74
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permainan sepakbola membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktifitas secara terus menerus dalam waktu lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Salah satu upaya untuk mendapatkan ketahanan fisik yang baik diperlukan status gizi yang baik dan tercukupi zat gizi dengan tepat. Pemanfaatan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi sepakbola modern mutlak harus sudah dilakukan dalam pembinaan sepakbola melalui penerapan ilmu gizi olahraga yang benar dan professional (Depkes RI, 2002). Gizi yang tepat merupakan dasar utama bagi penampilan prima seorang olahragawan pada saat bertanding. Selain itu gizi dibutuhkan pula pada kerja biologik tubuh. Untuk penyediaan energi tubuh pada saat seorang olahragawan melakukan berbagai aktifitas fisik, misalnya pada saat latihan (training), bertanding dan saat pemulihan. Gizi juga dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti sel tubuh yang rusak (Ermita, 2004). Sepakbola merupakan olahraga yang cukup berat, mengingat seorang pemain harus dapat bermain selama 90 menit dan juga sangat memerlukan koordinasi otot dan kaki. Untuk menjadi pemain sepakbola yang mempunyai prestasi, pemain tidak hanya mengandalkan bakat saja tetapi juga didukung konsumsi energi yang sesuai dengan kebutuhan (Sumosardjono, 1994).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
Konsumsi energi adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi. Energi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi akan digunakan untuk aktivitas fisik (Depkes RI, 2002). Menurut Khomsan (2003), faktor yang mempengaruhi seseorang memilih makanan adalah pengetahuan tentang gizi. Hal lain yang juga berpengaruh dalam mengambil keputusan adalah faktor kebiasaan. Fakta ini mengisyaratkan bahwa pembentukan pola konsumsi makan harus dimulai sejak dini agar menjadi kebiasaan di kemudian hari. Menurut Depkes RI (2002), secara umum seorang pemain sepakbola memerlukan energi sekitar 4.500 kilo kalori per hari atau 1,5 kali kebutuhan energi orang dewasa normal dengan postur tubuh relatif sama, karena pemain sepakbola dikategorikan dengan seseorang yang melakukan aktivitas fisik yang berat. Kebutuhan gizi atlet sepakbola pada periode latihan sama dengan kebutuhan individu secara umum, namun perlu diperhatikan makanan sumber energi yang digunakan adalah yang mudah dicerna untuk menghindari pencernaan masih bekerja pada waktu pelatihan sedang berlangsung (Depkes RI, 2002). Demikian juga dengan kebutuhan gizi pada periode pertandingan, makanan sebaiknya mudah dicerna, rendah lemak, rendah serat, dan tidak menyebabkan masalah pada pencernaan atlet (tidak terlalu pedas, dan tidak mengandung bumbubumbu tajam serta tidak berlemak). Sedangkan makanan kecil/minuman (biskuit, teh manis, jus buah, dan lain-lain) bisa diberikan kira-kira 1-2 jam sebelum pertandingan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
Pada periode setelah pertandingan, atlet harus segera minum air dingin (suhu 10-15
0
C) sebanyak satu gelas. Kemudian dapat dilanjutkan dengan sari buah/air
ditambah gula dan garam. Selanjutnya atlet dapat makan makanan biasa untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi fisik. Menurut Kuantaraf (1992), pengertian bugar bukan hanya sehat atau bebas dari sakit, tetapi dalam konteks sepakbola pengertian kebugaran adalah kesanggupan dan kemampuan dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Indikator kebugaran bagi olahragawan adalah : kelenturan (flexibility), kecepatan (speed), kekuatan otot (muscular strength), daya tahan otot (muscular endurance), kelincahan (agility), ketahanan kardiorespirasi (cardiorespiratory endurance). Pengukuran kebugaran dilakukan secara keseluruhan pada hari latihan selama 3 (tiga) hari ( KONI, 2003). Per-Oleaf yang dikutip oleh Kuantaraf (1992), yang meneliti olahragawan balap sepeda olimpiade dari Swedia, menguji pencapaian mereka melalui beberapa makanan yang berbeda. Tiga hari pertama meraka diberikan makanan yang mempunyai kadar protein dan lemak yang tinggi dengan banyak daging di dalamnya. Ternyata mereka mempunyai daya tahan mengayuh sepeda tanpa berhenti dengan waktu 57 menit. Tiga hari berikutnya mereka diberikan makanan campuran, berupa kadar protein dan lemak yang rendah bercampur dengan karbohidrat. Ternyata daya tahan mereka mencapai 114 menit. Pada tiga hari berikutnya, makanan yang di berikan mempunyai kadar karbohidrat yang sangat tinggi bersama-sama dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
sayuran dan ternyata daya tahan mereka mencapai 167 menit, ini menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang tinggi membuat olahragawan mempunyai tenaga yang lebih kuat. Penelitian Ermita (2004), tentang gizi pada olahragawan menyimpulkan bahwa kebutuhan gizi olahragawan sangat perlu mendapat perhatian yang serius mengingat kebutuhan energi tubuhnya lebih tinggi dibandingkan non olahragawan. Kebutuhan gizi yang memadai dibutuhkan tidak hanya pada saat bertanding tetapi juga pada waktu latihan. Tidak ada yang khusus dalam asupan makanan atau diet saat latihan namun ada beberapa hal yang perlu diawasi yaitu makanan sebaiknya bervariasi, jumlah lemak dan karbohidrat dalam makanan disesuaikan dengan kebutuhan olahragawan. Selain itu perlu diperhatikan asupan serat yang membantu kelancaran sistem pencernaan dan minum air yang cukup agar tidak timbul keluhan bila latihan di lingkungan panas. Penelitian Hasan (2000), mengungkapkan tentang kesegaran jasmani atlet sepakbola pra-pubertas (umur 8-12 tahun) di Makasar menunjukkan asupan makanan, aktifitas fisik dan status gizi dengan indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) tidak ada hubungan dengan tingkat kesegaran jasmani olahragawan sepakbola anak pra-pubertas dan status gizi dengan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) ada hubungan dengan tingkat kesegaran jasmani olahragawan. Penelitian tentang kebugaran atlet menggunakan indikator di atas yang dilakukan Sudarmo (2007), yang meneliti kondisi fisik atlet hockey Tim Jawa Tengah, menyimpulkan bahwa kebugaran fisik atlet hockey putra tim Jawa Tengah Tahun 2007 dengan test kemampuan 60% dalam katagori sedang dan 40% dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
katagori kurang dengan setelah dilakukan pengukuran kebugaran fisik. Penelitian menyarankan agar pelatih dan atlet hockey tim Jawa Tengah mempertahankan komponen kondisi fisik yang sudah baik yaitu kekuatan dan kelincahan dan meningkatkan komponen kondisi fisik yang masih kurang baik yaitu kecepatan, daya tahan, power dan kelenturan guna pencapaian prestasi. Penelitian Wulandari (2004), tentang pengaruh asrama atlet sepakbola terhadap status gizi, aktivitas fisik dan kesegaran jasmani, menyimpulkan bahwa status gizi (IMT) atlet yang di asrama lebih baik daripada status gizi yang tidak di asrama dan terdapat perbedaan tingkat kesegaran jasmani (kebugaran) pada atlet sepakbola yang tinggal di asrama dengan di luar asrama. Penelitian Rosidi (2000), pada atlet sepakbola PSIS Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan indeks massa tubuh, status kesehatan dan aktivitas fisik dengan kesegaran jasmani menggunakan indikator ACSPFT (Asian Committee on the Standardization of Physical Fitnes Test) yaitu : kelenturan, kecepatan, kekuatan otot, daya tahan otot, kelincahan dan ketahanan kardiorespirasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebugaran seorang atlet, yaitu olah raga (Moeloek, 1984), umur dan jenis kelamin, asupan gizi dan status Gizi (Depkes RI, 1997), kebiasaan merokok dan minum alkohol (Cooper, 1997). Kebugaran atlet sepakbola akan meningkat apabila mengonsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan serta menghindari kebiasaan yang dapat menurunkan ketahanan fisiknya. Apabila atlet sepakbola tidak memiliki kebugaran yang optimal, bukan saja menyebabkan tidak dapat melakukan pertandingan dengan baik, tetap juga dapat menyebabkan atlet menjadi sakit. Namun dalam manajemen pengelolaan suatu klub/persatuan sepakbola
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
tidak pernah seorang atlet sepakbola mengalami sakit, karena konsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan memungkinkan status kesehatan atlet senantiasa terjaga. Perkembangan status gizi atlet sepakbola yang diuraikan secara berurut mulai dari global/internasional, regional, nasional sampai ke daerah, yang ditunjukkan dari beberapa penelitian, seperti penelitian Kuantaraf (1992), tentang olahragawan di Amerika Serikat menemukan bahwa banyak olahragawan dan pelatih yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang gizi dan hanya 11% dari pelatih pernah mengikuti pelatihan gizi serta dua pertiga dari olahragawan yang diteliti, tidak begitu mengetahui hubungan gizi dan pencapaian prestasi. Peranan ahli gizi dalam kegiatan olahraga di Inggris telah dikembangkan sejak 5 tahun yang lalu dan semakin dibutuhkan untuk mengatur makanan dalam rangka menjaga kesehatan, adaptasi latihan, dan meningkatkan performa selama sesi latihan dan perlombaan. Bahkan Federasi Sepakbola dunia telah mengeluarkan pernyataan bahwasanya gizi sangat berperanan dalam keberhasilan suatu tim. Penelitian yang dilakukan The National Academies (2005), menunjukkan bahwa asupan kalori yang kurang menyebabkan stamina atlet menurun, maka penelitian ini dirumuskan untuk menjawab pentingnya ketepatan terapi diit yang sesuai dengan kebutuhan kalori atlet sebagai salah satu faktor penting peningkatan stamina tubuh. Prestasi sepakbola Indonesia yang menurun menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi kondisi olahragawan professional di Indonesia, untuk itu perlu sekali penanganan dan pengembangan dari pakar kesehatan agar olahraga tersebut dapat berhasil. Peranan gizi dalam olahraga terutama olahraga professional seperti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
sepakbola menuntut tenaga ahli yang trampil untuk menjaga secara khusus dan intensif kebutuhan zat gizi dari para pemainnya. Penelitian Kartika (2006), tentang hubungan tingkat konsumsi gizi dan status gizi dengan ketahanan fisik pada atlet sepak bola di PSIS Semarang, menyimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi protein, dengan ketahanan fisik. Penelitian Penggalih (2004), tentang pengaruh ketepatan pemberian kalori diit pada atlit sepak bola secara individu dengan peningkatan stamina tubuh di PERSIBA Bantul, menyimpulkan bahwa stamina atlet meningkat setelah diberikan makanan sesuai kebutuhan. Penelitian Hasan (2008), tentang kebugaran atlet sepakbola menyimpulkan bahwa status gizi berhubungan dengan kebugaran, maka disarankan kepada pelatih agar memberikan perhatian khusus terhadap olahragawan, terutama status gizi (asupan gizi), aktifitas fisik dan kebugaran. Persatuan Sepakbola Langsa (PSBL) merupakan salah satu klub sepakbola yang terdapat di Kota Langsa. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan dikatahui bahwa pengelolaan menu makanan bagi atlet sepakbola selama masa latihan, menjelang pertandingan dan selama masa pertandingan belum ada yang standar namun yang berlaku selama ini adalah menu harian. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh karakteristik (umur dan status gizi), kebiasaan (merokok dan minum alkohol) dan konsumsi pangan (energi dan protein) terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa ?. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik(umur dan status gizi), kebiasaan (merokok dan minum alkohol) dan konsumsi pangan (energi dan protein) terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa.
1.4 Hipotesis Karakteristik (umur dan status gizi), kebiasaan (merokok dan minum alkohol) dan konsumsi pangan (energi dan protein) berpengaruh terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen pengelola PSBL Langsa dalam pengelolaan makanan atlet sepakbola. 2. Sebagai wahana pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya tentang gizi pada olahragawan. 3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan konsumsi energi dan kebugaran pada olahragawan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA