1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain (Setiabudy, 2009). Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Erhlich pada tahun 1910. Kemudian pada tahun 1928 secara tidak sengaja Alexander Fleming menemukan penicillin. Sejak saat itu, antibiotik banyak digunakan dalam dunia klinis untuk menangani berbagai penyakit infeksi. Banyaknya penggunaan antibiotik yang irasional merupakan salah satu faktor utama terjadinya resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah perubahan kemampuan bakteri hingga menjadi kebal terhadap antibiotik (WHO, 2001). Prevalensi resistensi antibiotik pun meningkat setiap tahun. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh CDC (Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2013 di Amerika Serikat, setiap tahun setidaknya 2 juta manusia terkena infeksi bakteri yang resisten terhadap satu atau beberapa jenis antibiotik. Hal ini semakin diperparah dengan data yang menunjukkan bahwa sekitar 23.000 orang meninggal setiap tahunnya karena mendapat infeksi bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik (CDC, 2013). Di Indonesia sendiri, berdasarkan penelitian di Surabaya, menunjukkan resistensi antibiotika yang cukup tinggi pada pasienn rawat inap terhadap ampicillin (49%), cotrimoxazole (43%) dan chloramphenicol (30%) (Ministry of Health Republic of Indonesia, 2005). Sementara resistensi antibiotila pada pasien rawat jalan terhadap ampicillin (66%), cotrimoxazole (52%) dan chloramphenicol (39%) (Ministry of Health Republic of Indonesia, 2005). Sampai sekarang ini telah ditemukan banyak bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Salah satu bakteri yang sering membawa sifat resisten terhadap antibiotik
adalah
bakteri
dari
famili
Enterobacteriaceae.
Famili
Universitas Sumatera Utara
2
Enterobacteriaceae memiliki karakteristik berupa bakteri batang gram negatif, bersifat motil dengan flagel peritrika atau nonmotil, tumbuh pada agar MacConcey dan dapat tumbuh secara aerob maupun anaerob (Brooks et al, 2008). Bentuk resistensi dari Enterobacteriaceae adalah dengan menghasilkan enzim ESBL. ESBL (Extended Spectrum Beta-Lactamase) memediasi terjadinya
resistensi
terhadap
adalah enzim yang
oxymino-cephalosporin
(seperti
ceftazidime, cefotaxime, dan cefriaxone) dan monobactam (aztreonam), tetapi tidak mempengaruhi cephamycin atau carbapenem (Ejaz et al,2011).
ESBL
berasal dari enzim beta-laktamase yang mengalami point mutation (Umadevi et al, 2011). Mutasi ini menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas enzimatik betalaktamse sehingga dapat menghidrolisis cephalosporin dan aztreonam (Pajariu, 2010) Prevalensi Enterobacteriaceae penghasil ESBL meningkat di beberapa benua meskipun angka akurat yang pasti belum diketahui secara jelas. Sebagai contoh, survei yang dilakukan di Perancis, resistensi Klebsiella pneumoniae terhadap ceftazidim yang merupakan cephalosporin generasi ketiga mencapai 40% (Rupp dan Fey, 2003). Di Amerika Latin, penelitian yang dilakukan oleh SENTRY menunjukkan dari 10.000 sampel yang dikumpulkan dari 10 senter, 45% K. pneumoniae dan 10.8% Escherichia coli positif ESBL (Rupp dan Fey, 2003). Peningkatan prevalensi ini juga terjadi pada benua Asia. Data yang dikeluarkan oleh Study for Monitoring Antimicrobial Resistance Trends (SMART) pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi E.coli dan K. pneumoniae yang menunjukkan ESBL positif adalah 42.2 % dan 35.8% (Kang dan Song, 2013) Di Indonesia sendiri, prevalensi ESBL belum diketahui secara jelas karena belum adanya penelitian secara terpusat. Pada tahun 2011, telah dilakukan survei di RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Hasil survei tersebut menunjukkan dari 112 isolat yang dikumpulkan, 58,42% diantaranya positif ESBL (Saharman dan Lestari, 2011). Tidak hanya di Jakarta, penelitian yang dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan Juni 2011-Juli 2012 didapatkan dari 91 sampel isolat E.coli, 53 dianataranya dinyatakan postitif ESBL (Mayasari, 2012).
Universitas Sumatera Utara
3
Enterobacteriaceae seperti E.coli dan Klebsiella sp. merupakan penyebab terbanyak kejadian infeksi saluran kemih (ISK) (Winarto, 2009). Hal ini dapat menjadikan penyebaran Enterobacteriaceae penghasil ESBL pada pasien suspek ISK meningkat. Menurut Ferdiansyah (2010), ESBL paling banyak disebabkan oleh Enterobacteriaceae khusunya E. coli dan K. pneumoniae. Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan penyebaran bakteri ini adalah penggunaan antibiotika cephalosporin generasi ketiga secara luas, keparahan penyakit, lamanya tinggal di rumah sakit dan penggunaan alat-alat medis seperti kateter urin, kateter vena dan endotracheal tube (Pajariu, 2010). Peningkatan prevalensi dari Enterobacteriaceae penghasil ESBL ini menjadikan skrining terhadapanya penting untuk dilaksanakan. Skrining untuk Enterobacteriaceae penghasil ESBL ini dapat dilakukan dengan metode yang dikeluarkan oleh CLSI (Clinical Laboratory Standard Institute) berupa Uji Double Disk Synergy dan Uji Phenotypic Confirmatory. Uji Double Disk Synergy biasa digunakan dalam laboratorium mikrobiologi klinik karena bersifat lebih mudah dan sederhana (Rupp dan Fey, 2003).
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Dhara et al (2013),di Gujarat, India dari 44 sampel K.pneumoniae dari ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit), terdeteksi 36 diantaranya positif menghasilkan enzim ESBL dengan metode Uji Double Disk Synergy. Dikarenakan dapat terjadinya peningkatan penyebaran Enterobacteriaceae penghasil ESBL di kalangan pasien suspek ISK, peneliti terdorong untuk melakukan skrining Enterobacteriaceae penghasil enzim ESBL dengan metode uji Double Disk Synergy. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan penelitian selanjutnya mengenai perkembangan Enterobacteriaceae penghasil ESBL khusunya di wilayah Medan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
4
Bagaimanana hasil skirining Enterobacteriaceae penghasil ESBL dengan Uji Double Disk Synergy pada sampel urin pasien suspek ISK di RSUP H. Adam Malik Medan?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
hasil
skrining
Enterobacteriaceae penghasil ESBL dengan Uji Double Disk Synergy pada sampel urin pasien suspek ISK di RSUP H. Adam Malik Medan
1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk melihat prevalensi dari Enterobacteriaceae penghasil ESBL dari hasil skrining dengan Uji Double Disk Synergy pada sampel urin pasien suspek ISK di RSUP H. Adam Malik Medan. 2. Untuk mengetahui pola kepekaan dari Enterobacteriaceae penghasil ESBL pada sampel urin pasien suspek ISK di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.4 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Bagi peneliti Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran dan diharapkan dapat menambah pengalaman, pengetahuan, dan wawasan dalam penerapan ilmu selama kuliah. 2. Bidang penelitian Sebagai bahan penelitian selanjutnya untuk melakukan skrining Enterobacteriaceae penghasil ESBL. 3. Bagi rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
5
Sebagai
bahan
pemberian
pertimbangan
antibiotik
bagi
untuk pasien
menentukan yang
tatalaksana
terkena
infeksi
Enterobacteriaceae penghasil ESBL di RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara