BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Fisika merupakan ilmu yang lahir dan dikembangkan melalui langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui eksperimen, pengajuan kesimpulan, dan pengajuan teori atau konsep (Karso dalam sudarwanto, 1993). Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 salah satu tujuan diadakannya
mata
pelajaran
fisika
di
tingkat
SMA/MA
adalah
mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan,
mengumpulkan,
mengolah,
dan
menafsirkan
data
serta
mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tulisan (BSNP, 2008: 2). Kemudian, salah satu fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA, yaitu menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2003 dalam Syahra dkk). Berdasarkan fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika tersebut, maka jelas bahwa siswa harus mengembangkan keterampilan ilmiah dan menguasai konsep fisika yang diperoleh melalui aktivitas ilmiah termasuk di dalamnya observasi gejala fisis, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari
serta
mampu
mengembangkannya
dengan
menggunakan keterampilan ilmiah yang dimiliki siswa untuk menghasilkan
1
2
suatu produk. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya harus dilaksanakan suatu proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, yaitu suatu proses pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk aktif dalam melakukan aktivitas ilmiah sehingga mampu “menemukan” serta menguasai konsep fisika. Sebagaimana proses pembelajaran fisika yang harus dilaksanakan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan bahwa pembelajaran fisika harus dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Namun fakta di lapangan, secara umum proses pembelajaran fisika masih bersifat tradisional. Pembelajaran secara tradisional dengan ciri utama yaitu tidak menekankan kepada penanaman konsep terlebih dahulu di awal pembelajaran, kurangnya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, proses pembelajaran berpusat pada guru, siswa menerima pelajaran secara pasif, serta interaksi antara siswa dengan guru dan dengan sesamanya dalam proses belajar mengajar sangat jarang sehingga dipandang kurang mendukung terhadap pencapaian kompetensi. Pembelajaran seperti ini tercermin dari hasil observasi penulis di salah satu sekolah SMA Negeri di kota Bandung, bahwa siswa hanya mencatat materi yang guru jelaskan, dan siswa kurang terlibat aktif dalam memperoleh pengetahuan. Selanjutnya, hasil belajar kognitif siswa SMA kelas X di sekolah yang bersangkutan pada materi gerak lurus ternyata masih rendah, yaitu dengan diperolehnya nilai rata-rata sebesar 62, dan nilai ini berada di bawah nilai KKM (Kriteria
3
Ketuntasan Minimum) yang telah ditentukan di sekolah tersebut yaitu sebesar 65. Selain itu, keterampilan proses sains di sekolah tersebut tidak dilatihkan, sedangkan keterampilan ilmiah atau keterampilan proses sains merupakan salah satu kompetensi yang harus dicapai. Hal serupa juga ditemukan dari beberapa hasil observasi, seperti yang dilakukan oleh Budiman (2010) di salah satu SMA negeri di kota Bandung, bahwa proses pembelajaran fisika yang berlangsung didominasi oleh guru dan siswa hanya menyimak penjelasan materi yang disampaikan guru. Selain itu, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Berliani (2010) di salah satu SMA Negeri di kabupaten Bandung-Barat, bahwa proses pembelajaran fisika masih berpusat pada guru dan lebih menekankan pada proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa sehingga tidak menempatkan siswa sebagai pengkontruksi pengetahuan. Selanjutnya, hasil belajar siswa kelas X1 yang terdiri dari tiga puluh dua orang siswa di sekolah yang bersangkutan pada materi optika geometris ternyata masih rendah. Sebanyak tiga puluh siswa memperoleh nilai kurang dari 60, dan dua orang siswa memperoleh nilai di atas 60. Beberapa hasil observasi di atas menunjukkan bahwa proses dan hasil pembelajaran masih belum sesuai dengan tujuan mata pelajaran fisika dan tuntutan kurikulum fisika di tingkat SMA. Oleh karena itu, agar tujuan mata pelajaran fisika dan tuntutan kurikulum di tingkat SMA tercapai maka diperlukan suatu pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas ilmiah, karena dengan pembelajaran seperti ini siswa dilatih untuk menemukan konsep
4
fisika
serta
menerapkannya
menguasainya
dengan
dalam
kehidupan
baik
sehingga
sehari-hari
siswa serta
mampu mampu
mengembangkannya dengan optimal. Pembelajaran tersebut adalah salah satunya dengan pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis. Model pembelajaran ini mengacu pada teori kontruktivisme, bahwa proses pembelajarannya didasarkan pada anggapan bahwa siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya melalui aktivitas ilmiah siswa (psikomotorik atau keterampilan proses) dan proses berpikir (kognitif). Berikut adalah sintak model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis yang digunakan, 1). Tahap observasi, 2). Tahap pengajuan hipotesis, 3). Tahap pengujian hipotesis, 4). Tahap penguatan konsep dan tindak lanjut. (Sutarman, 2007). Telah banyak penelitian mengenai penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis. Berdasarkan hasil penelitian Isti’anah (2009) bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa SMK. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Wanti (2009) bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dapat mengembangkan aspek psikomotorik siswa SMA. Kemudian, berdasarkan hasil penelitian Budiman (2010) bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA.
