BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep keuangan berbasis syariah Islam telah diterima secara luas di dunia dan telah menjadi alternatif baik bagi pasar yang menghendaki kepatuhan syariah (syariah compliance), maupun bagi pasar konvensional sebagai sumber keuntungan (profit source). Diawali dengan perkembangan yang pesat di negaranegara Timur Tengah dan Asia Tenggara, produk keuangan dan investasi berbasis syariah Islam saat ini telah diaplikasikan di pasar- pasar keuangan Eropa, Asia, bahkan Amerika Serikat. Selain itu, lembaga-lembaga yang menjadi infrastruktur pendukung keuangan Islam global juga telah didirikan, seperti Accounting and Auditing Organization for Islamic Institution (AAOIFI), International Financial Service Board (IFSB), International Islamic Financial Market (IIFM), dan Islamic Research and Training Institute (IRTI) (Endri, 2007). Indonesia merupakan negara yang sangat potensial untuk menjadi pusat keuangan Islam. Selain memiliki mayoritas penduduk yang muslim, Indonesia sebagai negara berkembang masih membutuhkan banyak dana untuk membangun dan meningkatkan infrastruktur negara. Salah satu bentuk dukungan Indonesia dengan perkembangan Keuangan Islam adalah dengan munculnya pasar modal syariah. Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami banyak kemajuan. Terutama setelah diterbitkannya enam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar
1
modal. Serta dengan diterbitkannya paket peraturan Bapepam-LK terkait Pasar Modal Syariah, yaitu peraturan tentang Penerbitan Efek Syariah dan Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, serta tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Dari instrumen aturan dan dasardasar tersebut diharapkan akan semakin meningkatkan partisipasi masyarakat dan memotivasi investor untuk berinvestasi pada Sukuk. Instrumen Keuangan Syariah yang telah diterbitkan baik oleh negara maupun korporasi salah satunya adalah sukuk atau obligasi syariah. Pada saat ini, beberapa negara telah menjadi regular issuer dari sukuk, misalnya; Malaysia, Bahrain, Brunei Darussalam, Uni Emirate Arab, Qatar, Pakistan, dan State of Saxony Anhalt-Jerman. Penerbitan sukuk negara (sovereign sukuk) tersebut biasanya ditujukan untuk keperluan pembiayaan negara secara umum (general funding) atau untuk pembiayaan proyek-proyek tertentu, misalnya pembangunan bendungan, unit pembangkit listrik, pelabuhan, bandar udara, rumah sakit, dan jalan tol. Selain itu, sukuk juga dapat digunakan untuk keperluan pembiayaan cash-mismatch, yaitu dengan menggunakan sukuk dengan jangka waktu pendek (Islamic Treasury Bills) yang juga dapat digunakan sebagai instrumen pasar uang (Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah RI, 2008). Penerbitan sukuk di Indonesia pertama kali dipelopori oleh PT. Indosat, Tbk. dengan mengeluarkan sukuk Mudhorobah Indosat pada tahun 2002. Perkembangan sukuk di pasar modal Indonesia dalam kurun waktu antara tahun 2002 sampai dengan awal tahun 2013, telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Selama kurun waktu tersebut tercatat 57 penerbitan sukuk dari 35
2
Emiten dengan total nilai penerbitan sebesar Rp 10,169 triliun. Hal tersebut ekuivalen dengan 4,83% dari total nilai penerbitan obligasi. Penerbitan sukuk dilakukan oleh Emiten yang bergerak dalam kegiatan usaha pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, property dan real estate, infrastruktur, transportasi, keuangan, sektor indutri perdagangan, jasa dan investasi (Bapepam-LK; 2013). Sukuk merupakan salah satu instrumen pasar keuangan syariah yang paling populer saat ini. Sukuk berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari kata sakk yang berarti sertifikat atau note. Dahulu, sukuk digunakan oleh para pedagang sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban pembayaran yang timbul dari usaha perdagangan dan aktiva komersial lainya (Yuliana, 2010). Rasio jumlah penerbitan sukuk terhadap total penerbitan obligasi di Indonesia berdasarkan statistik pasar modal minggu ke-4 Juni 2009, yaitu sebesar 14,77% dan rasio total nilai emisi sukuk terhadap total nilai emisi obligasi adalah sebesar 3,83%. Jumlah penerbitan sukuk terhadap total penerbitan obligasi di Indonesia dibandingkan dengan rasio jumlah penerbitan sukuk terhadap total penerbitan obligasi di negara tetangga Malaysia, rasio jumlah penerbitan sukuk di Indonesia masih sangat rendah yaitu 7.1 % dibandingkan dengan rasio jumlah penerbitan sukuk di Malaysia sebesar 54,2 %. Fakta ini menunjukkan bahwa upaya
yang
telah
dilakukan
oleh
Bapepam-LK
untuk
mengakselerasi
perkembangan pasar modal syariah melalui pengembangan kerangka hukum, pengembangan produk dan menciptakan lingkungan yang kondusif belum sepenuhnya mencapai hasil yang menggembirakan (Bapepam-LK, 2009).
3
Keunggulan sukuk dalam Zawya (2010), Sukuk mampu tumbuh cepat di tengah krisis finansial global 2007. Meskipun nilai outstanding Sukuk relatif kecil dibanding obligasi konvensional, tetapi Pasar Sukuk Indonesia mengalami perkembangan yang sangat signifikan dari tahun ke tahunnya. Berikut tabel perkembangan sukuk di Indonesia dari tahun 2002 hingga Agustus 2012: Tabel 1.1: Statistika Nilai Dan Jumlah Emisi Sukuk Dan Outstanding Sukuk Indonesia Tahun
Emisi Sukuk Sukuk Outstanding Total Nilai Total Jumlah Total Nilai Total Jumlah (Rp milyar) (Rp milyar) 2002 175,0 1 175,0 1 2003 740,0 6 740,0 6 2004 1.424,0 13 1.394,0 13 2005 2.009,0 16 1.979,4 16 2005 2.282,0 17 2.179,4 17 2007 3.174,0 21 3.029,4 20 2008 5.498,0 29 4.958,4 24 2009 7.015,0 43 5.621,4 30 2010 7.815,0 47 6.121,0 32 2011 7.915,4 48 5.876,0 31 2012 9.790,40 54 6.883,0 32 Sumber: Statistika Sukuk Bapepam-LK (2012)
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan nilai emisi sukuk Indonesia dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang signifikan. Terlebih ketika diterbitkannya sukuk global (SBSN) pada tahun 2008. Pada awal penerbitan sukuk tahun 2002, jumlah total emiten dan jumlah nilai emisi sukuk hanya 1 dengan total nilai emisi 175 miliar. Pada tahun 2012, total emiten sukuk korporasi berjumlah 54 dengan nilai emisi total 9.790,4 milyar rupiah. Sukuk sebagai produk pasar modal syariah dalam perkembanganya tidak terlepas dari pengaruh variabel-variabel lain baik itu variabel internal sukuk
4
seperti; kurangnya sosialisasi pada masyarakat terkait produk sukuk, minat emiten pada sukuk yang masih rendah serta masih cenderungnya investor dengan saham yang bisa dijual sewaktu-waktu ketika investor membutuhkan dananya kembali serta masih tingginya unsur spekulatif. Sukuk juga tidak terlepas dari variabel makro negara Indonesia seperti BI-Rate, dan Inflasi. Bapepam-LK (2009), dalam penelitianya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi minat emiten dalam menerbitkan sukuk di pasar modal berasumsi bahwa sebagian besar Emiten dan atau perusahaan publik masih memberikan prioritas tertinggi dalam pendanaan dengan menerbitkan obligasi. Sementara itu, faktor biaya penerbitan sukuk yang diduga lebih mahal dibandingkan dengan biaya penerbitan obligasi. Ternyata hasil analisis menunjukkan bahwa biaya penerbitan sukuk tidak lebih mahal dibandingkan biaya penerbitan obligasi. Studi tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia juga telah dilaksanakan oleh Bapepam-LK (2004). Dalam studi tersebut telah teridentifikasi faktor-faktor yang secara umum dianggap sebagai kendala dan atau hambatan dalam pengembangan investasi syariah di Pasar Modal Indonesia diantaranya adalah: tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang pasar modal syariah, ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah, minat pemodal atas Efek Syariah, kerangka peraturan tentang penerbitan Efek Syariah, pola pengawasan (dari sisi syariah) oleh lembaga terkait, pra-proses (persiapan) penerbitan Efek Syariah, dan kelembagaan atau Institusi yang mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal syariah di Indonesia (Bapepam-LK, 2009). Sukuk sebagai instrumen keuangan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
5
dengan perekonomian Indonesia. Sejak munculnya pasar modal syariah untuk mewadahi investasi yang menginginkan terbebas dari sistem bunga, namun juga terbukti keuangan Islam mampu bertahan dari badai krisis keuangan yang melanda dunia. Pada dasarnya kondisi perekonomian akan mempengaruhi kondisi pasar, maka pada gilirannya kondisi pasar akan mempengaruhi para investor. Sulit bagi para investor atau pemodal untuk memperoleh hasil investasi yang berkebalikan dengan kecenderungan pasar. (Husnan, 2005: 31). Hal ini didukung Samsul (2006) bahwasanya kinerja perusahaan dan risiko yang dihadapi dipengaruhi oleh faktor makro dan mikro ekonomi. Selain itu Bodie dan Alex juga menyatakan. Bagi beberapa perusahaan lingkungan ekonomi makro dan industri mungkin mempunyai pengaruh yang relatif besar dibandingkan kinerja di dalam industri. Investor dalam melakukan keputusan investasi harus memperhatikan gambaran besar ekonomi. (Bodie dan Alex, 2006:173). Merujuk pada teori-teori tersebut maka dapat dipastikan bahwasanya perkembangan nilai emisi sukuk juga akan dipengaruhi oleh beberapa faktor dari variabel makro ekonomi. Teori tersebut di atas didukung oleh penelitian Yuliana, 2008 tentang pengaruh variabel makro ekonomi terhadap return obligasi syariah di Indonesia, hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat pengaruh variabel makro ekonomi berupa inflasi dan suku bunga yang signifikan terhadap return obligasi syariah mudharabah dan ijarah di Indonesia. Pertumbuhan PDB yang positif menjadi indikator bahwa perekonomian membaik. Sukuk bisa dijadikan sebagai instrumen keuangan sebagai investasi
6
yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dengan tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga‐harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Variabel lain yang menjadi indikator perekonomian adalah IHSG. Jika IHSG
rata-rata
mengalami
peningkatan,
maka
menggambarkan
kondisi
perekonomian Indonesia sedang membaik. Sedangkan penurunan nilai IHSG menggambarkan kondisi perekonomian sedang memburuk, meskipun terkadang teori tersersebut tidak selalu pasti atau sama. Perkembangan ekonomi kenaikan dan penurunan tingkat suku bunga dapat mempengaruhi kegiatan investasi di pasar modal. Penurunan tingkat suku bunga memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan pasar modal, karena dapat meningkatkan daya tarik bagi masyarakat untuk kembali melakukan investasi di pasar modal (Tandelilin, 2001). Apabila ada kenaikan tingkat bunga bank maka akan terjadi penurunan pada harga suatu saham begitu juga untuk sebaliknya. Dengan teori tersebut akan dipakai untuk meneliti bagaimana pola interaksi antara tingkat suku bunga dengan sukuk. Suku bunga merupakan tolok ukur stabilitas moneter yang digunakan sebagai sasaran antara, akan menetapkan tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi di dalam negeri. Suku bunga menjadi alat moneter pemerintah dalam mengatur inflasi. Meningkatkan tingkat suku bunga dilakukan
7
pemerintah untuk menurunkan tingkat inflasi, karena investor tidak menyukai inflasi yang tinggi. Percepatan inflasi akan membatasi peningkatan harga saham riil meskipun profit perusahaan meningkat. Tingkat inflasi yang semakin menurun merupakan sinyal positif bagi investor di pasar modal, karena akan mempengaruhi pendapatan riil investor. Kestabilan kondisi makroekonomi Indonesia sangat mutlak diperlukan bagi perkembangan pasar modal di Indonesia umumnya dan penerbitan sukuk khususnya. Karena akan mempengaruhi kondisi pasar uang yang terdapat di Indonesia. Pasar uang yang kondusif akan mempengaruhi keputusan penerbitan sukuk yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh korporasi. Mengingat masih minimnya kajian sebelumnya terkait sukuk dan hubunganya dengan indikator makro, maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai Interaksi Antara Nilai Emisi Sukuk dengan Nilai Emisi Obligasi, Nilai Emisi Saham, IHSG, BI-Rate dan Inflasi di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Indonesia dipandang sebagai negara yang sangat potensial dan prospektif bagi produk syariah khususnya sukuk. Namun sejak munculnya pertama kali pada tahun 2002 hingga tahun 2013 perkembangan sukuk di Indonesia dapat dikategorikan sangat lambat. Tampak dari total emisi/ penerbitan hingga pertengahan 2008 baru mencapai lima triliun rupiah lebih ($500 juta). Dibandingkan dengan Malaysia yang pada pertengahan 2007 saja telah membukukan total emisi RM 111,5 miliar ($33 miliar). Menurut Achsien (2004), banyak tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sukuk di Indonesia,
8
diantaranya adalah sosialisasi kepada investor, opportunity cost, aspek likuiditas, sampai regulasi atau perundang-undangan. Penerbitan sukuk di Indonesia juga tidak terlepas dari kondisi makroekonomi yang ada di negara ini. Ketika kondisi makroekonomi stabil akan memotivasi para emiten untuk menerbitkan sukuk serta investor untuk berinvestasi pada Sukuk. Namun pada kenyataanya, porsi penerbitan sukuk sampai bulan Desember 2013 hanya 4,83% dari total nilai penerbitan obligasi. Hal ini mengindikasikan faktor kompetisi antar produk pasar modal terutama sukuk sebagai produk bari dengan produk-produk konvensional yang telah lebih dulu mendominasi pasar modal, disamping kondisi makroekonomi yang juga memberikan pengaruh yang tidak kecil. Sehingga penulis merasa perlu untuk meneliti penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi. Belum optimalnya Nilai Emisi Sukuk di Indonesia, menunjukkan indikasi bahwa potensi besar Indonesia terhadap keuangan syariah belum ditangkap pasar keuangan Indonesia dengan sempurna. Banyaknya faktor yang mempengaruhi pergerakan perkembangan sukuk baik faktor internal sukuk maupun eksternal sukuk seperti minat emiten pada obligasi dan saham masih sangat tinggi sebagai produk yang menjadi pesaing utama dari sukuk, serta faktor makroekonomi yang besar pengaruhnya terhadap produk pasar modal. Diantara variabel makroekonomi yang berkaitan dengan pasar modal adalah PDB, Pengangguran, BI-Rate dan Inflasi. Karena keterbatasan penulis dan untuk lebih memfokuskan pada faktor keuangan, maka variabel makroekonomi yang
dipakai dalam penelitian ini adalah BI-Rate dan Inflasi saja, dengan
9
ditambah variabel IHSG sebagai lead indicator perekonomian Indonesia. Penulis menilai beberapa variabel tersebut di atas berhubungan langsung dengan sukuk, dan memberikan pengaruh positif ataupun negatif pada perkembangan sukuk. Untuk itu penulis akan menganalisis tentang interaksi antara Nilai Emisi Sukuk dengan Nilai Emisi Obligasi, Nilai Emisi Saham, IHSG, BI-Rate, dan Inflasi. 1.3 Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1.
Apakah terdapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang melalui metodeVector Error Corection Model (VECM) antara Nilai Emisi Sukuk dengan Nilai Emisi Obligasi, Nilai Emisi Saham, IHSG, BI-Rate, dan Inflasi di Indonesia?
2.
Dari variabel yang terpilih, faktor makroekonomi apa yang mempengaruhi perkembangan sukuk?
3.
Bagaimanakah respon nilai emisi sukuk terhadap shock produk kompetitor dan makroekonomi terpilih: Nilai Emisi Obligasi, Nilai Emisi Saham, IHSG, BI-Rate, dan Inflasi di Indonesia
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis interaksi antara Sukuk dengan Obligasi, Saham, BI-Rate, IHSG, dan Inflasi di Indonesia periode 2010:12013:3. Dengan rincian sebagai berikut:
10
1. Untuk menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang melalui metode Vector Error Corection Model (VECM) antara sukuk dengan Nilai Emisi Obligasi, Nilai Emisi Saham, IHSG, BI-Rate, dan Inflasi di Indonesia? 2. Untuk
menganalisis
faktor
makroekonomi
yang
mempengaruhi
perkembangan sukuk? 3. Untuk menganalisis bentuk interaksi antara Nilai Emisi Sukuk dengan faktor makroekonomi dalam hal ini Nilai Emisi Obligasi, Nilai Emisi Saham, IHSG, BI-Rate, dan Inflasi di Indonesia? 1.5 Manfaat penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut: 1.
Sebagai bahan pertimbangan kepada pihak pelaku di pasar modal syariah maupun konvensional dalam pengambilan keputusan investasi, terkait keputusan pemilihan produk investasi serta analisis kondisi makroekonomi dan pengaruhnya terhadap produk investasi pilihan mereka.
2.
Sebagai bahan kajian dan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan bagi pemerintah khususnya Dep-Keu dan Bapepam-LK sebagai pengawas pasar modal dan pasar modal Memperkaya daftar kepustakaan mengenai interaksi antara Sukuk, Obligasi, Saham, IHSG, BI-Rate, dan Inflasi di Indonesia;
3.
Sebagai referensi kepada peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan interaksi antara Sukuk, Obligasi, Saham, IHSG, BI-Rate, dan Inflasi di Indonesia.
11
1.6 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini disajikan secara garis besar yang disusun menjadi 4 (empat) bab dengan sistematika sebagai berikut. Bab I Pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II tinjauan pustaka dan landasan teori. Bab III alat analisis yang digunakan dalam penelitian, meliputi sumber dan jenis data, alat analisis, aspekaspek penting yang berhubungan dengan objek penelitian. Bab IV hasil analisis dan pembahasan. Bab V kesimpulan dan saran. Kesimpulan meliputi hasil analisis dan
pembahasan
data,
sedangkan
saran
meliputi
hal-hal
yang
dapat
dipertimbangkan sebagai kebijakan dalam rangka pengambilan keputusan investasi dan pengembangan sukuk pada masa yang akan datang.
12