ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU TERHADAP BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010
Oleh : NURA VERIYAL 106101003348
PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431H/2010 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2010
Nura Veriyal
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 17 Desember 2010 Nura Veriyal, NIM: 106101003348 Analisis Pola Asuh Gizi Ibu Terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 xxvii + 253 halaman, 8 tabel, 3 bagan, 11 lampiran ABSTRAK Kekurangan gizi pada balita baik akut maupun kronis, dapat dipastikan mempengaruhi daya tahan tubuh, pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif balita, yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada meningkatnya kematian dan kesakitan balita, serta menurunnya prestasi akademik dan produktivitas sumber daya manusia di masa mendatang. Pola asuh anak yang tidak memadai merupakan faktor penting dalam menyebabkan masalah gizi kurang pada balita. Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak, yang dapat dilihat dari perilaku ibu dalam mengasuh anaknya terutama dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh gizi ibu yang meliputi perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010, yang dilakukan pada bulan Agustus - November tahun 2010. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus (case study). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik ibu balita dalam hal perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan balita, dan observasi terhadap praktik pemberian makan dan praktik pemeliharaan kesehatan. Informan utama dalam penelitian ini adalah ibu balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010. Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemberian makan secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan yang buruk. Namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan yang baik dalam hal penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI kepada balita, selain itu mereka juga memiliki sikap yang baik terhadap komposisi dan porsi makanan, penyiapan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI, serta memiliki praktik yang baik dalam hal pengolahan dan penyimpanan makanan, waktu pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan makanan.
iii
Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan dan praktik pemeliharaan kesehatan yang buruk terhadap balitanya. Namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki sikap yang baik terhadap semua aspek pemeliharaan kesehatan balita. Selain itu, mereka juga memiliki pengetahuan yang baik mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan balita, serta praktik yang baik dalam hal pengobatan penyakit dan pemantauan status gizi balita. Pola asuh gizi atau perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P yang buruk dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan, merupakan penyebab balita menderita KEP dan tidak mengalami peningkatan status gizi. Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P yang buruk, mungkin disebabkan oleh kurangnya arahan dari petugas kesehatan atau kurangnya pemahaman dan kesadaran mereka untuk mematuhi aturan petugas kesehatan, serta kurangnnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik bagi balita. Sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi ternyata memiliki pola asuh gizi yang lebih baik dibandingkan dengan ibu balita KEP penerima PMT-P yang tidak mengalami peningkatan status gizi. Faktorfaktor yang dominan dalam menaikkan status gizi adalah pemberian makanan utama dan makanan tambahan dengan porsi dan frekuensi yang cukup, serta mengandung kalori tinggi, tidak membiarkan balita jajan, dan selalu memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan ketika balita sakit dan memberikan suplemen vitamin. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada petugas puskesmas sebaiknya melakukan konseling pemberian makan dengan menggunakan contoh menu makanan yang dilengkapi dengan komposisi, porsi, frekuensi dan cara penyajiannya, serta mudah dipahami oleh ibu balita, dan kegiatan konseling lebih ditingkatkan lagi terutama dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan. Disarankan kepada instansi pemerintah, sebaiknya melakukan peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih, penyediaan jamban sehat dan tempat pengolahan sampah terpadu. Dan disarankan kepada ibu balita KEP dan keluarga, sebaiknya memberikan makanan dengan komposisi yang beragam dan porsi yang lebih besar, menambah frekuensi makan, mengurangi kebiasaan jajan balita, dan menyajikan makanan yang menarik dan bervariasi, serta menjaga kebersihan balita, diri sendiri dan lingkungan sekitar balita, dan mematuhi arahan dan petunjuk petugas kesehatan dalam usaha pemberian makan maupun pemeliharaan kesehatan balita. Daftar bacaan: 66 (1985-2010) Kata kunci: Pola Asuh Gizi, Perilaku, Status Gizi.
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduate Thesis, 17 December 2010 Nura Veriyal, NIM: 106101003348 The Pattern of Maternal Nutrition Care Analysis for Children Under Five Years Old with Protein Energy Malnutrition who Received PMT-P in Puskesmas Pagedangan Tangerang at 2010 xxvii + 253 pages, 8 tables, 3 charts, 11 attachments ABSTRACT Malnutrition among children under five both acute and chronic, can certainly affect the immune system, physical growth and cognitive development of infants those in turn contribute to increased mortality and morbidity in children under five years old, and decreased academic achievement and productivity of human resources in the future. The pattern of inadequate child care is an important factor in causing the problem of malnutrition. Parenting nutrition is part of the pattern of child care, which can be seen from the behavior of mothers in caring their children, especially in terms of feeding and health maintenance. This study aims to determine the pattern of maternal nutrition care, including feeding behavior and health maintenance in children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P in Puskesmas Pagedangan Tangerang at 2010, was conducted in August - November of 2010. This study used a qualitative approach with case study research strategy. Techniques of data collection was done by in-depth interview about the knowledge, attitudes, and practices of mothers in feeding behavior and health maintenance, and observation of feeding practices and health maintenance practices. Key informants in this study were mothers of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P in Puskesmas Pagedangan Tangerang at 2010. Maternal behavior of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P in terms of feeding behavior in general was bad, because most of them have the knowledge, attitudes and practices in terms of feeding behavior which included bad. But even so, most of them have good knowledge in terms of preparation or processing of food, feeding frequency, and breastfeeding for infants, other than that they also have a good attitude on the composition and amount of food, food preparation, frequency of feeding, and breastfeeding, as well as having good practice in terms of processing and storage of food, feeding time, breastfeeding and dietary restrictions. Maternal behavior of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P in terms of child health maintenance in general was bad, because most of them have the knowledge and practices in terms of child health maintenance which included bad. But even so, most of them have a good attitude v
towards all aspects of child health maintenance. In addition, they also have good knowledge about the prevention and treatment of infectious diseases and child health maintenance ways, and good practice in terms of disease treatment and monitoring of nutritional status of children. The bad pattern of parenting nutrition or the bad maternal behavior in terms of feeding behavior and health maintenance is the cause of children under five years old who received PMT-P are suffering Protein Energy Malnutrition and not increased nutritional status. The bad behavior of mothers may be caused by a lack of referrals from health workers or lack of understanding and awareness of them to comply with the rules of health workers, as well lack of facilities and infrastructure that can support the good practices in terms of feeding behavior and health maintenance for children under five years old. Most of the mothers of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P who have increased nutritional status appeared to have the pattern of nutrition care better than the mothers of children under five years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P who have not increased nutritional status. The dominant factors in improving the nutritional status is feeding of the main meal and additional food by enough in portion and frequency, and high in calories, do not let children snack, and always giving the drug as recommended by health officials when a child is sick, and provide vitamin supplements. Based on the research, recommended to the staff of puskesmas, feeding counseling should be done by using a sample food menu that comes with the composition, the portion, the frequency and manner of presentation, and easily understood by the mother of a children under five years old, and counseling activities further enhanced, especially in terms of feeding and maintenance health. Recommended to local government, should be improving community access to clean water, provision of healthy latrine, and integrated waste processing site. And recommended to the mother and family who have children under five years old with malnutrition should be given food with varying composition and a larger portion, add the frequency of meals, reducing habits of snacks, and presents an interesting and varied food, and keep hygiene for children, yourself and the environment, and comply to the direction and guidance of health workers in the business of feeding and child health care. Reading list: 66 (1985-2010) Keywords: Parenting Nutrition, Behavior, Nutritional Status.
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN
ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU TERHADAP BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010
Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 17 Desember 2010
Mengetahui
Minsarnawati, SKM, M.Kes Pembimbing I
Febrianti, M.Si Pembimbing II
vii
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 17 Desember 2010
Mengetahui,
Penguji I
Minsarnawati, SKM, M.Kes
Penguji II
Febrianti, M.Si
Penguji III
Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, MA viii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Identitas Diri Nama
: Nura Veriyal
Tempat/Tanggal Lahir
: Tangerang/19 Desember 1987
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Kp. Lengkong Kulon RT 02 RW 01 No. 47 Desa Lengkong kulon Pagedangan Tangerang 15331
Nomor Telepon
: 021-5375680/ 085695389932
Riwayat Pendidikan 1994 – 2000
Madrasah Ibtidaiyah Raudlatul Irfan Lengkong Kulon
2000 – 2003
Madrasah Tsanawiyah Raudlatul Irfan Lengkong Kulon
2003 – 2006
SMA Yuppentek 1 Tangerang (Kelas III bidang studi IPA)
2006 – 2010
Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
LEMBAR PERSEMBAHAN
“Niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujaadalah: 11)
Pengetahuan tidaklah cukup; kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup; kita harus melakukannya… ( Johann Wolfgang von Goethe)
“Dimana ada kemauan, disitu ada jalan”
Skripsi ini mengajariku banyak hal, kesabaran, ketekunan, kerja keras, kejujuran, dan sisi lain dari kehidupan yang tak pernah ku sadari sebelumnya ada di sekelilingku….
Skripsi ini ku persembahkan untuk Kedua Orang Tuaku tersayang... Dan untuk semua orang tua yang selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya... x
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Pola Asuh Gizi Ibu Terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010”. Shalawat serta salam penulis mohonkan ke hadirat Allah SWT, semoga selalu dialirkan kepada nabi dan rasul akhir zaman, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, segenap sahabat dan bahkan umat-Nya. Amin. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini. Terima kasih ini penulis haturkan kepada : 1. Orang tuaku tercinta atas segala doa, nasihat, perjuangan, pengorbanan serta dukungan moril dan materil yang tiada henti. 2. Bapak Prof. DR (HC) dr. MK Tajudin S.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para dosen program studi
Kesehatan masyarakat UIN syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, dan Ibu Febrianti, M.Si, selaku pembimbing skripsi. Terima kasih atas nasihat dan dukungan ibu. 5. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, khususnya staf seksi gizi sub bagian kesehatan keluarga.
xi
6. Staf Puskesmas Pagedangan, khususnya staf yang bertugas dalam program pemberian PMT-P. Terimakasih atas segala kesempatan, bantuan dan ilmu yang diberikan selama ini. 7. Para Ibu balita penerima PMT-P beserta keluarga, terimakasih atas kesediaannya menjadi informan dan membiarkanku melihat kehidupan kalian yang memberikan banyak sekali pelajaran dan hikmah untukku. Semoga anak-anak ibu kelak menjadi anak yang sukses dan sehat. Amin. 8. Kedua adikku tersayang, atas kesediannya hidup bersamaku selama ini. 9. Sahabat-sahabatku Eka, Nur, Yeni dan sahabat satu bimbingan yang lain. Terimakasih atas doa, semangat dan bantuannya selama ini. Bersama kalian bimbingan dan pembuatan skripsi terasa menyenangkan. 10. Sahabat-sahabatku Ine, Neneng, Rena, Aulia, Nawang, Afni dan indah. Terimakasih atas saran, doa dan dukungannya, sampai kapanpun kalian tetap sahabatku. 11. Sahabat-sahabatku sedari kecil “barudak sekampung”, terimakasih untuk canda tawa, dukungan dan pengertian kalian selama menyelesaikan skripsi. 12. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakaih untuk semua. Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan kritikanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta, Desember 2010
Penulis xii
DAFTAR ISI
Halaman PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………….
ii
ABSTRAK………………………………………………………………………...
iii
ABSTRACT…………………………………………………………………….....
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………...……….
vii
PENGESAHAN PANITIA SIDANG……………………………………………
viii
RIWAYAT HIDUP PENULIS…………………………………………………..
ix
LEMBAR PERSEMBAHAN…………………………………………………….
x
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
xiiii
DAFTAR ISI ..…………………………………………………………................
xiii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..
xviii
DAFTAR BAGAN………………………………………………………………..
xix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..
xx
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...
1
1.1 Latar Belakang……………………………….…….…………………
1
1.2 Rumusan Masalah………………..……….….....…………………….
8
1.3 Pertanyaan Penelitian…………………………………………………
9
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………..
9
1.4.1 Tujuan Umum…………………………………………………..
9
1.4.2 Tujuan Khusus………………………………………………….
9
xiii
1.5 Manfaat Penelitian……………………………..……………………..
10
1.5.1 Bagi Civitas Akademika………………………………………..
10
1.5.2 Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang…
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian………………………………..…………..
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………
12
2.1 Perilaku……………………………………………………………….
12
2.1.1 Pengertian……………………………………………………...
12
2.1.2 Proses Adopsi Perilaku………………………………………..
13
2.1.3 Domain Perilaku………………………………………………
14
2.2 Pola Asuh Anak………………………………………………………
18
2.3 Perilaku Pemberian Makan pada Balita………………………............
20
2.3.1 Komposisi dan Porsi Makanan Balita…………………………
21
2.3.2 Pengolahan dan Penyajian Makanan.………………………….
25
2.3.3 Frekuensi Pemberian Makanan………......................................
28
2.3.4 Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).......
30
2.3.5 Pemberian Makanan Tambahan…………….............................
33
2.3.6 Pengukuran dan Indikator Perilaku Makan……………............
34
2.4 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan pada Balita……..……...................
37
2.4.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita dan Pencarian Pengobatan…………………………………………………….
38
2.4.2 Perilaku Kesehatan Lingkungan…………………………….....
41
2.4.3 Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan………………
44
xiv
2.5 Status Gizi Balita……………………………………………………..
48
2.5.1 Pengertian Status Gizi……………….………………………...
48
2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita………...
49
2.6 KEP pada Balita………………………………………..……..............
51
2.6.1 Marasmus..……………………………………………………..
53
2.6.2 Kwashiorkor…….……………………………………………..
54
2.6.3 Marasmik-Kwashiorkor………………………………………..
55
2.7 Pemberian Makanan Tambahan (PMT)……………………………...
55
2.7.1 Pengertian PMT………………………………………………..
55
2.7.2 Tujuan PMT……………………………………………………
56
2.7.3 Jenis-Jenis PMT………………………………………………..
58
2.7.4 Ketentuan Pemberian PMT……………………………………
60
2.7.5 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan PMT…………………….
61
2.7.6 Penyelenggaraan PMT…………………………………………
61
2.7.7 Dampak PMT pada Status Gizi………………………………..
62
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL, DEFINISI ISTILAH DAN HIPOTESIS……………………………………………………………
64
3.1 Kerangka Konseptual……………………………………………......
64
3.2 Definisi Istilah…………………………………………………………
68
3.3 Hipotesis………………………………………………………………
76
xv
BAB IV METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN…………..………..
78
4.1 Jenis Penelitian...............................................................................
78
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian...............................................................
78
4.3 Informan Penelitian...............................................................................
79
4.4 Instrumen Penelitian........................................................................
80
4.5 Pengumpulan Data................................................................................
80
4.6 Analisis Data.........................................................................................
81
4.7 Validitas Data.................................................................................
83
BAB V HASIL........................................................................................................
85
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.....................................................
85
5.1.1 Profil Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2009............................................................................................
85
5.1.2 Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Tahun 2009 - 2010.....................................................................
86
5.2 Karakteristik Informan..........................................................................
87
5.2.1 Informan Utama..........................................................................
87
5.2.2 Informan Pendukung..................................................................
94
5.3 Hasil Penelitian.....................................................................................
98
5.3.1 Gambaran Pengetahuan Pemberian Makan................................
99
5.3.2 Gambaran Sikap Pemberian Makan...........................................
109
5.3.3 Gambaran Praktik Pemberian Makan.........................................
119
5.3.4 Gambaran Perilaku Pemberian Makan.......................................
147
xvi
5.3.5 Gambaran Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita...........
154
5.3.6 Gambaran Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita......................
163
5.3.7 Gambaran Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita....................
170
5.3.8 Gambaran Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita..................
189
BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................
195
6.1 Pengetahuan Pemberian Makan............................................................
195
6.2 Sikap Pemberian Makan.......................................................................
199
6.3 Praktik Pemberian Makan.....................................................................
203
6.4 Perilaku Pemberian Makan...................................................................
220
6.5 Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita.......................................
223
6.6 Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita..................................................
226
6.7 Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita................................................
228
6.8 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita..............................................
235
6.9 Pola Asuh Gizi......................................................................................
238
6.10 Faktor-Faktor yang Dominan dalam Menaikkan Status Gizi Balita....
240
6.11 Keterbatasan Penelitian.......................................................................
245
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN....................................................................
