1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan kesadaran, keamanan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal, terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai dengan perilaku yang sehat dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang optimal di seluruh Indonesia (Depkes, RI, 2010). Salah satu permasalahan gizi yang tergolong klasik di Indonesia sampai saat ini belum dapat ditanggulangi secara tuntas adalah masalah gizi kurang atau lebih dikenal dengan Kurang Energi Protein (KEP). Jumlah balita yang kekurangan gizi di Indonesia saat ini sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan 4,5 persen dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa. Jumlah kasus balita gizi buruk di Aceh pada tahun 2012 mencapai 427 kasus. Dari jumlah tersebut, angka tertinggi berasal dari Kabupaten Aceh Tamiang yaitu 96 kasus, Aceh Utara 54 kasus, Pidie 48 kasus, Bireuen 35 kasus dan Langsa 36 kasus. Sisanya terbagi di beberapa kabupaten seperti Simeulue, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Lhokseumawe dan beberapa kabupaten lain. Berdasarkan Laporan Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi Tahun 2011 diketahui bahwa jumlah balita gizi buruk yaitu di Kabupaten Aceh Besar sebanyak 19 orang. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai
1
2
tumbuh kembang optimal pada anak, yaitu : (1) memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, (2) memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, (3) memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan (4) meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (indigenous food) (Azwar, 2007). Melalui penerapan perilaku Keluarga Sadar Gizi, keluarga didorong untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan dan memberikan MP-ASI yang cukup dan bermutu kepada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Bagi keluarga mampu, pemberian MP-ASI yang cukup dan bermutu relatif tidak bermasalah. Pada keluarga miskin, pendapatan yang rendah menimbulkan keterbatasan pangan di rumah tangga yang berlanjut kepada rendahnya jumlah dan mutu MP-ASI yang diberikan kepada bayi dan anak (Depkes, 2006). Pemberian MP-ASI berarti memberikan makanan lain sebagai pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak usia 6 sampai 24 bulan. MP-ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan optimal. MP-ASI diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak, melalui dari MP-ASI jenis lumat, lebik samapai anak menjadi terbiasa dangan makanan keluarga. Di samping MP-ASI, pemberian ASI terus dilanjutkan
3
sebagai sumber zat gizi dan faktor pelindung penyakit hingga mencapai anak usia dua tahun atau lebih (Kemenkes, 2012) Program perbaikan gizi yang bertujuan meningkatkan jumlah dan mutu MP-ASI, diantaranya dapat dilakukan dengan pemberian MP-ASI kepada bayi dan anak usia 6–24 bulan dari keluarga miskin. Secara umum terdapat dua jenis MP-ASI yaitu hasil pengolahan pabrik atau disebut dengan MP-ASI pabrikan dan yang diolah di rumah tangga atau disebut dengan MP-ASI lokal. Studi-studi di banyak negara berkembang mengungkapkan bahwa penyebab utama terjadinya gizi kurang dan hambatan pertumbuhan pada anak-anak usia 3-15 bulan berkaitan dengan rendahnya pemberian ASI dan buruknya praktek pemberian makanan pendamping ASI (Shrimpton, 2001). Penelitian lain yang mendukung seperti yang dilakukan oleh Maulida (2009) tentang ”faktor-faktor yang Berhubungan dengan Praktik Pemberian MP-ASI Lokal pada Balita Usia 6 sampai 24 bulan di Kota Semarang”. Hasil uji korelasi diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan pengetahuan ibu, sikap ibu, dan sumber informasi dengan praktik pemberian MP-ASI lokal, sedangkan tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, dukungan sosial, dan budaya pemberian makanan tidak ada hubungan dengan praktik pemberian MP-ASI lokal. Pemberian makanan pendamping ASI pada bayi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu. Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
4
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Berdasarkan data awal yang didapatkan dari Puskesmas Blang Bintang, jumlah bayi 6 - 24 bulan adalah 321 orang yang terdiri dari 125 orang bayi berat badan kurang. Salah satu permasalahan dalam pemberian makanan pada bayi adalah terhentinya pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang tidak cukup. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pola MP-ASI yang diberikan (Depkes, RI, 2000). Kurangnya asupan zat gizi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang MP-ASI, dan perilaku terhadap pemberian jenis MP-ASI yang diberikan. Saat ini selain MP-ASI yang dibuat sendiri juga telah banyak digunakan MP-ASI komersial/pabrikan atau kombinasi antara MP-ASI tradisional dan MP-ASI pabrikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 ibu yang mempunyai bayi diatas 6 bulan di Wilayah Puskesmas Blang Bintang diketahui 7 dari 10 ibuibu yang memberikan pisang dikerok dan bubur tim, dan 3 orang lainya memberikan bubur instan yang mereka diperoleh dari warung-warung terdekat. Mereka menyebutkan bahwa pemberian makanan tersebut dilakukan sebanyak 2 kali sehari dan tidak menggunakan takaran, hanya memberikan sesuka bayi sampai bayi tersebut kenyang. Kurangnya pengetahuan ibu dapat berpengaruh terhadap status gizi bayi pada umur 6 – 24 bulan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini ditentukan judul: “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ibu
5
Terhadap Status Gizi Bayi Umur 6 – 24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar”.
B. Rumusan Masalah Berdasakan latar belakang yang telah diuraikan, dirumuskan masalah penelitian: “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengetahuan ibu terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
b.
Untuk mengetahui pengaruh jumlah Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
c.
Untuk mengetahui pengaruh jenis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
d.
Untuk mengetahui pengaruh komposisi bahan sumber zat gizi pada Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
6
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Institusi Puskesmas Blang Bintang Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak puskesmas dalam melakukan intervensi dan pemantauan ke Posyanduposyandu berkaitan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) bagi ibu-ibu yang baru menyusui.
2.
Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan sebagai pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat dibangku kuliah, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini sudah pernah dilakukan oleh Sri Khayati (2010) tentang Faktor yang berhubungan dengan status gizi balita pada keluarga Buruh Tani di Desa Situwangi Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara. Variabel penelitian terdiri dari tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, kepemilikan lahan atau tanah pertanian, pemanfaatan lahan pekarangan, penyakit infeksi, tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi balita. yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian
sebelumnya
adalah
variabel
persamaannya adalah status gizi (variabel dependen)
independen.
