BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mereduksi AKI di Indonesia antara lain meningkatkan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan kesehatan dengan mutu yang baik serta menjangkau semua kelompok sasaran, meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga profesional secara berangsur, meningkatkan deteksi dini risiko tinggi ibu hamil dan melaksanankan sistem rujukan serta meningkatkan pelayanan neonatal dengan mutu yang baik. Tujuan akhir dari program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak (Depkes, RI 2007) Berdasarkan Rencana strategi (Renstra) Depkes RI 2005-2009 disebutkan bahwa derajat kesehatan masyarakat Indonesia belum memuaskan, salah satu diantaranya ditinjau dari masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Di Indonesia Angka Kematian Ibu tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup, dan Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2003). Berdasarkan SDKI 2007 Indonesia telah berhasil menurunkan Angka Kematian Ibu dari 390/100.000 kelahiran hidup menjadi 334/100.000 kelahiran hidup). Selanjutnya turun menjadi 228/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2008). Meskipun telah terjadi penurunan dalam beberapa tahun tarakhir akan tetapi penurunan tersebut masih sangat lambat (Wilopo, 2010). 1 Universitas Sumatera Utara
2
Di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2004 AKI 330 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 AKI 315 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Sumut, 2004). Sedangkan tahun 2009 AKI 280 per 100.000 kelahiran hidup (Saragih, 2010). Angka tersebut menunjukkan AKI cenderung menurun tetapi bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup diperkirakan tidak tercapai (Depkes RI, 2007). Salah satu faktor yang memengaruhi AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) adalah tenaga penolong Persalinan, setiap menit seorang
perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinannya. Dengan kata lain, 1400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan (WHO, 2005). Semakin tinggi cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan semakin rendah risiko terjadinya kematian. Survei Sosial Ekonomi (SUSENAS) dari tahun 2000-2005, penolong Persalinan yang dilakukan oleh dukun mencapai 26,28% (BPS, 2006). Penolong Persalinan di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh Bidan (58%) dan dukun bersalin (25,31%), sedangkan menurut tipe daerah di perkotaan maupun di pedesaan penolong Persalinan yang terbanyak dilakukan oleh bidan, masing-masing 65,81% dan 52,22% (BPS, 2008). Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2008), penolong kelahiran terakhir di pedesaan antara lain : ditolong bidan 46,34%, ditolong dukun bayi 42,75%, ditolong oleh dokter 6,11%, ditolong oleh famili 3,86%, ditolong Nakes lain 0,61% dan
Universitas Sumatera Utara
3
lainnya sebesar 0,33%. Di pedesaan, bidan dan dukun sama-sama diminati oleh ibu bersalin sebagai penolong persalinannya. Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka penurunan AKI, seperti program Making Pregnancy Safer (MPS), yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat serta setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran (Depkes RI, 2005). Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih merupakan salah satu cara paling efektif dalam upaya menurunkan kematian ibu, oleh karena itu sasaran dari pembangunan kesehatan salah satunya adalah meningkatnya secara bermakna jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri dan melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan (Bappenas, 2007).
Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Angka kematian bayi ini tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan faktor-faktor lain, terutama gizi.
Di negara
berkembang, lebih dari 10 juta bayi meninggal dunia per tahun, 2/3 dari kematian tersebut terkait dengan masalah gizi yang sebenarnya dapat dihindarkan. Penelitian di 42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang mempunyai dampak positif terbesar
untuk
menurunkan
angka
kematian
balita,
yaitu
sekitar
13%
(Sentra Laktasi Indonesia, 2007). Pemberian ASI secara ekslusif adalah pemberian ASI tanpa makanan ataupun minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Makanan atau
Universitas Sumatera Utara
4
minuman lain yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, ataupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air putih pun tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini (Kodrat,2010). Menurut Sentra Laktasi Indonesia (2007), pemberian makanan pendamping ASI yang benar dapat menurunkan angka kematian balita sebesar 6%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, perilaku memberikan ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan dapat menurunkan angka kematian 30.000 bayi di Indonesia tiap tahunnya (Sentra Laktasi Indonesia, 2007).
Di Amerika, 400 bayi meninggal per tahun akibat muntah mencret. Sebanyak 300 bayi diantaranya adalah bayi yang tidak disusui. Kematian meningkat 23,5 kali pada bayi susu formula. Menurut Vic yang dikutip Roesli (2008), kemungkinan bayi akan mengalami mencret 17 kali lebih banyak pada bayi yang menggunakan susu formula. Data menunjukkan lebih kurang 1,5 juta anakmeninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi diseluruh dunia diberi ASI Eksklusif selama 4 bulan dan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai dan tidak aman bagi bayi (Depkes 2005). Survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition and Health Surveillance System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes dan Hellen Keller international di 4 kota (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Banten, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan), menunjukan bahwa cakupan ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-25%. Pencapaian ASI Eksklusif 5-6 bulan di
Universitas Sumatera Utara
5
perkotaan antara 1-13%, sedangkan di pedesaan 2-13% . Hanya 14% ibu di Tanah Air yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan (Depkes RI, 2004). Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003, hanya 3, 7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, sedangkan pemberian ASI pada usia 2 bulan pertama 64%, yang kemudian menurun pada periode berikutnya umur 3 bulan 45,5%, pada usia 4-5 bulan 13,9% dan umur 6-7 bulan 7,8%. Sementara itu ada peningkatan penggunaan pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa disebut formula atau susu formula tiga kali lipat dalam kurun waktu 1997 dari 10,8% menjadi 32,4 % pada tahun 2002, hali ini mungkin diakibatkan kurangnya pemahaman, dukungan keluarga dan lingkungan akan pemberian ASI secara eksklusif (Tjipta, 2009). Di Propinsi Sumatera Utara angka cakupan ASI eksklusif pada tahun 2007 sebesar 33% dan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka cakupan tahun 2006 sebesar 36% (Dinkes Prop.Sumut, 2007). Menyikapi permasalahan pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah menggalakkan program pemberian ASI Esklusif sejak tahun 1990 yang dikenal dengan Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI). Sehubungan dengan itu telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi Indonesia (Depkes RI, 2005).
Universitas Sumatera Utara
6
Berdasarkan data profil Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu tahun 2011, cakupan persalinan tenaga kesehatan berjumlah 82,67% (jumlah ibu bersalin 9195 dan ibu bersalin yang ditolong Nakes 7601) target 87,42%. Jumlah bayi 8757 yang meninggal 117 Bayi yang meninggal laki – laki 47 dan perempuan 70 AKB sebesar 16,22 per 1.000 KH, ASI eksklusif 3419 (39,04 % target 65%), jumlah kasus kematian ibu pada tahun 2011 terdapat 16 kasus (kematian ibu maternal) dengan estimasi AKI sebesar 221/100.000 KH atau 2,21/1000 KH. Profil Puskesmas Suka Makmur ibu bersalin 186 ditolong tenaga kesehatan 130 (70,90%). Jumlah bayi 183 orang yang terdiri dari laki-laki 87 perempuan 96, ASI eksklusif laki-laki 33 perempuan 36 jumlah 69 (37,77%), bayi meninggal laki-laki 2 dan perempuan 1 jumlah 3. Untuk mengatasi masalah tersebut Departemen Kesehatan RI membuat suatu program promosi kesehatan dan telah ditetapkan sebagai salah satu program unggulan. Depkes RI (2006) mengemukakan bahwa promosi kesehatan bertujuan untuk (1) peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk hidup sehat, dan (2) pengembangan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dan untuk itu diperlukan peningkatan upaya promosi kesehatan. Upaya promosi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pemberdayaan masyarakat yaitu melalui proses pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat, sesuai dengan lingkungan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan. upaya promosi
Universitas Sumatera Utara
7
kesehatan diharapkan dapat mewujudkan peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian asi eksklusif. Salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adalah dengan strategi pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dimaksud adalah sesuai dengan visi MDGs dalam Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan 2004 bahwa pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah pendekatan melalui individu, keluarga dan kelompok-kelompok dalam masyarakat melalui pengorganisasian dan penggerakan masyarakat. Oleh karena itu dalam kegiatan peningkatan target pertolongan persalinan yag ditolong tenaga kesehatan dan pemberian ASI eksklusif ini perlu dikembangkan konsep pemberdayaan mkasyarakat, dimana dalam pengimplemantasinya harus sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Beberapa bentuk metode pendidikan kesehatan yang sering dilakukan misalnya penyuluhan atau ceramah, namun kenyataannya metode ini belum memberikan kontribusi pengetahuan yang memadai bagi guru dan cenderung membosankan, apalagi bagi remaja dan orang tua. Maka perlu dilakukan metode lain seperti simulasi, hal ini cenderung dinilai lebih bermuatan, karena sifatnya tidak monoton dan langsung berdasarkan analisis kasus, dan melibatkan objek secara menyeluruh dan aktif. Menurut Syaefuddin (2002), metode simulasi dapat digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan kesehatan reproduksi dalam bentuk sosiodrama, permainan dan dramatisasi. Metode ini bertujuan untuk melatih dan memahami
Universitas Sumatera Utara
8
konsep atau prinsip dari pendidikan yang disampaikan sehingga dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Dengan metode simulasi, hasil yang diharapkan ialah agar kelompok belajar menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan ide yang ditemukannya dan dianggap benar. Hasil penelitian Veronica (2009) telah membuktikan dengan metode simulasi memberi perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja di Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan Medan. Sejalan dengan penelitian Afniwati (2012) bahwa metode simulasi lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan tentang kesehatan jiwa di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Sejalan dengan penelitian Burhanuddin (2011) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan dan sikap tokoh masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tatanan rumah tangga di Wilayah Puskesmas Langga Payung Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Untuk mengetahui implementasi pemberdayaan masyarakat dalam suatu promosi kesehatan untuk peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian asi eksklusif tersebut sesuai dengan kondisi serta karakteristik desa pantai, maka penting dilakukan penelitian tentang “efektifitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam persalinan dan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013”.
Universitas Sumatera Utara
9
1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektifitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian Untuk menganalisis efektifitas metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Bilah Barat Puskesmas Suka Makmur Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat, sebagai berikut: 1.
Sebagai masukan untuk Dinas Kesehatan dalam membuat program kebijakan kesehatan untuk persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
2.
Masukan untuk Puskesmas dalam memilih metode yang baik dan efektif dalam persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
3.
Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan pengetahuan tentang persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
4.
Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai metode simulasi dalam persalinan dan pemberian ASI eksklusif.
Universitas Sumatera Utara