BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kinerja publik baik di pusat
maupun daerah kini kian meningkat. Kesadaran masyarakat ini berkaitan dengan kepedulian masyarakat akan dana publik yang dikelola pemerintah dengan pelayanan yang mereka rasakan. Hal ini sejalan dengan akses masyarakat akan informasi-informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan kinerja baik pemerintah pusat maupun daerah saat ini telah berkembang pesat. Dengan adanya perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengetahui kinerja yang telah dilakukan oleh pemerintahannya, maka dalam hal ini pemerintah diharapkan mampu meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja. Baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintahan Daerah dituntut untuk dapat mengelola dan meningkatkan sistem pengukuran kinerja sektor publik yang dapat membantu manajer menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial dan non financial, demi tercapainya good governance atas permasalahan kinerja dan akuntabilitas publik di Indonesia. Hal ini sesuai dengan keinginan masyarakat dimana mereka menginginkan pelayanan yang baik di segala bidang seperti bidang
pendidikan,
kesehatan,
pembangunan
ketersediaan lapangan usaha, dan masih banyak lagi.
1
infrastruktrur,
keamanan,
2
Sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiscal dimana
dalam
perkembangannya,
kebijakan
ini
diperbaharui
dengan
dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah memberikan angin segar bagi pengembangan otonomi Pemerintah Daerah, dalam pengertian bahwa daerah diberi kewenangan yang utuh untuk
merencanakan,
melaksanakan,
mengawasi,
mengendalikan,
dan
mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan mampu dilaksanakan dengan baik karena perencanaan dan penggunaan anggaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Pelaksanaan otonomi daerah akan membawa konsekuensi daerah untuk melakukan penataan di berbagai bidang karena perubahanperubahan yang terjadi. Penataan di berbagai bidang ini membuat organisasiorganisasi pemerintah dihadapkan pada usaha-usaha untuk mengimplementasikan sistem pengukuran kinerja baru yang lebih bersifat strategik. Pengukuran kinerja merupakan salah satu komponen dalam sistem akuntabilitas kinerja publik. Hasil pengukuran kinerja organisasi harus dilaporkan dalam
bentuk
laporan
pertanggungjawaban
kinerja
sebagai
manifestasi
dilakukannya akuntabilitas publik. Manajemen kinerja menghendaki organisasi sektor publik membuat sistem akuntabilitas berbasis hasil (result-based accountability system).
2
3
Sesuai dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah yang kemudian diperbaharui dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, organisasi sektor publik baik pusat maupun daerah memiliki pedoman untuk membuat pelaporan kinerja sebagai wujud pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Perlu adanya pertanggungjawaban yang logis dan akurat dalam penerapan sistem. Pertanggungjawaban berfokus pada kinerja yang meliputi penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA), pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas, pokok, dan fungsi organisasi sektor publik. Pelaporan kinerja merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan akuntabilitas organisasi publik. Pelaporan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif dilakukan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP merupakan alat untuk menilai kinerja entitas pemerintah apakah telah berhasil ataupun gagal. LAKIP sangat diperlukan untuk mengevaluasi tindakan dan kegiatan yang telah dilakukan di masa lalu dan digunakan untuk melakukan perbaikan di masa mendatang. seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pasal 18, laporan akuntabilitas kinerja dimanfaatkan untuk :
3
4
a. Bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan; b. Penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang; c. Penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan datang; d. Penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan; LAKIP akan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik manakala isi yang terkandung dalam LAKIP tersebut memiliki informasi yang akan berguna dalam pengambilan keputusan. Akan menjadi tidak berguna manakala isi dari LAKIP tersebut hanya sebatas rangkaian kata-kata yang disusunan sebagai formalitas penyusunan pertanggungjawaban kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Akbar et al (2012) dimana dikatakan bahwa penyusunan laporan kinerja lebih disebabkan karena adanya peraturan yang mewajibkan pemerintah daerah untuk membuatnya, bukan karena adanya kesadaran akan arti penting laporan itu bagi keberadaan institusi pemerintah yang bersangkutan. Hal ini sejalan pula dengan penelitian yang dibuat oleh Barreto (2006 dalam Akbar et al, 2012) yang mengatakan bahwa indikator kinerja yang dibuat oleh organisasi tidak memiliki pengaruh yang berarti pada operasi internalnya karena hanya dibuat lebih banyak untuk mematuhi regulasi yang memang harus ditaati. Artinya bahwa semua ini dilakukan hanya untuk formalitas semata bukan substansial. Pada dasarnya, ukuran kinerja di organisasi sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak bisa diukur dan dilihat dari satu dimensi saja, akan tetapi disini peneliti ingin meneliti mengenai pembangunan infrastruktur
4
5
atau sarana dan prasarana yang terdapat di Kota Yogyakarta. Untuk itu peneliti lebih melihat pada kinerja dari Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah. Kualitas infrastruktur merupakan salah satu hal yang penting terlebih dalam sektor publik. Dengan adanya peningkatan infrastruktur pada suatu daerah akan membuat kualitas dan kuantitas layanan publik akan menjadi lebih baik dan akan membuat investasi pada daerah tersebut meningkat sehingga produksi barang dan jasa juga akan meningkat. Peningkatan tersebut dapat berdampak pada kenaikan pertumbuhan perusahaan pada umumnya dan laba perusahaan daerah, dimana kedua peningkatan yang disebabkan oleh peningkatan belanja modal yang kemudian berbentuk infrastruktur dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan meningkatnya Pendapatan Asli Daerah, pelayanan yang diberikan kepada masyarakatpun akan meningkat dan akan memberikan dampak positif terhadap kepercayaan masyarakat akan sektor publik Sehubungan dengan pelayanan yang diberikan kepada publik, setiap daerah tentu saja berusaha memberikan pelayanan yang terbaik, disini peneliti akan meneliti kinerja Pemerintah Kota Yogyakarta dengan melihat Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah sebagai represenatatif dari dinas yang bertanggungjawab terhadap pembangunan infrastruktur atau sarana dan prasarana di Pemerintah Kota Yogyakarta. Peneliti mencoba mengevaluasi sistem pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta dengan menggunakan model logika inovatif yang dikenal dengan nama Cetak Biru Kinerja (Performance Blueprint).
5
6
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Evaluasi Sistem Pengukuran Kinerja (Studi di Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta)” 1.2
Rumusan Masalah Pengukuran kinerja merupakan salah satu elemen penting sistem
pengendalian manajemen. Untuk dapat mengukur kinerja dengan baik, diperlukan indikator kinerja yang sesuai. Dengan berlakunya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah yang telah diperbaharui dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, maka menjadi kewajiban bagi Dinas Bangunan dan Gedung Aset Daerah di Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya kepada publik dalam rangka untuk meningkatkan
pelayanan
dan
kesejahteraan
masyarakat.
Untuk
dapat
mempertanggungjawaban tugas pokok dan fungsinya maka perlu dilakukannya pengukuran kinerja. Demi tercapainya pengukuran kinerja yang komprehensif, perancang sistem pengukuran kinerja harus
mengetahui desain sistem
pengendalian manajemen yang dimiliki oleh organisasi. Hal tersebut disebabkan karena tujuan, strategi, dan karakteristik berbeda-beda pada setiap organisasi. Saat ini pemerintah menggunakan LAKIP sebagai tolok ukur kinerja yang telah dilakukan, namun keberadaan LAKIP selama ini dinilai belum dapat menggambarkan pengukuran kinerja mengenai tingkat pencapaian visi dan misi organisasi. Dalam LAKIP masih terdapat indikator kinerja yang belum ditetapkan
6
7
targetnya, dan indicator kinerja yang dibuat lebih banyak untuk memenuhi ketentuan regulasi daripada substansinya sehingga belum menggunakan indikator kinerja yang baik dan terukur. Hal ini mengindikasikan penyusunan indikator yang dibuat oleh Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta masih belum berbasis hasil (result based indicator). 1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, penulis
merumuskan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Apakah sistem pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta telah sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara? 2. Bagaimana model Cetak Biru Kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta? 3. Bagaimana model Cetak Biru Kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi indikator kinerja yang telah disusun oleh Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta? 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh gambaran seperti yang
telah ditetapkan dalam rumusan masalah, yaitu sebagai berikut. 1. Mengevaluasi kesesuaian informasi pengukuran kinerja Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta dengan
7
8
peraturan yang ada pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2. Menjelaskan sistem pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta dengan panduan model Cetak Biru Kinerja. 3. Menjelaskan indikator kinerja yang digunakan Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta sebagai ukuran kesuksesan dalam mencapai sasaran kinerja dengan model Cetak Biru Kinerja. 1.5
Motivasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh gambaran
yang lebih jelas mengenai pengukuran kinerja pada Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta dengan model performance blueprint, hal ini juga sesuai dengan ilmu yang didapat oleh penulis saat menempuh kuliah yakni mengenai manajemen kinerja sektor publik. 1.6
Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi sebagai berikut. 1. Bagi Praktisi: Bagi Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah Kota Yogyakarta, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih pemikiran dan masukan bagi pemerintah mengenai pengukuran kinerja berbasiskan hasil (outcomes) dengan model Cetak Biru Kinerja. 2. Bagi Akademisi:
8
9
Untuk peneliti yang tertarik pada bidang kajian ini, dapat menjadi referensi dan tambahan data untuk melakukan penelitian yang sejenis mengenai pengukuran kinerja sektor publik dengan model Cetak Biru Kinerja di masa yang akan datang. 1.7
Proses Penelitian Seperti yang tertera dalam buku Panduan Penulisan Tesis dan Kasus 2012,
bagian proses penelitian menjelaskan secara garis besar tahapan-tahapan dalam mempersiapkan penelitian studi kasus. Tahapan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : 2. Tujuan Penelitian
3. Pondasi Teoretikal Penelitian Studi Kasus 1.
Pertanyaan Penelitian
4. Model Penelitian Studi Kasus
5. Temuan dan Analisis
Gambar 1.1 Contoh Proses Penelitian Studi Kasus
1.8
Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun secara sistematis agar diperoleh suatu bentuk
pembahasan yang terstruktur. Adapun sistematika penelitian disusun sebagai berikut:
9
10
Bab 1 : Pendahuluan Bagian ini akan diuraikan rencana penelitian yang dijabarkan ke dalam latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 : Tinjauan Literatur Bagian ini akan membahas mengenai teori-teori utama yang digunakan, serta yang berhubungan dengan pokok permasalahan sebagai dasar analisis data dan pembahasan kasus. Bab 3 : Latar Belakang Kontekstual Objek Penelitian Bagian ini menjelaskan secara deskriptif tentang objek penelitian dan aplikasi teori atau konsep yang diterapkan di dalam objek penelitian, untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik mengenai karakteristik objek penelitian terkait dari teori dan konsep yang digunakan di bab tinjauan pustaka. Bab 4 : Metodologi Peneltian Bagian ini menguraikan mengenai metode dan alasan menggunakan metode penelitian kualitatif, subjek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik menganalisis data. Bab 5 : Pemaparan Temuan Penelitian Lapangan Bagian ini berisi uraian temuan dalam penelitian di lapangan yang menggambarkan fakta-fakta yang dapat menjawab tujuan penelitian. Bab 6 : Analisis dan Diskusi Hasil Penelitan
10
11
Bagian ini menjelaskan analisis dan diskusi mengenai temuan hasil penelitian yang akan menjawab pertanyaan penelitian. Bab 7 : Penutup Bagian ini berisi simpulan dari analisis permasalahan yang ada. Bab ini juga membahas keterbatasan penelitian dari sudut pandang keilmuan dan efektivitas penelitian ini menjawab permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, bab ini juga akan memberikan informasi dan saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak lembaga dan akademisi.
11