1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI, 1979). Keunggulan sediaan ini antara lain proses produksinya yang mudah serta ekonomis, stabilitas yang relatif lebih baik, distribusi dan penyimpanannya yang mudah, nyaman dalam penggunaanya dan dosis lebih akurat dibandingkan sediaan cair oral (Harbir, 2012). Dalam pembuatan tablet, metode yang umum digunakan adalah metode kempa langsung. Metode
tersebut
memiliki
keunggulan
dibandingkan dengan metode pembuatan tablet yang lain, yaitu efisiensi energi dan waktu (Ansel, 2005). Pada metode kempa langsung hanya dapat menggunakan bahan-bahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik (Harbir, 2012). Amilum merupakan bahan tambahan yang paling umum digunakan dalam pembuatan tablet. Amilum dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan penghancur, atau sebagai bahan pengikat. Kemampuan sebagai bahan pengikat disebabkan oleh kandungan amilosa pada amilum, semakin besar kandungan amilosa pada amilum akan meningkatkan kemampuannya sebagai pengikat. Kandungan amilosa yang dimiliki amilum singkong sebesar 19,17% (Wiguna, 2014). Kandungan amilosa amilum singkong yang cukup tinggi dan nilai ekonominya yang rendah serta mudah diperoleh di Indonesia menyebabkan amilum
1
2
singkong sangat potensial untuk dikembangkan sebagai eksipien tablet (Syukri, 2010) Dari beberapa keunggulan yang dimiliki, amilum alami juga memiliki kekurangan yaitu tidak dapat digunakan pada produksi tablet dengan metode kempa langsung karena memiliki kompresibilitas dan sifat alir yang kurang baik (Odeku, 2010; Soebagio et al., 2009). Pada tablet ranitidin hidroklorida eksipien selulosa mikrokristal, karboksi metil selulosa natrium, sukralosa, dan manitol merupakan bahan-bahan yang umum digunakan (Mannur, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat alir dan kompresibilitas dari amilum antara lain bentuk partikel, ukuran partikel, kelembaban dan bobot jenis. Bentuk dan ukuran partikel berpengaruh terhadap susunan antara partikel dari amilum, semakin rapat susunan partikel semakin sulit serbuk untuk mengalir dan kompresibilitas semakin besar. Kadar lembab mempengaruhi luas kontak antar partikel serbuk sehingga menyebabkan sifat alir berkurang serta meningkatkan kompresibilitas akibat partikel yang terdeformasi. Sifat alir amilum juga dipengaruhi oleh bobot jenis. Bobot jenis yang semakin besar akan menyebabkan sifat alir yang lebih baik (Schulze, 2006; Stasiak et al., 2013). Sifat alir kurang baik yang dimiliki amilum alami disebabkan karena bentuk granul amilum alami yang oval polihedral sehingga strukturnya cenderung agak rapat (Soebagio et al., 2009). Oleh sebab itu, amilum alami
perlu
dilakukan
modifikasi
untuk
memperbaiki
sifat
alir
dan
kompresibilitasnya agar dapat digunakan pada produksi tablet dengan metode kempa langsung.
3
Amilum termodifikasi merupakan suatu amilum yang diproses secara kimiawi, mekanis, maupun enzimatis sehingga diharapkan akan diperoleh amilum yang mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang lebih baik dari amilum asalnya sehingga dapat digunakan sebagai eksipien (Voigt, 1995). Modifikasi amilum secara fisika salah satunya adalah melalui proses pregelatininasi. Terdapat dua jenis amilum pregelatin, yaitu amilum partially pregelatinized dan amilum fully pregelatinized. Amilum partially pregelatinized memiliki ukuran partikel 587,2 µm dengan susunan amilum tunggal bergerombol, dan memiliki laju alir 8,7 gram/detik (Sari, 2010), sedangkan pada amilum singkong fully pregelatinized memiliki ukuran partikel 565,5 µm, dan laju alir 13,7 gram/detik (Wiradewi, 2014). Berdasarkan data tersebut amilum singkong fully pregelatinized memiliki sifat yang lebih baik dari amilum singkong partially pregelatinized untuk digunakan sebagai eksipien pada tablet kempa langsung. Pada penelitian Wiguna (2014) dan Dewi (2014) diketahui bahwa amilum singkong fully pregelatinized yang diproses pada rasio air dan amilum 1:1 dengan pemanasan pada suhu 100°C menghasilkan eksipien yang memiliki kelembaban dan jumlah fines yang rendah, distribusi ukuran partikel sempit, sifat alir yang sangat baik, serta kelarutan dan daya serap air yang tinggi. Menurut Balasubramaniam et al. (2008), interaksi ionik antara zat aktif dengan eksipien dapat mempengaruhi proses disolusi sediaan sehingga menyebabkan penurunan atau tidak sempurnanya pelepasan zat aktif dari sediaan. Penelitian oleh Yusuf (2008) dan Rahayuningsih (2010) yang menggunakan amilum singkong pregelatinisasi sebagai eksipien tablet kempa langsung dengan permodelan zat aktif
4
Parasetamol (senyawa non-ionik) dan Aspirin (senyawa anionik), masing-masing menghasilkan tablet dengan disolusi yang baik dan memenuhi persyaratan tablet. Pada penelitian ini digunakan senyawa kationik sebagai permodelan yaitu ranitidin hidroklorida. Ranitidin hidroklorida dipilih sebagai model karena senyawa tersebut merupakan senyawa kationik dan umum digunakan untuk pengobatan pasien dengan gangguan pencernaan di Indonesia. Ranitidin hidroklorida merupakan zat aktif yang diproses menjadi tablet menggunakan metode kempa langsung. Metode tersebut digunakan karena ranitidin hidroklorida memiliki sifat yang tidak tahan panas dan lembab (Widyastuti, 2009). Tablet ranitidin yang diproduksi dengan rasio amilum partially pregelatinized dan zat aktif (1:1) menghasilkan tablet dengan variasi bobot yang rendah, kekerasan dan kerapuhan yang memenuhi persyaratan, serta waktu hancur dan disolusi tablet yang cepat (Cunningham, 2005). Pada produksi tablet ranitidin dengan amilum fully pregelatinized oleh Manur et al., (2010) menggunakan rasio eksipien : zat aktif (1:1) diperoleh hasil yang serupa. Tablet ranitidin HCl dengan rasio amilum fully pregelatinized dan zat aktif (1:2) juga menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan uji fisik dan dissolusi tablet (Rahayu,2014). Pada tablet ranitidin dengan amilum fully pregelatinized terdapat peningkatan pada kekerasan dan kerapuhan yang lebih kecil dibandingkan tablet dengan eksipien amilum partially pregelatinized, tetapi masih berada pada rentang persyaratan sifat fisik tablet (Olowosulu, 2011). Berdasarkan data tersebut, pada penelitian ini akan dilakukan variasi terhadap rasio eksipien amilum singkong fully pregelatinized dan ranitidin hidroklorida dengan menggunakan rasio 1:2 dan 1:1 untuk mengetahui pengaruh eksipien
5
amilum singkong fully pregelatinized terhadap sifat fisik dan profil disolusi dari tablet ranitidin. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan pada sifat fisik tablet ranitidin hidroklorida setelah dilakukan variasi perbandingan ranitidin hidroklorida dan eksipien amilum singkong fully pregelatinized? 2. Apakah terdapat perbedaan pada profil disolusi tablet ranitidin hidroklorida setelah dilakukan variasi perbandingan ranitidin hidroklorida dan eksipien amilum singkong fully pregelatinized?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada sifat fisik tablet ranitidin hidroklorida setelah dilakukan variasi perbandingan ranitidin hidroklorida dan eksipien amilum singkong fully pregelatinized. 2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada profil disolusi tablet ranitidin hidroklorida setelah dilakukan variasi perbandingan ranitidin hidroklorida dan eksipien amilum singkong fully pregelatinized.
1.4 Manfaat Penelitian Memberikan alternatif dalam pemilihan eksipien untuk formulasi sediaan tablet ranitidin hidroklorida dengan metode kempa langsung.