1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan dunia musik dan industri hiburan berjalan dengan sangat pesat. Tempat-tempat hiburan semakin bertambah dan sudah menjadi kebutuhan warga kota untuk melepaskan ketegangan dan stress. Bahkan beberapa aktifitas kehidupan modern justru acap menjadikan kebisingan sebagai bagian yang terpisahkan. Setiap malam jutaan anak muda di seluruh dunia mendatangi diskotik-diskotik yang memperdengarkan musik yang keras. Royal National Institute For Deaf People (RNID), sebuah lembaga kehormatan Inggris yang meneliti ketulian, mensurvei sejumlah klab malam yang ternyata tingkat kebisingannya mencapai 120 dB. Telinga anakanak muda itu terpapar suara yang jauh diatas ambang batas selama berjamjam. (Yusuf 2000) Dalam industri hiburan, penyajian musik keras merupakan menu utama yang ingin dinikmati oleh konsumen. Musik yang disajikan mesti keras bahkan kalau bisa paling keras. Penikmat musik, pekerja pada industri musik, dan pelaku musik itu sendiri bisa terkena dampak dari kerasnya suara yang terpapar pada telinga mereka (Hoffman 1999) dikutip dari Adnan, Z (2001). Paparan terhadap bising yang berlebihan dapat merusak sel-sel pendengaran dan akhirnya menimbulkan ketulian (Gerostergiou 2008; Singhal 2009; Abbasi 2011). Selain itu kebisingan dapat juga menimbulkan keluhan non-pendengaran seperti susah tidur, mudah emosi, dan gangguan konsentrasi yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Roestam 2004; Norsaleha 2006). Tidak semua bising dapat menyebabkan Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB), hal ini tergantung pada intensitas bising (kerasnya), lama
Universitas Sumatera Utara
2
pajanan, frekuensi bunyi, kepekaan individu, umur dan lain-lain. “Bising” (Noise) dengan intensitas keras yang dapat mengganggu pendengaran bisa berasal dari pabrik/ industri, lalu-lintas, musik, diskotik, bioskop, rumah tangga arena bermain anak-anak (permainan game) dan lain-lain (Husni 2011). Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Bagian yang paling sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz (Bashiruddin 2007; Pouryaghoub 2007; Seidman 2010; Azizi 2010). Sumber suara keras yang dihasilkan oleh industri hiburan antara lain adalah konser musik rock, musik disko di diskotik, orkestra, bioskop modern dolbi stereo, dan lain-lain. Di satu sisi suara keras yang dihasilkan tempat hiburan tersebut merupakan musik yang memang dicari/diingini oleh pengunjung, namun disisi lain merupakan suatu sumber bising yang dapat merusak pendengaran pekerja yang terus-menerus terpapar sepanjang shift kerjanya. (Monklands online 2000). Dari hasil penelitian yang dilakukan Hendarmin, H. (1991), dikutip dari Nanny (2007), diketahui mengenai tingkat bahaya suara musik keras diskotik (antara 100-110 dB), musik keras bisa merusak pendengaran seseorang yang setiap hari berada disitu. Apalagi kalau bunyi musik tersebut melebihi ambang batas normal yang bisa ditoleransi telinga. Besarnya suara terhadap telinga banyak tergantung pada intensitas dan jangka waktu mendengarnya,
Universitas Sumatera Utara
3
jumlah waktu mendengar serta kepekaan masing-masing termasuk usia pendengar. Tempat hiburan diskotik yang ada mempekerjakan tenaga kerja yang terdiri dari Disc Jockey, Bartender, Pramusaji yang sepanjang shift kerja mereka terus menerus terpapar dengan suara musik yang keras dari loud speaker / pengeras suara. Para pekerja ini rawan mengalami gangguan pendengaran. Penelitian yang dilakukan oleh Adnan, Z. (2001) menunjukkan bahwa tempat duduk pengunjung di diskotik mempunyai intensitas suara yang paling tinggi (mean 114,78 dB) dimana pekerja paling banyak bekerja pada lokasi ini, dengan jam kerja selama 6 jam per hari. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-13/Men/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja, pada intensitas suara 112 dB jam kerja yang diperkenankan adalah 0,94 menit per hari. Kota
Medan
perkembangannya
sebagai
kota
menjadi
terbesar
kota
ketiga
metropolitan
di
Indonesia,
tidak
dalam
terlepas
dari
menjamurnya industri hiburan. Menurut data resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan tahun 2010, di Kota Medan terdapat 59 karaoke, 15 diskotik/klab malam, dan 35 live music, yang terus bertambah setiap tahunnya. Sedangkan menurut data Dinas Kesehatan Kota Medan, terdapat 3 diskotik di Kota Medan yang mempekerjakan 50-75 tenaga kerja. Para pekerja ini setiap shift kerjanya terpapar dengan suara musik yang keras. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang dapat menggambarkan intensitas kebisingan harian di diskotik dan hubungannya dengan gangguan pendengaran pada pekerja diskotik tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah intensitas kebisingan
Universitas Sumatera Utara
4
harian (dose) yang terdapat pada tempat kerja, dalam hal ini adalah diskotik dan apakah intensitas kebisingan ini akan berpengaruh pada pendengaran pekerja. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya intensitas kebisingan harian (dose) di diskotik dan hubungannya dengan gangguan pendengaran pada pekerja diskotik di Kota Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran karakteristik pekerja diskotik yaitu umur, jenis kelamin dan lama bekerja. 2. Mendapatkan gambaran intensitas kebisingan harian di diskotik. 3. Mengetahui distribusi kelainan audiogram gangguan pendengaran akibat bising pada pekerja diskotik. 4. Mengetahui
distribusi
gangguan
pendengaran
pekerja
diskotik
gangguan
pendengaran
pekerja
diskotik
gangguan
pendengaran
pekerja
diskotik
berdasarkan jenis kelamin. 5. Mengetahui
distribusi
berdasarkan umur. 6. Mengetahui
distribusi
berdasarkan lama bekerja. 7. Mengetahui hubungan intensitas kebisingan harian (dose) terhadap keluhan tinnitus. 8. Mengetahui hubungan intensitas kebisingan harian (dose) terhadap gangguan pendengaran pekerja diskotik di Kota Medan dengan uji regresi.
Universitas Sumatera Utara
5
1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti Untuk mengetahui tingkat kebisingan yang terjadi di diskotik dan gangguan pendengaran yang diakibatkan kebisingan tersebut.
b. Bagi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan data dan informasi
yang
dapat
digunakan
sebagai
bahan
pustaka
guna
pengembangan ilmu Neurotologi dan THT Komunitas.
c. Bagi pekerja Mengerti
dan
mengetahui
akibat
bising
menyebabkan
gangguan
pendengaran dan keluhan tinnitus yang berdampak terhadap kinerja dan kualitas hidup pekerja.
d. Bagi perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti tentang seberapa besar tingkat kebisingan yang terjadi di diskotik sehingga dapat direncanakan langkah-langkah konservasi pendengaran.
Universitas Sumatera Utara