BAB 1
PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG Pasien-pasien mata umumnya memiliki risiko khusus terhadap tindakan
anestesi. Pasien biasanya datang dengan umur yang ekstrim, sangat muda atau justru sangat tua. Oleh karenanya, kondisi medis yang mendasari keadaan pasien tersebut dapat memperberat risiko anestesi, demikian juga halnya respon pasien terhadap obat-obat anestesi yang diberikan. Seringnya, pasien-pasien mata yang mendapat pengobatan sehubugan dengan penyakit mata yang mereka derita dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tatalaksana anestesi. Terdapat variasi data mortalitas yang berkaitan dengan tindakan anestesi pada operasioperasi mata sejak tahun 1960 sampai 1970-an, yaitu berkisar antara 0.06% – 0.16% tanpa membedakan apakah pasien mendapat tindakan anestesi lokal atau umum.1 Quigley pada tahun 1974 menyatakan bahwa morbiditas yang berkaitan dengan tindakan anestesi pada pembedahan mata termasuk di dalamnya mual, muntah, perdarahan retrobulbar, perforasi dan hilangnya humor vitreous.2 Pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi mata merupakan hal yang penting bagi seorang dokter anestesi, diantaranya adalah pemahaman tentang tekanan intra okuler (TIO) serta bagaimana tekanan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa penyakit dan obat-obatan, termasuk obat-obat yang digunakan dalam tindakan anestesi.3 Karena, salah satu tujuan penting dalam tatalaksana anestesi selama tindakan pembedahan mata adalah mengupayakan agar TIO tetap terkendali. Terutama sekali pada tindakan pembedahan mata sistem terbuka, dimana variasi perubahan TIO yang besar selama pembedahan dapat berakibat terjadinya kerusakan pada fungsi penglihatan paska operasi. Pada pasien-pasien seperti ini, tindakan-tindakan yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya suatu peningkatan TIO, termasuk stres mekanik ataupun farmakologik, haruslah dihindarkan.4
Universitas Sumatera Utara
Usaha-usaha untuk mengendalikan TIO dalam rentang nilai yang fisiologis (berkisar
antara
10-20
mmHg)
merupakan
suatu
keharusan
untuk
mempertahankan kondisi anatomis yang diperlukan untuk fungsi refraksi dan penglihatan yang optimal. Pentingnya TIO pada seorang dokter anestesi adalah sebagai berikut: 1) Pasien dengan peningkatan TIO yang terjadi secara akut atau kronis yang menjalani tindakan pembedahan korektif. 2) Pasien dengan peningkatan TIO kronik yang menjalani tindakan pembedahan non-ophthalmic. 3) Pasien dengan tindakan pembedahan bola mata terbuka akibat adanya penetrating eye injury. 4) Beberpa obat dan tindakan yang digunakan dalam anestesi yang dapat mempengaruhi TIO.5 Tekanan intra okuler membantu untuk menjaga bentuk dan organel di dalam bola mata. Variasi tekanan yang temporer umumnya dapat ditoleransi oleh mata normal. Kedipan mata meningkatkan tekanan intra okuler sebanyak 5 mmHg hingga dapat mencapai 26 mmHg. Ketika bola mata terbuka selama tindakan operasi (tabel1.1-1) atau setelah perforasi traumatik, tekanan intra okuler akan mendekati tekanan atmosfer. Beberapa faktor yang normalnya meningkatkan tekanan intra okuler dapat mengakibatkan terjadinya penurunan volume intra okuler yang disebabkan oleh mengalirnya humor aqueous atau keluarnya humor vitreous melalui luka yang ada. Penyebab terakhir merupakan komplikasi serius yang dapat memperburuk penglihatan secara permanent.6 Intubasi trakhea, merupakan tindakan yang rutin dilakukan pada pasienpasien yang menjalani operasi intra okuler dengan anestesi umum untuk menjaga patensi jalan nafas, memberikan akses pembedahan yang lebih baik dan memfasilitasi ventilasi paru untuk mengendalikan PaCO 2 .1,7 Akan tetapi, tindakan
Universitas Sumatera Utara
intubasi itu sendiri mempunyai efek terhadap terjadinya takikardia, hipertensi, peningkatan TIO, dan tekanan intra kranial.8,9 Tabel 1.1-1. Prosedur operasi mata terbuka6 Ekstraksi Katarak Perbaikan laserasi kornea Transplantasi kornea (penetrasi keratoplasti) Iridektomi perifer Pengambilan benda asing Perbaikan ruptur bola mata Implantasi lensa intraokuler sekunder Trabekulektomi (dan prosedur penyaringan lain) Vitrektomi (anterior dan posterior) Perbaikan kebocoran dari luka
