BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TB sampai saat ini masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia. Semenjak Maret 1993 World Health Organization (WHO) telah mendeklarasikan TB sebagai Global Health Emergencies (Amin, 2009). Hal ini diakibatkan oleh situasi TB dunia semakin memburuk dengan jumlah kasus yang terus meningkat serta banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama di negara-negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Indonesia termasuk ke dalam kelompok high burden countries, menempati urutan kelima berdasarkan laporan WHO tahun 2010. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (Amin, 2009). Menurut WHO (2012), pada tahun 2011 dijumpai 8,7 juta kasus baru, yang setara dengan 125 kasus per 100.000 penduduk. Lebih dari 80% kasus baru dijumpai di negara berkembang, terutama negara yang terletak di benua Asia (59%) dan Afrika (26%), kasus yang lebih sedikit dijumpai di Mediterania Timur, Eropa, dan Amerika. Indonesia kini berada dalam urutan keempat negara dengan insidensi TB terbanyak (0,4-0,5 juta) setelah India (2-2,5 juta), Cina (0,9-1,1 juta), dan Afrika Selatan (0,4-0,6 juta). Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2011 menurut data WHO adalah 680.000 kasus (281 kasus per 100.000 penduduk), dengan angka kematian mencapai 65.000 (27 per 100.000 penduduk). Di Provinsi Sumatera Utara, jumlah penemuan kasus TB Paru meningkat dari 17.113 kasus pada tahun 2008 menjadi 18.553 kasus pada tahun 2011, dengan jumlah penderita TB Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif sebesar 15.167 kasus (Depkes RI, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Paru merupakan organ yang paling umum diserang oleh kuman TB (lebih dari 80% kasus) dan TB Parulah yang menjadi fokus kesehatan publik utama karena penularannya yang sangat mudah dan tingginya angka kematian yang diakibatkannya (Fishman, 2008). Dengan pengobatan TB yang modern dan berbagai strategi pengobatan yang digalakkan seperti sekarang ini, angka kematian TB Paru secara global berangsur-angsur menurun hingga mencapai 41% semenjak 1990. Meski demikian, TB Paru di Indonesia masih menjadi pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut di seluruh kalangan usia (PDPI, 2006). Hal ini mengisyaratkan bahwa outcome pengobatan TB di Indonesia belum optimal. Selain masalah psikososial dan sosioekonomi, adanya penyakit penyerta (komorbiditas) pada pasien dapat mempengaruhi respon dan outcome pengobatan TB. Dengan mencari dan mengobati komorbiditas yang umumnya menyertai TB, kita dapat mencegah resistensi obat, menurunkan angka kegagalan terapi, bahkan menekan kematian. Atas pertimbangan inilah Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA) (2009) dalam International Standarts of Tuberculosis Care (ISTC) menetapkan penemuan dan pengobatan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan komorbiditas lain sebagai salah satu standart dalam menangani pasien TB (standart 14-16). Beberapa kondisi dapat menjadi faktor risiko sekaligus kondisi yang umum dijumpai pada pasien TB. Kondisi tersebut diantaranya infeksi HIV, Diabetes Mellitus (DM), malnutrisi, alkoholisme dan penyalahgunaan zat lainnya, serta merokok. Komorbiditas pada pasien TB Paru dijumpai beragam di berbagai negara. Namun TB Paru yang disertai infeksi HIV (TB-HIV)-lah yang paling mendapat sorotan dunia. WHO dalam Global Control Report 2012 melaporkan dari 8,7 juta orang yang terinfeksi TB di seluruh dunia, 1,1 juta diantaranya adalah postif HIV. Fenomena TB-HIV di Afrika masih yang tertinggi di dunia hingga saat ini semenjak laporan WHO pada tahun 2000 yang menyatakan bahwa koinfeksi TBHIV tertinggi terdapat di Afrika (31%) dan Amerika (26%). Lain halnya dengan Leung, EC dan Tam, CM (2002) yang menemukan komorbiditas terbanyak pada
Universitas Sumatera Utara
pasien TB di Hongkong adalah DM (12,1%) dan malignansi (4,8%), sedangkan HIV hanya satu kasus dari 155 kasus. Pengetahuan tentang komorbiditas pada pasien TB Paru menjadi penting untuk dimiliki oleh setiap klinisi demi tercapainya outcome pengobatan yang optimal. Hal ini akan membuat klinisi menjadi lebih peka untuk segera menemukan komorbiditas yang mungkin dialami oleh pasien lalu memberikan pengobatan tambahan untuk mengatasi komorbiditas tersebut, selain mengobati TB Parunya. Sayangnya, penelitian tentang komorbiditas pada pasien TB Paru sangat sulit dijumpai. Di Indonesia sendiri yang termasuk dalam 5 besar negara dengan high burdens TB, datanya belum ditemukan oleh peneliti. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti komorbititas pada pasien TB Paru di Indonesia, khususnya di provinsi Sumatera Utara, sebagai salah satu bentuk upaya dalam memperbaiki outcome pengobatan TB agar lebih optimal sehingga dapat menekan angka kejadian dan kematian TB Paru yang masih tinggi. 1.2. Rumusan Masalah Apa saja komorbiditas pada pasien TB Paru yang dirawat inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010 – Juni 2012? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui komorbiditas pada pasien TB Paru yang dirawat inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010 –Juni 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui jumlah pasien TB Paru yang dirawat inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010 –Juni 2012.
Universitas Sumatera Utara
b. Mengetahui karakteristik pasien TB Paru yang dirawat inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010 –Juni 2012 berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. c. Mengetahui persentase masing-masing komorbiditas pada pasien TB Paru yang dirawat inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010 –Juni 2012 d. Mengetahui outcome pasien TB Paru dengan atau tanpa komorbiditas yang dirawat inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010 –Juni 2012. e. Mengetahui lama rawat inap pasien TB Paru dengan atau tanpa komorbiditas yang dirawat inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010 –Juni 2012.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, diantaranya: a. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan Memberi informasi kepada pihak praktisi medis tentang komorbiditas dan persentasenya pada pasien TB paru sehingga praktisi medis akan lebih cermat dan waspada dalam menangani pasien TB paru untuk mendapatkan outcome yang optimal. b. Bagi Pasien TB Paru
Memberi pengetahuan kepada pasien TB paru tentang penyakit yang mungkin menyertai TB Paru sehingga pasien lebih waspada untuk mencari pengobatan segera. c. Bagi Masyarakat/Peneliti Lain
Menjadi sumber informasi data epidemiologi untuk penelitian di masa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
d. Bagi Peneliti
Menjadi sarana untuk mengembangkan ilmu yang telah diterima selama pembelajaran di bangku kuliah dan pengalaman dalam bidang menulis dan meneliti.
Universitas Sumatera Utara