BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pemerintah telah mencanangkan visi dalam bidang pelayanan kesehatan yaitu bertekad untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Salah satu strategi yang harus dilakukan untuk mencapai visi tersebut adalah meningkatkan profesionalisme rumah sakit. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan per orangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna, maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Berdasarkan UndangUndang No. 44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis, (3) pelayanan gawat darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis, (15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral,
Universitas Sumatera Utara
(17)
keselamatan
kerja,
kebakaran
dan
kewaspadaan
bencana
alam,
(18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20) perpustakaan. Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan di rumah sakit yang dilaksanakan di instalasi gawat darurat. Adapun tugas instalasi gawat darurat adalah menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Sebagai unit pelayanan yang menanggulangi penderita gawat darurat, komponen pelayanan di instalasi gawat darurat harus memenuhi kebutuhan masyarakat dalam penanggulangan penderita gawat darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang harmonis dengan unit-unit dan instalasiinstalasi lain dalam rumah sakit (Depkes R.I. 2006). Menurut Depkes R.I (2006), petugas kesehatan di instalasi gawat darurat di rumah sakit terdiri dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat pelatihan penanganan kegawatdaruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang bekerja di instalasi gawat darurat. Mengacu kepada Pedoman Pelayanan Gawat Darurat tersebut diketahui bahwa perawat di instalasi gawat darurat mempunyai peran dan tanggung jawab yang penting. Tenaga kesehatan rumah sakit yang paling banyak adalah tenaga perawat yang berjumlah sekitar 60 % dari tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Oleh karena itu kualitas pelayanan rumah sakit sangat ditentukan oleh kinerja perawatan.
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan seorang perawat sangatlah berat. Dari satu sisi seorang perawat harus menjalankan tugas yang menyangkut kelangsungan hidup pasien yang dirawatnya. Di sisi lain, keadaan psikologis perawat sendiri juga harus tetap terjaga. Kondisi seperti inilah yang dapat menimbulkan tambahan beban kerja dan rasa tertekan pada perawat, akibatnya kinerja mereka menjadi buruk dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap organisasi di mana mereka bekerja (Nursalam, 2007). Klasifikasi perawat menurut Depkes RI (2004) terdiri dari perawat pengelola dan perawat pelaksana. Perawat pelaksana dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam pelayanan di rumah sakit meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan serta kegiatan yang mendukung pelayanan keperawatan di rumah sakit. Khusus untuk pelayanan kegawatdaruratan, seorang perawat pelaksana seharusnya yang telah pernah mengikuti pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS). Asuhan
keperawatan
secara
umum
meliputi:
pengkajian,
diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam konteks pelayanan kegawatdaruratan, aspek asuhan keperawatan pada tahap pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan, karena dalam tahap pelaksanaan/implementasi ini harus mengacu kepada doktrin dasar pelayanan gawat darurat yaitu: time saving is life saving (waktu adalah nyawa), dengan ukuran keberhasilan adalah respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008). Lingkup pelayanan kegawatdaruratan adalah melakukan primary survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey
Universitas Sumatera Utara
menggunakan tahapan ABCD yaitu:
A : Airway management; B : Breathing
management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008). Pelaksanaan
asuhan
keperawatan
dalam
pelayanan
kegawatdaruratan
berdasarkan beberapa penelitian dalam Prawitasari (2006) tentang hubungan beban kerja perawat pelaksana dengan keselamatan pasien di Rumah Sakit Husada Jakarta, menyimpulkan perawat pelaksana mempunyai beban kerja kategori tinggi, masih ada masalah keselamatan pasien yang buruk dan terdapat hubungan yang bermakna antara beban kerja perawat pelaksana dengan keselamatan pasien. Selanjutnya penelitian Astuti (2009) tentang hubungan beban kerja perawat IGD dengan waktu tanggap pelayanan keperawatan gawat darurat di RSU Kabupaten Magelang menyimpulkan Beban kerja perawat IGD RSU Kabupaten Magelang dalam kategori berat, yaitu banyaknya jumlah pasien yang ditangani sesuai dengan konsep respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam. Waktu tanggap pelayanan keperawatan gawat darurat dalam kategori lambat. Ada hubungan antara beban kerja perawat IGD RSU Kabupaten Magelang dengan waktu tanggap pelayanan keperawatan gawat darurat. Penelitian di lnstalasi Rawat lnap RSU Dr. Pirngadi Medan tentang perhitungan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan beban kerja oleh Jauhari (2005), menyimpulkan bahwa sete1ah dilakukan perhitungan secara keseluruhan perawat berlebih di lnstalasi Rawat lnap RSU Dr. Pirngadi Medan sebesar 35 orang dari 141 yang ada, sedangkan hasil dari penelitian diperlukan 106 orang. Hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
dimana hampir seluruhnya mengerjakan pekerjaan diluar dari tugas Pokok dan Fungsi Asuhan Keperawatan, seperti; melakukan pekerjaan mengambil diet makanan didapur, menyajikan makanan keruangan pasien, melakukan penulisan resep, menyapu ruangan, mengepel lantai ruangan, membersihkan kamar mandi, membersihkan jendela dan sebagainya. Hal ini menunjukkan beban kerja perawat pada kategori terlalu sedikit, oleh karena itu dalam mengukur beban kerja perawat seperti keperawatan gawat darurat, penting memerhartikan kesesuaian jumlah pasien yang ditangani dengan jumlah perawat. Salah satu indikator yang menunjukkan kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan adalah tingkat kematian yang terjadi di instalasi gawat darurat. Menurut Indikator Kinerja Rumah Sakit (Depkes RI, 2005), persentase keselamatan pasien di rumah sakit adalah 100%. Dengan demikian kematian pasien di instalasi gawat darurat rumah sakit menunjukkan tingkat kinerja tenaga keperawatan yang bekerja di unit pelayanan tersebut. Angka kematian yang tinggi menunjukkan pelayanan keperawatan kegawatdaruratan yang rendah. Rendahnya kinerja pelayanan keperawatan kegawatdaruratan terkait dengan beban kerja, seperti dikemukakan Norman (2006), bahwa beban kerja yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi perawat berdasarkan asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi), menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan pekerjaan yang selanjutnya berdampak kepada kualitas pelayanan perawat dalam hal kegawatdaruratan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Jauhari (2005), beban kerja perawat berdasarkan waktu yang dibutuhkan melaksanakan setiap kegiatan pelayanan pada lnstalasi Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan berbeda-beda untuk setiap jenis kegiatan. Dengan demikian dalam pelayanan keperawatan kegawatdaruratan, beban kerja perawat juga terkait dengan waktu yang dibutuhkan dalam mencapai waktu tanggap (respons time) yang ditetapkan yaitu selama 5 menit. Kematian dan kesakitan pasien sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan, khususnya meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan. Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal risiko, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam mengenal keadaan risiko tinggi secara dini, masalah dalam pelayanan kegawatdaruratan, maupun kondisi ekonomi (Ritonga, 2007). Penelitian Soehartati (2005), menyimpulkan bahwa mayoritas yang menjadi beban kerja perawat pada beban kerja kuantitatif adalah banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan penderita, sedangkan pada beban kerja kualitatif yaitu tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan penderita di Instalasi Gawat Darurat. Lubis (2007), menyimpulkan terdapat pengaruh beban kerja berdasarkan: waktu, standar kerja, standar kelonggaran dan kuantitas kegiatan pokok terhadap efektivitas pekerjaan perawat di Instalasi Rawat Inap RSU dr. Pirngadi Medan.
Universitas Sumatera Utara
Demikian juga dengan pekerjaan perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan diasumsikan dipengaruhi oleh beban kerja. Selanjutnya penelitian Girsang (2005) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu tanggap petugas kesehatan menyimpulkan bahwa: (a) 67,5% responsden menyatakan tugasnya pada bidang kegawatdaruratan merasakan bebannya lebih berat dibandingkan petugas di ruang/unit kerja yang lain, (b) 80,0% responden menyatakan fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia pada kategori sedang, karena masih ada fasilitas dan peralatan yang seharusnya jumlah dan kualitasnya belum sesuai dengan standar, (c) 77,5% responden menyatakan standar prosedur pelayanan pada kategori sedang, karena telah dilakukan orientasi pengenalan tugas dan lapangan bagi petugas yang baru, pertemuan reguler antara semua tenaga medik, serta disiplin terhadap waktu kerja. RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang berada di pusat Kota Pematangsiantar dan menjadi rumah sakit rujukan dari wilayah sekitarnya. Sebagai rumah sakit rujukan, maka RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar menerima pasien baik rujukan dari puskesmas atau rumah sakit lainnya, serta pasien akibat terjadinya bencana. Dengan beragamnya jenis pasien tentunya kondisi pasien juga beragam, di mana sebagian pasien merupakan status Death On Arrive (DOA), yaitu pasien yang masuk ke rumah sakit dalam keadaan meninggal. Namun sebagian besar pasien yang ditangani di IGD merupakan pasien kritis yang harus diselamatkan sesuai konsep respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan survei pendahuluan dengan melakukan wawancara dengan beberapa perawat maupun dokter yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat di RSUD dr. Djasamen Saragih, diketahui bahwa jumlah pasien yang ditangani di IGD bervariasi antara 10-80 orang setiap hari, apabila dirata-ratakan jumlah pasien yang ditangani di IGD sekitar 45 orang setiap harinya. Sekitar 25% dari seluruh pasien atau sebanyak 12 orang pasien yang masuk ke IGD dengan kondisi gawat dan darurat, seperti pada tabel berikut : Tabel 1.1. Jumlah Pasien yang Gawat dan Darurat di RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Bulan (2010) April Mei Juni
Jumlah Kunjungan Pasien IGD (orang) 1.350 1.572 1.245
Pasien Gawat dan Darurat Jumlah (orang) % 284 362 336
21,0 23,0 27,0
Jumlah perawat yang bertugas tetap ( stand by) di IGD RSUD dr. Djasamen Saragih sebanyak 10 orang setiap shift kerja, sehingga untuk menangani pasien setiap harinya sekitar 45 orang merupakan beban yang cukup berat, karena perawat di IGD juga melaksanakan kegiatan lain di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai perawat IGD. Beban kerja perawat semakin tinggi pada saat harus menangani pasien sekitar 80 orang menyebabkan konsep waktu tanggap yang ditetapkan tidak terpenuhi sehingga mengakibatkan terjadinya kematian pada pasien. Berdasarkan Laporan Kegiatan IGD RSUD dr. Djasamen Saragih (2008) diketahui rata - rata jumlah kematian pasien di IGD yang pada tahun 2008 sebanyak 10 orang (35 %), sedangkan 65 % lainnya
selamat
Universitas Sumatera Utara
sampai keluar dari instalasi gawat darurat dan masuk ke ruang perawatan (rawat inap). Pasien yang mati umumnya adalah dengan kondisi gawat dan darurat. Dari gambaran di atas terlihat bahwa perawat di instalasi gawat darurat merasakan beban kerja yang tinggi, terutama beban fisik dan beban mental karena harus melakukan mengupayakan penyelamatan pada pasien dengan kondisi kritis. Akibat dari beban kerja yang tinggi tersebut adalah kurang optimalnya penanganan kasus gawat darurat. Beban kerja menurut Munandar (2001), beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu dan dilakukan secara tepat dan cepat dalam keadaan darurat. Mengacu kepada pengertian beban kerja menurut Munandar tersebut, di instalasi gawat darurat, maka pengertian pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas waktu tertentu. Mengacu kepada kebutuhan bertindak tepat dan cepat di Instalasi Gawat Darurat, khususnya dalam penanganan pasien dalam kondisi gawat dan darurat seperti yang disebutkan Munandar (2001), maka dalam pelayanan keperawatan kegawatdaruratan, masalah beban kerja yang tidak sesuai secara kuantitatif maupun kualitatif karena banyaknya pasien yang ditangani di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Djasamen Saragih akan berdampak kepada kinerja perawat. Pada dasarnya kinerja perawat dalam pelayanan di rumah sakit menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (outcome), apa yang dilakukan dalam suatu asuhan keperawatan kegawatdaruratan
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu proses penanganan pasien dengan konsep penyelamatan jiwa pasien tersebut. Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktivitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, berdasarkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan (Nursalam, 2007). Berdasarkan permasalahan yang dihadapi di IGD yang ditemukan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dalam penanganan pasien gawat dan darurat melalui konsep ABCD yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang beban kerja serta pengaruhnya terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan.
1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dirumuskan permasalahan penelitian adalah: Apakah ada pengaruh beban kerja kuantitatif (perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien, pekerjaan perawat di luar tugas pokok) dan kualitatif (kompetensi perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan) terhadap kinerja perawat (implementasi keperawatan gawat darurat dengan konsep ABCD dan penilaian atasan langsung) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar?.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh beban kerja kuantitatif (perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien, pekerjaan perawat di luar tugas pokok) dan kualitatif (kompetensi perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan) terhadap kinerja perawat (implementasi keperawatan gawat darurat dengan konsep ABCD dan penilaian atasan langsung) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.
1.4. Hipotesis Adapun yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah ”Ada pengaruh beban kerja kuantitatif (perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien, pekerjaan perawat di luar tugas pokok) dan kualitatif (kompetensi perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan) terhadap kinerja perawat (implementasi keperawatan gawat darurat dengan konsep ABCD dan penilaian atasan langsung) dalam pelayanan kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.
1.5. Manfaat Penelitian a. Sebagai rekomendasi bagi pengelola rumah sakit dalam kebijakan menempatkan petugas Instalasi Gawat Darurat yang ahli kegawatdaruratan sehingga kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan menjadi baik. Bahan informasi dan pengembangan bagi peneliti sejenis dan berkelanjutan bagi program studi.
Universitas Sumatera Utara