Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu bermartabat luhur, mampu menentukan nasib sendiri, dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri. Pandangan ini adalah pandangan humanistis atau humanisme. Humanisme berasal dari kata humanus dan mempunyai akar kata homo yang berarti manusia. Humanus berarti bersifat manusiawi sesuai dengan kodrat manusia (Syariati, 1996:39). Istilah humanisme memiliki suatu nada yang simpatik. Istilah ini menampilkan suatu dunia yang penuh dengan konsep-konsep dan nilai-nilai penting seperti : martabat manusia, nilai-nilai kemanusiaan, hak azasi manusia, dan sebagainya. Pentingnya menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang meliputi segala aspek kehidupan merupakan prinsip seorang humanis (Syariati, 1996:40). Dasar dari humanisme adalah moral yang ada dalam setiap manusia dan etika dalam setiap hubungan antar manusia. Moral dan etika memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menuntun manusia dalam hidup kesehariannya. Ia mengajarkan apa yang baik dan buruk, apa yang harus dilakukan dan dihindarkan, ia juga mengajarkan apa yang menjadi hak dan kewajiban kita (Syariati, 1996:40). Humanisme atau perasaan kemanusiaan dalam bahasa Jepang disebut dengan ninjo. Ninjo termasuk ke dalam salah satu nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya Jepang. Nilai-nilai ini telah banyak memberikan inspirasi dalam tatanan hidup bangsa Jepang.
Bangsa Jepang merupakan bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional, meskipun Jepang sudah mengalami modernisasi yang luar biasa. Dari sini dapat dilihat bahwa karakteristik orang Jepang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan akar-akar dari nilai kebudayaannya. Fukuda dalam Sartono (2005:89) mengutarakan bahwa nilai adalah seperangkat ide-ide, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan di mana individu-individu, kelompok-kelompok, dan masyarakat terikat oleh sentimen yang kuat atas aturan perilaku yang digunakan dalam sebuah kebudayaan tertentu. Terdapat hal-hal menarik yang dapat dipelajari dari nilai-nilai dalam budaya luhur bangsa Jepang, seperti : amae (ketergantungan), on (hutang budi), giri (kewajiban membalas hutang budi) dan ninjo (perasaan kemanusiaan). Nilai-nilai itulah yang kemudian dianggap sebagai ciri khas atau karakteristik bangsa Jepang. Salah satu konsep nilai dalam budaya tradisional Jepang yang penulis ingin analisis adalah ninjo. Dalam Guide to Japanese Languange (2008) tertulis bahwa ninjo berhubungan dengan kadar emosi manusia, seperti rasa kasihan, simpati, cinta, dan pertemanan. Ninjo adalah sebuah ekspresi spontan terhadap orang lain, perasaan yang murni timbul dalam lubuk hati terdalam pada setiap manusia, yang bersifat psikologis dan personal, serta tidak terikat oleh norma-norma. Nilai-nilai tersebut tidak hanya tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Jepang, tetapi juga tercermin dalam karya seni dan karya sastra. Karya seni ini berupa kaligrafi, lukisan, atau seni drama. Sedangkan karya sastra berupa nikki (catatan harian), monogatari (cerita), shousetsu (novel), dan lainnya. Seiring dengan berkembangnya kehidupan masyarakat Jepang modern, maka lahirlah berbagai macam karya sastra. Sesuai dengan Lembar Komunikasi Bahasa dan Sastra Indonesia, kesusastraan adalah sebuah tulisan sebagai ungkapan pribadi
manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Kesusastraan merupakan salah satu bentuk pengungkapan artistik dan imajinatif dari realitas kehidupan yag menggunakan medium bahasa serta memberi dampak positif terhadap kehidupan manusia. Dari definisi Lembar Komunikasi Bahasa dan Sastra Indonesia di atas dapat disimpulkan bahwa kesusastraan adalah sebuah tulisan untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Seperti halnya bangsa Jepang, nilai-nilai luhur dalam budaya tradisional Jepang, tidak hanya dicerminkan melalui aspek kehidupan sehari-hari, tetapi juga dicerminkan melalui karya sastra. Karya sastra yang akan penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebuah novel Jepang berjudul Shi No Hana karya Abe Tomoji, sastrawan Jepang yang pernah bermukim di Indonesia sekitar tahun 1940-an. Novel ini menceritakan kisah peperangan dari sisi kemanusiaan (ninjo) tokoh utamanya, Hinobe.