Sedangkan
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok- kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat energi lain yang belum diperoleh. Dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya dapat diukur secara antropometri (Suhardjo, 2003). Sedangkan menurut Supariasa, status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zatzat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentukvariabel tertentu atau perwujudan dan nutritur dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi dan dapat dimonitor dari pertumbuhan fisik anak. Perlu dipahami bahwa antara status gizi dan indikator status gizi terdapat suatu perbedaan yaitu indikator tidak hanya merefleksikan status gizi tetapi juga dapat memberikan refleksi terhadap pengaruh-pengaruh faktor non gizi (Ahmad, 2009). 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Status gizi balita dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat komplek dan saling terkait, akan tetapi faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi gizi balita adalah intik makanan dan penyakit infeksi. Adanya ketidakseimbangan dalam mengkonsumsi zat gizi dari segi
7
8
kualitas dan kuantitas akan menimbulkan masalah gizi, karena makanan yang baik merupakan dasar utama bagi kesehatan. Makanan adalah unsur terpenting pada masa sekarang dan akan mempengaruhi kondisi kesehatan di masa mendatang (Abunain, 2000). Riyadi (2001) membagi determinan status gizi anak kedalam 3 level penyebab, yaitu determinan langsung (immediate determinants), determinan tidak langsung (underlying determinants), dan determinan dasar (basic determinants). Determinan langsung dari status gizi anak merupakan faktor yang terdapat pada level individu (level paling mikro). Determinan langsung ini adalah intik makanan (energi, protein, lemak dan mikronutrien) dan status kesehatan. Kedua faktor ini sebenarnya saling tergantung satu dengan yang lainnya (Riyadi, 2001). Seorang anak dengan intik makanan kurang akan lebih rentan terhadap penyakit.
Sebaliknya, penyakit tertentu akan menekan nafsu
makan (appetite), menghambat penyerapan zat gizi, dan meningkatkan kebutuhan energi anak.
Jumlah mutu intik makanan harus cukup.
Sedangkan yang termasuk determinan tidak langsung antara lain adalah ketahanan pangan, perawatan ibu dan anak yang cukup, lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk pelayanan kesehatan. Faktor kunci yang mempengaruhi semua determinan tidak langsung adalah kemiskinan (Riyadi, 2001). Karyadi dan Susanto (2006) menyebutkan bahwa masih relatif tingginya masalah gizi masyarakat menunjukkan bahwa aspek kemampuan
9
ekonomi (daya beli) berpengaruh paling dominan dalam timbulnya masalah gizi masyarakat, disamping fakor kurangnya kesadaran akan gizi, kondisi sanitasi lingkungan dan keterbatasan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu.
2. Penilaian Status Gizi Untuk menentukan status gizi seseorang, dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : a. Cara Konsumsi Pangan Penilaian konsumsi pangan merupakan cara penilaian keadaan / status masyarakat secara tidak langsung. Informasi tentang konsumsi pangan dapat dilakukan dengan cara survey dan akan menghasilkan data yang kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif akan deketahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. b. Cara Biokimia Beberapa tahapan perkembangan kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan cara biokimia dan lazim disebut cara laboratorium. Dengan demikian, cara biokimia dapat digunakan mendeteksi keadaan defisiensi subklinis yang semakin penting dalam era pengobatan preventif. Metode ini bersifat sangat obyektif, bebas dari faktor emosi dan subyektif lain sehingga biasanya digunakan untuk melengkapi cara penilaian status gizi lainnya.
10
c. Cara Antropometri Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penelitian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass) (Yayuk Farida, 2004). Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia antara lain; umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, 2002). Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara parameter disebut indek antropometri, terdiri dari : 1) Berat Badan menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh yang sangat sensitif terhadap perubuhanperubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, maka nafsu makan atau jumlah makan yang dikonsumsi akan berkurang dan akan mengakibatkan menurunnya berat badan. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status).
11
2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Perubahan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam jangka waktu relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. 3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independent terhadap umur. Penilaian ini lebih peka daripada penilaian berdasarkan berat badan menurut umur. 4) Lingkar Lengan Atas menurut Umur (LILA/U) Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan jaringan lemak bawah kulit. Lingkar Lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. LILA merupakan parameter antropometri yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga bukan profesional. LILA sebagaimana dengan berat badan merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat. Indeks LILA sulit untuk melihat perkembangan anak.
12
5) Indeks Massa Tubuh (IMT) Masalah kekurangan dan kelebihan pada gizi orang usia 18 tahun keatas merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja.
Oleh
karena
itu,
pemantauan
keadaan
tertentu
perlu
mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Dalam hal ini indeks massa tubuh digunakan untuk melakukan pengukuran. 6) Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur Pengukuran tebal lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas triseps dan biseps, lengan bawah (foream), tulang belikat (subscapular), dan pertengahan tungkai bawah (medial calf). lemak tubuh dapat diukur secara mutlak dinyatakan dalam kilogram maupun secara perkiraan dinyatakan dalam persen tubuh total. 7) Rasio Lingkar pada Pinggul Pengukuran lingkar pinggang dan pimggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus tepat (Supariasa, 2002). d. Cara Klinis Riwayat medis dan pengujian fisik merupakan metode klinis yang digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda pengamatan yang dibuat dokter dan gejala-gejala manifestasi yang dilaporkan oleh pasien yang berhubungan dengan manifestasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala ini sering
13
tidak spesifik dan hanya berkembang selama tahap deplesi (pengosongan cadangan zat gizi dalam tubuh) yang sudah parah. Karena alasan tersebut, diagnosis defisiensi gizi tidak mengandalkan hanya pada metode klinis, oleh karena itu, metode laboratorium harus digunakan sebagai pelengkap metode klinis (Yayuk Farida, 2004) Penelitian yang dilakukan oleh Rosita (2001) mengenai “hubungan pengetahuan ibu tentang pola makanan sapihan, tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi anak umur 3-24 bulan (studi di kelurahan Ngalian Kota Semarang)”, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: 1) Tidak ada hubungan bermakna dari pengetahuan ibu tentang pola makanan sapihan dan tingkat kecukupan energi dengan status gizi anak; dan 2) Ada hubungan bermakna dari tingkat kecukupan energi dengan status gizi anak.
B. Makanan Pendamping ASI Makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada bayi disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur 6-24 bulan (Aritonang, 2006). Untuk menyesuaikan kemampuan bayi terhadap makanan tersebut maka pemberian MP-ASI dilakukan secara bertahap, baik bentuk, jumlah maupun macam (Aritonang, 2004). Saat ini dikenal beberapa jenis MP ASI diantaranya adalah pisang lumat halus, pepaya lumat, air jeruk manis, tomat saring, dan bubur susu (Soetjiningsih, 2001). Didalam pengaturan makanan untuk bayi ini terdapat dua tujuan. Pertama adalah memberikan zat gizi bagi kebutuhan hidup yaitu untuk pemeliharaan dan perkembangan fisik atau psikomotorik, serta melakukan aktifitas fisik. Dan kedua
14
adalah untuk mendidik kebiasaan makan yang baik. Makanan untuk bayi dan anak haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut yaitu : memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai umur, susunan hidangan disesuaikan dengan menu seimbang, bahan makanan setempat dan kebiasaan makan (Supariasa, 2008). Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi/ anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan pendamping ASI diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan. Semakin meningkat umur bayi/ anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi (Depkes RI, 2005). Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian makanan pendamping ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bagi bayi/ anak. Pemberian makanan pendamping ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini (Depkes RI, 2005). Pemberian
MP-ASI
berarti
memberikan
makanan
lain
sebagai
pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak usia 6 sampai 24 bulan. MPASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang dapat mememnuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan optimal. MP-ASI diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak, mulai dari MP-ASI jenis
15
lumat, lembik sampai anak menjadi terbiasa dengan makanan keluarga. Di samping MP-ASI, pemberian ASI terus dilanjutkan sebagai sumber zat gizi dan faktor pelindung penyakit hingga anak mencapai anak usia dua tahun atau lebih. Tujuan pemberian makanan tambahan adalah sebagai komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein dan zat-zat gizi lainnya (vitamin dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang. Penting untuk diperhatikan agar pemberian ASI dilanjutkan terus selama mungkin, karena ASI memberikan sejumlah energi dan protein yang bermutu tinggi. Untuk mengajarkan anak mengunyah dan terbiasa dengan makanan baru, pertama-tama berikan satu atau dua sendok teh makanan tmbahan (weaning foods). Pola makan bayi dan anak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Berapa banyak makanan diberikan kepada anak Usia 6-8 bulan
9-11
Bentuk Makanan
a. ASI b. Makanan Lumat (bubur lumat, sayuran, daging dan buah yang dilumatkan, makanan yang dilumatkan, biskuit dan lainlain bulan a. ASI b. Makanan lembik atau dicincang yang mudah ditelan anak c. Diberi makanan selingan yang dapat dipegang anak diberikan di antara waktu
Berapa kali sehari
Berapa banyak setiap kali makan 2-3 sendok makan secara bertahap bertambah hingga mencapai 1/2 gelas atau 125 cc setiap kali makan
a. Teruskan pemberian ASI sesering mungkin b. Makanan lumat 2-3 kali sehari c. Makanan selingan 1-2 kali sehari (just buah, biskuit) a. Teruskan 1/2 gelas/mangkuk atau pemberian ASI 125 cc b. Makanan lembik 3-4 kali sehari c. Makanan selingan 1-2 kali sehari
16
makan lengkap 12-24 bulan a. Makanan keluarga b. Makanan yang dicincang atau dihaluskan jika diperlukan c. ASI
a. Makanan keluarga 3-4 kali sehari b. Makanan selingan 2 kali sehari c. Teruskan pemberian ASI
a. ¾ gelas nasi/penukar (200 cc) b. 1 potong kecil ikan/daging/ayam/tel ur c. 1 potong kecil tempe/tahu atau 1 sdm kacangkacangan d. ¼ gelas sayur e. 1 potong buah f. ½ gelas bubur/1 potong kue/1 potong buah
Menurut Oetami (2003) perilaku ibu hamil dalam memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah frekuensi pemberian, jumlah pemberian, dan jenis MP-ASI yang diberikan dan komposisi pemberian. 2. Frekuensi Pemberian Untuk pertumbuhan yang baik, anak membutuhkan 2-4 kali makan utama disertai makanan selingan 1-2 kali dan berikan makanan beraneka ragam. Makanan selingan (snacks) akan memberikan tambahan energi dan zat gizi lainnya misalnya susu, roti atau biskuit yang di oles margarin atau mentega, selai kacang atau madu, buah, kue kacang, kentang rebus, adalah berbagai berbagai jenis makanan selingan yang sehat bergizi (Depkes RI, 2010) Minuman bersoda, minuman buah yang manis, permen, es lilin dan kue/biskuit manis adalah makanan selingan yang tidak baik diberikan kepada anak, karena banyak mengandung gula tetapi harus waspada bahkan anak
17
masih membutuhkan bantuan dan pengawasan/perhatian ketika sedang makan untuk memastikan makanan selingan dihabiskan (Depkes RI, 2010).
3. Jumlah Pemberian Seiring dengan pertumbuhan anak , jumlah makanan yang dibutuhkan meningkat. Bila anak sudah mulai mengkonsumsi MP-ASI, anak memerlukan waktu untuk membiasakan diri pada rasa maupun tekstur makanan baru tersebut. Anak perlu belajar cara makan yang benar. Anjurkan pada pengasuh untuk mulai dengan 2 sampai 3 sendok kecil makanan yang diberikan 2 kali dalam sehari. Ketika anak bertambah besar, jumlah makanan yang diberikan juga bertambah, berikan makanan sebanyak yang diiinginkan anak dengan cara memberikan semangat (membujuknya) secara aktif.
4. Jenis MP-ASI Jenis-jenis MP-ASI yang diberikan pada bayi sebagai berikut (Depkes RI, 2010) : a) Pisang. Banyak bayi yang memulai makanan padatnya dengan pisang yang dihaluskan. Pisang yang dipilih sebaiknya pisang kepok merah yang memang umumnya diberikan pada bayi. Untuk awal mula mungkin 1 buah pisang kecil sudah cukup dan bisa anda kerik dengan sendok kecil agar halus dan mudah ditelan bagi anak anda yang belum punya gigi saat ini
18
b) Bubur beras merah. Anda dapat membuat sendiri dengan cara membeli beras merah yang ada di supermarket dan menjadikan bubur. Cara pemberiannya pun mudah, anda dapat mencampurkan bubur beras merah yang kaya dengan vitamin ini dengan susu formula bayi - agar lidah bayi anda tidak merasa asing. Untuk pertama kali, buatlah sedikit dahulu dan ini bisa dijadikan variasi makanan agar bayi tidak bosan. c) Sayuran. Sayuran yang dapat anda berikan bisa berupa wortel, brokoli atau bayam yang dihaluskan, bisa dengan dicincang atau di blender. Anda dapat mencampurkan sayuran ini pada bubur bayi. Cucilah terlebih dahulu sayurannya dengan pencuci sayuran agar pestisida yang terdapat di sayuran terbuang. d) Sereal/biscuit bayi. Cara pemberiannya dapat dicampur dengan susu formula bayi atau jika itu biscuit agar tidak terlalu manis anda dapat menghancurkannya cukup dengan air hangat (majalahnikita.co.id, 2010).
5. Komposisi Bahan Makanan Pendamping ASI Menurut Depkes RI (2006) komposisi bahan Makanan Pendamping ASI adalah sebagai berikut : a) Energi Konsumsi energi sebanyak 115 Kkal per kgberat badan (sekitar 95-145 Kkal/kg) nampaknya mencukupi kebutuhan bayi untuk bulan pertama
19
kehidupannya. Dari jumlah energi yang dikonsumsi bayi, 50% digunakan untuk energi basal (energi yang dibutuhkan untuk bekerjanya organ-organ di dalam tubuh, peredaran darah, dan sebagainya), 25% untuk aktivitasnya, 25% lainnya untuk pertumbuhan badan yang berkisar antara 5 sampai 7 gr per hari.untuk umur 6 bulan energi yang dibutuhkan turun menjadi 95 Kkal/kg berat badan. Bayi yang pendiam membutuhkan energi sebesar 71 Kkal/kg BB, sedangkan bayi yang aktif membutuhkan sampai 133 Kkal/kg BB. b) Protein Protein dalam tubuh merupakan zat pembengun yang sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan tubuh, menggantikan sel-sel yang rusak, memelihara keseimbangan metabolisme tubuh. Kebutuhan protein bagi bayi relatif lebih besar dari orang dewasa, karena bayi mengalami pertumbuhan yang pesat. Kebutuhan akan protein selama periode pertumbuhan tulang rangka dan otot yang cepat pada masa bayi, relatif tinggi. Konsumsi sebanyak 2,2 gr protein bernilai gizi tinggi per kg BB per hari menghasilkan retensi nitrogen sekitar 45%, jumlah ini cukup unuk pertumbuhan bayi yang normal. Pada minggu ketiga, sekitar 60%-75% dari jumlah protein yang dikonsumsi digunakan untuk pertumbuhan dan sisanya digunakan untuk pemeliharaan. Pada umur 4 bulan, proporsinya adalah 45% dan 55%. Pada umur 5 bulan, kebutuhan proteinnya turun menjadi 2 gr/kg BB perhari. c) Vitamin Larut Air Kebutuhan bayi akan vitamin yang larut dalam air sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi harus memperoleh 0,5 mg ribovlavin
20
per 1000 Kkal energi yang dikonsumsi untuk memelihara kejenuhan jaringan, berarti bahwa bayi yang berumur 3-6 bulan membutuhkan 0,4 mg tiamin dan pada umur 6-12 bulan membutuhkan 0,6 mg tiamin perhari. Konsumsi sebanyak 5-6 NE (niacin equivalent) dapat dibutuhkan oleh ASI yang menyediakan 0,15 mg niasin dan 21 mg triptofan per 100 ml.bayi membutuhkan 0,005 mg folasin/kg BB. Untuk vitamin C, bayi memperolehnya dari ASI. d) Vitamin Larut Lemak Jumlah vitamin A yang dibutuhkan bayi sebanyak 375ug RE. perhari.konsumsi vitamin D pada bayi akan meningkat pada waktu terjadinya kalsifikasi tulang dan gigi yang cepat. Konsumsi vitamin D dianjurkan sebanyak 400 IU/ hari. Disarankan untuk memberikan vitamin E pada bayi sebanyak 2-4 mg TE (tocopherol equivalent) per hari. Untuk vitamin K, defisiensi vitamin K dapat terjadi pada beberapa hari pertama. e) Mineral Karena terjadinya kalsifikasi yang cepat pada tulang untuk menunjang berat badan pada waktu bayi mulai belajar berjalan, kalsium sangat dibutuhkan. ASI mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat mensuplai sekitar 210 mg kalsium perhari. Kebutuhan bayi akan zat besi sangat ditentukan oleh umur kehamilan. Bayi yang dikandung cukup umur akan menerima sejumlah zat besi dari ibunya selama kandungan. Tingginya kadar seng dalam kolostrum (4 mg per liter yang menurun jumlahnya menjadi 2
21
mg/liter pada air susu putih setelah 6 bulan, dan menjadi 0,5 mg/liter setelah 1 tahun) dapat mengkompensasi kebutuhan bayi yang diberi ASI akan seng.
6. Kebutuhan Gizi Balita Pengaturan makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup dua aspek pokok, yaitu pemanfaatan ASI secara tepat dan benar dan pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan serta makanan setelah usia setahun. menurut Oomen terhadap 415 usia balita dibawah lima tahun di Jakarta menunjukkan bahwa anak-anak yang disusui ibunya, keadaan gizinya tidak lebih baik dari gizi anak yang tidak diberi ASI. Masalahnya bukan dikarenakan mutu gizi ASI, akan tetapi karena penggunaan ASI yang tidak tepat dan salah. Penilaian konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tinkat kelompok, rumah tangga dan perorangan, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Menurut I Nyoman Supariasa (2001), beberapa metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu anatara lain : a. Metode Riwayat Makanan Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola kunsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Metode ini terdiri dari 3 komponen yaitu : wawancara, frekuensi jumlah bahan makanan, pencatatan konsumsi. b. Metode Frekuensi Makanan (food frequensi) Metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu.
22
Meliputi hari, minggu, bulan, atau tahun, sehingga diperoleh gambaran pola konsumsi makanan secara kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu.
7. Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI a. Pendapatan Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 2001). b. Besar Keluarga Laju kelahiran yang tinggi berkaitan dengan kejadian kurang gizi, karena jumlah pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Akan tetapi tidak ukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 2003). Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahanpun tidak terpenuhi
oleh
karena
itu
keluarga
berencana
tetap
diperlukan
(Soetjiningsih, 2001) c. Pembagian dalam Keluarga Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Untuk bayi dan anak-anak,
23
pengaruh tambahan dari pembagian pangan yang tidak merata dalam unit keluarga bagi kesehatan (Depkes RI, 2003). d. Pengetahuan Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab penting dari gangguan gizi (Suhardjo, 2006). Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2000).
C. Kerangka Teori Penelitian Menurut Oetami (2003) perilaku ibu dalam memberikan MP-ASI terhadap status gizi balita umur 6-24 bulan di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah frekuensi pemberian, jumlah pemberian dan jenis MP ASI yang diberikan serta komposisi bahan MP ASI. Berikut ini adalah gambar kerangka teori penelitian : Frekuensi Pemberian
Penyakit Infeksi
Jumlah Pemberian Status gizi
Jenis MP- ASI Teknik pemberian MP- ASI
Asupan Makanan
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian
24
D. Kerangka Konsep Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori Oetami (2003), kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel dependen
Frekuensi Pemberian Jumlah Pemberian Status gizi Jenis MP- ASI Komposisi bahan sumber zat gizi Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian E. Hipotesa 1.
Ada pengaruh frekuensi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
2.
Ada pengaruh jumlah pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
3.
Ada pengaruh jenis MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
4.
Ada pengaruh komposisi bahan sumber zat gizi terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan disain penelitin cross sectional untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita umur 6-24 bulan pada bulan Mei di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar tahun 2013 yang berjumlah 321 orang. 2. Sampel Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus slovin (Notoatmodjo, 2005): n
N 1 N (d 2 )
Dimana : N = Besar populasi n = Besar sampel d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
25
26
n n n n n n
321 1 321(0,1) 2 321 1 321(0,01) 321 1 3,21 321 4,21 76,2 77
Setelah dilakukan perhitungan seperti diatas, maka didapatlah besar sampel sebanyak 77 orang. Selanjutnya sampel ini diambil menggunakan proporsional random sampling Tabel 3.1 Perkiraan Jumlah Sampel Di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Desa Lamsiem Cot Puklat Lamme Melaya Cot Geundreut Cot Madhi Paya Ue Cot Manraya Cot Karieng Mon Malem Kampung Blang Cot Jambo Cot Hoho Cot Rumpun Cot Nambak Cot Sayun Cot Leot Data Makmur Kaye Kunyit Teping Bate Empe Bata
Populasi 9 10 20 18 21 8 10 20 1 10 20 7 8 10 6 4 12 21 20 15 12
Sampel 3 3 4 4 5 3 3 4 0 3 4 2 2 3 2 1 3 5 4 3 3
27
22 23 24 25 26
Bung Page Cot Bagi Cot Meulangen Cot Mancang Bung Sidom Jumlah
13 15 14 10 7 321
2 3 3 3 2 77
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar tahun 2013. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 19 s/d 26 Agustus 2013
D. Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut : a.
Data Primer Data yang didapatkan dari hasil pembagian kuesioner kepada responden.
b.
Data Sekunder Data sekunder yaitu data berupa gambaran umum lokasi penelitian
2. Instrumen Penelitian Sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner yang terdiri dari dua bagian yaitu :
28
a.
Bagian A merupakan data demografi yang terdiri dari nama, usia dan berat badan.
b.
Bagian B merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka konsep dan berdasarkan literature yang telah disusun digunakan untuk mengukur pengaruh pengetahuan ibu tentang frekuensi pemberian MP-ASI, jumlah pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI dan Komposisi bahan MP-ASI terhadap status gizi Bayi umur 6-24 bulan
di wilayah kerja Puskesmas Blang Bintang
Kabupaten Aceh Besar yang terdiri dari 20 pernyataan yang dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu : 1) Bagian pertama merupakan pernyataan mengenai Status Gizi bayi yang diukur dengan menggunakan antropometri. 2) Bagian kedua merupakan pernyataan mengenai pengetahuan ibu tentang frekuensi pemberian MP-ASI, jumlah MP-ASI, jenis MPASI, dan komposisi MP-ASI yang disusun dalam bentuk dikotomi yang terdiri dari masing-masing 5 item pertanyaan dengan 2 (dua) alternative jawaban dengan nilai yaitu : “ya” dengan nilai 1 dan “tidak” dengan nilai 0.
29
E. Definisi Operasional Variabel Definisi Penelitian Operasional Variabel Dependen Status Gizi Tingkat kesehatan bayi yang diukur dengan indikator BB/U dan dihitung dengan cara perhitungan z-score dikelompokkan menurut standar baku WHO 2005 Frekuensi Jumlah kali pemberian pemberian MP-ASI MP-ASI
Jumlah pemberian MP-ASI
Besar pemberian MP-ASI
Jenis MPASI yang diberikan
Macam-macam jenis MP-ASI
Komposisi bahan MP ASI
Kandung dalam MPASI
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Menimbang berat badan bayi dengan menggunakan dacin hasilnya 2 SD, 2s/d 2 SD, -3 SD s/d < -2 SD, < - 3SD Dan menghitung umur bayi
Timbangan berat badan (dacin)
- Gizi Baik - Gizi Kurang
Ordinal
Membagi kuesioner pada responden dengan kriteria : - Sesuai jika x ≥ 2,81 - Tidak sesuai, jika x < 2,81 Membagi kuesioner pada responden dengan kriteria : - Sesuai jika x ≥ 2,92 - Tidak sesuai, jika x < 2,92 Membagi kuesioner pada responden dengan kriteria: - Komersil, jika x ≥2,792 - Tradisional, jika x<2,92 Membagi kuesioner pada responden dengan kriteria: - Ada, jika x ≥ 2,922 - Tidak Ada, jika x < 2,922
Kuesioner
- Sesuai - Tidak sesuai
Ordinal
Kuesioner
- Sesuai - tidak sesuai
Ordinal
Kuesioner
- Komersil - Tradisional
Ordinal
Kuesioner
- Ada - Tidak ada
Ordinal
30
F. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Teknik pengolahan data dilakukan melalui suatu proses dengan tahapan, adapun tahapan tersebut adalah : a.
Editing data (memeriksa) yaitu dilakukan setelah semua data terkumpul melalui pengecekan daftar isian. Tahap ini bertujuan untuk memeriksa kelengkapan isian data.
b.
Coding data (memberikan kode) yaitu memberi tanda kode terhadap check list dan kuesioner yang telah diisi dengan tujuan untuk mempermudah proses pengolahan data selanjutnya.
c.
Transfering data adalah tahap untuk memindahkan data ke dalam tabel pengolahan data
d.
Tabulasi
data
adalah
melakukan
klarifikasi
data
yaitu
mengelompokkan data variabel masing-masing berdasarkan kuisioner dan check list untuk dimasukkan ke dalam tabel. 2. Analisa Data Untuk mengukur hubungan pengetahuan ibu tentang frekuensi, jumlah, jenis dan komposisi bahan MP-ASI dengan status gizi bayi dilakukan analisa silang dengan menggunakan tabel silang (cross tabulation) dengan tingkat kemaknaan 0,05 (5%). Pengujian dilakukan dengan menggunakan software SPSS Ver 17.00 dengan metode statistik Chi-square test. Analisa data yang dilakukan meliputi :
31
a.
Analisa univariat Digunakan dengan metode statistic deskriptif untuk masing-masing variabel penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi berdasarkan persentase dari masing-masing variabel.Untuk menilai persentase kategori, pengelompokkan kata dipakai rumus persentase sebagai berikut (Sudjana,2005) fi x100% n Keterangan : P
P = Persentase fi = Jumlah responden menurut kategori n = Jumlah sampel 100% = bilangan tetap b. Analisa Bivariat Untuk mengukur pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dilakukan analisa silang dengan menggunakan tabel silang (cross tabulation) dengan tingkat kemaknaan 0,05 (5%). Pengujian dilakukan dengan menggunakan software SPSS Ver 17 dengan metode statistik Chisquare test. Penilaian dilakukan sebagai berikut : 1. Jika p value ≤ 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat. 2. Jika p value> 0,05, maka disimpulkan tidak ada pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat.
32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Blang Bintang merupakan Kecamatan pemekaran dari Kecamatan Ingin Jaya, Montasik dan Kuta Baro. Pemekaran Kecamatan Blang Bintang dituangkan dalam Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor: 3 tahun 2006. Kecamatan Blang Bintang mempunyai luas wilayah 70,51 km2 terletak pada posisi garis lintang -3,7861 dan garis bujur 119.651 dan ketinggian < 500 meter diatas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Blang Bintang sebagai berikut; a. Sebelah Barat
: Kecamatan Ingin Jaya
b. Sebelah Timur
: Kecamatan Mesjid Raya
c. Sebelah Utara
: Kecamatan Kuta Baro
d. Sebelah Selatan
: Kecamatan Montasik
B. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tanggal 19 sampai dengan 26 Agustus 2013 dengan jumlah sampel 77 orang. Pengumpulan data dilakukan pada Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. Adapun hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
33
1. Analisa Univariat 32
a). Status Gizi Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Bayi 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar No Status Gizi 1 Gizi Baik 2 Gizi Kurang Jumlah Sumber : Diolah Tahun 2013
Frekuensi 46 31 77
% 59,7 40,3 100
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa dari 77 responden, mayoritas yang mempunyai status gizi baik pada bayi 6-24 bulan yaitu sebanyak 46 orang (59,7). b) Frekuensi Pemberian MP-ASI Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pemberian MP-ASI pada bayi 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar No
Frekuensi Pemberian MPASI 1 Sesuai 2 Tidak Sesuai Jumlah Sumber : Diolah Tahun 2013
Frekuensi
%
50 27 77
64,9 35,1 100
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa dari 77 responden, mayoritas yang mempunyai frekuensi pemberian yang sesuai yaitu yaitu sebanyak 50 orang (64,9%).
34
c) Jumlah Pemberian MP-ASI Tabel 4.3 Distribusi Jumlah Pemberian MP-ASI pada bayi 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar No Jumlah Pemberian MP-ASI 1 Sesuai 2 Tidak Sesuai Jumlah Sumber : Diolah Tahun 2013
Frekuensi 51 26 77
% 66,2 33,8 100
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa dari 77 responden yang mempunyai jumlah pemberian yang sesuai yaitu sebanyak 51 orang (66,2%).
d) Jenis Pemberian Tabel 4.4 Distribusi Jenis Pemberian MP-ASI pada bayi 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar No Jensi Pemberian MP-ASI 1 Komersial 2 Tradisional Jumlah Sumber : Diolah Tahun 2013
Frekuensi 49 28 77
% 63,6 36,4 100
Dari tabel 4.4 diketahui bahwa dari 77 responden, mayoritas yang jenis pemberian komersial yaitu sebanyak 49 orang (63,6%).
35
e) Komposisi Pemberian MP-ASI Tabel 4.5 Distribusi Komposisi Pemberian MP-ASI pada bayi 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar No
Komposisi Pemberian MPASI 1 Ada 2 Tidak Ada Jumlah Sumber : Diolah Tahun 2013
Frekuensi
%
57 20 77
74 26 100
Dari tabel di atas diketahui bahwa dari 77 responden, mayoritas yang mempunyai komposisi pemberian yaitu sebanyak 57 orang (74%).
2. Analisa Bivariat a. Pengaruh Frekuensi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Tabel 4.6 Pengaruh Frekuensi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar
No 1 2
Frekuensi Pemberian MP-ASI Sesuai Tidak Sesuai Total
Status Gizi
%
Gizi Baik f %
Gizi Kurang f %
36 10 46
14 17 31
72 37 59,7
28 63 40,3
Jumlah
%
p
50 27 77
100 100 100
0,006
36
Sumber : Diolah Tahun 2013 Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 50 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI sesuai ternyata 36 orang (72%) mengalami status gizi baik sedangkan dari 27 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tidak sesuai ternyata 17 orang (63%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi square test diperoleh nilai p value 0,006, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh frekuensi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. b. Pengaruh Jumlah Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Tabel 4.7 Pengaruh Jumlah Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Acef Besar Jumlah Pemberian MP-ASI
Status Gizi
Gizi Baik No f % 1 Sesuai 38 74,5 2 Tidak Sesuai 8 30,8 Total 46 59,7 Sumber : Diolah Tahun 2013
Gizi Kurang f % 13 25,5 18 69,2 31 40,3
p Jumlah
%
51 26 77
100 100 100
0,001
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 51 responden yang jumlah pemberian MP-ASI sesuai ternyata 38 orang (74,5%) mengalami status gizi baik sedangkan dari 26 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tidak sesuai ternyata 18 orang (69,2%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi square test diperoleh nilai p value 0,001, hal ini menunjukkan bahwa ada
37
pengaruh jumlah pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
c. Pengaruh Jenis Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Tabel 4.8 Pengaruh Jenis Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar Jenis Pemberian MP-ASI
Status Gizi
Gizi Baik No f % 1 Komersial 36 73,5 2 Tradisional 10 35,7 Total 46 59,7 Sumber : Diolah Tahun 2013
Gizi Kurang f % 13 26,5 18 64,3 31 40,3
%
p
100 100 100
0,003
Jumlah 49 28 77
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 49 responden yang jenis pemberian MP-ASI secara komersial ternyata 36 orang (73,5%) mengalami status gizi baik sedangkan dari 28 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tradisional ternyata 18 orang (64,3%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi square test diperoleh nilai p value 0,003, hal ini menunjukkan
38
bahwa ada pengaruh jenis pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. d. Pengaruh Komposisi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Tabel 4.9 Pengaruh Komposisi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar Komposisi Pemberian MP-ASI
Status Gizi
Gizi Baik No f % 1 Ada 40 70,2 2 Tidak Ada 6 30,0 Total 46 59,7 Sumber : Diolah Tahun 2013
Gizi Kurang f % 17 29,8 14 70,0 31 40,3
%
p
100 100 100
0,004
Jumlah 57 20 77
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 57 responden yang ada komposisi pemberian MP-ASI ternyata 40 orang (70,2%) mengalami status gizi baik sedangkan dari 20 responden yang tidak ada komposisi pemberian MP-ASI ternyata 14 orang (70,0%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi square test diperoleh nilai p value 0,004, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh komposisi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
B. Pembahasan 1. Pengaruh Frekuensi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI sesuai ternyata 36 orang (72%) mengalami status gizi baik
39
sedangkan dari 27 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tidak sesuai ternyata 17 orang (63%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi square test diperoleh nilai
p value 0,006, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh frekuensi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. Untuk pertumbuhan yang baik, anak membutuhkan 2-4 kali makan utama disertai makanan selingan 1-2 kali dan berikan makanan beraneka ragam. Makanan selingan (snacks) akan memberikan tambahan energi dan zat gizi lainnya misalnya susu, roti atau biskuit yang di oles margarin atau mentega, selai kacang atau madu, buah, kue kacang, kentang rebus, adalah berbagai berbagai jenis makanan selingan yang sehat bergizi (Depkes RI, 2010). Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab penting dari gangguan gizi (Suhardjo, 2006). Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2000). Minuman bersoda, minuman buah yang manis, permen, es lilin dan kue/biskuit manis adalah makanan selingan yang tidak baik diberikan kepada anak, karena banyak mengandung gula tetapi harus waspada bahkan anak masih membutuhkan bantuan dan pengawasan/perhatian ketika sedang makan untuk memastikan makanan selingan dihabiskan (Depkes RI, 2010).
40
Menurut asumsi peneliti mayoritas responden mempunyai pengetahuan tentang frekuensi pemberian MP-ASI yang sesuai sehingga status gizinya baik, hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pemberian juga salah satu faktor penentu status gizi pada anak. Jika frekuensi yang tidak sesuai dalam pemberian bisa mengalami status gizi kurang. Pengetahuan ibu sangat berpengaruh terhadap gizi pada anak, jika orang tua mempunyai pengetahuan yang baik tentang pemberian MP-ASI maka anaknya akan mengalami status gizi baik. Pemberian MP-ASI yang sesuai juga menyebabkan status gizi kurang, walaupun ibu sudah sesuai dalam memberikan MP-ASI tetapi anak tetap menolak untuk memakannya, rasa apapun yang diberikan ibu anak tetap menolaknya dan bisa menyebabkan gizi kurang pada anaknya.
2. Pengaruh Jumlah Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 51 responden yang jumlah pemberian MP-ASI sesuai ternyata 38 orang (74,5%) mengalami status gizi baik sedangkan dari 26 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tidak sesuai ternyata 18 orang (69,2%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi square test diperoleh nilai
p value 0,001, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh jumlah pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. Seiring dengan pertumbuhan anak, jumlah makanan yang dibutuhkan meningkat. Bila anak sudah mulai mengkonsumsi MP-ASI, anak memerlukan waktu untuk membiasakan diri pada rasa maupun tekstur makanan baru tersebut.
41
Anak perlu belajar cara makan yang benar. Anjurkan pada pengasuh untuk mulai dengan 2 sampai 3 sendok kecil makanan yang diberikan 2 kali dalam sehari. Ketika anak bertambah besar, jumlah makanan yang diberikan juga bertambah, berikan makanan sebanyak yang diiinginkan anak dengan cara memberikan semangat (membujuknya) secara aktif. Pendidikan berpengaruh besar terhadap masalah yang dihadapi, termasuk masalah kesehatan, bila pendidikan tinggi maka kemungkinan akan mengambil keputusan sendiri untuk memecahkan masalah kesehatan, sebaliknya bila pendidikan rendah maka untuk membuat suatu keputusan dalam menghadapi masalah kesehatan membutuhkan bimbingan atau pendapat orang lain Menurut asumsi peneliti mayoritas responden yang memberikan MP-ASI dengan jumlah yang sesuai mengalami status gizi baik, hal ini menunjukkan bawa jumlah pemberian MP-ASI harus sesuai dengan kebutuhan anak, jika jumlah pemberian sesuai bisa menyebabkan status gizi baik. Sedangkan jumlah pemberian yang tidak sesuai bisa menyebabkan status gizi kurang. Hal ini juga berpengaruh terhadap pendidikan ibu, jika pendidikan ibu menengah maka akan memberikan MP-ASI yang sesuai dengan takaran yang sudah ditetap pada kemasan MP-ASI tersebut.
3. Pengaruh Jenis Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 49 responden yang jenis pemberian MP-ASI secara komersial ternyata 36 orang (73,5%) mengalami status gizi baik sedangkan dari 28 responden yang frekuensi pemberian MP-ASI tradisional ternyata 18 orang (64,3%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis
42
uji chi square test diperoleh nilai p value 0,003, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. Jenis-jenis MP-ASI yang diberikan pada bayi sebagai berikut (Depkes RI, 2010) : 1) Pisang. Banyak bayi yang memulai makanan padatnya dengan pisang yang dihaluskan. Pisang yang dipilih sebaiknya pisang kepok merah yang memang umumnya diberikan pada bayi. Untuk awal mula mungkin 1 buah pisang kecil sudah cukup dan bisa anda kerik dengan sendok kecil agar halus dan mudah ditelan bagi anak anda yang belum punya gigi saat ini. 2) Bubur beras merah. Anda dapat membuat sendiri dengan cara membeli beras merah yang ada di supermarket dan menjadikan bubur. Cara pemberiannya pun mudah, anda dapat mencampurkan bubur beras merah yang kaya dengan vitamin ini dengan susu formula bayi - agar lidah bayi anda tidak merasa asing. Untuk pertama kali, buatlah sedikit dahulu dan ini bisa dijadikan variasi makanan agar bayi tidak bosan. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru, pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketrampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan hidup baru, masa kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental, semakin bertambah umur seseorang keinginan pengetahuan tentang kesehatan. Umur yang lebih cepat menerima pengetahuan adalah 18-40 tahun.
43
Menurut
asumsi
peneliti
mayoritas
responden
yang
mempunyai
pengetahuan tentang jenis pemberian MP-ASI yang komersial bisa mengalami status gizi baik, sedangkan yang jenis pemberian tradisional bisa menyebabkan status gizi kurang. Jika jenis pemberian MP-ASI komersial sudah ditetapkan takarannya sehingga status gizi baik. Sedangkan jenis pemberian tradisional hanya menduga-duga saja jenis pemberian sehingga bisa mengalami status gizi kurang. Jika ibu mempunyai umur 18-40 tahun sudah tentu memberikan MP-ASI komersil dibandingkan dengan ibu yang sudah berumur > 45 tahun. Jika mempunyai umur ibu di atas 45 tahun tentu memberikan MP-ASI tradisional kepada bayinya.
4. Pengaruh Komposisi Pemberian MP-ASI Terhadap Status Gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 52 responden yang ada komposisi pemberian MP-ASI ternyata 40 orang (76,9%) mengalami status gizi baik sedangkan dari 25 responden yang tidak ada komposisi pemberian MP-ASI ternyata 19 orang (76,0%) mengalami status gizi kurang. Hasil analisis uji chi square test diperoleh nilai
p value 0,000, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh komposisi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. Pemberian
MP-ASI
berarti
memberikan
makanan
lain
sebagai
pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak usia 6 sampai 24 bulan. MPASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang dapat mememnuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan optimal. MP-ASI diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak, mulai dari MP-ASI jenis lumat, lembik sampai anak menjadi terbiasa dengan makanan keluarga. Di
44
samping MP-ASI, pemberian ASI terus dilanjutkan sebagai sumber zat gizi dan faktor pelindung penyakit hingga anak mencapai anak usia dua tahun atau lebih. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih, 2001) Menurut
asumsi
peneliti
mayoritas
responden
yang
mempunyai
pengetahuan tentang komposisi pemberian MP-ASI yang ada ternyata mengalami status gizi baik, hal ini menunjukkan bahwa ibu memberikan makanan yang mempunyai komposisi dalam MP-ASI sehingga bayi tumbuh sehat. Pendapatan juga berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI pada bayi. Jika orang tua mempunyai pendapatan rendah maka komposisi yang bisa diberikan sesuai dengan pendapatan yang dimilikinya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Ada pengaruh frekuensi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. 2. Ada pengaruh jumlah pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
45
3. Ada pengaruh jenis pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar. 4. Ada pengaruh komposisi pemberian MP-ASI terhadap status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
B. Saran 1. Bagi Institusi Puskesmas Blang Bintang Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak Puskesmas dalam melakukan intervensi dan pemantauan ke Posyanduposyandu berkaitan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) bagi ibu-ibu yang baru menyusui.
2. Bagi Peneliti
44
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan sebagai pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat dibangku kuliah, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang status gizi bayi umur 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar.
46
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BAYI UMUR 6 – 24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BLANG BINTANG KABUPATEN ACEH BESAR
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
47
Oleh:
SEFTI HERITA NIM : 121010210032
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN BANDA ACEH
TAHUN 2013
Kuesioner Penelitian FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BAYI UMUR 6 – 24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BLANG BINTANG KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2013
A. Identitas Responden Hari / tanggal
:
No. Responden
:
Nama Bayi
:
Umur
:
TB
:
48
Jenis Kelamin
:
B. Pertanyaan Khusus Petunjuk pengisian : Isilah pernyataan berikut ini dengan memberikan tanda silang (x) pada salah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat. I. Pengetahuan tentang Frekuensi Pemberian MP ASI 1. Menurut ibu, berapa kali frekuensi pemberian MP ASI pada bayi berusia 68 bulan? a. Sekali sehari b. 1-2 kali sehari c. 3 kali sehari 2. Menurut ibu, berapa kali frekuensi pemberian MP ASI pada bayi berusia 89 bulan? a. 1 kali sehari b. 2-3 kali sehari c. 4kali sehari
3. Menurut ibu, berapa kali frekuensi pemberian MP ASI pada bayi berusia 912 bulan? a. 3-4 kali sehari b. 2 kali sehari c. > 5 kali sehari 4. Menurut ibu, berapa kali frekuensi pemberian MP ASI pada anak berusia 12-24 bulan? a. 3-4 kali sehari b. 2 kali sehari c. > 5 kali sehari
II. Pengetahuan tentang Jumlah Pemberian MP ASI 1. Menurut ibu, berapa banyak MP ASI yang diberikan pada bayi berusia 6-8 bulan? a. 2-3 sendok teh b. 1-2 sendok teh c. > 4 sendok teh 2. Menurut ibu, berapa banyak MP ASI yang diberikan pada bayi berusia 8-9 bulan? a. 2-3 sendok makan
49
b. c.
3-4 sendok makan > 5 sendok makan
3. Menurut ibu, berapa banyak MP ASI yang diberikan pada bayi berusia 9-12 bulan? a. 2-3 sendok makan b. 3-4 sendok makan c. > 5sendok makan 4. Menurut ibu, berapa banyak MP ASI yang diberikan pada bayi berusia 1224 bulan? a. sendok makan b. sendok makan atau lebih c. 1 gelas III. Pengetahuan tentang Jenis MP ASI 1.
2.
Menurut ibu, berapa jenis bahan dasar untuk pemberian MP ASI pada bayi berusia 6-8 bulan? a. 1-2 jenis bahan dasar b. 2-3 jenis bahan dasar c. > 4 jenis bahan dasar Menurut ibu, berapa jenis bahan dasar untuk pemberian MP ASI pada bayi berusia 8-9 bulan? a. 1-2 jenis bahan dasar a. 2-3 jenis bahan dasar b. > 4 jenis bahan dasar
3.
Menurut ibu, berapa jenis bahan dasar untuk pemberian MP ASI pada bayi berusia 9-12 bulan? a. 1-2 jenis bahan dasar b. 3-4 jenis bahan dasar c. > 5 jenis bahan dasar
4.
Menurut ibu, berapa jenis bahan dasar untuk pemberian MP ASI pada bayi berusia 12-24 bulan? a. 3-4 jenis bahan dasar b. Sudah bisa diberikan makanan orang dewasa (makanan keluarga) c. 5 jenis bahan dasar
IV. Pengetahuan tentang Komposisi Bahan MP ASI 1. Menurut ibu, komposisi bahan makanan pendamping ASI terdiri dari a. Energi, protein, vitamin, mineral b. Energi, protein, kalori c. Kalori saja
50
2. Menurut ibu, komposisi bahan makanan pendamping ASI untuk menggantikan sel-sel yang rusak adalah a. Protein b. Vitamin larut air c. Lemak 3. Menurut ibu, komposisi bahan makanan pendamping ASI untuk meningkatkan aktifitas anak adalah a. Energi b. Protein c. Lemak 4. Menurut ibu, komposisi bahan makanan pendamping ASI seperti vitamin A dan vitamin D termasuk juga vitamin a. Vitamin larut lemak b. Vitamin larut air c. Vitamin yang tidak larut dalam air