247
7.1 Simpulan...............................................................................................
247
7.2 Saran.....................................................................................................
250
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….
xxi
LAMPIRAN…………..…………………………………………………………..
xxviii
xvii
DAFTAR TABEL Nama Tabel
Halaman
Tabel 2.1
Pengukuran Makanan Balita……………................................
30
Tabel 3.1
Definisi Istilah………………………………………………..
68-75
Tabel 4.1
Sumber dan Metode Pengambilan Data...................................
84
Tabel 5.1
Karakteristik Ibu dari Balita yang Mengalami Peningkatan Status
Gizi
yang
Mendapat
PMT-P
di
Puskesmas
Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010…………….. Tabel 5.2
Karakteristik Ibu dari Balita yang Tidak Mengalami Peningkatan Status Gizi yang Mendapat
PMT-P di
Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010... Tabel 5.3
91
Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang Mengalami
Peningkatan
Status
Gizi
di
Puskesmas
Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010…………….. Tabel 5.4
88
94
Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang Tidak Mengalami Peningkatan Status Gizi di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010……………..
Tabel 5.5
96
Karakteristik Staf Puskesmas yang Terlibat Langsung dalam Program PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010……………………………………….
xviii
97
DAFTAR BAGAN
Nama Bagan
Halaman
Bagan 2.1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi………..…
51
Bagan 3.1
Kerangka Konseptual Pola Asuh Gizi.................................
67
Bagan 4.1
Model Analisis Interaktif………………………………….
83
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1:
Surat ijin pengambilan data skripsi
Lampiran 2 :
Surat ijin penelitian skripsi
Lampiran 3 :
Surat keterangan telah melakukan penelitian skripsi
Lampiran 4 :
Pedoman wawancara mendalam bagi ibu dari balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010
Lampiran 5 :
Pedoman wawancara mendalam bagi keluarga dari balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010
Lampiran 6 :
Pedoman wawancara mendalam bagi Staf Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang yang terlibat langsung dalam program PMT-P
Lampiran 7 :
Pedoman Observasi
Lampiran 8 :
Matriks hasil wawancara mendalam dengan informan utama ibu balita Penerima PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010
Lampiran 9 :
Matriks hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung keluarga ibu balita Penerima PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010
Lampiran 10:
Matriks hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung staf puskesmas yang terlibat
dalam program PMT-P di Puskesmas
Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 Lampiran 11:
Foto hasil observasi
xx
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Dina S dan Maria Poppy, Herlianty, 2003, Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita, Puspa Swara, Jakarta. Almatsier, Sunita, 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan ke Empat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anonim, 2008, Status Gizi, Persagi Cabang Kapuas Kalteng, November 2008, [online] [Diakses tanggal 21 Juni 2010];
. , 2009, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Anak Usia Prasekolah, ProHealth,
Februari
2009,
[online]
[Diakses
tanggal
[online]
[Diakses
21
Juni
2010];
juli
2010];
.
,
2010,
Materi
IV
Observasi,
13
. Arisman, 2002, Gizi Dalam Daur Kehidupan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Palembang. Austin, J.E. 1981, Agroindustrial Project Analysis, EDI Series in Economic Development, Washington, D.C. USA. Baum, Frans, 1998, The New Public Health an Australian Perspective , Oxford University Press, Melbourne. Bochari,
2009,
Pengertian
Septictank,
[online]
[Diakses
10
April
2011];
. CORE, 2003, Buku Panduan Pemulihan yang berkesinambungan Bagi Anak Malnutrisi, Diterjemahkan oleh Project Concern International/PCI-Indonesia. xxi
Depkes RI, 2002, Pemantauan Pertumbuhan Anak, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta. , 2007, Buku Saku Rumah Tangga Sehat dengan PHBS, Pusat Promosi Kesehatan, Depkes RI, Jakarta. , 2008, Laporan Hasil RISKESDAS 2007, Depkes RI, Jakarta. , 2009, Pedoman Penanganan dan Pelacakan Balita Gizi Buruk, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta. Guthrie, H. and Picciano, 1995, Human Nutrition, Masby, New York. Harsiki, Trinabasilih, 2003, Hubungan Pola Asuh Anak dan Faktor Lain Dengan Keadaan Gizi Anak Batita Keluarga Miskin Di Pedesaan dan Perkotaan Propinsi Sumatera Barat Tahun 2002, Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok. Herawati, M.I. Tri Hadiah, 1999, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Bagi Balita KEP Terhadap Perubahan Status Gizi Balita di Empat Puskesmas Kabupaten Sidoarjo Tahun 1998, Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok. Husin, Cut Ruhana, 2008, Hubungan Pola Asuh Anak dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nangroe Aceh Darussalam Tahun 2008, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Jahari, A.B. dan Sandjaya, dkk, 2000, Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis (Analisis Data Antropometri Susenas 1989 s/d 1999), Jakarta, Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. xxii
Jelliffe and Jelliffe, 1989, Community Nutritional Assessment. Oxford University Press, New York. Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003, Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Karyadi, Lies Darwin, 1985, Pengaruh Pola Asuh Makan Terhadap Kesulitan Makan Anak Bawah Tiga Tahun (BATITA). Tesis Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor. Khomsan, Ali, 2000, Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Khomsan, Ali dan Yayuk Farida, Baliwati. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Depok. Khomsan, Ali, Faisal Anwar, dkk, 2007a, Studi Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, Cakupan, Keefektifan dan Dampak Terhadap Status Gizi Balita, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Bogor. , dkk, 2007b, Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Bogor. Kodariyah, Witri, 2010, Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Makan Pada Anak Usia Prasekolah (1-3 Tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Timur Kota Bogor Tahun 2009. Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kodyat,
A.B,
2001.
Masalah
Gizi
Apa
Tantangannya
dan
Penanggulangannya. Jurnal Data dan Informasi Kesehatan Vol 1.
xxiii
Bagaimana
Latief, abdul, dkk, 2002, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta. Maulana, Mirza, 2008, Anak Autis: Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat, Kata Hati, Yogyakarta. Maulana, Heri D.J. 2009, Promosi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Milles dan Hubberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Gramedia, Jakarta. Moehji, Sjahmien, 1988, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta. , 2003, Ilmu Gizi, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta. , 2008, Bayi Sehat dan Cerdas Melalui Gizi dan Makanan Pilihan: Panduan Asupan Gizi untuk Bayi dan Balita, Pustaka Mina, Jakarta. Moeleong, Lexy J. 1991, Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosadakarya, Bandung. Moersintowarti, dkk, 2002, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Sagung Seto, Jakarta. Nency Y dan Arifin MT, 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang, Inovasi Online, edisi vol 5/XVII/November, [online] [Diakses pada tanggal 12 Juli 2010]; <www.inovasi.online.com> Notoatmodjo, Soekidjo, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta. , 2003a, Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. , 2003b, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. xxiv
, 2004, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. , 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Pudjiadi, Solihin, 2005, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Edisi Keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Rosmana, Dadang, 2003, Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan di Kabupaten Serang Propinsi Banten Tahun 2003, Tesis, Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok. Santoso, Soegeng dan Ranti, Anne Lies, 1999, Kesehatan Dan Gizi. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Sarmin dan Rachmawaty Fitri, 2009, Cara Mendeteksi Gizi Buruk Pada Balita. alMawaddah
[online],
[diakses
pada
8
Juni
2010],
. Satoto, 1997, Fitrah dan Tumbuh Kembang Anak, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Gizi, UNDIP Semarang. Sayogyo, 1994, Pembangunan Daerah dan Masyarakat NTT, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Sediaoetama, Acmad Djaeni, 2008, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I, Cetakan ke Delapan, Dian Rakyat, Jakarta. , 2009, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II, Cetakan ke Enam, Dian Rakyat, Jakarta. Soekirman, 1994, Masalah Gizi Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua, Agenda Pelita VI dalam Widya Karya Pangan dan Gizi, LIPI, Jakarta.
