BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan adalah angka kematian bayi (AKB) karena dapat mencerminkan status kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyebab kematian bayi adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir/neonatal (umur 0-28 hari) yang meliputi asfiksia (kesulitan bernafas saat lahir), bayi berat lahir rendah (BBLR), dan infeksi (Depkes RI, 2011). Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. Upaya kesehatan anak ini diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak (Depkes RI, 2011). Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak adalah Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKN pada tahun 2012 adalah sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini menurun dari 20 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan 23 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2002. Perhatian terhadap upaya penurunan AKN
Universitas Sumatera Utara
2
menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 56 kasus kematian bayi per 1000 kelahiran hidup. Kematian neonatal terdiri atas kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup dalam 7 hari setelah kelahiran, sedangkan kematian neonatal lanjut merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup lebih dari 7 hari sampai kurang 29 hari. Angka kematian neonatal adalah jumlah kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup. BBLR merupakan salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa neonatal (Raharni, dkk, 2010). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan <2500 gr tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir. Penyebab BBLR antara lain yaitu kehamilan kurang bulan, ukuran bayi yang terlalu kecil untuk masa kehamilan atau kombinasi keduanya. Sebagian bayi yang dilahirkan dari kehamilan kurang bulan belum siap hidup di luar kandungan dan mendapat kesulitan untuk bernafas, menghisap, melawan infeksi dan menjaga tubuhnya agar tetap hangat (Depkes RI, 2009). BBLR merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani secara serius karena berkontribusi terhadap kematian neonatus yang menjadi indikator derajat kesehatan masyarakat suatu bangsa. Faktor resiko kejadian BBLR di Indonesia antara lain yaitu umur ibu hamil <20 tahun atau >35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek, ibu mempunyai riwayat BBLR sebelumnya, pekerjaan fisik yang berat, pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
3
fisik selama beberapa jam tanpa istirahat, sosial ekonomi rendah, kekurangan gizi, kebiasaan merokok,
konsumsi obat-obatan terlarang dan alkohol, anemia, pre
eklampsi atau hipertensi, infeksi selama kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan cacat bawaan, dan infeksi selama dalam kandungan (Depkes RI, 2009). Menurut World Health Organization (WHO) penurunan kejadian BBLR merupakan salah satu kontribusi penting untuk menurunkan kematian anak. Pencapaian tujuan ini dilakukan dengan memastikan kesehatan anak pada awal kehidupannya dan BBLR merupakan salah satu indikator untuk menilai kemajuan dari tujuan ini. Namun berat badan lahir masih menjadi masalah kesehatan di negaranegara berkembang. Angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibandingkan pada bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2.500 gram (Sarimawar, 2003). Pada tahun 2012, WHO melaporkan kejadian BBLR di dunia pada rentang waktu 2005-2010 adalah sebesar 15%. Di South-East Asia angka kejadian BBLR mencapai 24% dan yang tertinggi ada pada negara India dengan presentase 28%. Sedangkan di Indonesia terdapat 9% BBLR.. Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa persentase balita (0-59 bulan) dengan BBLR sebesar 10,2%. Persentase BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,8%) dan terendah di Sumatera Utara (7,2%). Masalah pada bayi BBLR terutama pada bayi prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Bayi berat lahir rendah mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah terserang komplikasi. Masalah pada BBLR
Universitas Sumatera Utara
4
yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro intestinal, ginjal, dan termoregulasi. Berdasarkan sensus penduduk, AKB di Sumatera Utara mengalami penurunan yang cukup signifikan dari dua kali sensus terakhir. Pada sensus penduduk tahun 2000, AKB di Sumatera Utara adalah 44/1.000 kelahiran hidup. Angka ini turun menjadi 25,7 atau dibulatkan menjadi 26/1.000 kelahiran hidup pada hasil sensus penduduk 2010. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 menunjukkan kabupaten/kota dengan persentase BBLR tertinggi adalah Kabupaten Nias Barat sebesar 24,00%. Kota Medan sendiri memiliki persentase sebesar 0,30%. Berdasarkan hasil survei pendahuluan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Sri Ratu Medan, angka kejadian BBLR pada tahun 2013 adalah 60 kasus dari 995 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2014 tercatat sebanyak 52 kasus dari 872 kelahiran hidup. Melihat tingginya angka kejadian BBLR dan belum diketahui faktorfaktor apa saja yang mempengaruhinya maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR di RSIA Sri Ratu Medan. 1.2 Perumusan Masalah Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di RSIA Sri Ratu Medan tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
5
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan faktor sosiodemografis dan faktor kehamilan dengan kejadian BBLR di RSIA Sri Ratu Medan. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui faktor-faktor sosiodemografis dan faktor-faktor kehamilan yang berhubungan dengan kejadian BBLR. b. Untuk mengetahui faktor-faktor sosiodemografis dan faktor-faktor kehamilan yang tidak berhubungan dengan kejadian BBLR. 1.4 Hipotesis Penelitian a. Ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Sri Ratu Tahun 2014. b. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Sri Ratu Tahun 2014. c. Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Sri Ratu Tahun 2014. d. Ada hubungan antara riwayat penyakit ibu dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Sri Ratu Tahun 2014. e. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Sri Ratu Tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
6
f. Ada hubungan antara jarak kehamilan ibu dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Sri Ratu Tahun 2014. g. Ada hubungan antara umur kehamilan dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Sri Ratu Tahun 2014. h. Ada hubungan antara komplikasi kehamilan dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Sri Ratu Tahun 2014. 1.5 Manfaat Penelitian a. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSIA Sri Ratu Medan dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya penanganan dan penanggulangan kejadian BBLR. b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian tersebut. c. Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis mengenai BBLR dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara