BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lembaga Keuangan Syari’ah sekarang ini telah dikenal secara luas di Indonesia. Diantara lembaga keuangan syari’ah itu antara lain BMT, Asuransi Syari’ah, Bank Syari’ah dll. Perbankan Islam merupakan bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha memberi pelayanan kepada nasabah dengan bebas bunga (interest). Para perintis Lembaga Keuangan Syari’ah berargumentasi bawasannya bunga termasuk riba, dan jelas dilarang di dalam Hukum Islam. Alasan tersebut mendorong beberapa sarjana Muslim dan para penanam modal untuk menemukan alternatif lain cara pengembangan sistem perbankan sesuai dengan aturan Islam, khususnya yang berkaitan dengan larangan riba. Pada prinsipnya, dalam sistem keuangan Islam, lembaga-lembaga keuangan non bank yang diperlukan memiliki peran yang hampir sama. Perbedaanya terletak pada prinsip dan mekanisme operasional dengan menghapuskan sistem bunga, baik dalam mekanisme investasi (lansung ataupun tak langsung dan pasar uang antar bank) praktek atau sistem bebas bunga akan lebih mudah diterapkan secara integral.1
1
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah :Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta : Ekonsia.2004.hlm03
2
Kehadiran BMT di tengah-tengah Koperasi konvensional menawarkan sistem perbankan alternatif bagi umat Islam yang membutuhkan atau ingin memperoleh layanan atau jasa perbankan tanpa harus melanggar larangan riba. Karena dalam Islam riba merupakan sesuatu yang dilarang. 2 Perbedaan pokok antara perbankan syari’ah dan konvensional adalah penghindaran riba dalam perbankan Islam. Riba dilarang sedangkan jual beli dihalalkan. Dengan demikian, maka bunga pada uang yang dipinjam dan dipinjamkan dilarang. Kedudukan bank Islam dalam hubungan dengan nasabah adalah sebagai mitra, investor dan pedagang. Oleh karena itu, pemenuhan permodalan dan kebutuhan pembiyaan dilakukan melalui metode investasi dan bai’3 Baitul Mal Wa Tamwil atau biasa dikenal dengan sebutan BMT, dari segi bahasa atau bisa diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang benar berarti rumah uang dan (rumah) pembiayaan, sehingga bisa diartikan secara terpisah, baitul Mal adalah rumah uang. Namun bukanlah yang dimaksud dengannya dalam tulisan ini adalah demikian. Baitul Mal adalah lembaga keuangan berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta pada masyarakat berupa zakat, infaq dan shodaqoh (ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Al Qur’an dan Sunnah Rosulnya.
2
Yusuf Qordhowi, Halal dan Haram dalam Islam, Surabaya : Bina Ilmu hlm 364 Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah: Lingkup, peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: Alfabet hlm 140 3
3
Karena berorientasi sosial keagamaan, ia tidak dapat dimanipulasi untuk kepentingan bisnis atau mencari laba (profit).4 BMT sebagai lembaga keuangan syari’ah yang beroperasi seperti bank koperasi yang memfokuskan target pasarannya pada bisnis skala kecil (mikro), seperti pada pedagang kecil dan pengusaha kecil lainnya. BMT menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, dari 1 BMT pada tahun 1992, kini telah mencapai jumlah 1.957 BMT tersebar di 26 Propinsi di Indonesia.5 Bahkan ketika krisis ekonomi dan moneter melanda sejak tahun 1997 hingga sekarang ini, BMT yang sistem operasionalnya mengacu pada prinsip-prinsip syari’ah telah mampu bertahan dan berkembang dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan eksistensinya produk muamalah dan bertambahnya anggota BMT. Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanan yang berdasarkan sistem syari’ah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip syari’ah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syari’ah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil ang serba cukup ilmu pengetahuan dan materi maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengemban misi Islam dalam segala kehidupan masyarakat.6 Munculnya lembaga keuangan syari’ah yang beroperasi berdasarkan prinsip syari’ah termasuk BMT, merupakan fenomena aktual yang menarik untuk
4
Makhalul Khilmi, Teori dan Praktek lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, yogyakarta : UII Press Th.2002 hlm 65 5 Zainul Arifin, op. cit hlm 133 6 Heri Sudarsono, log. cit hlm 96
4
dicermati. Paling tidak, ini bisa dianggap sebagai bukti awal diterimanya dengan baik sistem ekonomi berdasarkan syari’ah di tengah peradaban manusia yang semakin maju.7 BMT adalah praktik penyelenggaraan lembaga keuangan non perbankan dengan konsep bagi hasil, bukan riba (bunga, interest). Ada beberapa bentuk usaha baagi hasil yang diperkenalkan, antara lain Mudhorobah, Murabahah, Musyarokah, Ba’i bitstaman ajil dan qordul hasan.8 BMT Hudatama didirikan pada bulan Oktober tahun 1998 yang merupakan suatu lembaga keuangan yang mana fungsinya yaitu sebagai pemhimpun dana dan penyalur dana, selain itu juga berfungsi sebagai tempat pengelolaan Zakat, Infaq dan Shodaqoh (ZIS) dan wakaf. Dimana dalam BMT Hudatama dikemas dalam produk ZIS untuk pemberdayaan ekonomi, ZIS untuk alokasi lainnya, dalam hal ini pemohon yang mengajukan menggunakan akad qordul hasan karena ini merupakan dana ZIS dimana pihak lembaga tidak diperkenakan mengambil keuntungan serta dana tersebut memang digunakan bagi orang-orang yang memang sangat membutuhkan dana tersebet. Wakaf tunai untuk kemaslahatan ummat dan Wakaf tunai untuk pemeliharaan aset ummat. Pada produk pengimpunan dana BMT Hudatama mempunyai produk: SAHABAT (simpanan usaha banyak manfaat), SI RELA (simpanan suka rela lancar), SI SUKA ( simpanan suka rela berjangka) dan SI SUQUR ( simpanan Qurban) yang mana dari kesemuanya itu menggunakan akad Mudhorobah atau 7
Makhalul Ilmi SM, op. cit Hal47 Iqbal Setyarso & Sunaryo Adhiatmoko, Pemberdayaan Tak Pernah Berhenti (catatan dan refleksi dompet duafa), Jakarta : Khoirul bayan Press hal 81 8
5
dengan sistem bagi hasil. Sedangkan dalam penyaluran dana kepada masyarakat BMT Hudatama menerapkannya di dalam lima produknya yang mana dalam tertuangkan dalam produk pembiayaan dengan akad Mudhorobah, Musyarokah, Ijaroh, BBA, Qordul Hasan dan Murabahah. Dalam pembiayaan Murabahah di BMT Hudatama dimana pihak BMT diumpamakan sebagai pihak yang apabila seseorang ingin membeli suatu barang seperti sepeda motor dan orang tersebut kekurangan uang untuk membelinya maka pihak BMT memberikan pinjaman uang untuk digunakan membeli motor tersebut. Dengan suatu asumsi bahwa pihak pemohonon membeli motor dari BMT dari kekurangan uang yang ia butuhkan. Selain untuk pembelian barang pada produk ini pula digunakan untuk modal usaha dalam hal ini pihak BMT membelikan interior yang dibutuhkan untuk membangun suatu usaha tersebut. Dalam pembiayaan Murabahah yang terjadi adanya suatu pembebanan biaya yang seharusnya tidak dapat dibebankan dalam suatu pembiayaan Murabahah, pembebanan biaya tersebut adalah pembebanan biaya administrasi yang sebesar 2% dari pembiayaan yang pemohon terima. Dalam biaya administrasi tersebut tidak adanya perincian yang jelas mengenai apa yang termasuk dalam biaya administrasi dan besarnya biaya yang dibayarkan antara pemohon yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai dengan besarnya permohonan yang pemohon ajukan . Dalam suatu usaha tidak semuanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan, seperti halnya dengan lembaga keuangan pasti ada suatu nasabah yang melakukan
6
wan prestasi yaitu tidak melaksanakan kewajiban yang telah ditentukan, dalam hal ini nasabah yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar tagihan hutangnya. Apabila terjadi kasus seperti ini maka pihak BMT Hudatama mementingkan asas kekeluargaan dalam menyelesaikan kasus. Dalam BMT Hudatama apabila terjadi hal demikian maka pihak BMT menilai dari sebab mengapa nasabah tidak mau melunasi hutangnya. Apakah nasabah tersebut kredit macet total yaitu tidak pernah membayar sama sekali dan kredit macet sebagian yaitu pernah membayar tanggungan. Untuk menyelesaikan kredit macet para nasabah yang tidak membayar di kasih peringatan untuk membayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan apabila masih belum bisa maka di kasih waktu jatuh tempo selama dua bulan untuk membayarnya. Apabila dalam waktu tersebut tidak melaksanakan kewajibannya maka akan dipanggil ke kantor dan diadakan perundingan antara keduanya. Biasanya apabila terjadi kasus yang demikian maka ditempuh dengan menggunakan akad yang baru atau proses resceduling dalam menyelesaikan hutang. Dengan artian kekurangan uang dari nasabah dibuatkan akad baru seperti akad awal pengajuan pembiayaan. Murabahah merupakan jual beli barang yang pada harga dasar dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati.9 Dalam Murabahah penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan satu tingkat keuntungan
9
M. Syafi’ini Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta: PT Raja Grafindo Th 2000 . hlm101
7
sebagai tambahan. Dalam hal ini pihak BMT sebagai pihak yang menyediakan barang, caranya yaitu dengan BMT membeli barang yang dibutuhkan nasabah kemudian menjual kembali kepada nasabah dengan harga jual sesuai dengan harga beli ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati. Dalam konteks tersebut pihak BMT diharapkan jujur pada harga pokok barang berikut biaya yang diperlukan dengan pembelian barang kepada nasabah. Dengan Murabahah ini BMT pada hakekatnya ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli (lending activity menjadi sale purchase translation) dengan sisitem Murabahah bank bisa menyediakan barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi dan bank minta tambahan harga (cost Plus) atas harga pembelian. Syarat yang paling penting dari prinsip ini adalah pihak bank harus memberikan informasi yang sebenarnya kepada nasabah tentang pembelian dan keuntungan bersihnya. Dengan banyaknya BMT yang muncul tak menjamin bahwa dalam operasionalnya sudah sesuai dengan syari’ah Islam, oleh karena itu agar tujuan syari’ah dapat tercapai dibutuhkan perhatian yang mendalam dan penelitian secara ilmiah yang berkesinambungan terhadap perkembangan bank syari’ah. Berangkat dari fenomena di atas penulis bermaksud mengkaji secara analisis bagaimana praktek pembiyaan Murabahah di Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Hudatama Semarang karena hal tersebut yang paling diminati oleh konsumen dalam melakukan pembiyaan di BMT Hudatama Semarang.
8
B. Permasalahan Dengan melihat latar belakang masalah diatas, maka ada beberapa permasalahan yang akan dikaji melalui penelitian ini, permasalah tersebut adalah: 1. Bagaimana Praktek Pembiayaan Murabahah di Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Hudatama Semarang dalam Pandangan Hukum Islam 2. Bagaimana
penyelesaian
kredit
macet
dengan
menggunakan
proses
rescheduling di Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Hudatama Semarang
C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan merupakan hal yang berguna untuk mencapai sebuah target penulisan adalah sangat diperlukan. Karena suatu penulisan tanpa adanya suatu target tujuan akan menghasilkan sesuatu yang jauh dari harapan. Dalam penelitian ini, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui praktek pembiyaan Murabahah di Baitul Mal wa Tamwil Hudatama Semarang dalam Pandangan Hukum Islam. b. Untuk mengetahui penyelesaian kredit macet dengan menggunakan proses rescheduling di Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Hudatama Semarang.
D. Telaah Pustaka Penelitian tentang perbankan syari’ah telah banyak dilakukan untuk membuat konsep-konsep dan teori yang baru. Berhubungan dengan judul skripsi yang penulis teliti, sejauh pengamatan penulis belum ada yang mengkaji. Karena
9
dalam penelitian ini penulis menitikberatkan pada Pembiayaan Murabahah di BMT Hudatama Semarang. Dalam penelitian ini penulis mengkaji bagai mana praktek yang terjadi pada Pembiayaan Murabahah di BMT Hudatama Semarang. Moh. Faozan S.HI (2004) alumni fakultas syari’ah semarang dalam skripsinya yang berjudul Studi Analisis Praktek Jual Beli Murabahah di bank Syari’ah Mandiri Pekalongan (relevansinya terhadap fatwa DSN No.4/DSNMUI/IV/2000) obyek kajian menitik beratkan pada relevansi fatwa Dewan Syari’ah Nasional terhadap praktek jual beli Murabahah di Bank Syari’ah Mandiri Pekalongan. Bank Syari’ah dalam teori dan praktek karangan Moh Syafi’ini Antonio mengupas tentang perbankan syari’ah secara umum dan bagaimana yang terjadi di perbankan syari’ah. Sementara dalam buku yang berjudul bank Islam analisis Fiqh dan Keuangan karangan Adi Warman Karim mengupas tentang bank syari’ah secara teoritis dan disertai dengan tabel pembanding antara bank syari’ah dan bagaimana praktek yang terjadi di bank syari’ah. Dalam buku Teori dan Prektek Lembaga Mikro Keuangan Syari’ah karangan Makhalulilmi SM mengupas tentang BMT baik dari segi operasional maupun landasan hukum serta produk-produk yang dikembangkan oleh BMT. Untuk itulah penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang pembiyaan Murabahah di Baitul Mal Wa Tamwil Hudatama Semarang.
10
E. Metode Penelitian. Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang diadakan di Baitul Mal Wa Tamwil Hudatama Semarang. Adapun metode penulisan skripsi ini
yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sumber Data. a. Data Primer adalah data yang diperoleh dari obyek yang akan diteliti, baik langsung datang ke obyek, maupun melalui angket (kuisoner).10 Data dapat diperoleh dari pengurus, pengelola ataupun nasabah BMT dengan melakukan wawancara dengan mereka dan data-data dari dokumendokumen yang dikeluarkan oleh pihak BMT. Dengan kata lain, data ini adalah data murni yang diperoleh dari hasil penelitian langsung.
b. Data Sekunder adalah data yang di peroleh melalui terbitan atau laporan suatu lembaga.11 Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti buku-buku yang membahas tentang Murabahah dan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan Murabahah yang dilakukan baik di BMT atau Perbankan Syari’ah.
10
Drs. Algifari, M.SI, Statistika Induktif; untuk Ekonomi dan Bisnis, edisi II, Yogyakarta: UMP AMP YPKN Th. 2003 hlm 10 11 Ibid
11
2. Metode Pengumpulan Data. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Interview. Intrview dapat disebut juga wawancara atau kuisioner lisan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan inforamasi secara langsung dengan mengajukan pertanyaan pada para responden (pengelola dan anggota dari BMT Hudatama Semarang)12 b. Dokumentasi. Dokumentasi merupakan sumber data berupa tulisan pribadi, suratsurat dan dokumen resmi. Metode ini dimaksudkan untuk menggali data kepustakaan dan konsep-konsep serta catatan-catatan yang berkaitan dengan Murabahah baik yang berasal dari kitab fiqh klasik maupun dari pendapat ulama kontemporer. Selain itu, dokumentasi dimaksudkan untuk mendapatkan dokumen tertulis yang berasal dari Baitul Mal Wa Tamwil Hudatama Semarang seperti laporn keuangan dan formulir pengjuan pembiayaan Murabahah. 13
3. Metode Analisis Data. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif atau penelitian lapangan. Setelah data terkumpul maka untuk menyusun dan menganalisis data-data 12
P.Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori &Praktek, jakarta :PT Kincha Cipta.1991.hlm39 13 Drs. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, bandung : Tarsito.1992.hlm 80
12
penulis menggunakan metode Deskriptif Analitis yaitu suatu metode dimana prosedur pemecahan penelitian yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan subject atau object pada seseorang atau lembaga pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya.14 Metode ini digunakan untuk menganalisis kegiatan pembiyaan Murabahah di BMT Hudatama Semarang
F. Sisematika Penulisan. Untuk mencapai tujuan penulisan skripsi ini, sebagai karya ilmiah harus memenuhi syarat logis dan sistematis. Dalam membahasnya penulis menyusun dalam lima bab berikutnya merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahpisahkan. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut: Bab pertama menjabarkan abstraksi mengenai pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, hal-hal yang akan disajikan antara lain: latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan skripsi. Bab kedua merupakan landasan teori untuk melangkah ke bab-bab berikutnya, hal yang menulis kemukakan meliputi: pengertian Murabahah, dasar hukum Murabahah, rukun dan syarat Murabahah, modal, margin dan penundaan
14
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada Universiti Press, cet V,1995 hlm 63
13
pembayaran dalam Murabahah, pembagian Murabahah serta pandangan Ulama mengenai kebolehan Murabahah Bab ketiga akan menguraikan tentang paktek pembiyaan Murabahah di Baitul Mal Wa Tamwil Hudatama Semarang yang meliputi: profil Baitul Mal wa Tamwil Hudatama Semarang, produk-produk BMT Hudatama Semarang, praktek pembiyaan Murabahah di BMT Hudatama Semarang dan Praktek resceduling pada pembiayaan Murabahah di BMT Hudatama Semarang. Bab keempat memuat analisis terhadap Praktek Pembiyaan Murabahah di BMT Hudatama Semarang dan analisis terhadap Proses Resceduling dalam pembiyaan Murabahah di BMT Hudatama Semarang. Bab kelima merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran.