BAB 2 TINJAUAN TEORETIS
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Latar Belakang Timbulnya Good Corporate Governance Setiap perusahaan memiliki visi dan misi. Visi dan misi itu merupakan pernyataan secara tertulis mengenai tujuan-tujuan dari suatu kegiatan bisnis/usaha yang akan dilakukan. Agar suatu kegiatan usaha yang dilakukan dapat terencana/terprogram sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, tentu saja membutuhkan adanya keberadaan sistem tata kelola perusahaan yang baik. Disamping itu juga memerlukan terbentuknya kerjasama tim yang baik dengan
berbagai
pihak,
terutama
dari
seluruh
lapisan
manajemen
perusahaan.Sistem tata kelola yang baik menuntut dibangunnya dan dijalankan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) dalam proses kegiatan usaha perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan dapat memberikan manfaat bagi para stakeholdernya. Akibat terpuruknya perekonomian Indonesia dikarenakan krisis tahun 1997, memberikan pelajaran berharga yang harus diperbaiki agar dapat melangkah maju di masa yang akan datang. Hasil pengamatan sejumlah pengamat ekonomi menyimpulkan adanya kecenderungan tinggi bahwa krisis ini disebabkan oleh sebagian besar perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak menjalankan Good Corporate Governance (GCG) Kurniawan dan Indriantoro (2000) dalam Lukman
23
24
(2010:10). Hikmah dari krisis itu, salah satunya adalah pelajaran yang dipetik bahwa tekanan dan pengalaman pahit dari krisis ini harus bisa menjadi evaluasi untuk menghasilkan sistem Good Corporate Governance yang lebih baik Iskander, et al. (2000) dalam Lukman (2010:10). Pada waktu terjadi krisis ekonomi tahun 1997,sebagian besar penyebab bangkrutnya perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah salah satunya karena perusahaan-perusahaan tersebut dimiliki dan di kontrol oleh kepemilikan keluarga atau konglomerasi yang kurang melindungi hak-hak investor lain. Kepemilikan saham yang terbatas ini lambat laun menjadi masalah karena lemahnya pengontrolan. Menurut pengamatan La Porta et al (2001). Negara yang tidak peduli dengan perlindungan investor adalah perusahaan yang kebanyakan menerapkan family control, sebaliknya jika negara melindungi hak-hak investor lain pasti akan membuka peluang orang lain sebagai pemegang perusahaan. Berdasarkan survey tahun 1999, di Indonesia menempati rangking yang sangat rendah dalam hal keterbukaan dan transparansi. Indonesia sangat terkenal dengan non transparent accounting (Kurniawan dan Indriantoro, 2000). Mengatasi permasalahan lemahnya penerapan GCG, maka Campos at el (2002) menyarankan bahwa pemerintah maupun perusahaan harus membuat perubahan budaya dan instuisi yang mendasar. Contoh mendasar yang dapat ditetapkan misalkan mengembangkan kepemilikan saham, memperbaiki peraturan, menjaga hak-hak investor dan meningkatkan standar akuntansi sehingga bertaraf internasional.
25
Ada lima alasan yang dapat menjelaskan sebab-sebab aplikasi Good Corporate Governance di indonesia menjadi lemah, yaitu: 1. Dr. Suad Husnan, makalah beliau dalam Asian Development Bank (1996) menjelaskan bahwa lebih dari 6,6 % jumlah perusahaan publik (listed company) dikontrol oleh keluarga sendiri. Ciri utama adalah terdapat konsentrasi kepemilikan pada si pendiri yang menguasai hampir 50% dari seluruh saham, sedangkan publik hanya diperoleh menguasai kurang dari 30% jumlah saham per pemilik. Perusahaan yang dikontrol oleh satu keluarga mencapai 17% dari jumlah kapasitas pasar Bursa Efek Jakarta (BEJ), sedangkan 15% menguasai hampir 60% dari market capitalization. Pada tahun 1965, tercatat sebanyak 43% dari 300 konglomerat dikelola oleh pendirinya, sedangkan 39% dikelola secara bersamaan oleh generasi pertama dan generasi kedua. 2. Struktur kepemilikan korporasi yang demikian sempit dan ditambah memiliki historis yang erat dengan pejabat pemerintah mengakibatkan terhambatnya pemberlakuan sistem legal yang efisien dan adil, pertumbuhan lingkungan bisnis etika yang sehat, serta lahirnya bentuk corporate governance yang menghargai pemegang saham minoritas. 3. Dewan komisaris pada umumnya mencerminkan kepentingan pemilik dan pemegang saham mayoritas, karena yang komisaris utama adalah keluarga atau sahabat pendiri. Penempatan anggota keluarga duduk sebagai manajer perusahaan atau anggota dewan komisaris. Hasil survei dari Dr. Suad Husnan,
26
