e-Learning: Belajar Kapan Saja, Dimana Saja Oleh: Harry B. Santoso
Dulu mungkin kita berpikir bahwa kegiatan belajar mengajar harus dalam ruang kelas. Dengan kondisi dimana guru atau dosen mengajar di depan kelas sambil sesekali menulis materi pelajaran di papan tulis. Beberapa puluh tahun yang lalu pun juga telah dikenal pendidikan jarak jauh. Walaupun dengan mekanisme yang boleh dibilang cukup ‘sederhana’ untuk ukuran sekarang, tetapi saat itu metode tersebut sudah dapat membantu orang-orang yang butuh belajar atau mengenyam pendidikan tanpa terhalang kendala geografis. Memang kita akui, sejak ditemukannya teknologi Internet, hampir ‘segalanya’ menjadi mungkin. Kini kita dapat belajar tak hanya anywhere, tetapi sekaligus anytime dengan fasilitas sistem e-Learning yang ada. Untuk melihat dukungan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terhadap kegiatan pembelajaran secara umum, terdapat beberapa istilah yang mirip, seperti: Distance Education, Distance Learning, Computer Mediated Learning, Computer Aided Instruction, dsb. Sehingga tak jarang terjadi tumpang tindih dalam penggunaan istilah tersebut. Tulisan ini sengaja menggunakan istilah e-Learning karena cakupan pengertian yang lebih umum digunakan dan juga menekankan aspek penggunaan TIK dalam memfasilitasi kegiatan pembelajaran kapan saja, dimana saja.
1
Berikut adalah pengertian dari beberapa istilah tersebut: 1. Distance Learning, yaitu instructional delivery yang tidak mengharuskan siswa untuk hadir secara fisik pada tempat yang sama dengan pengajar (Ornager, UNESCO, 2003). 2. Distance Education, yaitu model pembelajaran dimana siswa berada di rumah atau kantor mereka dan berkomunikasi dengan dosen maupun dengan sesama mahasiswa melalui e-mail, forum diskusi elektronik, videoconference, serta bentuk komunikasi lain yang berbasis komputer (Webopedia, 2003). 3. E-Learning, yaitu proses belajar yang difasilitasi dan didukung melalui pemanfaatan TIK (Martin Jenkins and Janet Hanson, Generic Center, 2003). Dari segi infrastruktur, bila yang kita butuhkan dari sistem e-Learning adalah sebatas aplikasi tutorial yang cukup kita install per PC, kita hanya perlu komputer yang stand alone. Sebaliknya bila sistem yang kita inginkan benar-benar punya akses kapan sajadimana saja, maka kita butuh infrastruktur Internet, baik wireless maupun tidak. Karakteristik sistem yang terakhir biasa disebut web-based e-Learning. Sedangkan dari segi perkembangan maupun penggunaan, memang kita kalah ‘cepat’ dengan apa yang telah dicapai di luar negeri. Hal tersebut tak dapat dipungkiri mengingat berbagai kendala yang kita hadapi di dalam negeri, salah satunya adalah masalah digital divide. Karakteristik Sistem yang Dibutuhkan Dari beberapa sistem e-Learning yang dikembangkan, secara umum kita dapat membagi berdasarkan sifat interaktivitasnya menjadi 2 (dua) kelompok: Pertama, sistem yang bersifat statis. Pengguna sistem ini hanya dapat men-download bahan-bahan belajar yang diperlukan. Sedangkan dari sisi administrator, ia hanya dapat meng-upload file-file materi. Pada sistem ini memang suasana belajar yang sebenarnya tak dapat dihadirkan, misalnya jalinan komunikasi. Sistem ini cukup berguna bagi mereka yang mampu belajar otodidak dari sumber-sumber bacaan yang disediakan dalam sistem ini, baik yang berformat HTML, PowerPoint, PDF, maupun yang berupa video. Kalaupun digunakan, sistem ini berfungsi untuk menunjang aktivitas belajarmengajar yang dilakukan secara tatap muka di kelas. Kedua, sistem yang bersifat dinamis. Fasilitas yang ada pada sistem ini lebih bervariasi dari apa yang ditawarkan sistem pertama. Pada sistem kedua ini, fasilitas seperti forum diskusi, chat, e-mail, alat bantu evaluasi pembelajaran, manajemen pengguna, serta
2
manajemen materi elektronis sudah tersedia. Sehingga pengguna mampu belajar dalam lingkungan belajar yang tidak jauh berbeda dengan suasana kelas. Sistem kedua ini dapat digunakan untuk membantu proses transformasi paradigma pembelajaran dari teacher-centered menuju student-centered. Bukan lagi pengajar yang aktif memberikan materi atau meminta mahasiswa bertanya mengenai sesuatu yang belum dipahami, tetapi disini mahasiswa dilatih untuk belajar secara kritis dan aktif. Sistem e-Learning yang dikembangkan dapat menggunakan pendekatan metode belajar kolaboratif (collaborative learning) maupun belajar dari proses memecahkan problem yang disodorkan (problem-based learning). Tentang kondisi pembelajaran dan fasilitas apa yang sesuai, dapat kita lihat pada tabel berikut ini (diadopsi dari Distance Learning and Sun Microsystems, 1999): Same Time (Synchronous)
Different Time (Asynchronous)
Classroom
Learning Center
Same Place
Laboratory Library Audioconferencing
WWW
Videoconferencing
Learning Management Systems
Satellite delivery
Video tape/audio tape
Different Place Chat Room
CD-ROM
Instrutor-led
Archived Streamed
(Synchronous Learning Systems) Video Synchronous Streaming
Email/Listserv
Kondisi Pertama, yaitu belajar di waktu dan tempat yang sama. Belajar model seperti ini tak lain adalah belajar di ruang kelas.
3
Kondisi Kedua, yaitu belajar di waktu yang berbeda, tetapi di tempat yang sama. Untuk belajar model seperti ini kita memerlukan Learning Center, Laboratory, serta Library. Kondisi Ketiga, yaitu belajar di waktu yang sama, tetapi di tempat yang berbeda. Untuk belajar model seperti ini kita memerlukan Audioconferencing, Videoconferencing, Satellite delivery, Chat Room, Instrutor-led (Synchronous Learning Systems), Synchronous Streaming. Kondisi Keempat, yaitu belajar di waktu dan tempat yang berbeda. Untuk belajar model seperti ini, kita memerlukan infrastruktur Internet, Learning Management System (LMS), serta materi e-Learning yang pedagogical soundness. Strategi Penyediaan Sistem e-Learning Untuk menyediakan sistem e-Learning dalam suatu organisasi, katakanlah institusi pendidikan, terdapat beberapa pilihan yang dapat kita ambil :
1. Mengembangkan sendiri. Dengan menjatuhkan pilihan pada pilihan ini, artinya institusi perlu memiliki tim untuk pengembangan sistem. Disini benar-benar akan digunakan manajemen proyek dimana alokasi sumber daya manusia (mulai dari manajer proyek, system analyst, business analyst, system architect, system developer, tester, hingga documentator), alokasi biaya dan waktu diatur sedemikian rupa sehingga requirements dapat dicapai sesuai target. Pilihan metodologi pengembangan dan teknologi yang akan digunakan merupakan ‘hak prerogratif’ tim pengembang dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang ada.
2. Membeli sistem yang sudah ada. Salah satu hal yang bisa digunakan untuk menebak mengapa suatu organisasi membeli aplikasi perangkat lunak atau perangkat keras adalah tersedianya anggaran yang dimiliki serta berbagai pertimbangan seperti kemudahan, khususnya pendeknya waktu implementasi serta layanan pascaimplementasi. Namun yang perlu diperhatikan dari pilihan ini adalah seringkali fasilitas yang ada terlalu kompleks dari apa sebenarnya yang dibutuhkan organisasi yang bersangkutan.
3. Menggunakan open source e-Learning system. Saat ini telah terdapat beberapa sistem e-Learning berbasis open source seperti Moodle, Claroline, dan yang lainnya. Jelas, bagi organisasi yang akan memanfaatkan software ini tidak perlu membayar. Lisensi yang digunakan biasanya adalah GPL atau GNU. Effort yang
4
perlu kita lakukan ketika memutuskan menggunakan sistem ini adalah, kita perlu mempelajari dokumentasi program, bahkan kalau perlu algoritmaalgoritma yang digunakan. Tidak adanya layanan pascaimplementasi berarti menuntut penggunanya untuk terlibat aktif dalam milis-milis atau memperhatikan bug-bug yang mungkin ditemukan dibelakang hari.
4. Melakukan kustomisasi. Melakukan kustomisasi artinya memanfatkan kembali modul-modul yang tersedia, baik itu dikembangkan sendiri, dari software open source ataupun dengan cara membeli dengan tujuan untuk dapat dimodifikasi sesuai requirements yang dibutuhkan organisasi. Sebagai penutup tulisan ini, para pengembang Internet entah mengira atau tidak, jelas hasil riset mereka telah berhasil mewarnai hampir segala macam aktivitas orang di era ini. Mulai remote working, akses informasi segala macam di dunia maya melalui search engine, chatting yang membuat sebagian orang keranjingan, hingga sistem e-Learning yang mampu ‘memanjakan’ orang yang ingin belajar setiap saat dan di segala tempat. Tentunya dengan dua syarat, ada kemauan untuk belajar dan akses Internet. Selamat belajar di era baru! ------------------------------------------------ end of article ----------------------------------------Sumber gambar: www.open.ac.uk/elearning/pics/i9753.jpg Biodata Penulis: Tulisan mengenai e-Learning yang pernah dipublikasikan antara lain: (1) The Use of E-Learning towards New Learning Paradigm: Case Study Student Centered E-Learning Environment at Faculty of Computer Science – University of Indonesia, ditulis bersama Dr. Zainal A. Hasibuan (IEEE 3rd International Workshop on Technology for Education in Developing Countries, Kaohsiung, Taiwan, 2005) (2) Computer-Mediated Learning dengan Pendekatan Collaborative Learning/ProblemBased Learning: Studi Kasus Universitas Indonesia ditulis bersama Indra Budi, MKom (Seminar Nasional Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Bogor, Indonesia, 2004). Tulisan yang sedang di-review: Menjadikan Sistem E-Learning sebagai Pendukung Teaching and Research University yang ditulis bersama Dr. Zainal A. Hasibuan. Tutorial yang pernah diikuti: The Standardization of Technologies for Computer Supported Collaborative Learning (CSCL) oleh Prof. Toshio OKAMOTO pada event TEDC 2005.
5