BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986) adalah suatu proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kendali (control) atas kesehatannya, dan meningkatkan status kesehatan mereka (health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to improve, their health). Untuk mencapai status kesehatan paripurna baik fisik, mental dan kesejahteraan sosial, setiap individu atau kelompok harus mampu mengidentifikasi setiap aspirasi, untuk memenuhi kebutuhan dan mengubah atau mengantisipasi keadaan lingkungan. Kesehatan, sebagai sumber kehidupan sehari-hari, bukan sekedar tujuan hidup. Kesehatan merupakan konsep yang positif yang menekankan pada sumber-sumber sosial dan personal, sebagaimana halnya kapasitas fisik. Karena itu, promosi kesehatan bukan saja tanggung jawab sektor kesehatan, tapi juga meliputi sektor-sektor lain yang mempengaruhi gaya hidup sehat dan kesejahteraan sosial. Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations telah menetapkan standar pendidikan kesehatan pada pasien. Hal ini penting karena mengingat tidak selamanya pasien dirawat di rumah sakit sehingga diharapkan dengan adanya pendidikan kesehatan, pasien dan keluarga dapat melakukan perawatan dirumah. Menurut hasil penelitian Health Service Medikal Corporation (2010) diperkirakan bahwa sekitar 80 % dari semua kebutuhan dan masalah
1 Universitas Sumatera Utara
2
kesehatan dapat diatasi di rumah, maka kebutuhan untuk mendidik masyarakat mengenai cara merawat diri mereka sendiri. Selain itu, dari berbagai studi mencatat fakta bahwa pasien yang dibekali informasi memiliki kemungkinan lebih besar untuk mematuhi rencana pengobatan medis dan mendapatkan cara inovatif untuk mengatasi penyakit, menjadi lebih mampu mengatasi gejala penyakit, kemungkinannya mengalami komplikasi lebih kecil. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk membantu meningkatkan derajad kesehatan yang optimal (Bestable, 2002). Penelitian internasional yang terkait dengan pelaksanaan promosi kesehatan rumah sakit bagi pasien rawat jalan dilakukan oleh Health Service Medical Corporation (2009), yang menyatakan bahwa hanya seperlima dari petugas kesehatan yang melakukan persiapan dalam memberikan pendidikan kesehatan dan dengan hasil yang cukup memuaskan dan secara keseluruhan hasilnya tidak memuaskan. Beberapa penelitian yang dimuat dalam jurnal internasional yang terkait dengan promosi kesehatan di rumah sakit seperti penelitian Halcomb (2010) menyimpulkan bahwa persepsi petugas kesehatan tentang perannya dalam promosi kesehatan untuk mengubah perilaku kesehatan individu. Selanjutnya penelitian Yaghoubi dan Javadi (2014) menyimpulkan bahwa secara keseluruhan pelaksanaan standar promosi kesehatan di rumah sakit pemerintah lebih rendah dibandingkan rumah sakit swasta. Informasi yang diberikan kepada pasien dan standar tindakan pelayanan kesehatan juga lebih tinggi pada rumah sakit swasta dibandingkan rumah sakit milik pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
3
Penelitian Kripalani et al (2007) menyimpulkan bahwa pendekatan untuk mempromosikan pelayanan rumah sakit yang lebih efektif adalah melalui perawatan, termasuk perbaikan dalam komunikasi antara perawat di unit rawat inap dan rawat jalan. Demikian juga penelitian Oandasen et al (2006) menyimpulkan bahwa kerjasama tim kerja dan kolaborasi dalam perawatan kesehatan adalah masalah dalam peningkatan strategi pembaharuan kesehatan. Pengambil kebijakan harus bekerja sama untuk bergerak maju pada proses perubahan yang diperlukan untuk mendukung kerja sama tim yang efektif dalam perawatan kesehatan. Penelitian Handiyani et al (2013) menyimpulkan bahwa sosialisasi gerakan keselamatan pasien di rumah sakit maupun pusat kesehatan masyarakat merupakan kegiatan untuk mencapai kesepakatan mengenai rencana aksi untuk melanjutkan gerakan keselamatan pasien yang telah ditetapkan di lembaga-lembaga tersebut. Kegiatan ini bisa menjadi model bagi rumah sakit dan pusat-pusat perawatan kesehatan masyarakat, yang belum diimplementasikan program keselamatan pasien. Promosi kesehatan di Indonesia dikembangkan dengan adanya Deklarasi Jakarta yang merupakan hasil dari konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Jakarta bulan juli 1997. Dengan komitmen yang tinggi Indonesia ikut berperan dalam melakukan kegiatan tersebut terutama melalui program perilaku hidup bersih yang dilakukan di beberapa tatanan diantaranya adalah tatanan tempat kerja (Pusat Promosi Kesehatan, 2012). Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
Universitas Sumatera Utara
4
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2012). Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk pelaksanaan promosi kesehatan di rumah sakit telah diatur dalam Permenkes No 4 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit. Dalam Permenkes tersebut diuraikan secara jelas tentang pentingnya pelaksanaan pronmosi kesehatan pada seluruh unit pelayanan rumah sakit serta petugas kesehatan berperan sebagai penyuluh atau pemberi edukasi. Perkembangan promosi kesehatan pada rumah sakit dimulai tahun 1984 di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Pada awalnya promosi kesehatan dikenal dengan istilah Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS). Pengembangan pendekatan rumah sakit proaktif dimana salah satu esensinya adalah rumah sakit harus dapat berfungsi sebagai rumah sakit promotor kesehatan (health promoting hospital) yang juga melaksanakan kegiatan promotif maupun preventif bagi kesehatan pasien, staf rumah sakit dan masyarakat di wilayah cakupannya serta pengembangan organisasi rumah sakit menjadi organisasi yang sehat. Gerakan menjadi rumah sakit promotor kesehatan akan menghasilkan reorientasi pelayanan rumah sakit dimana klien rumah sakit adalah pasien dan orang sehat (Depkes RI, 2012). Strategi promosi kesehatan di rumah sakit adalah bagaimana cara menerapkan strategi pemberdayaan, bina suasana dan advokasi dalam rangka promosi kesehatan rumah sakit bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. Dalam hal ini ini diuraikan
Universitas Sumatera Utara
5
tentang berbagai cara pemberdayaan yang efektif seperti konseling, perawatan psikologis (biblioterapi), dan lain-lain, berbagai cara bina suasana yang efektif melalui pendekatan individu, kelompok, dan massal, serta siapa yang harus diadvokasi dan bagaimana melaksanakannya (Depkes RI, 2012). Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit. Oleh karena itu beberapa peluang sebagai lokasi pelaksanaan PKRS dalam gedung dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu di poliklinik-poliklinik seperti' poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik anak, poliklinik mata, poliklinik bedah, poliklinik penyakit dalam, poliklinik THT, dan lain-lain (Depkes RI, 2012). Tantangan pertama dalam pemberdayaan adalah pada saat awal, yaitu pada saat meyakinkan seseorang bahwa suatu masalah kesehatan (yang sudah dihadapi atau yang potensial) adalah masalah bagi yang bersangkutan. Sebelum orang tersebut yakin bahwa masalah kesehatan itu memang benar-benar masalah bagi dirinya, maka ia tidak akan peduli dengan upaya apa pun untuk menolongnya. Tantangan berikutnya datang pada saat proses sudah sampai kepada mengubah pasien dari mau menjadi mampu. Ada orang-orang yang walaupun sudah mau tetapi tidak mampu melakukan karena terkendala oleh sumber daya (umumnya orang-orang miskin). Tetapi ada juga orang-orang yang sudah mau tetapi tidak mampu melaksanakan karena malas. Orang yang terkendala oleh sumber daya tentu harus difasilitasi dengan diberi bantuan sumber daya yang dibutuhkan. Sedangkan orang yang malas dapat
Universitas Sumatera Utara
6
dicoba rangsang dengan “hadiah” (reward) atau harus “dipaksa” menggunakan peraturan dan sanksi (punishment) (Depkes RI, 2012). Salah satu komponen didalam pelayanan kesehatan dasar yaitu dengan penyuluhan kesehatan untuk mewujudkan upaya perubahan perilaku serta lingkungan kesehatan yang lebih baik (Depkes RI, 2005). Program penyuluhan ini ditujukan untuk
memberdayakan
individu,
keluarga,
dan
masyarakat
agar
mampu
menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Pasien rawat jalan, lingkungan yang berpengaruh adalah keluarga atau orang yang mengantarkannya ke rumah sakit, sedangkan bagi klien rawat jalan (orang yang sehat), lingkungan yang berpengaruh terutama adalah para petugas rumah sakit yang melayaninya. Mereka ini diharapkan untuk membantu memberikan penyuluhan kepada pasien dan juga menjadi teladan dalam sikap dan tingkah laku. Misalnya teladan tidak merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya (Depkes RI, 2012). Kegiatan dan target yang akan dilaksanakan pada instalasi atau unit di rumah sakit. Kegiatan PKRS disusun dalam rangka pencapaian indikator PHBS di rumah sakit untuk pasien rawat jalan, kegiatan tersebut adalah : 1) persentase penyuluhan penyuluhan perorangan terhadap pasien rawat jalan, 2) persentase konseling pasien rawat jalan, 3) persentase penyuluhan perorangan keluarga atau pengantar pasien rawat jalan,
4) persentase konseling keluarga/pendamping pasien rawat jalan,
5) persentase penyuluhan kelompok keluarga pengantar rawat jalan (penyuluhan
Universitas Sumatera Utara
7
kelompok bagi keluarga/pengantar adalah upaya penyuluhan yang dilakukan secara berkelompok (8-10 orang) dengan tujuan pemecahan masalah dalam upaya-upaya phbs di rumah sakit dan rumah tangga), 6) persentase pesan media terhadap 10 kasus penyakit tertinggi di rawat jalan (pesan media mencakup informasi tenang upayaupaya PHBS dalam pencegahan dan penularan penyakit, dalam satu tahun), pesan media dapat disampaikan melalui: media elektronik; tv spot, iklan layanan. media cetak; poster, xbaner, leaflet, spanduk, dan lain-lain. Penelitian Lasmito dan Rachma (2010) di RS Tugurejo Semarang menyimpulkan bahwa pemahaman petugas kesehatan terhadap pendidikan kesehatan pada pasien di rumah sakit yaitu ilmu pengetahuan yang harus diberikan pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhan atau keadaan pasien. Pemahaman petugas rumah sakit terhadap manfaat pendidikan kesehatan bagi pasien di rumah sakit antara lain: meningkatkan pengetahuan pasien tentang sakitnya yang pada akhirnya akan meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kenyamanan serta kesembuhan pasien. Pemahaman petugas terhadap manfaat pemberian pendidikan kesehatan pada pasien di rumah sakit bagi petugas antara lain: kepuasan, lingkungan kerja jadi nyaman, beban kerja berkurang, ilmu terpakai dan nilai moral. Pemahaman petugas tentang perannya dalam pemberian pendidikan kesehatan pada pasien di rumah sakit bahwa peugas sangat berperan dalam pemberian pendidikan kesehatan sebagai edukator. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pemerintah dengan 16 pelayanan serta dijadikan rujukan pasien dari berbagai daerah. Jumlah kunjungan pasien rawat jalan di RSUP H.Adam Malik
Universitas Sumatera Utara
8
dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat yang semakin tinggi kepada pelayanan rumah sakit. Meningkatnya jumlah kunjungan adalah barometer bahwa pelayanan RSUP H.Adam Malik semakin baik, karena jika pelayanan tidak baik mana mungkin pasien datang berobat kembali Instalasi Rehabilitasi Medik merupakan salah satu unit pelayanan di RSUP H.Adam Malik yang menerima kunjungan pasien rawat jalan paling tinggi dibandingkan instalasi pelayanan rawat jalan lainnya yaitu rata-rata 80 pasien setiap hari. Jenis penyakit pasien yang memanfaatkan pelayanan Instalasi Rehabilitasi medik juga beragam, karena dalam SK Menkes No 378/Menkes/SK/IV/2008 disebutkan bahwa pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit bersifat komprehensif mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Bentuk pelayanan promotif dan preventif yang dimaksud dilakukan melalui edukasi melalui penyuluhan dan penyampaian informasi tentang pola hidup sehat dan aktifitas yang tepat untuk mencegah kondisi sakit, serta edukasi dan penanganan yang tepat pada kondisi sakit untuk mencegah atau meminimalkan gangguan fungsi atau risiko kecacatan (Depkes RI, 2008). Petugas di Instalasi Rehabilitasi Medik berfungsi sebagai tenaga penyuluh promosi kesehatan di rumah sakit memiliki banyak kewajiban terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Salah satu kewajibannya adalah memberikan informasi kesehatan (pendidikan kesehatan) yang diperlukan pasien atau dalam hal ini petugas berperan sebagai edukator. Petugas berperan meningkatkan atau mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
9
tingkat pemahaman pasien. Hal ini sesuai dengan hak yang semestinya diterima oleh pasien yaitu menerima informasi berkaitan dengan kesakitannya, mulai dari pemahaman tentang penyakit, prosedur tindakan yang akan dilakukan sampai pada persiapan pulang pasien (Depkes RI, 2008). Pemenuhan kebutuhan informasi pasien dalam hal ini pendidikan kesehatan merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit. Semakin tinggi tingkat keberhasilan pemberian pendidikan kesehatan yang diberikan atau semakin tinggi tingkat kepuasan pasien terhadap pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas, maka semakin tinggi kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit tersebut (Persi, 2008). Pelaksanaan promosi kesehatan di Instalasi Rehabilitasi Medik belum berjalan dengan baik dan hasilnya tidak memuaskan. Survei pendahuluan pada petugas di Instalasi Rehabilitasi Medik di RSUP H. Adam Malik Medan pada Januari 2014 mengenai persepsi mereka terhadap sejauh mana tanggung jawab petugas