menyatakan bahwa dari 40 % perusahaan publik hanya 25% yang mempunyai anggota komisaris yang independen. 4. Indonesia tidak kekurangan produk hukum, tetapi yang lemah adalah penegakan hukumnya. Ketentuan-ketentuan mengenai Corporate Governance sudah tercantum dalam UU Perbankan, UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal dan seterusnya, baik secara langsung atau tidak. Kendala terdapat pada proses penegakan peraturan yang sangat lemah oleh pemegang otoritasi seperti BI, Bapepam, BPPN, dan aparat kementrian keuangan, BUMN dan lain-lain. Keadaan ditambah parah lagi dengan banyaknya pejabat yang terlibat KKN dalam menerapkan birokrasi perusahaan, sehingga perusahaan yang jujur dan berprinsip tidak ingin praktek suap-menyuap, perbuatan tidak senonoh justru dikalahkan oleh oknum pejabat. 5. Para pelaku usahawan melalui asosiasi-asosiasi industrinya perlu secara sadar menegakkan
transparansi,
akuntabilitas,
kewajaran,
dan
dapat
dipertanggungjawabkan di lingkungan anggotanya. Abuse of Corporate Governance, merugikan semua pengusaha, karena itu tidak beralasan untuk bersikap kerdil dan tidak berusaha menegakkan langkah GCG.
2.1.2 Definisi Good Corporate Governance Berikut beberapa definisi GCG baik menurut institusi maupun individu: 1. Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan corporate governance yang disadur dari Cadbury Commite of United Kingdom sebagai:
27
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder).” 2. Bank Dunia dalam Effendi (2009:1) memberikan definisi GCG sebagai: “Kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.” 3. Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN menyatakan bahwa: “Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organisasi BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, berlandaskan peraturan perundangundangan dan nilai-nilai etika.” 4. Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang pengkajian sistem manajemen BUMN dengan prinsip-prinsip good corporate governance, Menteri Keuangan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian dan pengembangan sistem manajemen BUMN yang mengacu pada good corporate governance (GCG), dimana GCG memiliki definisi sebagai berikut: “Good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition),
28
maupun ditinjau dari nilai-nilai yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition).” 5. Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun oleh orang awam, yaitu komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika. 6. Lembaga Corporate Governance di Malaysia, yaitu Finance Committee on Corporation Governance (FCCG) dalam Effendi (2009:2). 7. Akhmad Syakhroza dalamemirzon (2006:4) mendefinisikan: “Corporate Governance adalah suatu sistem yang dipakai “Board” untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif.” Berdasarkan definisi-definisi yang dipaparkan di atas penulis menyimpulkan bahwa GCG merupakan suatu sistem, komitmen, aturanmain, serta praktik penyelengaraan suatu bisnis yang mengelola dan mengawasi secara sehat dan beretika untuk meningkatkan kemakmuran perusahaan dengan cara meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan, serta merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap
shareholders
(pemegang
saham)
maupun
stakeholders
seperti
pemerintah, masyarakat, karyawan. Berbagai macam definisi yang timbul disebabkan karena pada awalnya corporate governance lahir sebagai prinsipprinsip dan nilai-nilai yang harus dikembangkan oleh perusahaan agar tetap survive. Karena menyangkut prinsip dan nilai tersebut maka dalam praktiknya corporate governance muncul di tiap negara dengan isu yang berbeda-beda disesuaikan dengan sistem ekonomi yang ada disetiap negara. Selain itu dalam praktiknya, agar dapat dilaksanakan prinsip dan nilai corporate governance harus
29
disesuaikan dengan kondisi yang ada pada suatu perusahaan dan sangat tergantung dengan bentuk perusahaan, jenis usaha dan komposisi kepemilikan modal perusahaan. Konsep Good Corporate Governance memang sudah menjadi prinsip yang bersifat mandatory dewasa ini. Sudah banyak organisasi internasional yang concern terhadap penerapan GCG, diantaranya adalah OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) yang telah merevisi Principles of Corporate Governance pada tahun 2004. Tambahan penting dalam pedoman baru OECD adalah adanya penegasan tentang perlunya penciptaan kondisi oleh pemerintah dan masyarakat untuk dapat dilaksanakannya GCG secara efektif. Peristiwa WorldCom dan Enron di Amerika Serikat telah menambah keyakinan tentang betapa pentingnya penerapan GCG. Di Amerika Serikat, peristiwa itu ditanggapi dengan perubahan mendasar peraturan perundang-undangan dibidang audit dan pasar modal. Di Negara-negara lain, hal tersebut ditanggapi secara berbeda, antara lain dalam bentuk penyempurnaan pedoman GCG di negara bersangkutan.
2.1.3 Prinsip prinsip GCG Prinsip-prinsip GCG sesuai dengan pasal 3 surat keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut:
30
1. Transparansi (transparency) Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. 2. Pengungkapan (disclousure) Penyajian informasi kepada para pemangku kepentingan, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan dan resiko usaha perusahaan. 3. Kemandirian (independence) Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak maupun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 4. Akuntabilitas (accountability) Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis. 5. Pertanggungjawaban (responsibility) Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 6. Kewajaran (fairness) Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
31
Sedangkan dalam pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2006 menyebutkan 5 asas GCG antara lain: 1. Keterbukaan (Transparency) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Pedoman pokok pelaksanaan Transparency menurut KNKG meliputi: a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi : visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen resiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
32
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. d. Kebijakan
perusahaan
harus
tertulis
dan
secara
proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan. 2. Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan
kinerjanya
secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur
dan
sesuai
dengan
kepentingan
perusahaan
dengan
tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Pedoman pokok pelaksanaan Accountability menurut KNKG meliputi: a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggungjawab masingmasing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan. b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggungjawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG. c. Perusahaan harus memastikan adannya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
33
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten denga sasaran perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati. 3. Tanggungjawab (Responsibility) Perusahaan
harus
mematuhi
peraturan
perundang-undangan
serta
melaksanakan tanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman pokok pelaksanaan Responsibility menurut KNKG meliputi: a. Organ perusahaan harus berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws). b. Perusahaan harus melaksanakan tanggungjawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama disekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai. 4. Independen (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga
masing-masing
organ
perusahaan
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
tidak
saling
34
Pedoman pokok pelaksanaan Independency menurut KNKG meliputi: a. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. b. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggungjawab antara satu dengan yang lain. 5. Kewajaran (Fairness) Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perusahaan
harus
senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Pedoman pokok pelaksanaan: a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan
masukan
dan
menyampaikan
pendapat
bagi
kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing. b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
35
c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir, dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan,gender, dan kondisi fisik.
2.1.4 Manfaat Good Corporate Governance Berbagai
keuntungan
yang
diperoleh
dengan
penerapan
corporate
governance antara lain : 1. Dengan good corporate governance proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat. Ketiga hal ini jelas akan sangat berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, sehingga kinerja perusahaan akan mengalami peningkatan. Berbagai penelitian telah membuktikan secara empiris bahwa penerapan good corporate governance akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara positif. Sakai dan Asaoka (2003); Jang Black dan Kim (2003) dalam Maksum (2005:65). 2. Good Corporate Governance akan memungkinkan dihindarinya atau sekurang-kurangnya
dapat
diminimalkannya
tindakan
penyalahgunaan
wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan. Hal ini tentu akan menekan kemungkinan kerugian bagi perusahaan maupun pihak kepentingan lainnya sebagai akibat tindakan tersebut, Chtourou et al (dalam Maksum, 2005:65) menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip corporate governance yang konsisten akan menghalangi kemungkinan dilakukannya rekayasa
kinerja
(earnings
management)
yang
mengakibatkan
fundamental perusahaan tidak tergambar dalam laporan keuangannya.
nilai
36
3. Nilai perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari meningkatnya kepercayaan mereka kepada pengelolaan perusahaan tempat mereka berinvestasi. Peningkatan kepercayaan investor kepada perusahaan akan dapat memudahkan perusahaan mengakses tambahan dana yang diperlukan untuk berbagai keperluan perusahaan, terutama untuk tujuan ekspansi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh McKinsey & Company (dalam Maksum, 2005:65) membuktikan bahwa lebih dari 70% investor institusional bersedia membayar lebih (mencapai 26% – 30% lebih mahal) saham perusahaan
yang
menerapkan
corporate
governance
dengan
baik
dibandingkan dengan perusahaan yang penerapannya meragukan. 4. Bagi para pemegang saham, dengan peningkatan kinerja sebagaimana disebut pada poin 1, dengan sendirinya juga akan menaikkan nilai saham mereka dan juga akan menaikkan jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan yang berarti akan terjadi peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. Apalagi bila perusahaan yang bersangkutan berbentuk perusahaan BUMN, maka peningkatan kinerja tadi juga akan dapat meningkatkan penerimaan negara dari pembagian laba BUMN (Maksum, 2005:65). 5. Karena dalam praktik good corporate governance karyawan ditempatkan sebagai salah satu stakeholder yang seharusnya dikelola dengan baik oleh perusahaan, maka motivasi dan kepuasan kerja karyawan juga diperkirakan akan meningkat. Peningkatan ini dalam tahap selanjutnya tentu akan dapat pula menigkatkan produktifitas dan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap perusahaan (Maksum, 2005:65).
37
6. Dengan
baiknya
pelaksanaan
corporate
governance,
maka
tingkat
kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan akan meningkat sehingga citra positif perusahaan akan naik. Hal ini tentu saja akan dapat menekan biaya (cost) yang timbul sebagai akibat tuntutan para stakeholders kepada perusahaan (Maksum, 2005:65). 7. Penerapan corporate governance yang konsisten juga akan menigkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. Manajemen akan cenderung untuk tidak melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan, karena adannya kewajiban untuk mematuhi berbagai aturan dan prinsip akuntansi yang berlaku dan penyajian informasi secara transparan. Hasil penelitian Beasley et al. (1996) dan Abbott et al. (2000) dalam Maksum (2005:65) menunjukan bahwa penerapan corporate governance dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Menurut (Effendi, 2009:65) manfaat yang bisa diperoleh dari penerapan prinsip-prinsip GCG di BUMN adalah : a. Peningkatan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik. b. Peningkatan efisiensi operasional perusahaan. c. Peningkatan pelayanan kepada pemangku kepentingan. d. Kemudahan untuk memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak kaku, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan. e. Peningkatan minat investor untuk membeli saham BUMN tersebut telah go public.
38
2.1.5 Latar Belakang Self Assessment Sesuai ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, yang mengatur bahwa setiap BUMN wajib untuk melakukan pengukuran terhadap penerapan GCG, melalui penilaian (assessment) yang dilaksanakan secara berkala oleh penilai independen dan tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan yang disampaikan dari hasil akhir penilaian. Perlu disadari bahwa metode penilaian mandiri (self assessment) mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode ini adalah sederhana. Suatu perusahaan dapat dengan mudah menilai sendiri bagaimana nilai pelaksanaan Corporate Governance-nya dengan memberi angka kepada setiap bidang kuisioner dan menjumlahkannnya. Sedangkan kekurangannya adalah assessment yang dilakukan tidak independen karena dilakukan sendiri dan dapat menimbulkan pertanyaan apakah assessment telah dilakukan secara obyektif. Akibatnya mungkin timbul keraguan bagi pihak di luar perusahaan (bahkan mungkin di dalam perusahaan sendiri) apakah penilaian mandiri tersebut telah dilaksanakan secara obyektif dan apakah hasil penelitianmandiri tersebut telah benar-benar mencerminkan kondisi Corporate Governance yang sesungguhnya terdapat diperusahaan. Namun demikian bukan berarti metode penelitian mandiri ini tidak ada manfaatnya. Metode penelitian mandiri tetap besar potensi manfaatnya sepanjang assessment tersebut dikerjakan secara jujur dan obyektif. Sedangkan kegunaan dari penilaian mandiri ini, terutama adalah untuk membantu perusahaan memahami kondisi Corporate Governance-nya, mengidentifikasi
39
bidang-bidang Corporate Governance yang masih lemah dan memperbaiki bidang yang masih lemah tersebut. Penilaian mandiri tidak dimaksudkan untuk memberi keyakinan kepada masyarakat mengenai kondisi Corporate Governance-nya suatu perusahaan. Bila tujuan perusahaan adalah untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat mengenai corporate governance-nya, perusahaan dapat menerima bantuan pihak yang independen untuk melakukan independent assessment. Pihak yang independen tersebut dapat berupa lembaga pemerintah, akuntan publik, maupun pihak-pihak lainnya yang mempunyai kompetensi dibidang Corporate Governance dan dapat melakukan assessment secara obyektif.
2.1.6 Kendala dalam Implementasi GCG (Effendi, 2009:143) penerapan prinsip-prinsip GCG perlu dibuktikan dengan tindakan nyata dari seluruh pihak yang terkait. Tanpa komitmen yang tinggi dan konsistensi sikap, maka dikhawatirkan niat baik implementasi GCG hanya akan berakhir dalam tataran konsep saja, sehingga tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Sayang, dalam praktiknya upaya untuk mengimplementasikan prinsip GCG di Indonesia menghadapi berbagai kendala atau tantangan yang sulit diatasi dengan tepat dan cepat. Salah satu kendala yang dihadapi adalah masih kentalnya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sangat bertentangan dengan prinsip GCG. Beberapa kalangan terutama para pengamat, budayawan, dan rohaniawan menganggap bahwa korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang endemic, systemmic, and widwspread artinya korupsi telah merambah secara sistematis diberbagai lapisan masyarakat dari kalangan bawah sampai lapisan atas serta telah menjadi “penyakit” yang akut sehingga sulit untuk diberantas sampai ke akar-akarnya.