4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut WHO (World Health Organization) Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi kesehatan dan sosial dengan fungsi menyediakan pelyanan paripurna (komprehensif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan dan pusat penelitian biomedis (UU RI No. 44, 2009). 2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit Rumah sakit dapat diklasifikasikan sebagai berikut (UU RI No. 44, 2009): 1. Berdasarkan Kepemilikan a. Rumah Sakit Umum Pemerintah, Rumah Sakit Umum Pemerintah adalah Rumah Sakit yang dibiayai, diselenggarakan dan diawasi oleh pemerintah pusat (Departemen Kesehatan), Pemerintah Daerah, ABRI, Departemen Pertahanan dan Keamanan maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Rumah sakit ini bersifat non profit. Rumah Sakit Umum Pemerintah dapat diklasifikasikan berdasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan.
5
1) Rumah Sakit Umum Kelas A adalah adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. 2) Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas. 3) Rumak Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. 4) Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasiitas dan kemampuan pelayanan medik dasar b. Rumah sakit umum swasta Rumah Sakit Umum Swasta adalah Rumah Sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan, organisasi keagaman atau badan Hukum lain dan dapat juga bekerja sama dengan Institusi Pendidikan. Rumah Sakit ini dapat bersifat profit dan nonprofit. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 806b/Menkes/SK/XII/1987, klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta, yaitu : 1) Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, memberikan pelayanan medik bersifat umum. 2) Rumah Sakit Umum Swasta Madya, memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang. 3) Rumah Sakit Umum Swasta Utama, memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan subspesialistik.
6
2. Berdasarkan Jenis Pelayanan a. Rumah Sakit Umum Rumah Sakit yang melayani semua bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuannya. Pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik. b. Rumah Sakit Khusus Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis pelayanan tertentu seperti Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Paru, Rumah Sakit Mata, dan lain-lain. 3. Berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Sakit a. Rumah Sakit untuk Perawatan Jangka Pendek, Rumah Sakit ini melayani pasien dengan penyakit-penyakit kambuhan yang dapat dirawat dalam periode waktu relatif pendek, misalnya Rumah Sakit yang menyediakan pelayanan speseialis. b. Rumah Sakit untuk Perawatan Jangka Panjang, Rumah Sakit ini melayani pasien dengan penyakit-penyakit kronik yang harus berobat secara tetap dan dalam jangka waktu yang panjang, misalnya Rumah Sakit Rehabilitasi dan Rumah Sakit Jiwa. 4. Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur a. Dibawah 50 tempat tidur
e. 300-399 tempat tidur
b. 50-99 tempat tidur
f. 400-499 tempat tidur
c. 100-199 tempat tidur
g. 500 tempat tidur dan lebih
d. 200-299 tempat tidur
7
5. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan Rumah sakit berdasarkan afilliasi pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu rumah sakit pendidikan dan rumah sakit nonpendidikan. Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatric, dan bidang spesialis lain. Sedangkan rumah sakit nonpendidikan adalah rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan tidak afiliasi rumah sakit dengan universitas. 6. Berdasarkan Status Akreditas (Siregar dan Amalia, 2004) Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi.Rumah sakit yang telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu. 2.1.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (UU RI No. 44, 2009). Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
tugas Rumah Sakit yaitu memberikan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Dalam menyelenggarakan tugasnya, maka fungsi Rumah Sakit adalah: 1.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
8
2.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
3.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
4.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan; menyelenggarakan bidang Administrasi Umum dan Keuangan.
2.1.4 Profil Rumah Sakit Bunda 2.1.4.1 Sejarah Rumah Sakit Bunda Rumah Sakit Bunda merupakan salah satu rumah sakit swasta yang ada di Kota Gorontalo. Rumah sakit ini terletak ditempat yang sangat stategis dan mudah di jangkau oleh masyarakat Gorontalo. Rumah Sakit yang berada di jalan Prof. Dr. H.B. Yassin no. 269 ini masih tergolong rumah sakit sederhana yang bertipe C, dimana rumah sakit ini hanya mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialitik dasar. Rumah Sakit Bunda didirikan pada tanggal 17 maret 2007 yang diprakarsai oleh PT. Surya Medis Pratama. Pada awal terbentuknya, Rumah Sakit ini hanya berupa Rumah Sakit Bersalin. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya di Propinsi Gorontalo, dr. Librioda Suminar, Sp.M selaku direktur Rumah Sakit atas nama PT. Surya Medis Pratama bermaksud untuk memperluas pelayanan dengan menambahkan Fasilitas untuk Bedah Umum dan Sub Spesialistik Bedah lainnya.
9
Pada tanggal 20 April 2010 penyelenggaraan Rumah Sakit Khusus dengan nama “Rumah Sakit Bedah Bunda” terlaksana. Sementara izin pengoperasian Rumah Sakit ini sebagai tempat usaha di tetapkan pada tanggal 13 Juli 2010 (Profil
RS.
Bunda,
2013).
Berdasarkan
KEPMENKES
RI
No.
806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang kliasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta, Rumah Sakit Bunda termasuk dalam klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan subspesialistik. 2.1.4.2 Visi Dan Misi Rumah Sakit Bunda Adapun visi rumah sakit bunda : Menjadi Rumah Sakit swasta yang memiliki keunggulan dalam pelayanan pasien dan misi : Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, cepat, tepat, ramah, dan informatif pada masyarakat” 2.1.4.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit Bunda Direktur Dr. Librioda Suminar, Sp.M Komite Medik
Kabid. Pelayanan Medis Dr. Farit Rajak
Kabid. Administrasi dan Keuangan Yoan Usulu, SE
Kabid. Keperawatan H. Arifin Umar, S.Kep, Ns
Gambar 2.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Bunda Gorontalo
10
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2.2.1 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Definisi instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu bagian unit/bagian di rumah sakit, tempat atau penyelenggaraan semua fungsi pekerjaan kefarmasian yang mengelola semua aspek obat mulai dari produksi, pengembangan, pelayanan farmasi untuk semua individu pasien, profesional kesehatan, dan program rumah sakit (Siregar dan Kumolosasi, 2005). Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian yang bertanggung jawab penuh dibidang pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit, bagian ini di kepalai oleh apoteker (Depkes RI, 2008). Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Siregar dan Amalia, 2004). Berdasarkan definisi tersebut Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat didefinisikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan, pengendalian mutu, dan pengendalian distribusi, dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan farmasi
11
klinik umum dan spesialis, mencakup pelayananan langsung pada penderita dan pelayanan klink yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar dan Amalia, 2004). Tugas utama instalasi farmasi rumah sakit adalah menyelenggarkan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit (UU RI No 44, 2009). 2.2.2 Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tujuan instalasi farmasi rumah sakit adalah mengadakan, melaksanakan fungsi, dan pelayanan farmasi yang langsung serta bertanggung jawab dalam mencapai hasil yang pasti, guna meningkatkan mutu kehidupan individu pasien dan anggota masyarakat. Guna mencapai tujuan dengan unsur utama yang tersebut, IFRS wajib melaksanakan fungsi dan pelayanan paripurna. Sementara yang dimaksud dengan fungsi pelayanan paripurna adalah semua fungsi yang berkaitan dengan produksi, pengembangan, dan dipadukan dengan pelayanan yang
langsung
berinteraksi
dengan
pasien
atau
profesional
pelayanan
kesehatan/pelayanan farmasi klinik (Siregar dan Kumolosasi, 2005). 2.2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bunda Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bunda kota Gorontalo merupakan salah satu unit fungsional yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab secara langsung kepada RS bunda. Instalasi farmasi rumah sakit merupakan suatu devisi dari rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker tempat penyelenggaraan semua kegiatan dan
12
pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri yang terdiri atas pelayanan paripurna mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pengendalian mutu, distribusi dan pelayanan informasi obat yang merupakan program rumah sakit. Rumah sakit Bunda Gorontalo mempunyai ruangan instalasi farmasi yang masih menyatu dengan rumah sakit. Instalasi farmasi bertanggung jawab terhadap pekerjaan kefarmasian secara keseluruhan (Profil RS. Bunda, 2013). 2.2.4 Struktur Organisasi IFRS Bunda (Profil RS. Bunda, 2013) Kepala Instalasi Farmasi Ahmad Husain Palli, S.Si,M. Kes. Apt
1. 2. 3. 4. 5.
Unit Pebekalan Farmasi Ulfa Hurudji
Unit Pelayanan Farmasi Sri Destiani Monto, Amd.Farm s Farm Trivicalti, Amd.
Tugas Memesan obat Menerima obat Memeriksa obat Menyimpan obat Mencatat obat yang masuk dan keluar
Tugas Melayani resep pasien rawat jalan Melayani permintaan obat secara tertulis Menerima obat Memesan obat Memeriksa obat Menyimpan obat Mencatat obat yang masuk dan keluar
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Gambar 2.2. Struktur Organisasi IFRS Bunda
13
2.3 Pengelolaan Obat Manajemen Pengelolaan Obat merupakan suatu siklus yang meliputi fungsifungsi dasar seperti seleksi (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution), dan penggunaan (use) (Quick dkk (1997)). Keempat fungsi dasar tersebut memerlukan dukungan dari organisasi, kondisi keuangan, manajemen informasi dan sumber daya manusia yang ada di dalamnya.
Selection
Use
Management Support Organization Financing Information managemen, Human resources
Procurement
Information Management Human Resources Distribution
Policy and Legal Framework Gambar 2.3. Siklus Manajemen Obat (Quick dkk, 1997) Jalur koordinasi : Jalur logistik : Perencanaan dan pengadaan ditentukan dengan sejumlah keperluan obat, pemilihan metode pengadaan, pengelolaan tender, penetapan kontrak, jaminan kualitas obat dan ketaatan kontrak kerja. Distribusi meliputi kontrol persediaan,
14
pengelolaan penyimpanan, serta pengiriman ke bagian depot obat maupun fasilitas kesehatan. Terakhir pada tahap penggunaan yang meliputi proses diagnosis, peresepan, dispensing dan analisis kesesuaian penggunaan obat oleh pasien (Quick dkk, 1997). Siklus manajemnen obat ini
di dukung oleh faktor-faktor pendukung
manajemen (management support), yang meliputi organisasi, keuangan dan finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi manajemen (SIM), setiap tahap siklus manajemen obat yang baik harus di dukung oleh keempat faktor tersebut, sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif dan efisien (Bogadenta, 2012). 2.3.1 Seleksi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit, seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi, sampai dengan menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purnatransaksi pembelian (Depkes RI, 2006). Pada proses pemilihan obat seharusnya mengikuti pedoman yaitu memilih obat yang telah terbukti efektif dan merupakan drug of choice, memilih seminimal mungkin obat untuk suatu jenis penyakit, mencegah duplikasi, melakukan evaluasi
kontra
indikasi
dan
efek
samping
secara
cermat
untuk
15
mempertimbangkan penggunaannya, mempertimbangkan faktor harga dimana obat yang secara klinis sama maka harus dipilih yang paling murah, serta menggunakan obat dengan nama generik (BPOM, 2001). Panduan proses seleksi obat yang disusun oleh WHO, antara lain (Quick dkk,1997) : a. Relevan dengan pola penyakit b. Memilih obat yang telah terbukti efektif c. Evidence of performance in a variety of setting d. Kualitas yang memadai termasuk bioavailabilitas dan stabilitas e. Memiliki rasio cost-benefit dalam hal total treatment cost f.
Memilih obat yang sudah dikenal, obat dengan sifat farmakokinetik yang paling menguntungkan dan sebaiknya termasuk obat produksi local agar praktis dalam pengangkutan serta dapat meminimalkan biaya impor
g. Merupakan senyawa tunggal Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benarbenar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik meliputi (Depkes RI, 2008): a.
Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan jenis
b.
Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal
16
c.
Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari penyakit yang pravalensinya tinggi.
2.3.2 Perencanaan Menurut keputusan Menteri Kesehatan No.1197 tahun 2004, perencanaan merupakan proses pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat (Depkes RI, 2006). Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit (Depkes RI, 2008). Tujuan perencanaan obat adalah untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya kekosongan obat, dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional (Bogadenta, 2012). Pedoman dalam menyusun suatu perencanaan antara lain (Depkes RI, 2008) : a. DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku. b. Data catatan medik/rekam medik c. Anggaran yang tersedia d. Penetapan prioritas e. Siklus penyakit f. Sisa persediaan g. Data pemakaian periode yang lalu. h. Rencana pengembangan.
17
Beberapa macam metode yang digunakan dalam melakukan perencanaan, antara lain (Bogadenta, 2012): a. Metode Morbiditas (Epidemiologi) Menurut Suryawati (1997) dalam (Bogadenta, 2012), metode ini didasarkan pada penyakit yang ada. Dengan kata lain obat yang disediakan didasarkan pada jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yaitu didasarkan pada penyakit yang ada di rumah sakit atau yang paling sering muncul di masyarakat. b. Metode Konsumsi Metode perencanaan obat ini didasarkan pada kebutuhan rill obat periode lalu, dengan penyesuaian dan koreksi berdasarkan pada penggunaan obat pada tahun sebelumnya. c. Metode Gabungan Metode ini merupakan metode gabungan antara metode morbiditas dan metode konsumsi. 2.3.3 Pengadaan Obat Pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit biasanya di batasi oleh ketersediaan obat dan total biaya kesehatan. Oleh sebab itu, pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncankan sebelumnya. Hal ini terkait dengan tujuan pengadaan barang, yaitu memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga yang layak, mutu yang baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, serta proses berjalan lancar dengan tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan (Bogadenta, 2012).