1.1.1
Riwayat Hidup Singkat Abe Tomoji
Abe Tomoji lahir pada tanggal 26 Juni 1903 di prefektur Okayama. Berkat bimbingan kakaknya, Kohei Tomoji, akhirnya ia berhasil memulai debutnya sebagai penyair pada usia 20 tahun. Pada usia 21 tahun, Abe Tomoji masuk Universitas Teikoku Tokyo. Di universitas, ia belajar kesusastraan Inggris. Abe Tomoji menaruh minat khusus terhadap puisi Inggris beraliran romantik. Pada masa-masa produktif antara tahun 1929-1936 ia banyak menghasilkan karya sastra. Selain pengalaman hidup sebagai sastrawan, Abe Tomoji juga pernah menjalani hidup sebagai tentara ketika ia mendapat surat perintah militer pada bulan November 1941. Pada tanggal 2 Januari 1942, bersama para sastrawan, ia diberangkatkan ke Pulau Jawa sebagai anggota kelompok propaganda militer. Pada tanggal 1 Maret
1942,
Tomoji berlabuh di Teluk Banten dan berhasil masuk Batavia setelah
terombang-ambing di laut akibat kapal yang ditumpanginya dibombardir oleh kapal musuh. Ketika melakukan operasi militer, Tomoji yang cenderung pro kemerdekaan, mengalami situasi yang dilematis. Di bawah tekanan sebagai militer, Tomoji merasa sangat menderita, karena apa yang telah dilakukannya sangat menusuk jiwa humanisnya. Oleh karena itu, sekembalinya Tomoji dari operasi militer, ia mulai melindungi para budayawan dan ilmuwan Belanda di Batavia. Di sisi lain Tomoji juga mengalami masalah kesehatan karena terlalu banyak mengerahkan tenaganya saat operasi militer. Pengalamannya hanyut di laut saat berlabuh lalu operasi militer yang dilakukannya, membuat kesehatan Tomoji memburuk. Oleh karena itu, Tomoji meminta ijin khusus dari militer untuk pergi ke Jawa Timur, tepatnya di Selekta, pegunungan yang terletak di luar kota Malang. Berdasarkan pengalamannya tersebut, Tomoji menulis novel Shi No Hana. Shi No Hana menggambarkan pengalaman Abe Tomoji saat menjadi milisi di Pulau Jawa. Situasi perang yang tidak menyenangkan, kepahitan para ilmuwan tawanan perang hingga dilema yang dialami Tomoji sebagai anggota milisi yang tersiksa oleh hati nurani humanismenya, semua tertulis secara nyata dalam Shi No Hana. Setelah menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai anggota milisi selama 1 tahun, Tomoji, kembali ke Jepang. Sekembalinya ke Jepang, ia kembali pada karirnya sebagai sastrawan. Karya-karyanya banyak menceritakan pengalamannya selama menjadi anggota milisi di Indonesia. Abe Tomoji tetap produktif berkarya hingga akhir hayatnya. Ia meninggal karena kanker pada tanggal 23 April 1973.
1.1.2
Tinjauan Umum Novel Shi no Hana Karya Abe Tomoji
Novel Shi No Hana karya Abe Tomoji berlatar belakang perang, akan tetapi sedikit sekali ditemukan diksi semacam perang, tentara, senjata, penyerbuan, atau berbagai atribut perang di dalamnya. Fokus dari novel ini adalah pergulatan batin Hinobe. Hinobe adalah anggota pasukan propaganda unit 16 Jepang yang menjajah bangsa Indonesia dari tahun 1942-1945. Pengertian umum perang adalah bangsa atau negara yang berbeda saling berhadap-hadapan untuk saling mengalahkan dan menguasai lawannya. Kisah dengan latar belakang peperangan umumnya penuh dengan gambaran dentuman meriam dan senjata yang disertai pertumpahan darah. Pasukan-pasukan yang membawa panji dan simbol bangsa dan negaranya masing-masing saling berhadapan untuk membunuh dan mengalahkan lawan mereka. Itulah cerita dari peperangan pada umumnya, yang menyisakan cerita tentang kepahlawanan, duka dan getir bagi mereka yang mengalaminya, baik di pihak yang menang maupun yang kalah. Sebelum kedatangan Jepang, Indonesia dijajah dan dikuasai oleh Belanda hingga 350 tahun lamanya. Selama kurun waktu tersebut, hubungan bangsa Belanda dengan bangsa Indonesia bukan hanya hubungan antara bangsa penjajah dengan bangsa terjajah. Hubungan tersebut meluas pada interaksi sosial tanpa batas, karena bangsa Belanda mengirim para tentara, petualang, pedagang, ilmuwan, peneliti beserta anggota keluarganya ke Indonesia. Selama itu pula terjadi persilangan budaya dan kawin campur antara bangsa Indonesia dan Belanda, sehingga makin memperkaya pengetahuan, kesenian dan budaya bangsa Indonesia. Pada tanggal 9 Maret 1942, tentara kekaisaran Jepang berhasil mengalahkan Belanda, sehingga Indonesia jatuh ke tangan Jepang.
Pada masa itu, tentara
pendudukan Jepang di Indonesia, khususnya di Batavia, menangkap pria sipil
Belanda yang berusia antara 17-60 tahun, termasuk para ilmuwan, peneliti, sastrawan, dan budayawan untuk dihukum mati. Keluarga para pria sipil Belanda termasuk anak-anak, wanita, dan manula dibiarkan berkeliaran di penjuru kota tanpa ada tujuan hidup. Pasukan propaganda Jepang dengan Hinobe bersama para sastrawan, kritikus, pemusik, jurnalis, dan budayawan sebagai anggotanya, melakukan operasai militer dengan cara melakukan penelitan tentang organisasi-organisasi kebudayaan dan buku-buku peninggalan Belanda yang terdiri dari buku ilmu pengetahuan dan seni. Selain itu mereka juga diperintahkan untuk meneliti buku-buku tentang Indonesia. Sebagai akibatnya, Hinobe dan kawan-kawannya menjadi terpesona dan terpikat dengan pemandangan alam, kebudayaan dan kesenian Indonesia. Tokoh utama novel ini, Hinobe, seorang milisi Jepang yang hidup di Indonesia selama hampir setahun pada awal penjajahan Jepang. Hinobe memiliki hobi dan minat membaca buku, memperhatikan dan melestarikan tempat penelitian, museum, perpustakaan, dan sekolah-sekolah daripada pekerjaan politiknya sebagai tentara. Hinobe mengalami perang batin dan senantiasa berada dalam posisi yang dilematis. Hinobe berpandangan bahwa penangkapan para ilmuwan, peneliti, sastrawan, dan budayawan Belanda adalah sebuah ironi, karena pada masa Edo, saat politik Sakoku diberlakukan, Jepang mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat dari Belanda. Hinobe mulai mendata para ilmuwan, peneliti, sastrawan, dan budayawan Belanda yang masih hidup tanpa mempedulikan penyakit paru-parunya yang sering kambuh. Jauh lebih tertarik dengan data para ilmuwan dan peneliti Belanda yang masih hidup ketimbang pekerjaan politiknya sebagai tentara, Hinobe memiliki medan perangnya sendiri karena sisi humanisme-nya (ninjo)
Hinobe tidak berbeda dengan yang orang Belanda maupun Indonesia yang sedang resah karena desas-desus bahwa seluruh zona gunung tempat hotel tersebut berada telah diduduki oleh tentara Jepang.
Dari sini terlihat dengan jelas perbedaan
pemikiran dan isi hati Hinobe dengan kebanyakan orang Jepang lainnya. Justru ia seperti kebanyakan orang-orang Belanda dan Indonesia yang cemas dengan keberadaan pasukan Jepang di zona gunung tersebut. Perbuatan yang dilakukan Hinobe adalah sesuatu yang sangat tidak lazim dilakukan oleh orang Jepang. Sempat mengira bahwa Hinobe adalah seorang Kristen karena Hinobe begitu gigih usahanya dalam membebaskan para ilmuwan Belanda yang ditangkap. Ketika ditanyakan alasan Hinobe sampai mengorbankan kesehatannya untuk membebaskan para ilmuwan tersebut, Hinobe hanya menjawab : “itu sudah tugas saya sebagai manusia”. Perasaan kemanusiaan merupakan perasaan yang timbul secara spontan yang menrupakan kecenderungan gerak hati setiap manusia. Syariati (1996:42) mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki hati nurani, rasa kemanusiaan, dan keadilan untuk mencerminkan kecintaannya terhadap sesama manusia. Alasan penulis tertarik memilih dan mengadakan penelitian ini karena melalui sudut pandang Hinobe, perang adalah kisah tentang manusia berhadapan dengan manusia, tidak untuk saling membunuh dan menyerang, melainkan untuk saling mengerti dan memahami. Oleh karena itu, sangat penting menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang meliputi segala aspek kehidupan yang secara nyata mulai terkikis akibat globalisasi. Atas dasar latar belakang di atas penulis akan melakukan penelitian mengenai analisis sisi humanisme pada tokoh Hinobe dalam novel Shi No Hana karya Abe Tomoji yang dihubungkan dengan teori para ahli. Dalam skripsi ini, penulis akan
menganalisa sifat-sifat Hinobe yang menunjukkan sisi humanisme, yang akan dihubungkan dengan teori menurut ahli.
1.2 Rumusan Permasalahan Permasalahan yang ingin diangkat dalam penelitian
ini adalah penulis ingin
meneliti sisi humanisme pada tokoh Hinobe dalam novel Shi No Hana, karya Abe Tomoji.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan dalam skripsi ini adalah analisis sisi humanisme, khususnya pada tokoh utama, Hinobe dalam novel Shi No Hana, karya Abe Tomoji yang dikaitkan dengan peristiwa saat tokoh Hinobe mengalami perang batin dan senantiasa berada dalam posisi yang dilematis. Hinobe juga memiliki idealisme dan pemikiran pro kemerdekaan ala barat.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memahami konsep humanisme yang menjadi salah satu konsep yang mengikat pola pikir dan perilaku orang Jepang. Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui lebih jelas mengenai konsep humanisme pada tokoh Hinobe dalam novel Shi No Hana sebagai media pembelajaran.
1.5 Metode Penelititan Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan. Dengan membaca dan menelaah bahan pustaka yang memuat teori yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya penulis akan menganalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Metode tersebut merupakan pencarian informasi, perbandingan, maupun kutipan dari media buku, internet, dan media lain yang berkaitan dengan menggunakan metode kepustakaan, kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif analitis untuk mendapatkan satu simpulan. Sumber utama yang akan penulis gunakan adalah novel berbahasa Jepang dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu novel Shi No Hana atau dalam terjemahannya berjudul Kembang Kamboja karya Abe Tomoji yang diterjemahkan oleh Dra. Yovinza Bethvine Katambonan Sopaheluwakan, M.Pd pengajar di UNESA. Selain sumber utama, penulis juga menggunakan data penunjang dari buku-buku pengantar psikologi, artikel, jurnal dan dokumen lainnya yang menjelaskan konsep dan definisi untuk menganalisa sisi humanisme.
1.6 Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan, akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan permasalahan yang akan diteliti, tujuan dan manfaat penelitian yang diharapkan, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 Landasan Teori, akan diuraikan mengenai konsep, definisi dan teori-teori humanisme
yang penulis gunakan untuk menganalisis data yang ada dalam
penulisan skripsi. Dalam bab ini, sebagai landasan utama, penulis akan menjabarkan teori-teori humanisme menurut para ahli. Bab 3 Analisis Data, dalam bab ini penulis akan menganalisis sisi humanisme pada tokoh Hinobe, serta hubungan ciri-ciri perilaku Hinobe dengan ciri-ciri seseorang yang berjiwa humanis berdasarkan landasan teori Bab 4, Simpulan, yang membahas hasil-hasil dari penelitian berdasarkan analisis teori data yang ada. Simpulan ini diharapkan dapat menjawab rumusan permasalahan seperti yang ada di bagian pendahuluan dan juga berisi harapan penulis terhadap pembaca yang berhubungan dengan penelitian. Bab 5 Ringkasan, yang berisi rangkuman dari seluruh peneltian dari latar belakang, rumusan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, beserta pembahasan mengenai anaisis teori dan data serta hasil penelitian secara singkat, padat, dan jelas.