat inap saja. Walaupun penelitian hanya dilakukan pada unit jasa rawat inap saja, hasil perhitungan cost yang ada mampu menggambarkan kondisi rumah sakit dalam menerapkan activity-based costing secara keseluruhan.
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain: 1. Manfaat Praktis Bagi perusahaan atau organisasi, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan referensi manajemen dalam perhitungan cost jasa rawat inap rumah sakit sehingga dapat menjadi dasar yang kuat dalam pengambilan keputusan pemerintah daerah dalam menentukan tarif yang sesuai.
8
2. Manfaat Akademis Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan serta pembanding bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini akan terdiri dari lima bab utama yaitu: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini berisikan teori-teori yang diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai sumber literatur berkaitan dengan activity-based costing dan hal-hal lain yang berkaitan dengan topik tersebut. BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini berisikan jenis data yang diperlukan, metode pengumpulan data, serta metode analisis data. BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang gambaran umum rumah sakit yang meliputi sejarah, visi dan misi, tugas pokok dan fungsi organisasi, struktur organisasi, pelayanan rawat inap yang ada di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, dan penerapan ABC dalam kaitannya dengan penentuan cost pelayanan jasa rawat inap.
9
BAB 5 PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan atas hasil yang diperoleh dari penelitian ini serta saran-saran yang terkait sehingga diharapkan dapat berguna untuk penelitian selanjutnya.
10