18
Pada proses pengadaan ada 3 elemen yang harus diperhatikan (Depkes RI, 2008): 1. Pengadaan ynag dipilih bila tidak diteliti, dapat menjadikan biaya tinggi 2. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu, untuk bahan berbahaya khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai certificate of origin, waktu dan kelancaran bagi semua pihak dll. 3. Order pemesanan agar barang dapat sesuai macam, waktu dan tempat. 2.3.4 Distribusi Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan (Depkes RI, 2008). Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada penderita (Siregar dan Amalia, 2004). Menurut Quick dkk (1997) Ada empat elemen penting dalam pendistribusian di rumah sakit: 1. Desain Sistem 2. Sistem Informasi (inventory control, catatan, formulir, laporan konsumsi, arus informasi) 3. Penyimpanan (seleksi, desain bangunan, bahan sistem penanganan, memilih perintah)
19
4. Pengiriman (koleksi vs pengiriman, pilihan transportasi, pengadaan kendaraan, pemeliharaan kendaraan, rute dan sheduling pengiriman) 2.3.5 Penggunaan Penggunaan meliputi pemilihan obat yang tepat untuk pasien yang sesuai, informasi untuk pasien, aturan pemakaian yang jelas dan pemantauan penggunaan obat oleh pasien. Menurut WHO Penggunaan obat yang rasional mensyaratkan bahwa pasien menerima obat yang tepat dengan kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri, untuk jangka waktu yang cukup, dan pada biaya terendah untuk mereka dan komunitas mereka (Quick dkk, 1997). 2.3.6 Indikator Pengelolaan Obat Setiap sistem manajemen dimaksudkan untuk melaksanakan serangkaian kegiatan penyelesaian pekerjaan dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Rangkaian penyelesaian pekerjaan ini akhirnya akan terakomulasi dan menghasilkan suatu keluaran (output). Pada umumnya keluaran sistem sudah terbentuk sesuatu yang nyata dan dapat diukur, berbeda dengan tujuan sistem yang dirumuskan secara abstrak. Dengan membandingkan keluaran sistem dengan tujuan sistem diperlukan konversi atas tujuan sistem menjadi suatu parameter yang dapat diukur. Pengukuran parameter dapat dilakukan secara langsung jika ciri atau faktor yang akan diukur tersebut secara fisik ada, maka yang akan diukur bukan faktornya sendiri tetapi indikatornya (BPOM, 2001).
20
Indikator digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai. Selain itu Indikator dapat digunakan untuk menentukan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran yang telah ditetapkan. Hasil pengujian tersebut dapat digunakan oleh penentu kebijakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang lebih tepat (Depkes RI, 2002). Terdapat beberapa batasan Indikator yaitu (BPOM, 2001): a.
Indikator merupakan ukuran untuk mengukur perubahan.
b.
Indikator merupakan jenis data berdasarkan sifat/ gejala/ keadaan yang dapat diukur dan dapat diolah secara mudah dan cepat dengan tidak memerlukan data lain dalam pengukurannya. WHO (1993) menetapkan Indikator efisiensi pengelolaan obat pada tahap
seleksi : Tabel 2.1. Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat pada tahap seleksi di Rumah Sakit. Tahap Selection
Indikator
Tujuan
Kesesuaian item obat yang
Untuk mengetahui tingkat
tersedia dengan DOEN
kepatuhan terhadap
Nilai standar 82 %
pemakaian obat esensial
2.4 Upaya Efisiensi Efisiensi dapat diartikan sebagai ketepatan cara yang berkenaan dengan usaha atau kerja dalam menjalankan sesuatu hal. Dengan kata lain, efisiensi adalah sesuatu yang memiliki nilai kedayagunaan yang tepat sasaran, efektif, dan tidak membuang-buang waktu (Bogadenta, 2012).
21
Menurut Schermerhorn (2001), efisiensi adalah mengukur biaya sumber daya yang diperlukan sehubungan dengan pencapaian suatu tujuan, dalam hal ini perbandingan antara keluaran (output) riil yang hasilkan dengan masukan (input) yang digunakan. Dengan kata lain efisiensi adalah kemampauan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar. Sistem pengelolaan obat dikatakan efisien jika memenuhi beberapa kriteria diantaranya ketepatan jenis obat, ketepatan biaya dan sumber daya, serta ketepatan jumlah obat. Menurut definisi ini, efisiensi terdiri atas 2 unsur yaitu kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut. Efektif berarti pengadaan barang/ jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.