Keadaan tersebut dapat membahayakan pasien-pasien yang disertai hipertensi dan penyakit kardiovaskuler10, space-occupying lesion (SOL) di intra kranial, glaukoma, dan
penetrating eye injury.1,9,11 Setiap faktor yang dapat
meningkatkan TIO akan menyebabkan drainase humor aqueous atau pengeluaran humor vitreous melalui luka dan dapat mengakibatkan komplikasi yang serius berupa kerusakan fungsi penglihatan secara permanen.12 Banyak penelitian yang telah menunjukkan bahwa peningkatan TIO yang signifikan dapat terjadi sebagai akibat tindakan laringoskopi dan intubasi.13 Respon hemodinamik terhadap tindakan laringoskopi dan intubasi tampaknya mempunyai efek yang lebih signifikan terhadap peningkatan TIO dari pada akibat pemberian suksinilkolin.12-18 Laringoskopi dan intubasi akan menyebabkan kenaikan TIO sebesar 10-20 mmHg.5,19 Muntah, batuk dan bucking pada tindakan intubasi endotrakheal menyebabkan peningkatan TIO yang dramatis mencapai 3040 mmHg.13,20 Hal ini mungkin berkaitan dengan respon simpatis kardiovaskuler akibat intubasi trakhea.19 Fluktuasi yang kecil dari tekanan darah arteri juga mempunyai efek yang minimal terhadap TIO, walaupun TIO dapat meningkat
Universitas Sumatera Utara
ketika terjadi hipertensi dan akan turun secara signifikan apabila terjadi hipotensi. Di lain pihak, perubahan tekanan vena juga memiliki pengaruh yang besar terhadap TIO. Muntah, batuk, bucking dan maneuver valsava, dapat mengakibatkan terbendungnya sistem vena, yang akan mengganggu outflow humor aqueous dan meningkatkan volume darah koroidal.13 Peningkatan TIO terjadi segera setelah intubasi trakhea (dalam 20 detik)21 dan akan menghilang setelah 1 atau 2 menit.21- 23 Dikatakan bahwa, respon hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi trakhea mencerminkan suatu peningkatan aktivitas simpatoadrenal akibat stimulasi pada orofaringeal dan laringotrakheal.24,25 Reaksi ini tidak dapat dicegah dengan pemberian premedikasi rutin.26,27 Shribman et al, telah menunjukkan bahwa ujung afferent utama terhadap stimulus yang bertanggung jawab pada respon adrenergik mungkin adalah struktur supraglotik.28 Stimulasi adrenergik dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang berakibat pada peningkatan tekanan vena sentral (hubungannya lebih dekat terhadap kenaikan TIO dari pada terhadap tekanan darah arteri). Stimulasi adrenergik juga meningkatkan tahanan aliran humor aqueous antara bilik depan dan kanal Schlemm’s.29 Bharti N dkk (2008), melakukan penelitian terhadap 60 pasien ASA 1 atau 2, membandingkan perubahan TIO antara pasien yang diintubasi dengan ILMA (intubating laryngeal mask airway) dengan yang diintubasi secara konvensional menggunakan laringoskop. Pada akhir penelitian diperoleh bahwa terjadi peningkatan TIO yang bermakna dari nilai baseline dibandingkan setelah tindakan intubasi trakhea, yaitu dari 7,2+1,4 menjadi 16,8+5,3 mmHg (p<0,01) dan tidak kembali ke level preintubasi selama 5 menit. Tekanan arteri rata-rata juga menunjukkan peningkatan yang bermakna setelah intubasi trakhea, yaitu dari nilai 73,08+9,4 menjadi 78,06+12,1 mmHg (p<0,05) dan baru kembali ke nilai
Universitas Sumatera Utara
preintubasi selama 5 menit. Sedangkan laju jantung pada kedua kelompok samasama mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan nilai preintubasi (p<0,05).9 Banyak cara telah dicoba untuk mengurangi insidensi dan keparahan yang ditimbul akibat respon hemodinamik selama tindakan intubasi trakhea, seperti penggunaan opioid30, zat anestesi lokal baik secara topikal31 ataupun diberikan secara intravena32-34, obat penghambat α- atau β-adrenergik35,36, angiotensinconverting enzyme inhibitor, klonidin, obat-obat vasodilator seperti sodium nitroprusside, prostaglandin E 1 dan obat-obat calcium channel-blocking.37 Mahajan RP et al (1988)14, melaporkan dalam hasil penelitiannya tentang nitrogliserin (NTG) intranasal dan TIO selama anestesi umum. Mereka melakukan dua penelitian yang terpisah mengenai efek NTG terhadap TIO. Dalam penelitian pertama, 12 orang dewasa PS-ASA 1 mendapat 3 ml larutan NTG (2mg/3ml) yang diberikan secara intranasal selama steady-state anestesi umum, diperoleh penurunan TIO yang bermakna bersama dengan turunnya tekanan darah arteri dan vena sentral. Pada penelitian kedua, terhadap 30 orang pasien yang terbagi menjadi 2 kelompok secara random tersamar ganda. Kelompok 1 mendapat normal salin 3 ml dan kelompok 2 mendapat NTG 2mg/3ml, keduanya diberikan secara intranasal 2 menit sebelum induksi. Induksi anestesi dilakukan dengan thiopental lalu diikuti pemberian suksinilkolin 1,5mg/kgBB. Diakhir penelitian didapat bahwa pasien pada kelompok 1 mengalami kenaikan TIO yang bermakna setelah pemberian suksinilkolin. Sedangkan pada kelompok 2, peningkatan TIO setelh pemberian suksinilkolin dan setelah intubasi trakhea secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok 1. Warner et al (1989)38, melakukan penelitian tentang efek lidokain, suksinilkolin dan intubasi trakhea terhadap TIO pada anak-anak dengan PS-ASA 1 berusia antara 18 bulan sampai 7 tahun yang menjalani koreksi strabismus yang dianestesi dengan halotan dan nitrous oksid (NO). Dalam penelitian tersebut didapat bahwa lidokain 2mg/kgBB intravena yang diberikan kira-kira 90 detik
Universitas Sumatera Utara
sebelum laringoskopi, menyebabkan kenaikan TIO yang tidak bermakna antara saat segera sebelum dengan saat setelah intubasi trakhea. Zimmerman AA et al (1996)39, melakukan penelitian terhadap 60 orang pasien PS-ASA I atau II yang dirandom, bertujuan untuk menilai apakah kombinasi propofol dan alfentanil dapat mencegah peningkatan TIO akibat pemberian suksinilkolin dan intubasi endotrakhea selama tindakan rapid sequence induction (RSI). Mereka menyimpulkan bahwa kombinasi propofol dan alfentanil mencegah kenaikan TIO akibat pemberian suksinilkolin dan RSI. Mowafi HA et al (2003)40, melaporkan hasil penelitiannya tentang perubahan TIO selama tindakan laparoskopi pada pasien-pasien yang dianestesi dengan propofol total intravenous anesthesia (TIVA) dibandingkan dengan anestesi inhalasi isofluran. Setelah melakukan penelitian terhadap 40 orang wanita dewasa PS-ASA I atau II untuk operasi laparoskopi ginekologi elektif, mereka menyimpulkan bahwa propofol TIVA dapat menurunkan TIO selama laparoskopi dan mungkin merupakan obat pilihan bila pengendalian TIO selama operasi diperlukan. Georgiou M et al (2002)12, telah melakukan penelitian tentang sufentanil atau klonidin untuk meredam kenaikan TIO selama RSI. Sebanyak 32 orang pasien dengan PS-ASA I-III yang telah terjadwal untuk tindakan operasi nonophthalmik ikut dalam penelitian yang bersifat prospektif, tersamar ganda dan teracak. Diakhir peneltian mereka menyimpulkan bahwa sufentanil 0,05µg/kgBB intravena dapat menghambat kenaikan TIO yang berhubungan dengan pemberian suksinilkolin selama RSI. Dilain pihak, klonidin gagal menunjukkan efek yang sama. Hal ini mungkin disebabkan efek puncak klonidin (tercapai setelah 30-60 menit) yang belum adekuat saat dilakukannya RSI. Sator-Katzenschlager SM et al (2004)11, melaporkan penelitian tentang efek remifentanil dan fentanil terhadap TIO selama rumatan dan pemulihan anesthesia
Universitas Sumatera Utara
pada pasien-pasien yang menjalani operasi non-ophthalmic. Tiga puluh dua pasien usia 16-60 tahun, PS-ASA I-II yang telah terjadwal untuk tindakan operasi nonophthalmic ikut dalam penelitian ini. Mereka menyimpulkan bahwa anestesi umum dengan remifentanil sebagai analgetik akan menurunkan TIO. Moeini HA et al (2006)19, telah melaporkan hasil peneltiannya mengenai efek lidokain dan sufentanil dalam mencegah kenaikan tekanan intra okuluer akibat suksinilkolin dan intubasi endotrakhea. Sebanyak 210 pasien ikut berpartisipasi dalam penelitian yang bersifat uji klinis tersamar ganda ini. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa premedikasi dengan lidokain dan sufentanil tidak hanya mencegah kenaikan TIO akibat pemberian suksinilkolin, laringoskopi dan intubasi trakhea, akan tetapi juga menurunkan TIO, sehingga memberikan kondisi yang lebih baik selama pembedahan. Yavascaoglu B et al (2007)41, telah melakukan penelitian tentang perbandingan esmolol dan deksmedetomidin untuk melemahkan TIO dan respon hemodinamik terhadap laringoskopi dan intubasi trakhea, yang melibatkan 60 pasien PS-ASA I-II, berusia 18-60 tahun, yang menjalani tindakan pembedahan non-ophthalmic elektif. Pada akhir penelitian mereka menyimpulkan bahwa deksmedetomidin lebih efektif dari pada esmolol dalam mencegah respon hemodinamik dan kenaikan TIO pada saat intubasi trakhea. Dari uraian latar belakang penelitian tadi, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang menyebabkan peneltian ini penting untuk dilakukan, yaitu: a) Sebagai seorang ahli anestesi harus mampu melakukan managemen anestesia terhadap pasien-pasien dengan trauma okuli terbuka, pasien-pasien yang memerlukan pencegahan kenaikan TIO selama pembedahan mata, pasien dengan gangguan TIO yang akan menjalani tindakan pembedahan non-ophthalmic dengan anestesi umum
Universitas Sumatera Utara
b) Tindakan laringoskopi dan intubasi trakhea dapat menyebabkan teraktivasinya simpatoadrenal akibat stimulasi pada orofaringeal dan laringotrakheal, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kenaikan TIO c) Dari beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan, belum ada yang membandingkan efek antara klonidin dosis 0,2µg/kgBB intravena dengan lidokain 2% dosis 1,5mg/kgBB intravena dalam upaya pencegahan kenaikan TIO saat laringoskopi dan intubasi trakhea. 1.2
RUMUSAN MASALAH Apakah ada perbedaan efek klonidin 2µg/kg intravena dan lidokain 2% 1.5
mg/kg intravena untuk mencegah kenaikan tekanan intra okuler selama tindakan intubasi endotrakheal. 1.3
HIPOTESIS Ada perbedaan efek klonidin 2µg/kg intravena dan lidokain 2% 1.5 mg/kg
intravena untuk mencegah kenaikan tekanan intra okuler selama tindakan intubasi endotrakheal. 1.4
TUJUAN PENELITIAN
1.4.1
Tujuan umum Untuk memperoleh obat alternatif dalam mencegah kenaikan tekanan intra
okuler selama tindakan intubasi endotrakheal. 1.4.2
Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui efek klonidin 2µg/kg intravena dalam mencegah kenaikan tekanan intra okuler selama tindakan intubasi endotrakheal
Universitas Sumatera Utara
b. Untuk mengetahui efek lidokain 2% 1.5 mg/kg intravena dalam mencegah kenaikan tekanan intra okuler selama tindakan intubasi endotrakheal c. Untuk mengetahui perbandingan efek kedua obat, sehingga diketahui obat mana yang lebih efektif dalam mencegah kenaikan tekanan intra okuler selama tindakan intubasi endotrakheal 1.5 1.5.1
MANFAAT PENELITIAN Manfaat akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber rujukan
tambahan dalam penelitian lanjutan tentang usaha-usaha pencegahan kenaikan tekanan intra okuler selama tindakan intubasi endotrakheal. 1.5.2
Manfaat praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasan dalam
pemberian adjuvan sebagai usaha pencegahan kenaikan tekanan intra okuler selama tindakan intubasi endotrakheal pada keadaan berikut: a. Pasien-pasien dengan tekanan intra okuler tinggi yang akan menjalani tindakan pembedahan non-ophthalmik b. Pasien-pasien dengan cedera bola mata terbuka yang memerlukan tindakan intubasi endotrakheal selama pembedahan c. Pasien-pasien yang memerlukan tindakan intubasi endotrakheal selama pembedahan bola mata, baik elektif maupun emergensi, yang memerlukan pengendalian tekanan intra okuler. d. Pasien-pasien dengan tekanan darah tinggi yang memerlukan tindakan intubasi endotrakheal selama pembedahan
Universitas Sumatera Utara