5
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Kognitif Siswa SMA”, sebagai pengayaan mengenai hasil-hasil penelitian sejenis yang telah disebutkan di atas.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah penerapan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis secara siginifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran tradisional?” Untuk memfokuskan rumusan masalah penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini diuraikan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dibandingkan dengan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional? 2. Bagaimana peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional?
6
1.3. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian, yaitu: 1. Aspek keterampilan proses sains yang ditinjau dalam penelitian ini hanya mencakup
keterampilan
observasi,
berhipotesis,
merencanakan
percobaan, berkomunikasi, interpretasi, dan menerapkan konsep. 2. Aspek hasil belajar kognitif yang ditinjau dalam penelitian ini hanya mencakup pengetahan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). 3. Peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA terjadi apabila terdapat perubahan ke arah yang lebih baik antara sebelum dan sesudah pembelajaran, yang kategori peningkatannya ditentukan oleh nilai rata-rata gain yang dinormalisasi (N-Gain) menurut Hake (1998). 4. Materi yang dijadikan sebagai salah satu bahan untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA dalam penelitian ini adalah pada materi hukum Ohm dan hambat jenis.
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Untuk mendapatkan gambaran peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dibandingkan dengan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional.
7
2. Untuk mendapatkan gambaran peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional.
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti tentang potensi model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dalam meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA, yang dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, seperti guru-guru khususnya guru fisika di sekolah menengah atas, para mahasiswa, dosen di LPTK, para peneliti, dan sebagainya.
1.6. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 61). Variabel penelitian dalam penelitian adalah sebagai berikut. 1. Variabel bebas : Model pembelajaran. 2. Variabel terikat
: Keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif.
8
1.7. Definisi Operasional 1.7.1. Model Pembelajaran 1.7.1.1.
Model Pembelajaran Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis. Model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis dalam pembelajaran fisika didefinisikan sebagai suatu model pembelajaran yang diawali dengan penyajian dan observasi gejala fisis baik yang terjadi di kehidupan sehari-hari siswa maupun yang terjadi pada alat-alat teknologi. Sintak model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis yang digunakan adalah: 1). Tahap observasi, 2). Tahap pengajuan hipotesis, 3). Tahap pengujian hipotesis, 4). Tahap penguatan konsep dan tindak lanjut (Sutarman, 2007: 3). Keterlaksanaan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis diobservasi oleh observer dengan menggunakan lembar observasi.
1.7.1.2.
Model Pembelajaran Tradisional. Model pembelajaran tradisional didefinisikan sebagai suatu model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah tempat penelitian, yang bercirikan guru sebagai pusat pengetahuan dan siswa sebagai penerima pengetahuan. Tahapan model pembelajaran tradisional yang biasa digunakan adalah: 1). Pembukaan, 2). Penyajian, 3). Penutup. Dengan pola seperti ini, siswa cenderung pasif dalam menerima pengetahuan yang ditransfer guru, sehingga model pembelajaran ini bertentangan dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis.
9
1.7.2. Keterampilan proses sains Keterampilan proses sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains menurut Rustaman (2010), yang terdiri dari sembilan keterampilan proses sains, yaitu keterampilan obsevasi, interpretasi, mengklasifikasikan, meramalkan, berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan atau penyelidikan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Dalam penelitian ini, aspek keterampilan proses sains yang diukur hanya enam aspek, diantaranya keterampilan observasi, berhipotesis, merencanakan percobaan, berkomunikasi, interpretasi, dan menerapkan konsep. Keterampilan ini diukur dengan menggunakan tes keterampilan proses sains dalam bentuk pilihan ganda dengan lima option. 1.7.3. Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar kognitif yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif menurut taksonomi Bloom (1956), yang terdiri dari pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Dalam penelitian ini, aspek kognitif yang diukur hanya empat aspek diantaranya aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Kemampuan ini diukur dengan menggunakan tes hasil belajar kognitif dalam bentuk pilihan ganda dengan lima option.
10
1.8. Asumsi dan Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menuliskan asumsi sebagai dasar teori untuk merumuskan hipotesis, yaitu: Pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis menitikberatkan pada proses penemuan dalam bentuk inkuiri. Dalam proses menemukannya, siswa menggunakan keterampilan ilmiahnya yang dinamakan dengan keterampilan proses sains. Dalam menggunakan keterampilan proses sains, siswa melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual. Dengan demikian
penerapan
model
pembelajaran
ini
memungkinkan
dapat
mendukung untuk penanaman keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa SMA. Berdasarkan asumsi yang telah penulis uraikan, maka penulis berhipotesis: 1. Peningkatan
keterampilan
proses
sains
siswa
yang
mendapat
pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional. 2. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran fisika berbasis observasi gejala fisis lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional.