BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh makhluk. Menurut (Wijaya, 2014) Al-quran meyakinkan bahwa sumber daya itu tersedia dalam kadar yang “cukup” untuk memenuhi kebutuhan manusia dan seluruh makhluk non-manusia seperti yang dimaksud dalam tafsir QS. Ibrahim (14:32-33). Namun sumber daya itu tidak dapat mencukupi keinginan-keinginan manusia yang rakus dan tanpa batas. Arti Surat Ibrahim (14: 32-33) sebagai berikut : “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buahbuahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai” (14: 32). “Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang” (14: 33.) Apabila terdapat banyak ketimpangan maka, yang perlu dibenahi adalah sistem distribusi kekayaan. Islam juga telah mengatur distribusi kekayaan ini dengan sistem zakat. Jika saat ini masyarakat muslim dalam keadaan ekonomi yang sangat timpang, maka yang diperlukan adalah sistem distribusi zakat yang baik. Hal ini telah dibuktikan keberhasilannya di zaman Khalifah Umar Bin Abdul
1
Aziz, dengan ekonomi Islam masyarakat menjadi sejahtera, sampai sulit dicari para mustahiq untuk diberi zakat (Gusfahmi, 2007). Zakat adalah salah satu bagian ibadah dalam agama Islam. Bagi setiap muslim yang masuk kriteria yang mampu membayar zakat, hukum melaksanakan zakat adalah wajib. Melihat sangat pentingnya zakat, zakat tergolong sebagai salah satu rukun dalam Islam, yang mana bila zakat ini tidak ada, akan membuat pondasi Islam tidak berdiri kokoh. Islam memandang pemerataan harta dengan zakat ini sangat penting sehingga harus di kelola dengan baik. Di dalam Alquran terdapat 32 kata zakat dan terdapat pengulangan 82 kali dengan sinonim kata zakat yaitu kata shodaqoh dan infaq. Al-quran mengatur perintah zakat ini disandingkan dengan sholat. Dari 32 ayat dalam Al-quran yang memuat ketentuan zakat tersebut, 29 ayat diantaranya menghubungkan ketentuan zakat dengan shalat. (Mhd. Ali, 2006). Berbeda dengan shodaqoh dan infaq, zakat hanya boleh diberikan kepada golongan-golongan tertentu. Zakat harus disalurkan kepada orang-orang yang benar-benar berhak menerima zakat atau disebut sebagai mustahiq. Islam telah mengatur seluruh aturan yang berhubungan dengan zakat. Mulai dari harta apa yang wajib dizakati, lengkap dengan periode waktunya (haul) dan batas minimal harta yang harus dizakati (nishab) serta siapa saja yang berhak menerima zakat. Apabila setiap muslim memahami dan menjalankan zakat secara benar , harta dapat didistribusikan kepada golongan yang berhak menerima. Sehingga ketimpangan akan berkurang bahkan tidak ada lagi ketimpangan yang signifikan.
2
Indonesia sebagai negara muslim terbesar tentu memiliki potensi pengelolaan zakat yang besar. Dari (www.republika.co.id, 2010) berdasarkan kajian Bank Pembangunan Asia “Asian Development Bank (ADB)” potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 100 Triliun, sementara zakat yang terkumpul oleh Baznas masih sangat kecil. Pada 2007 dana zakat yang terkumpul di Baznas mencapai Rp 450 Miliar, 2008 meningkat menjadi Rp 920 Miliar, dan pada 2009 tumbuh menjadi Rp 1,2 Triliun. Menurut (bogor.antaranews.com: 2015) pada tahun 2014 penerimaan dari seluruh Baznas dan LAZ di Indonesia mencapai lebih dari 3 Triliun. Potensi yang besar ini harus digali demi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga pengelola zakat haruslah lebih professional lagi dalam menjalankan operasinya. Pemerintah telah mengatur pengelolaan zakat dengan UU Nomor. 23 Tahun 2011. Undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan zakat oleh Organisasi Pengelola zakat (OPZ). OPZ yang disebut dalam undang-undang tersebut adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga amil zakat (LAZ). Badan Amil Zakat merupakan lembaga pengumpul dan pendayagunaan dana zakat yang dibentuk oleh Pemerintah. Sedangkan LAZ merupakan OPZ yang dibentuk oleh organisasi kemasyarakatan Islam yang telah mendapatkan izin dari pemerintah (Keputusan Mentri Agama, 2011). Saat ini pemerintah Indonesia melakukan pengumpulan dan penyaluran zakat di Indonesia melalui Baznas (Badan amil zakat nasional), dibantu Bazda (Badan amil zakat daerah), dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) serta UPZ (Unit Penyalur Zakat). Menurut Penelitian yang dilakukan (Wijatmoko, 2014) sebagian 3
OPZ belum sepenuhnya menerapkan sistem manajemen keuangan dan akuntansi yang seharusnya. Hal tersebut bisa berasal dari berbagai faktor, salah satunya dari ketidaktahuan pengelola atau amil. Di sisi lain, beberapa Badan amil zakat sudah melaporkan dana yang dikelolanya dengan baik. Baznas dan Dompet Dhuafa bahkan sudah diaudit oleh akuntan publik dengan opini wajar tanpa pengecualian. Tentunya hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat tersebut. Lembaga amil zakat digolongkan sebagai lembaga yang mengelola dana publik. Sebuah lembaga yang mengelola dana publik memiliki tanggungjawab untuk menyampaikan laporan kegiatan operasi serta laporan keuangan kepada publik. Lembaga zakat harus menggunakan pembukuan yang benar dan siap diaudit oleh akuntan publik. Lembaga amil zakat sebagaimana lembaga nirlaba yang tidak berorientasi pada profit laba operasionalnya. Namun, hal ini tidak berarti tidak ada pencatatan yang baik. Justru lembaga amil zakat harus mendapatkan kepercayaan masyarakat khususnya muzakki. Oleh karena itu penting bagi lembaga amil zakat memiliki laporan keuangan yang accountable dan transparan. Inilah pentingnya laporan keuangan sebagai alat komunikasi bagi manajemen untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya pada pihak-pihak yang berkepentingan (Nainggolan, 2005). Pada tahun 2011 telah disahkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) syariah untuk pelaporan lembaga zakat infak dan sedekah. Pada tahun 2012 PSAK ini baru resmi digunakan. Mengingat bahwa laporan keuangan adalah komponen penting, terlebih dalam pengelolaan dana masyarakat. 4
Salah satu lembaga amil zakat di Yogyakarta adalah Rumah Zakat Infaq dan Shodaqoh
Universitas Gadjah Mada atau disebut (R-ZIS UGM). R-ZIS
adalah lembaga independen yang berada di bawah pengelolaan Universitas Gadjah Mada. Sejak berdiri pada 2008 hingga 2015, R-ZIS belum pernah diaudit oleh akuntan publik. Sementara R-ZIS rata-rata setiap tahunnya mengelola dana Zakat, Infaq dan Shodaqoh sekitar Rp500.000.000,00. Sebagai lembaga independen yang mengelola dana publik, R-ZIS sebaiknya melaporkan dana yang dikelolanya sesuai dengan standar akuntansi pada organisasi pengelola zakat yaitu Peryataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 dan PSAK No. 45 mengenai organisasi nirlaba. Menurut penelitian (Mazzola, 2006), untuk membangun reputasi perusahaan dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan dana yang masuk maka perlu untuk membuat tingkat kepercayaan yang tinggi pada investor. Tingkat kepercayaan investor (dalam hal ini muzakki atau donatur) pada organisasi nirlaba justru harus lebih tinggi dari organisasi profit oriented. Pada organisasi nirlaba seperti pada Lembaga Amil Zakat, instrument yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan tersebut adalah Laporan keuangan. Dengan pelaporan yang lebih akuntanbel, harapannya lembaga pengelola zakat seperti Rumah Zakat Infaq dan Shodaqoh Universitas Gadjah Mada (R-ZIS UGM) akan lebih dipercaya. Sehingga penerimaan zakat akan semakin besar karena kepercayaan masyarakat yang meningkat. Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap penerapan standar akuntansi keuangan 5
khususnya mengenai zakat, infak dan sedekah pada Rumah Zakat, Infaq dan Shodaqoh Universitas Gadjah Mada. Penulis memilih organisasi ini karena Universitas Gadjah Mada adalah tempat penulis menempuh pendidikan. Adapun judul yang dipilih adalah: Analisis Penerapan Peryataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 45 (Organisasi Nirlaba) dan No 109 (Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah) Studi Kasus Pada Rumah Zakat, Infaq dan Shodaqoh Universitas Gadjah Mada (R-ZIS UGM).
1.2 Rumusan Masalah Apakah laporan keuangan Rumah Zakat Infaq dan Shodaqoh Universitas Gadjah Mada telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 45 dan 109?
1.3 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui apakah laporan keuangan Rumah Zakat Infaq dan Shodaqoh Universitas Gadjah Mada telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 45 dan 109.
1.4 Manfaat Penulisan a) Manfaat Akademis Dengan penelitian ini penulis dapat membandingkan teori dalam perkuliahan dengan realitas yang ada di masyarakat. Khususnya membandingkan Pernyataan
6
Standar Akuntansi Keuangan No. 45 dan 109 dengan penerapan yang dilakukan oleh Rumah Zakat, Infaq dan Shodaqoh Universitas Gadjah Mada. b) Manfaat Praktis Penelitian ini dapat memberikan masukan mengenai penerapan akuntansi zakat, infak dan sedekah dalam penyusunan laporan keuangan pada organisasi pengelolaan zakat, khususnya Rumah Zakat, Infaq dan Shodaqoh Universitas Gadjah Mada. Selain itu, harapannya penelitian ini mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat baik R-ZIS. c) Manfaat bagi Regulator Penelitian ini dapat memberikan masukan pada regulator terkait pengaturan terhadap organisasi pengelola zakat, infaq maupun sedekah.
1.5 Sistematika Penulisan Agar pembaca lebih mudah memahami tulisan ini, maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB 1 Pendahuluan Bab ini berisi mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian ini, serta sistematika penulisan dalam skripsi ini. BAB 2 Landasan Teori Bab kedua berisi penjelasan mengenai teori dan literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. BAB 3 Metodologi Penelitian
7
Pada bab ini akan membahas mengenai objek penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian dan teknik analisa data penelitian ini. BAB 4 Pembahasan Bab ini akan menguraikan mengenai gambaran umum objek penelitian dan membahas mengenali analisis data yang telah di dapat dengan metode di Bab 3 untuk menarik kesimpulan. BAB 5 Penutup Bab ini berisi kesimpulan dan keterbatasan penelitian ini serta saran yang dapat berguna untuk penelitian selanjutnya.
8