pada
pendidikan kesehatan dan pencapaiannya didapatkan bahwa mereka sangat yakin bahwa pendidikan pasien pada dasarnya merupakan tanggung jawab petugas, namun peneliti menemukan bahwa aktivitas promosi kesehatan yang dilakukan petugas secara keseluruhan hasilnya belum memuaskan, hal ini dilihat dari indikator jumlah persentase jumlah pasien yang diberikan edukasi yang belum mencapai seluruh pasien (100%). Berdasarkan observasi dan wawancara pada pengambilan data awal di ruang pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik Medan, didapatkan
Universitas Sumatera Utara
10
bahwa tidak seluruhnya pasien yang berkunjung ke Instalasi Rehabilitasi Medik mendapatkan edukasi sebagai implementasi promosi kesehatan rumah sakit oleh petugas. Materi edukasi untuk pasien Instalasi Rehabilitasi Medik telah ditetapkan oleh Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik sebagai pedoman bagi setiap petugas dalam memberikan edukasi kepada pasien. Edukasi kesehatan yang selama ini dilakukan belum sepenuhnya mengacu kepada materi edukasi yang telah ditetapkan dalam pedoman, karena biasanya dilakukan secara spontan dan hasilnya kurang memuaskan, karena prosesnya dilakukan tanpa persiapan serta materi yang diberikan hanya sebatas prosedur penggunaan peralatan dan fasilitas yang ada di Instalasi Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan. Selain itu, pengawas dalam hal ini kepala ruang dan ketua tim jarang sekali melakukan pengawasan ataupun evaluasi terhadap pelaksanaan promosi kesehatan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pemberian pendidikan kesehatan yang rendah dan tidak maksimal tersebut, tak jarang menimbulkan masalah, antara lain: pasien mengeluh cemas dan ketakutan tentang penyakitnya atau saat akan dilakukan suatu prosedur tindakan karena sebelumnya tidak diberikan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, banyak pasien yang kembali ke rumah sakit dengan keadaan penyakit yang semakin parah karena sebelumnya petugas tidak memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan penyakitnya selama di rumah dan sulitnya mengidentifikasi atau mengevaluasi pemberian pendidikan kesehatan secara tidak langsung karena dokumentasi yang tidak lengkap atau malah tidak ada dokumentasi.
Universitas Sumatera Utara
11
Jumlah pasien rata-rata setiap hari sebanyak 80 orang merupakan pasien yang dikirim dari unit rawat jalan maupun rawat inap. Petugas yang bertugas di Instalasi Rehabilitasi Medik sebanyak 32 orang, sehingga jumlah petugas petugas masih proporsional dengan jumlah pasien, karena rasio antara petugas dengan pasien adalah 1 : 5 artinya 1 orang petugas menangani 5 orang pasien. Melihat hasil survei pendahuluan dan observasi diatas, maka permasalahan utama dalam penelitian ini adalah belum terlaksananaya promosi kesehatan melalui edukasi pasien. Sebagai faktor penyebab terjadinya permasalahan tersebut terkait dengan aspek pengetahuan, sikap serta keterampilan petugas sebagai tenaga penyuluh dalam memberikan promosi kesehatan bagi pasien di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan penyuluh terhadap keberhasilan promosi kesehatan pada pasien di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H.Adam Malik Medan.
1.3. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan penyuluh terhadap keberhasilan promosi kesehatan pada pasien di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H.Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
12
1.4. Hipotesis Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan penyuluh terhadap keberhasilan promosi kesehatan pada pasien di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H.Adam Malik Medan.
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi RSUP H.Adam Malik Medan khususnya bagian promosi kesehatan sebagai masukan dalam rangka peningkatan program promosi kesehatan rumah sakit khususnya bagi pasien di Instalasi Rehabilitasi Medik. 2. Sebagai sarana menambah khazanah ilmu pengetahuan tetang promosi kesehatan bagi pasien di Instalasi Rehabilitasi Medik rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara