BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Diare adalah penyakit yang terjadi karena perubahan konsistensi feses selain
dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes RI, 2010). Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki – laki maupun perempuan, tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Depkes RI, 2010). Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare. Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada balita (Depkes RI, 2007). Hal yang bisa menyebabkan balita mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita
1
Universitas Sumatera Utara
2
sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Depkes RI, 2010). Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare adalah lingkungan, praktik penyapihan yang buruk dan malnutrisi. Diare dapat menyebar melalui praktik-praktik yang tidak higienis seperti menyiapkan makanan dengan tangan yang belum dicuci, setelah buang air besar atau membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan seorang anak bermain di daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri penyebab diare (Depkes RI, 2010). Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Berdasarkan Profil Kesehatan RI Tahun 2010, CFR (Case Fatality Rate) diare pada tahun 2006 sebesar 2,16%, pada tahun 2007 sebesar 1,79% dan pada tahun 2008 meningkat sebesar 2,94%. CFR diare pada tahun 2009 menurun menjadi 1,74% dan angka CFR itu tetap pada tahun 2010 dimana Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare terjadi di 11 propinsi dengan jumlah penderita diare sebanyak 4.204 orang dan jumlah kematian 73 orang (Depkes RI, 2010). Di Propinsi Sumatera Utara, penyakit diare merupakan penyakit endemis dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil pengumpulan data dari kabupaten/kota selama tahun 2007 jumlah kasus penyakit diare pada balita yang ditemukan di sarana kesehatan adalah sejumlah 1.146 penderita dengan angka kesakitan penyakit diare 28,43 per 1.000 penduduk. KLB diare yang terbesar di 10
Universitas Sumatera Utara
3
kabupaten/kota dengan total penderita 2.819 orang dan kematian 23 orang (CFR 0,81%). Berdasarkan laporan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, pada tahun 2008 tingkat kematian pada penyakit diare mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008 CFR akibat diare sebesar 4,78% dengan 10 penderita meninggal dari 209 kasus. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yaitu dengan CFR 1,31% dengan 4 penderita meninggal dari 304 kasus. Berdasarkan data profil dari kabupaten/kota tahun 2008, diperoleh bahwa jumlah penderita diare di Sumatera Utara tahun 2008 adalah 208.024 penderita, dari jumlah tersebut 98.768 (47,48%) adalah kasus pada balita (Profil Dinkes Sumut, 2008). Di Kabupaten Deli Serdang sendiri, diare merupakan salah satu penyakit yang ada di kabupaten ini dengan 20373 kasus pada tahun 2010. Berdasarkan data profil kesehatan Puskesmas Pancur Batu, di Kecamatan Pancur Batu diare merupakan penyakit urutan kedua dari sepuluh penyakit terbesar yang ada di Puskesmas Pancur Batu dan kasus terbesar terjadi pada balita yakni 741 kasus pada tahun 2011. Tabel 1.1 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Jumlah Balita dan Jumlah Kasus Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Bulan Januari - DesemberTahun 2011 Nama Desa Jumlah Balita Jumlah Kasus Baru 479 33 Bintang Meriah 121 24 Durin Simbelang A 267 24 Durin Jangak 145 21 Durin Tonggal 279 24 Hulu 447 21 Lama 360 35 Namo Simpur 141 20 Namo Riam 142 20 Namo Rih 123 19 Namo Bintang 528 28
Universitas Sumatera Utara
4
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Pertampilan 140 Salam Tani 120 Simalingkar A 294 Sembahe Baru 170 Sugau 117 Tanjung Anom 366 Tuntungan I 342 Tuntungan II 498 Tiang Layar 125 Tengah 240 Perumnas Simalingkar 750 Total 6194 Sumber: Profil Kesehatan Puskesmas Pancur Batu Tahun 2011
9 18 31 25 16 227 25 29 16 32 44 741
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa jumlah kasus diare paling banyak terjadi di Desa Tanjung Anom yakni 227 kasus. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa ibu yang memiliki bayi/balita di Desa Tanjung Anom mereka mengatakan bahwa diare adalah penyakit yang berbahaya, diare biasa terjadi karena bayi/balita tumbuh gigi. Adapula yang mengatakan bahwa diare adalah mencret, kurang bersih, tertular dari makanan dan masuk angin. Mereka mengatakan bahwa lingkungan yang kotor juga jadi penyebab tingginya kasus diare disana, selain itu penggunaan air bersih juga masih jarang. Sumber air bersihnya masih sumur dan tidak jauh dari tempat pembuangan sampah dan kandang ternak. Ketika bayi/balita terserang diare, pertolongan pertama yang dilakukan adalah memberikan oralit kepada bayi/balita, tetapi ada juga yang memberikan buah seperti pisang seabagai pertolongan pertama. Bayi/balita tidak sampai mengalami kekurangan cairan ataupun lemas karena segera ditangani dan dibawa ke bidan.
Universitas Sumatera Utara
5
Adapun program pencegahan diare di Desa Tanjung Anom yang dilakukan oleh petugas kesehatan adalah penyuluhan seperti Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene, Pemberian Oralit, selain penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan ada juga penyuluhan yang dilakukan oleh instansi lain seperti penyuluhan dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) tentang penyakit diare. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa ibu mengatakan bahwa petugas kesehatan jarang datang sehingga sulit mendapatkan informasi mengenai diare, selain itu petugas kesehatan juga jarang memberitahukan informasi tentang penyuluhan dan melakukan pemantauan ke lapangan. Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan suatu rangsangan yang diperoleh. Pengalaman masa lalu akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam interpretasi. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya dan keluarganya (Notoatmodjo, 2003). Menurut Gunawan (2010) bahwa persepsi ibu tentang keseriusan terhadap pencegahan penyakit diare mempunyai pengaruh terhadap tindakan pencegahan diare, sedangkan persepsi ibu tentang kerentanan tidak berpengaruh terhadap tindakan pencegahan diare yang dilakukan ibu balita di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Berdasarkan data dan hasil penelitian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh persepsi ibu bayi/balita tentang penyakit diare dan program pencegahan diare terhadap tindakan pencegahannya di Desa Tanjung Anom Kecamatan Pancur Batu tahun 2012”.
Universitas Sumatera Utara
6
1.2.
Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh persepsi ibu bayi/balita tentang penyakit diare dan
program pencegahan diare terhadap tindakan pencegahannya di Desa Tanjung Anom Kecamatan Pancur Batu Tahun 2012.
1.3.
Tujuan Penelitian Menjelaskan pengaruh persepsi ibu bayi/balita tentang penyakit diare dan
program pencegahan diare terhadap tindakan pencegahannya di Desa Tanjung Anom Kecamatan Pancur Batu Tahun 2012.
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi tenaga kesehatan, pemerintah/pengambil keputusan dapat memberikan informasi tentang permasalahan terkait sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan dalam menentukan kebijakan untuk pencegahan dan penanganan kejadian diare. 2. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat memberikan informasi baru tentang penelitian terkait sehingga dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian pengembangan berikutnya. 3. Untuk pengembangan ilmu, penelitian ini dapat membuktikan teori yang berkaitan sekaligus dapat membuka wacana berpikir untuk pengembangan teori yang sudah ada.
Universitas Sumatera Utara