BAB 1
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Bencana merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi, bisa datang kapan saja baik karena kekuatan alam maupun kesalahan manusia. Letak Indonesia sendiri secara geografis berada di zona ring of fire artinya bahwa rawan sekali terhadap bencana baik bencana alam maupun non alam. Hampir seluruh wilayah di Indonesia rawan sekali terhadap bencana salah satunya adalah Kota Yogyakarta.
Wilayah Yogyakarta menjadi kota yang rawan bencana dilihat dari 10 tahun terakhir terjadi bencana alam seperti Gunung Merapi meletus pada 15 Mei 2006 beberapa hari kemudian terjadi gempa bumi yang meluluh lantahkan Bantul pada tanggal 27 Mei 2006. Gunung Merapi meletus kembali pada 26 Oktober 2010 terakhir, pada tahun 2014 tepatnya tanggal 14 Februari pemerintah kota Yogyakarta kembali menetapkan status tanggap darurat akibat abu vulkanik Gunung Kelud.
Melalui peraturan daerah nomer 10 tahun 2010 dibentuklah Badan Penanggulangan Bencana Daerah Yogyakarta. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga negara yang mempunyai otoritas dalam menentukan kebijakan kebencanaan dan mengkoordinasikan seluruh stakeholder dalam penanganan kebencanaan. Demi menciptakan pelayanan publik kepada masyarakat terutama masa bencana ternyata tugas pokok dan fungsi BPBD tidak
1
bisa berjalan dengan efektif. Salah satu penyebabnya adalah masalah kinerja organisasi yang dikenal sebagai patologi organisasi yang pada akhirnya kinerja organisasi publik tidak bisa berjalan secara maksimal. Patologi kinerja organisasi terkait dengan produktivitas, kualitas layanan, responsivitas serta responsibilitas. 1
Masalah kinerja organisasi yang masih menjadi masalah yang tidak terhindarkan. Sehingga yang terjadi terkadang dalam kinerja organisasi terutama pada saat pengelolaan bencana kurang maksimal upaya penanganannya. Baik pada saat mitigasi atau kesiapsiagaan, tanggap darurat maupun pada saat rekontruksi dan rehabilitasi.
Untuk itu, penguatan kapasitas dirasa sangat mendesak untuk segera dilakukan baik oleh negara yang diwakili oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Pusat. Banyak kesalahan yang dilakukan oleh BPBD dalam penanganan bencana dikarenakan kapasitas yang dimiliki tidak memadai. Contohnya masalah koordinasi yang tidak kunjung menemukan jalan keluar dalam kasus perbaikan kerusakan akibat banjir yang terjadi pada bulan April 2015. 2 Masalah lainnya terkait dengan sistem informasi bencana alam sehingga tidak adanya informasi dan sosialisasi yang jelas. 3
Penelitian ini akan dilakukan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta dangan fokus upaya atau strategi penguatan kapasitas yang dilakukan oleh BPBD untuk mencapai tujuan dan meningkatkan kinerja organisasi. Penguatan kapasitas menjadi hal yang utama dalam era demokrasi 1 2 3
Agus, dwiyanto, 2008, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h.50-51 Tribun Jogja, 15 Mei 2015, h.9 Dokumen Renstra, 2013-2016, h.14. Revisi
2
sekarang ini seiring tuntutan dari masyarakat untuk menciptakan pelayanan publik yang prima (cepat, tepat, murah, transparan dan akuntabel) dan peningkatan kinerja semakin baik. 4 Penguatan kapasitas dilakukan oleh organisasi swasta, masyarakat dan pemerintahan terutama untuk mewujudkan tujuan dari organisasi tersebut. Tulisan ini akan merujuk pada penguatan kapasitas yang dilakukan oleh organisasi pemerintah dalam hal penanggulangan bencana.
Penelitian ini menjadi menarik karena sifat dasar dari organisasi tersebut. Organisasi bukan hal yang statis namun akan terus mengalami perubahan akibat lingkungan internal maupun eksternal. Organisasi adalah sesuatu yang hidup dan harus menyesuaikan dengan lingkungannya sehingga penguatan kapasitas bukan hanya terjadi sekali tetapi akan terus terjadi menyesuaikan dengan perubahan lingkungan yang ada.
Hal menarik lainnya bahwa organisasi bisa dilihat secara makro namun bisa dipandang juga secara mikro didalam tubuh organisasi tersebut. Ketika melihat penguatan kapasitas individu tentu akan melihat organisasi secara mikro karena berada di dalam unsur organisasi sedangkan ketika melihat keefektifan sebuah organisasi dan kebijakan atau penguatan kapasitas sistem yang melingkupinya organisasi bisa dilihat dari sudut pandang makro
Pembeda dengan penelitian yang lainnya terletak pada penekanan upaya atau strategi penguatan kapasitas yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Orientasi dari penguatan kapasitas adalah pada proses atau upaya yang akan terus dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Fokus 4
Najmi, 2012, Capacity Building: Birokrasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, Tim Peneliti STIA LAN, Makasar
3
penelitian ini ada pada upaya penguatan kapasitas yang dilakukan oleh BPBD untuk mengurangi dampak bencana baik pra bencana maupun pasca bencana. Lokus yang diambil BPBD Kota Yogyakarta alasan peneliti memilih BPBD Kota Yogyakarta dikarenakan memiliki daya tarik tersendiri seperti memasukan pemadam kebakaran dan kepala BPBD yang secara ex-officio dijabat langsung oleh sekretaris selain itu BPBD adalah lembaga resmi negara untuk masalah penanggulangan bencana.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penelitian ini merujuk pada permasalahan.
“Bagaimana upaya penguatan kapasitas yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Dearah Kota Yogyakarta?”
C. 1.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui proses atau tahapan penguatan kapasitas pada setiap level penguatan kapasitas.
2.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk penguatan kapasitas organisasi.
D. 1.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi bidang keilmuan sosial terkait penguatan kapasitas.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi dalam upaya penguatan kapasitas di berbagai lembaga.
4
E.
Literature Review
Dari beberapa penelitian menyangkut soal penguatan kapasitas yang pernah ditulis seperti skripsi mencoba membandingkan dua kelompok masyarakat dalam upaya melakukan penguatan kapasitas. Lebih jauh Ria melani melihat pada model penguatan kapasitas yang dilakukan oleh kedua kelompok masyarakat yang dilakukan
secara
mandiri
(internal)
atau
dengan
model
eksternal
(pendampingan). 5
Model penguatan kapasitas dengan basis kelembagaan lokal dilakukaan dengan model internal. Strategi yang digunakan dalam penguatan kapasitas menggunakan manajemen strategi dan kelembagaan sehingga bisa disebut penguatan kapasitas dengan pemberdayaan lokal.6 Ada juga yang melihat pada faktor-faktor “membisunya” anggota legislatif perempuan untuk meningkatkan kapasitasnya dilakukan model eksternal driven dengan
pendidikan politik
perempuan sebagai pendidikan politik alternative sehingga lebih memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai anggota legislative. Untuk memahami penguatan kapasitas dengan model yang digunakan secara eksternal driven. Lebih jauh
5
6
Ria, Melani, 2012, Inisiasi dari dalam: Studi kasus Komparatif Penguatan Kapasitas Kelompok Pembibitan Mardi Santoso dan Kelompok Kuliner Tahu Bakso dalam Desa Vokasi Kopeng, Skripsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Tidak diterbitkan, h.8-9 Sasli, Rais, 2003, Model Penguatan kapasitas kelembagaan dan Organisasi Lokal dalam Pengelolaan Program Pengembangan Kecamatan di Era Otonomi Daerah, h. 11-12, https://nuris2006.files.wordpress.com/2013/09/studi-model-penguatan-kapasitas-kelembagaanorganisasi-lokal-dalam-pengelolaan-ppk-di-era-otda.pdf dilihat pada 11 maret 2014
5
Bagus melihat pada desain pengembangan kapasitas baik secara individul, organisasional dan sistemik. 7
Tabel 1 Literature Review
7
No 1.
Nama Ria Melani
Judul Tahun Inisiasi dari 2012 dalam: Studi kasus komparatif penguatan kapasitas kelompok pembibitan mardi santoso dan kelompok kuliner tahu bakso dalam desa vokasi kopeng Model penguatan 2003 kapasitas kelembagaan dan organisasi lokal dalam pengelolaan program pengembangan kecamatan di era otonomi daerah
2.
Sasli Rais
3.
Astuti Dewi
4.
Bagus Jalu Desain pengembangan 2008 Anggara kapasitas dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dalam
Model penguatan 2010 kapasitas politik anggota legislatif perempuan di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Pembahasan Membandingkan pada model yang digunakan untuk penguatan kapasitas yang dilakukan oleh dua kelompok masyarakat yang dilakukan secara mandiri dengan pendampingan Melihat pada model penguatan kapasitas yang dilakukan secara internal pada lembaga lokal di setiap kecamatan sehingga bisa disebut sebagai penguatan kapasitas melalui pemberdayaan lokal. Melihat pada model penguatan kapasitas yang digunakan oleh eksternal driven melalui strategi yang digunakan adalah pendidikan politik. Melihat pada model atau desain pengembangan kapasitas individual,
Bagus, Jalu Anggara, 2008, Desain Pengembangan Kapasitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam Rangka Optimalisasi Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Skripsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Tidak diterbitkan, h. 5
6
rangka optimalisasi penyelenggaraan otonomi daerah
organisasional, dan sistemik melalui eksternal driven.
Sumber: Diolah penulis dari berbagai sumber 8 Dari beberapa studi tentang penguatan kapasitas yang tujuan utamanya dalam menciptakan keefektifitasan pelayanan banyak melihat pada model penguatan kapasitas itu sendiri baik dilakukan oleh internal driven maupun eksternal driven. Penelitian kali ini juga akan melihat pada upaya atau strategi dalam melakukan penguatan kapasitas yang digunakan lebih jauh akan melihat pada setiap level penguatan kapasitas di dalam organisasi BPBD Kota Yogyakarta.
F. 1.
Kerangka Teori Organisasi
Salah satu dari dimensi penguatan kapasitas membahas tentang penguatan kapasitas dilevel organisasi, untuk itu perlu sekiranya sedikit membahas tentang organisasi. Organisasi sebagai kesatuan rasional dalam upaya untuk mengejar tujuan sebagai koalisi pendukung yang kuat dimana organisasi merupakan instrumen untuk mengejar kepentingan masing-masing, sebagai sistem terbuka dimana kelangsungan hidup organisasi sangat tergantung input dari lingkungan. 9
Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin selalu dicapai atau bisa dikatakan pembuatan organisasi hanyalah wadah untuk mencapai tujuan tertentu.
8 9
Diolah Penulis dari berbagai sumber Miftah, Thoha, 2008, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, h.35
7
Unsur organisasi meliputi: struktur Organisasi, anggota organisasi, interaksi yang terpolakan hingga terjadi koordinasi yang baik, serta tujuan yang ingin diwujudkan oleh orang-orang yang menjadi bagian dari organisai.10
Bisa dikatakan bahwa dalam organisasi harus mempunyai pegawai atau manusia. Manusia atau biasa disebut pegawai harus ada didalam unsur organisasi karena mereka inilah yang menjalankan sebuah organisasi. Anggota tentu akan berkaitan dengan sumberdaya manusia yang dibutuhkan dalam sebuah organisasi. Di dalam kehidupan kelembagaan atau organisasi pegawai ini terbagi atas tugas pokok dan fungsinya. Unsur manusia ini menjadi ujung tombak dari kinerja organisasi dan tentu saja bukan hanya jasmani tapi segi emotional juga terlibat didalamnya tentu upaya yang dilakukan untuk mendapatkan kinerja terbaik menggunakan motivasi untuk memberikan pelayan terbaik terhadap organisasi tersebut selain itu rekruitmen anggota sangat penting untuk memenuhi kualifikasi kompetensi yang dibutuhkan.
Didalam organisasi juga terdapat kerjasama yang ditimbulkan dari interaksi sesama anggota organisasi. Interaksi yang dilakukan personal individu di dalam organisasi lebih bersifat terpolakan untuk memaksimalkan pola koordinasi sehingga dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya bisa berjalan dengan baik. Berkaitan dengan interaksi didalam sebuah organisasi biasanya lebih bersifat hierarki atau topdown. Kerjasama menjadi salah satu unsur yang harus dimiliki oleh sebuah organisasi, karena untuk mencapai tujuan tidak bisa dilakukan oleh individu namun sinergi dari atasan sampai bawahan. Kerjasama unsur yang harus
10
Miftah, Thoha, opcit, h.35-36
8
ada dari sebuah organisasi, kerjasama memudahkan untuk berkoordinasi dan membangun relasi antara pegawai. Kerjasama ini berkaitan dengan manajemen dari sebuah organisasi tersebut.
Tujuan adalah unsur yang selalu ada dalam sebuah organisasi. Tujuan bersama atau sasaran yang harus dicapai dari organisasi. Tujuan merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh seluruh anggota organisasi dan bisa dilakukan dengan kreatifitas yang dimiliki oleh manusia baik melalui programprogram,
relasi yang terbangun, prosedur maupun dengan sistem. Tujuan
organisasi bisa dijadikan sebagai indikator apakah organisasi tersebut sudah berjalan baik terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Organisasi menjadi wadah untuk mencapai tujuan, didalam organisasi bukan hanya ruang hampa tetapi diisi oleh manusia atau anggota yang menjalankan organisasi. Dalam menjalankan organisasi anggota-anggota ini saling berinteraksi sesuai struktur atau bisa dikatakan interaksi yan berlangsung terpola sehingga bisa bekerjasama dan lebih terkoordinasi ini berkaitan dengan manejerial yang baik sehingga tujuan yang telah ditentukan bisa tercapai.
Sumberdaya manusia merupakan salah satu yang harus terus ditingkatkan ini berkaitan dengan unsur organisasi anggota karena organisasi akan terus menghadapi tantangan dari lingkungan baik secara internal ataupun eksternal untuk itu penguatan kapasitas individu diperlukan dalam organisasi.
Kerjasama
yang
terbangun
diantara
para
anggota
organisasi
menghasilkan interaksi yang terpolakan yang disebut dengan manejerial yang
9
semuanya sudah diatur untuk lebih memudahkan koordinasi. Selain secara individu penguatan kapasitas juga diperlukan secara manejerial ini berkaitan dengan dengan penguatan kapasitas organisasi.
Selain kedua hal tadi yaitu penguatan kapasitas secara individu dan organisasi. Penguatan kapasitas juga dilakukan pada dimensi sistem yang menyangkut regulasi yang bersifat secara eksternal yang mampu mempengaruhi organisasi berkaitan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah selain itu bisa dilakukan secara internal berkaitan dengan tata tertib yang dibuat organisasi.
2.
Penguatan Kapasitas
Masalah yang dihadapi oleh masing-masing organisasi, kelompok maupun individu tidaklah sama. Tujuan bersama menjadi kesepakatan yang harus dicapai oleh organisasi, kelompok maupun individu. Untuk mencapai tujuan bersama salah satu wujud konkritnya adalah peningkatan kemampuan yang dimiliki oleh individu, kelompok maupun organisasi tersebut. Peningkatan kemampuan ini biasa disebut dengan kapasitas. Penguatan kapasitas sangat diperlukan untuk menjawab tantangan karena perkembangan lingkungan yang dinamis, untuk bisa mencapai tujuan bersama didalam setiap organisasi agar lebih efektif dan efisien.
Peningkatan kapasitas bisa dilakukan dengan menerapkan sesuatu yang baru baik berupa nilai-nilai maupun struktur dan regulasi. Nilai-nilai, struktur maupun regulasi yang lama digantikan dengan yang baru, pengembangan
10
kapasitas dengan menerapkan nilai-nilai, manajemen maupun regulasi biasa dilakukan melalui pendampingan oleh lembaga lain untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut.
Penguatan kapasitas seringkali dimaknai sebagai dua hal yang berbeda oleh beberapa ilmuwan. Capacity building seringkali dianggap sebagai capacity development atau capacity strenghtening yang mengisyaratkan suatu prakarsa pada pengembangan kemampuan yang sudah ada (existing capacity) sementara yang lain merujuk pada constructing capacity sebagai proses kreatif membangun kapasitas yang belum nampak. 11
Capacity building berbeda dengan capacity development, capacity development merujuk pada suatu upaya peningkatan kapasitas yang sudah ada (existing capacity) peningkatan kapasitas telah dilakukan namun untuk mempertahankannya dan mengembangkannya itu yang dinamakan capacity development. Sedangkan capacity building sendiri merujuk pada constructing capacity yaitu upaya peningkatan kapasitas yang sebelumnya belum ada, orientasinya adalah mengganti nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru untuk mencapai tujuan bersama di dalam organisasi.
Penguatan kapasitas merupakan suatu proses untuk melakukan sesuatu atau serangkaian gerakan, perubahan multi level didalam individu, kelompokkelompok,
organisasi-organisasi
dan
sistem-sistem
dalam
rangka
untuk
memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat
11
Soeprapto Riyadi, 2004, Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good Governance, The Habibie Centre, Jakarta, h.8
11
tanggap terhadap lingkungan yang ada. 12 Untuk dapat merespon lingkungan yang selalu dinamis dalam hal peningkatan kapasitas diperlukan analisis untuk membuat strategi bagi
organisasi dalam menentukan skala prioritas dan
sumberdaya.
Hal penting dalam penguatan kapasitas, yang perlu dilakukan oleh organisasi adalah menyusun perencanaan strategi pada organisasi tersebut dengan menggunakan analisis SWOT yaitu membandingkan kelemahan, kekuatan, kesempatan serta ancaman. Lingkungan menjadi hal yang sangat penting bagi penguatan kapasitas. Baik itu lingkungan internal yang melihat bagaimana kekuatan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, bisa memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk bisa mencapai tujuan dari organisasi
maupun dalam
mengidentifikasi kelemahan yang bisa menimbulkan kerugian organisasi tersebut. Setelah lingkungan internal yang dianalisis kemudian yang perlu dilakukan organisasi tersebut adalah menyusun skala prioritas dan sumberdaya yang dimiliki dalam penguatan kapasitas harus melakukan analisis lingkungan secara eksternal.
Upaya dan strategi juga harus mempertimbangkan lingkungan eksternal dengan memanfaatkan kesempatan yang ada dan menganalisis juga ancaman yang ditimbulkan dari lingkungan eksternal bahkan mengubah bagaimana ancaman yang ditimbulkan menjadi tantangan tersendiri bagi organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
“Capacity building is a intended to encompass a variety of strategies that have to do with increasing the efficiency, effectiveness and responsiveness of 12
Morison, Terrence, 2001, Actionable Learning-Handbook for Capacity Building Through Case Based Learning, ADB Institute, h.4
12
government performance”. 13 Penguatan kapasitas dimaksudkan untuk mencakup berbagai strategi yang harus dilakukan dengan meningkatkan efisiensi, efektivitas, responsivitas, dari kinerja pemerintah.
Penguatan kapasitas yang dimaksud Grindle ini untuk menciptakan keefektifan dari kinerja, “Jika dilihat dari tujuannya penguatan kapasitas dijelaskan secara sederhana. Penguatan kapasitas merupakan proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, suatu organisasi dan suatu sistem untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicita-citakan”. 14
Dari beberapa pengertian diatas penguatan kapasitas bisa dimaknai sebagai upaya yang dilakukan oleh individu, organisasi maupun kelompok dalam peningkatan kemampuan agar tujuan yang telah ditetapkan bisa tercapai. Pendefinisian ini yang menjadi landasan penelitian ini. Untuk mencapai tujuan penguatan kapasitas menjadi hal yang sangat penting karena berkaitan dengan upaya yang dilakukan oleh organisasi dengan tidak mengabaikan lingkungan baik bersifat internal maupun eksternal, penguatan kapasitas juga bukan terjadi sekali namun terus berkembang dan mengikuti pola perkembangan zaman dan memiliki kompleksitas permasalahan serta bersifat sangat dinamis mengikuti dinamika lingkungan.
a. Level Penguatan Kapasitas
13
14
Grindle, 1997, Getting Good Goverment Capacity Building in the PublicSector of Developing Countries, Harvard University Press, Boston, h.5 Brown, etc all, 2001, Measuring Capacity Building, Caroline Population Centre, Chapel Hill, University of North Carolina, h.11
13
Dalam penguatan kapasitas tentu tidak hanya memiliki satu tingkatan saja, namun ada tiga tingkatan atau level baik di individu, organisasi maupun level sistem yang kesemuanya merujuk pada perkembangan kemampuan yang dimiliki oleh organisasi. Untuk bisa memaksimalkan SDM yang dimiliki dan tujuan dari organiasi bisa terwujud.
Tingkatan sistem berhubungan dengan kerangka kerja berupa aturan dan regulasi. Tingkatan organisasi berkaitan dengan struktur organisasi, proses pengambilan keputusan, prosedur dan mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana dan prasarana, jaringan-jaringan organisasi. Pada tingkatan individual mencakup pengetahuan, ketrampilan, tingkahlaku, motivasi.
15
Ada tiga tingkatan atau level yang menjadi fokus analisis proses penguatan
kapasitas
yang
dilakukan
oleh
organisasi
yaitu
tingkatan
sistem/kebijakan, tingkatan organisasi atau lembaga, dan tingkatan individu atau Sumber Daya Manusia. 16
Sedangkan Grindle membagi dimensi (Level), fokus dan tipe penguatan kapasitas menjadi 3 dimensi yakni dimensi pengembangan SDM, berfokus pada penguatan kapasitas anggota dalam kemampuan teknis dan lebih profesional. Kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas berupa training, diklat,
rekruitmen.
Dimensi
penguatan
Organisasi,
fokusnya
untuk
mengembangkan tata manajemen serta meningkatkan keberhasilan peran dan 15
16
Soeprapto Riyadi, 2010, dalam Bagus Andra, Tanpa Tahun, Pengembangan Kapasitas Kelembagaan dengan reformasi Sistem Recruitmen dalam Lembaga Pemerintah: Studi Kasus pada lelang Jabatan Lurah dan Camat di DKI Jakarta, http://www.academia.edu/9558808/pengembangan_kapasitas_kelembagaan_sektor_publik, dilihat pada 07 Mei 2014 Millen, 2006, dalam Najmi, Opcit, h.15
14
fungsi. Kegiatan yang diharuskan untuk meningkatkan organisasi bisa berupa faktor leadership, budaya organisasi, struktur manejerial. Reformasi kelembagaan, berkaitan dengan sistem fokusnya pada kelembagaan serta suprastruktur. Tipe kegiatannya berupa aturan main yang berlaku baik dilihat dari segi politik maupun ekonomi dan perubahan kebijakan dan reformasi konstitusi.17
Dari beberapa pengertian penguatan kapasitas yang diatas dan ditambah beberapa pengertian level atau tingkatan dalam penguatan kapasitas sehingga penguatan kapasitas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah upaya yang dilakukan oleh individu, organisasi maupun kelompok dalam peningkatan kemampuan agar tujuan yang telah ditetapkan bisa tercapai dengan membuat strategi atau upaya penguatan kapasitas. Berdasarkan hasil menganalisa lingkungan internal maupun ekternal seperti mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta memanfaaatkan peluang dan ancaman dan melaksanakan rencana pengembangan melalui tiga tingkatan atau level yakni, level individu, organisasi maupun sistem.
Setiap level mempunyai perbedaan dalam penerapan penguatan kapasitas yang dilakukan. Walaupun menggunakan pendekatan yang berbeda namun ketiga level tersebut saling berhubungan dan berkaitan dalam proses penguatan kapasitas yang dilakukan oleh organisasi untuk pencapaian tujuan.
(1) Penguatan Kapasitas Individu
17
Grindle, opcit, h.5
15
Level pertama adalah level individu, level individu adalah level yang sangat menentukan karena berkaitan dengan kompetensi. Kompetensi yang dimaksud merupakan perpaduan antara skill dan knowladge yang dimiliki disetiap anggota organisasi. Di dalam pengelolaan bencana skill yang dimiliki oleh para relawan menjadi garda terdepan dalam membantu korban bencana. Metode yang tepat digunakan untuk meningkatkan sumberdaya manusia bisa dilakukan dengan pola rekruitmen yang dilakukan lalu setelah itu diadakan diklat bagi pegawai dan yang tidak kalah penting juga pemberian motivasi. Upaya yang dilakukan jelas terkait dengan pengembangan kapasitas personal.
(a)
Rekruitmen
Rekruitmen pegawai menjadi awalan untuk menciptakan efektivitas organisasi karena adanya kesesuaian antara potensi pegawai yang dikembangkan dan memenuhi tuntutan jabatan struktural maupun jabatan fungsional. 18 Untuk merespon lingkungan yang bergerak secara dinamis dibutuhkan spesifikasi, jabatan struktural yang berguna untuk merespon perubahan lingkungan sehingga memenuhi apa yang dibutuhkan bagi organisasi untuk terus memberikan pelayanan yang terbaik. Rekruitmen merupakan suatu proses penyeleksian pegawai, rekruitmen pegawai tidaklah boleh diabaikan dikarenakan untuk menjaga dan supaya tidak terjadi kesesuaian antara apa yang dibutuhkan dengan apa yang didapat. Rekruitmen merupakan suatu aktivitas awal dari sebuah siklus panjang dari pengembangan
18
sumberdaya
manusia
yang
mengikuti
urutan
seperti
Achmad, 2009, Strategi Rekruitmen Pegawai Untuk Membangun Organisasi yang Efektif, Jurnal Volume 3 No 2, h.33-42
16
pengembangan, pengalokasian pegawai, penetapan imbal jasa, penilaian prestasi sampai penyiapan memasuki purna bakti. Tujuan dari rekruitmen adalah menyiapkan kandidat dalam menghadapi persaingan untuk menempati jabatan dalam jenjang karir dan siap mengikuti program pengembangan pegawai yang berdasarkan atas kebutuhan serta potensi yang dimiliki setiap kandidat yang terpilih sebagai pegawai baru. 19 Jangan sampai salah dalam proses rekruitmen pegawai dan setelah proses rekruitmen diharapakan organisasi mempunyai blue print dari pengembangan sumberdaya manusia sebagai proyeksi kebutuhan pegawai dalam organisasi. Proses rekruitmen ini sangat penting karena untuk memenuhi pegawai yang mempunyai kompetensi dibidangnya. (b) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pendidikan
dan
pelatihan
merupakan
salah
satu
upaya
untuk
meningatkan kapasitas. Pendidikan adalah keseluruhan proses, teknik, dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standart yang telah ditetapkan. 20 Pendidikan adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan, ditambahkan bahwa pendidikan pegawai
adalah
kegiatan
pengembangan
sumberdaya
manusia
untuk
meningkatkan totalitas pegawai di luar kemampuan bidang pekerjaannya atau jabatan yang dipegang saat ini. 21
19 20 21
Achmad, Opcit, h.33-42 Siagian, S. P, 1982, Peranan Staff dalam Manajemen Gunung Agung, Jakarta, h.92 Soekidjo, 2003, dalam Ida Farida, 2012, Pengaruh Diklat dan Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Pegawai perempuan: Studi di Pemerintahan Bandar Lampung, Jurnal Pusat Kajian Pendidikan dan aparatur, Lembaga Administrasi Negara, h. 265
17
Lebih jauh menjelaskan tujuan dari pendidikan karena pegawai akan menempati posisi baru dimana tugas-tugas yang akan dilaksanakan itu memerlukan kemampuan khusus yang lebih tinggi daripada kemampuan yang dimiliki pegawai saat ini.22 Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam proses memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu. 23 Dari beberapa pengertian diatas bahwa pendidikan adalah sebuah proses belajar atau transfer pengetahuan dalam rangka pengembangan kemampuan yang dimiliki
individu.
Tujuan
dari
diberikannya
pendidikan
adalah
untuk
meningkatkan kualitas kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki dalam memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Pelatihan atau training adalah suatu kegiatan dari perusahaan atau lembaga yang bermaksud untuk memperbaiki dan mempertimbangkan sikap, tingkahlaku, keterampilan dan pengetahuan dari para pegawai sesuai dengan keinginan dari lembaga yang bersangkutan.
Pelatihan pegawai adalah suatu
pelatihan yang ditujukan untuk para pegawai dalam hubungannya dengan peningkatan kemampuan pekerjaan (job) pegawai saat ini.24 Pelatihan adalah kegiatan yang khusus diadakan oleh suatu lembaga atau organisasi untuk meningkatkan skill dari para pegawai. Tujuan dari diadakannya pelatihan adalah untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan dari individu untuk memenuhi kualitas sumberdaya manusia untuk menciptakan kualitas pelayanan yang terbaik.
22 23
24
Ibid, h.265 Sedarmayanti, 1995, Sumber Daya Manusia dan Produktifitas kerja, Ilham jaya, Bandung, h.32-38 Soekidjo, 2003, dalam Ida, Opcit, h. 265
18
Diklat merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. 25 Tujuan pendidikan dan pelatihan adalah untuk memperbaiki tingkat efektifitas kegiatan pegawai dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan.26 Diklat adalah memperoleh pengetahuan dan skill yang diadakan oleh suatu lembaga dalam memperoleh keahlian yang spesifik dalam pekerjaan. Pegawai bukan hanya tenaganya saja yang diperlukan tetapi kemampuannya juga perlu ditingatkan. Untuk itu diklat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan pegawai. (c) Motivasi Individu menjadi ujung tombak dari kinerja organisasi dan tentu saja bukan hanya jasmani tetapi segi emotional juga terlibat didalamnya. Motivasi merupakan usaha mendorong dalam meningkatkan efektifitas pegawai, bentuk motivasi pada umumnya berupa materiil (uang dan barang) dan non materill (pujian, sanjungan, penghargaan). 27 Untuk lebih memudahkan dalam mengukur pemberian
motivasi
dilakukan
dengan
pemberian
insentif,
kesempatan
mendapatkan promosi, kesempatan mengikuti latihan.28 Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai yang menghadapi situasi kerja. Jika individu memiliki motivasi dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat tentu kinerjanya juga semakin baik. Motivasi merupakan kondisi penggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.
25 26 27
28
Ida, 2012, Opcit, h.264 Susiomartoyo, 1985, dalam Ida, Opcit, h.264 Firmansyah Sudirman, 2013, Pemberian Motivasi dalam Upaya Meningkatkan Efektifitas kerja pegawai pada Kantor Kecamatan Kuaro Kabupaten Paser, e-Journal Ilmu Pemerintahan, Vol 1 No 1, h.50 Ibid, h.50
19
Sekali lagi manusia atau pegawai bukan hanya tenaganya saja yang dibutuhkan tetapi segi kenyamanan terhadap pekerjaan perlu ditingkatkan salah satu caranya dengan pemberian motivasi terhadap pegawai dalam menciptakan kualitas pelayanan yang prima.
(2) Penguatan Kapasitas Organisasi
Level kedua adalah level organisasi, level organisasi ini lebih berkaitan dengan managerial seperti: Faktor kepemimpinan,
manajemen, standar
operasional prosedur, serta jaringan atau partnership yang kesemuanya bisa menunjang kinerja organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
(a) Kepemimpinan Kepemimpinan menjadi ujung tombak organisasi yang mengarahkan orang-orang dan mendayagunakan sumber-sumber lain demi kepentingan organisasi. Kepemimpinan yang dinamis membuka kesempatan yang luas bagi setiap elemen organisasi untuk menyelenggarakan pengembangan kapasitas. 29 Kepemimpinan menunjukan proses kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi, atau mengendalikan pikiran, perasaan dan tingkahlaku orang lain. Agar kepemimpinan bisa berjalan efektif dan efisien dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: keterbukaan, penerimaan terhadap ide yang baru, kejujuran, perhatian, menghormati orang lain.30
29
30
Jenevia Dwi ratnasari dkk, tanpa tahun, Pengembangan kapasitas (capacity Building) Kelembagaan pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Jombang, Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No 3, h.106 Yuwono , dalam Soeprapto , Opcit, h.22
20
(b) Manajemen Manajemen adalah suatu kegiatan organisasi sebagai usaha dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan tertentu yang mereka taati sedemikian rupa sehingga diharapkan hasil yang akan dicapai sempurna yaitu efektif dan efisien. 31 Manajemen merupakan pengaturan yang dibuat organisasi untuk lebih memudahkan organisasi dalam berkoordinasi antara anggota lainnya maupun antara sub unit di dalam organisasi yang besar. Manajemen merupakan perpaduan berbagai elemen organisasi yang diharapkan bisa dikelola dengan baik. Dalam hal ini salah satunya adalah manajemen penanggulangan bencana. Manajemen penanggulangan bencana sebagai pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya dan tanggung jawab terhadap seluruh aspek kemanusiaan mencakup tahapan persiapan bencana, tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekontruksi dalam rangka mengurangi dampak bencana. 32 (c) Standart Operational Procedur Standart operational procedur (SOP) adalah proses standart langkahlangkah sejumlah intruksi logis yang harus dilakukan berupa aktivitas, aliran data dan aliran kerja. 33 SOP merupakan kriteria standart yang harus dipenuhi instansi pemerintah dalam melakukan aktivitas-aktivitasnya atau bisa juga disebut dengan standart internal yang bersifat prosedural.
31 32
33
Salam, Darma setyawan, 2007, Manajemen Pemerintah Indonesia, Djambatan, Jakarta, h.12 Pratiwi, 2012, Manajemen Penanggulangan Bencana dalam Konteks Restrukturisasi Organisasi pasca Otonomi daerah, Jurnal Wacana Kinerja, Pusat kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur LAN, Vol 15, No 2, h.215 Tjipto, Tanpa Tahun, Standart Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, http://e-dokumen.kemenag.go.id/files/BX32jRZz1284857253.pdf, 14 November 2014
21
Banyak organisasi yang belum didukung dengan standart operational procedur dalam melakukan pekerjaan hanya berdasarkan kebiasaan yang biasa dikerjakan tanpa ada standar baku yang tertulis. Tujuan dari SOP agar unit kerja dapat terkendali dan berjalan sesuai aturan.
(d) Kemitraan atau Partnership Suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu inilah yang disebut dengan kemitraan. 34 Dalam melakukan kemitraan bisa dilakukan dengan pihak luar seperti LSM dan swasta. Ini adalah indikator dari kebarhasilan membangun sebuah mitra: Gambar 1 Indikator Keberhasilan Membangun Mitra - Banyaknya mitra
- Pertemuan-
- Ketersediaan sumber daya
- Lokakarya
pertemuan
- Seminar
- Terbentuknya jaringan kerja - Tersusunnya program kegiatan
-Membaiknya Penanganan Bencana
- Kesepakatan
Sumber: diolah penulis dari Kuswidanti, 2008. 35 Dalam memudahkan koordinasi dengan mitra dimulai dengan mendata banyaknya mitra dan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki mitra, lalu 34
Notoatmojo, 2003, dalam Kuswidanti, 2008, Gambaran Kemitraan Gambaran Kemitraan Lintas Sektor dan Organisasi di Bidang Kesehatan Dalam Upaya Penanganan Flu Burung di Bidang Komunikasi Komite Nasional Flu Burung dan Pandemi Influenza (KOMNAS FBPI), FKMUI,Universitas Indonesia, Tidak di Terbitkan, Depok. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122823-S-5461-Gambaran%20kemitraan-Pendahuluan.pdf
35
Kuswidanti, Ibid, h.12
22
mengadakan pertemuan dengan mitra bisa dengan mengadakan seminar, lokakarya atau kesepakatan; lalu mulainya terbentuknya jaringan kerja dan tersusunya program kerja sehingga yang diharapkan dengan membaiknya penanganan bencana.
(3) Penguatan Kapasitas Sistem
Level ketiga adalah level sistem, pada level ini berkaitan dengan suprastruktur yaitu bagaimana penguatan kapasitas dipengaruhi oleh kebijakan dan regulasi yang ada. Kekuatan politik dan ekonomi bisa mempengaruhi aturan main yang dibuat, berbagai kepentingan akan bermunculan namun semuanya itu diharapkan regulasi yang dihasilkan
mampu menciptakan sistem organisasi
berjalan dengan baik bukan hanya kepentingan kelompok tertentu tetapi lebih mengutamakan korban atau masyarakat yang terkena dampak bencana.
(a) Tata Tertib Tata tertib lebih bersifat internal atau dibuat didalam organisasi dengan berbagai bentuk kedisiplinan yang diharapkan harus dipatuhi oleh seluruh anggota organisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian dari tata tertib adalah kumpulan atau kaidah menurut peraturan. Tata tertib adalah sekumpulan aturan-aturan yang ditujukan oleh semua komponen didalam suatu lembaga atau organisasi agar selalu tunduk dan melaksanakan apa yang telah ditetapkan.36 (b) Regulasi
36
Muchdarsyah, Sinungan, 2005, Muchdarsyah, Sinungan, 2005, Produktivitas, Bumi Aksara, Jakarta, h.145
23
Regulasi berkaitan dengan peraturan dari luar seperti undang-undang, perda, peraturan pemerintah dan lebih bersifat eksternal yang mampu mempengaruhi lingkungan internal organisasi. Regulasi bisa dikatakan sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai karena didalam proses pembuatannya terdapat tarik menarik kepentingan. Tujuan dari adanya regulasi dan tata tertib adalah untuk mengetahui tugas pokok dan fungsi dari organisasi dan individu tentang apa yang harus dilakukan serta larangan atau yang tidak boleh dilakukan.
Setelah melalui beberapa level dalam penguatan kapasitas yang selanjutnya adalah beberapa tahapan yang ditempuh untuk menghasilkan penguatan kapasitas demi tercapainya tujuan dari organisasi tersebut. Namun, yang menjadi catatan sesungguhnya adalah penguatan kapasitas bukan hanya berorientasi pada tujuan semata yang jauh lebih penting adalah proses dari penguatan kapasitas itu sendiri.
Penguatan kapasitas merupakan suatu proses yang terkadang hasil atau tujuan dari organisasi tidak tercapai namun justru karena ketidakberhasilan untuk mencapai tujuan akan menciptakan peluang dan tantangan baru bagi organisasi sehingga penguatan kapasitas bukan hanya terjadi sekali.
b. Penyusunan Skala Prioritas
Hal yang tidak kalah penting adalah penyusunan skala prioritas. Penyusunan skala prioritas dibutuhkan untuk melihat level mana yang paling membutuhkan penguatan kapasitas dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada di organisasi dan mempertimbangkan kekuatan dan peluang organisasi
24
setelah itu baru ditentukan skala perioritas yang dilakukan. Model skala prioritas dalam penguatan kapasitas dilihat pada levelnya digunakan model zoom in dan zoom out.
Gambar 2 Skala Prioritas Zoom Out
Individu
Organisasi
Sistem
Zoom In Sumber : Anelli, dalam Ria Melani, 2011. h.24 37
Model zoom in penguatan kapasitas dilakukan pada level sistem, level organisasi baru ke level individu. Model zoom in percaya bahwa yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah merubah struktur regulasi dan kebijakan, setelah itu baru pada level penguatan organiasasi karena kebijakan mampu mempengaruhi level organisasi dimana arena bekerjanya harus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Lalu merujuk ke hal-hal yang lebih spesifik seperti penguatan kapasitas di level individu.
37
Millen, Anelli, dalam Ria Melani, 2011, Opcit, h.24
25
Model zoom out, menunjukan hal yang sebaliknya, pengutaan kapasitas yang perlu dilakukan adalah penguatan kapasitas pada level individu, perbaikan SDM dengan meningkatkan kompetensi adalah
hal
utama yang diperlukan,
setelah itu penguatan kapasitas dilakukan pada level organisasi bagaimana patologi birokrasi yanga ada pada organisasi bisa diminalisir dan dihilangkan baru pada penguatan terakhir pada level sistem yang akan dengan sendirinya menyesuaikan.
Ada tiga macam level penguatan kapasitas yaitu penguatan kapasitas individu, organisasi dan sistem. Level dalam penguatan kapasitas tidak berdiri sendiri namun saling bersinergi membentuk peningkatan kemampuan atau penguatan kapasitas namun keseluruahan proses penguatann kapasitas pada level juga dipengaruhi oleh skala prioritas baik menggunakan zoom in atau zoom out.
G.
Definisi Konseptual
1. Penguatan Kapasitas (Capacity Building) Penguatan kapasitas adalah upaya yang dilakukan oleh individu, organisasi, maupun kelompok dalam peningkatan kemampuan agar tujuan yang telah ditetapkan bisa tercapai. Untuk meningkatkan kapasitas bisa melalui tiga level yaitu level individu, level organisasi, dan level sistem. 2. Organisasi Organisasi adalah sekumpulan orang yang mempunyai pembagian kerja yang jelas dan dibangun atas dasar kerjasama sehingga menghasilkan sistem yang baik dan merujuk pada sistem sosial.
26
H.
Definisi Operasional
1. Penguatan Kapasitas Konsepsi mengenai penguatan kapasitas (Capacity Building) akan dilihat dari setiap tahapan penguatan kapasitas pada setiap level yaitu; a. Upaya penguatan kapasitas dilevel individu, indikatornya dilihat dari tahapan-tahapan, seperti: Rekruitmen, diklat, motivasi. Kesemuanya merujuk pada pencarian kompetensi yang merupakan perpaduan dari knowladge dan skill. b. Upaya pengauatan kapasiatas di level organisasi, indikatornya dapat dilihat
dari
tahapan-tahapan,
seperti:
Kepemimpinan
atau
leadership, manajerial, standar operasional prosedur (SOP) serta kemitraan atau partnership organisasi. c. Upaya Penguatan kapasitas level sistem, indikatornya dapat dilihat dari tahapan-tahapan, Seperti: regulasi atau legal formal dan tata tertib yang menjadi panduan bagi organisasi.
I.
Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi kasus. Metode yang digunakan adalah kualitatif karena untuk memahami fenomena sosial seperti munculnya lembaga BPBD atas reaksi terhadap bencana di Yogyakarta serta untuk memahami kinerja BPBD melalui penguatan kapasitas yang dilakukan. Menggunakan studi kasus karena ingin melihat substansi dari sebuah permasalahan yang akan diteliti selain itu untuk memahami dan menjelaskan
27
realita yang ada bukan hanya mengandalkan teori. Upaya penguatan kapasitas juga tidak bisa dilakukan secara kuantitatif. Penguatan kapasitas dideskripsikan secara mendalam dan menggunakan interprestasi, studi kasus dianggap yang paling relevan karena mencoba melihat fenomena secara mendalam.
Dengan menggunakan metode studi kasus, penelitian ini Lebih berkaitan dengan interprestasi data secara mendalam pada setiap tahapan dan prioritas disetiap ranah baik negara maupun lembaga swadaya masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang dianggap memiliki validitas dan realibitas yang tinggi.
Tujuan awal dari penelitian ini untuk melihat upaya penguatan kapasitas untuk itu studi kasus dianggap paling relevan untuk melakukan penelitian ini. Sesuai dengan tujuan
awal untuk
melihat penguatan kapasitas tentu akan
menceritakan peristiwa dan sangat kecil kemungkinan peneliti melakukan intervensi terhadap data yang ada. Organisasi ini lebih tepat menggunakan studi kasus karena baru terbentuk setelah sekian lama Indonesia merdeka ditambah pula wilayah Indonesia masuk kedalam zona ring of fire.
Fokus perhatiannya pada upaya penguatan kapasitas yang dilakukan oleh BPBD. Lokasinya penelitian di BPBD kota Yogyakarta dalam rangka penanganan bencana di wilayah Yogyakarta yang secara berkala mengalami ancaman gunung merapi yang hingga saat ini masih aktif untuk itu metode kualitatif
bisa menceritakan suatu persoalan didalam sebuah kelompok atau
organisasi yang lebih bersifat dinamis dan fleksibel melihat konteks yang ada.
28
Metode yang digunakan adalah studi kasus tentu bukan tanpa celah dan kekurangan dari metode ini adalah jangkauan kurang luas karena hanya lingkup Yogyakarta dan tidak menjangkau seluruh BPBD yang ada. Kekurangan lainnya adalah minimya peran teori sehingga pendeskripsian penggunaan atau peran teori yang dijabarkan diatas tidak menjadi pengikat utama melainkan
hanya
mengarahkan bagi berlangsungnya penelitian ini.
2. Sumberdata
Penelitian ini mengambil sumberdata yang bersifat primer dan sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh atau
diambil melalui
wawancara dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Yogyakarta karena organisasi ini menjadi subjek penelitian ini. Data primer diperolah melalui wawancara dengan pengurus BPBD dan anggota yang menjadi subjek penelitian ini selain itu untuk mengcroschek data dilakukan wawancara yang mendalam dengan masyarakat yang terkena dampak bencana.
Sumber data primer lebih dominan daripada data sekunder. Data primer penelitian ini terbagi menjadi tiga untuk mencari data primer sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini. Pertama berkaitan dengan BPBD data yang ingin dicari berupa upaya apa saja yang dilakukan oleh BPBD dalam penguatan kapasitas organisasi dalam berbagai dimensinya dalam rangka memperbaiki kinerja pelayanan. Kedua, data primer juga diambil terhadap berbagai lembaga atau komunitas yang menjadi mitra BPBD untuk mengetahui program penguatan kapasitas dalam penanganan bencana serta mampu menciptakan sinergitas dalam keberhasilan penanganan bencana. Ketiga, data primer yang didapat dari
29
masyarakat untuk mengcroschek data apakah BPBD sudah memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat.
Selain sumber data primer perolehan data juga menggunakan Sumberdata sekunder yang bisa dilakukan melalui study literature, selebaran, dokumen resmi regulasi penanganan bencana, serta media massa yang berkaitan dengan proses penguatan kapasitas selain itu data sekunder bisa digunakan untuk mendukung proses penelitian ini. Data sekunder juaga bisa dijadikan perbandingan studi-studi yang dilakukan oleh individu maupun kelompok serta memberikan informasi tentang BPBD yang berkaitan dengan penelitian ini untuk mendukung keberhasilan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua teknik yaitu; a.
Wawancara
Wawancara dilakukan kepada beberapa informan yang terlibat di dalam penguatan kapasitas yaitu BPBD sebagai aktor utama dalam penguatan kapasitas. Serta dilakukan wawancara kepada para stakeholder (mitra BPBD dan masyarakat) yang terkait untuk memperoleh data sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan masalah-masalah untuk dianalisis dan dirumuskan.
Teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan dan untuk mempermudah dan lebih terarah terlebih dahulu yang harus dilakukan adalah membuat interview guide. Ketika melakukan wawancara secara mendalam yang digunakan dalam penelitian ini adalah model indepht interview. Indepht interview adalah wawancara yang mendalam dimulai dari
30
memberikan pertanyaan yang umum lalu merujuk pada pertanyaan-pertanyaan khusus. Selain itu, wawancara menggunakan alat perekam untuk mempermudah peneliti dalam mengingat dan menganalisis hasil wawancara.
b.
Observasi
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi memiliki tujuan untuk lebih mendalami dan melihat secara jelas konteks fenomena yang terjadi dan melengkapi data. Observasi yang dimaksud dalam penelitan ini adalah dengan mengikuti berbagai kegiatan. Observasi juga dilakukan peneliti untuk lebih mendalami data, observasi
dilakukan dengan
mengikuti berbagai kegiatan dilapangan baik yang dilakukan oleh BPBD seperti Seminar, concersium ataupun diklat-diklat yang dilakukan oleh para relawan.
Observasi juga dilakukan didalam internal organisasi
tersebut yang
ditunjukan dengan adanya rapat atau sharing untuk mencapai kata mufakat yang dilakukan melalui musyawarah baik dengan pengurus organisasi maupun pihak luar agar program penguatan kapasitas bisa dilakukan secara maksimal oleh masing-masing organisasi.
4. Teknis Analisis Data
Analisis data merupakan penyederhanaan dari data yang bersumber baik dari wawancara maupun observasi yang telah dikelompokan menjadi beberapa kategori untuk bisa mempermudah dalam membaca data. Agar data tersebut bisa dibaca yang perlu dilakukan selanjutnya adalah melakukan interprestasi data dan untuk memunculkan makna dari keadaan yang akan diteliti.
31
Dari pemaknaan tersebut diharapkan bisa memunculkan relevansi antara kasus dengan tujuan yang ingin dicapai. Interprestasi data yang dilakukan diharapkan bisa membaca upaya penguatan kapasitas yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Pada akhirnya kesimpulan yang dihasilkan nantinya merupakan sinkronisasi antara teori dan data yang didapat.
J.
Sistematika Penulisan
Penulisan tentang hasil penelitian akan terbagi menjadi lima bab yang nantinya akan terbagi menjadi sub bab yang lebih kecil. Bab satu merupakan bab pengantar yan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, teorisasi mengenai penguatan kapasitas serta level dan tahapan. Teori organisasi serta organisasi publik dan kinerja organisasi. Pada bab ini juga terdapat bagaimana peneliti memperoleh data dan menganalisisnya.
Bab dua akan lebih banyak membicarakan konteks dari latar belakang penelitian ini. Bagaimana organiasasi BPBD itu hadir dalam penanganan kebencanaan termasuk tujuan dari adanya organiasasi ini serta adanya masalah kinerja organisasi.
Bab tiga akan membahas mengenai Contructing Capacity yaitu modal awal yang dimiliki organisasi. Dimulai dari menganalisi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada level penguatan kapasitas lalu menentukan skala prioritas dan proritas sumberdaya dalam mendukung upaya penguatan kapasitas yang dilakukan.
32
Bab empat merupakan inti dari penelitian ini. Di bab ini juga akan membahas soal yang ditanyakan pada rumusan penelitian. Bab ini akan banyak membicarakan penguatan kapasitas organisasi publik dan bagaimana teori yang ada pada bab pertama mampu memberikan relevansi dalam menganalisi data.
Bab lima adalah bab terakhir yang berisi tentang
kesimpulan dan
implikasi teori. Apakah pertanyaan penelitian dapat terjawab serta penutup yang menjadi pembelajaran memuat tentang penguatan kapasitas yang akan terus mengalami perbaikan seiring dengan dinamisasi lingkungan.
33