xxv
, 2000, Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat, Ditjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Soenardi. T, 2000, Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
[online]
[Diakses
pada
tanggal
12
juli
2010];
Soetjiningsih, 1998, Tumbuh kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Surabaya. Suhardjo, 2003, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Suherman, Roji, 2007, Pengetahuan dan Sikap 12 IBU Balita Gizi Buruk yang Mendapat Program PMT Pemulihan Tahun 2006 Terhadap Peningkatan Status Gizi Balita Di Wilayah Puskesmas Grogol Depok, Tesis, Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok. Sunarti, E, 2004, Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menengah, Media Kompotindo, Jakarta. Supariasa, I.D.N, dkk, 2002, Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Susanto, 2003, Gizi dan Kesehatan, Bayu Media, Malang. Widjaja, M.C, 2007, Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita, Agromedia Pustaka. Yunarto, Heri, 2004, Karakteristik Balita Dan Keluarga Yang Berhubungan Dengan Perubahan Status Gizi Pada Balita Gizi Buruk Penerima PMT-P Di Kabupaten Renjang Lebong Tahun 2003. Skripsi FKM UI Depok.
xxvi
Yuniarti, 2010, Analisis Pola Makan dan Aktifitas Fisik Siswa-Siswi Gizi Lebih Di SMA LABSCHOOL Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009, Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Zulkarnaen, 2008, Hubungan Karakteristik Keluarga Terhadap Kenaikan Berat Badan Balita Gizi Buruk Di Klinik Gizi Puslitbang Gizi Dan Makanan Bogor Tahun 2007. Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
xxvii
xxviii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Faktor yang cukup dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang kurang benar di kalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota keluarganya, terutama kepada anakanak. Memberikan makanan (feeding) dan perawatan anak (caring) yang benar mencapai status gizi yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Satoto, 1997). Pola asuh anak yang tidak memadai merupakan faktor yang penting dalam menyebabkan masalah gizi kurang pada balita. Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan sosial, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003). Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo (1994) adalah praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan balita dan pemeliharaan kesehatan. Selanjutnya menurut Zeitlin (2000) dalam Rosmana (2000), pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan
2
perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Sedangkan Longurst dan Tomkins dalam Harsiki (2003) menyatakan bahwa perilaku pengasuhan mencakup empat aspek yaitu (1) perilaku pengasuhan dalam pemberian makanan, (2) perilaku pengasuhan dalam higiene, (3) perilaku pengasuhan dalam psiko sosial, (4) perilaku pengasuhan dalam kesehatan. Dengan keempat aspek pengasuhan ini, tidaklah mengherankan apabila kualitas pengasuhan ini berpengaruh terhadap jumlah hari sakit dan status gizi balita, serta pada gilirannya akan menjadi faktor penting dan menentukan dalam tumbuh kembang anak balita. Menurut Sunarti (2000), pola asuh anak berhubungan dengan keadaan ibu tentang kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh anak. Selanjutnya menurut Suhardjo (2003), sikap dan pengetahuan gizi ibu dibutuhkan untuk memperbaiki pola makan anak agar kecukupan gizi anak terpenuhi, dan dengan cara ini mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pengetahuan gizi ibu yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi gizi keluarga. Dari studi positive deviance yang dilakukan Nency (2005), diketahui bahwa pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin,
3
ternyata anaknya lebih sehat (Nency, 2005). Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Harsiki (2003) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat bermakna antara pola asuh anak dengan keadaan gizi anak batita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang pola asuh anak semakin besar kemungkinan memberikan dampak terjadi KEP pada anak batita sebesar 2,568 kali dibandingkan pola asuh anak yang cukup. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rosmana (2003) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola asuh gizi dengan status gizi anak usia 6-24 bulan. Kekurangan gizi pada anak baik akut maupun kronis, dapat dipastikan mempengaruhi daya tahan tubuh, pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada meningkatnya kematian dan kesakitan anak serta menurunnya prestasi akademik dan produktivitas sumber daya manusia di masa mendatang (Depkes RI, 2009). Sedangkan menurut Almatsier (2001), kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental (kemampuan berfikir). Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun, kekurangan gizi pada usia ini dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen (Almatsier, 2001). Pudjiadi (2005) menyatakan Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Pada penyakit KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat
4
kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang sangat ringan sampai berat (Pudjiadi, 2005). Timbulnya masalah gizi pada anak terkait dengan beberapa faktor baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Kodyat (2001) faktor yang langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi makanan dan penyakit infeksi, dan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan kepercayaan, faktor fisik dan lingkungan sosial juga tingkat pendidikan. Hasil Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan bahwa secara umum prevalensi gizi buruk dan gizi kurang menurut indikator BB/U di Indonesia yaitu gizi buruk sebesar 5,4% dan gizi kurang sebesar 13,0%. Untuk Provinsi Banten prevalensi gizi buruk yaitu sebesar 4,4% dan gizi kurang 12,2%. Sedangkan untuk Kabupaten Tangerang prevalensi gizi buruk yaitu sebesar 2,6% dan gizi kurang sebesar 10,3%. Meskipun prevalensi gizi buruk di Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten dibawah angka prevalensi nasional, namun masalah ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius (Depkes RI, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang pada bulan Juni 2010, diketahui bahwa jumlah kasus balita gizi buruk pada tahun 2009 yaitu sebesar 0,79% (65 balita) dan balita gizi kurang sebesar 9,21% (761 balita). Sedangkan berdasarkan bulan penimbangan balita bulan Februari tahun 2010 diketahui bahwa jumlah kasus balita gizi buruk meningkat menjadi 0,84% (71 balita), namun jumlah balita gizi kurang menurun menjadi 5,49% (462 balita). (Dokumen Puskesmas, 2009).
5
Adapun upaya penanggulangan gizi buruk pada balita yang dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui program PMT-P balita gizi buruk. Menurut Depkes RI (1999), Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) melalui Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) dengan sasaran keluarga rawan seperti keluarga miskin, yang memenuhi syarat gizi dan dalam jangka waktu tertentu, bila tidak disertai penyakit kronis diharapkan dapat memperbaiki status gizi balita. Program ini ternyata dapat menurunkan angka gizi buruk dari 8,1% pada tahun 1999 menjadi 6,3% pada tahun 2001 (Depkes RI, 2003 dalam Suherman, 2007). Hasil penelitian tentang PMT di Guatemala tahun 1995 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada balita umur 6 – 36 bulan dengan jumlah energi 128 kalori selama 36 bulan, menghasilkan perbedaan pertambahan berat badan selama mengikuti program PMT sebesar 780 gram. Sedangkan penelitian di Kolombia tahun 1990 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada balita umur 6-36 bulan dengan jumlah energi 363 – 458 kalori selama 36 bulan, menghasilkan perbedaan pertambahan berat badan selama mengikuti program PMT sebesar 476 gram. Sementara itu penelitian di Jamaika tahun 1991 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada balita umur 9 – 24 bulan dengan jumlah energi 343 kalori selama 12 bulan, menghasilkan perbedaan pertambahan berat badan selama mengikuti program PMT sebesar 380 gram (WHO (1998) dalam Hasanudin (2001)). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Herawati di empat Puskesmas di Kabupaten Siduarjo tahun 1998 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada balita KEP dengan jumlah energi 275 kkal, protein 48 gram selama 58 hari,
6
menghasilkan peningkatan status gizi rata-rata sebesar 3,55 ± 3,46% indeks presentase median BB/U rujukan WHO-NCHS (Herawati, 1999). Di Kabupaten Tangerang sejak tahun 1997, penanggulangan masalah KEP pada balita dilakukan antara lain melalui pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) kepada balita yang menderita gizi buruk dan gizi kurang (Dinkes Kabupaten Tangerang, 2000 dalam Hasanudin, 2001). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan bagian pengolah data seksi gizi sub bagian kesehatan keluarga Dinkes Kabupaten Tangerang pada tanggal 31 Agustus 2010, diketahui bahwa program PMT yang telah dilaksanakan didapat dari dana APBD I dan II Provinsi Banten, yaitu berupa pemberian biskuit sebanyak 76.000 roll atau 45 roll biskuit/anak, susu sebanyak 30.600 kotak atau 18 kotak/anak dan bubur susu sebanyak 22.895 kotak atau 45 sachet per anak untuk usia 6-11 bulan. Dengan kandungan energi untuk susu sebanyak 205,2 kalori dan untuk biskuit sebanyak 343,5 kalori, sedangkan kandungan protein untuk susu sebanyak 9,84 gram dan untuk biskuit sebanyak 5,118 gram. Program PMT dilaksanakan di semua Puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinkes Kabupaten Tangerang dan dilakukan selama 90 hari dengan sasaran balita gizi buruk dan gizi kurang, jika sasaran tidak mengalami peningkatan status gizi maka program diteruskan selama 90 hari berikutnya. Program PMT tersebut diharapkan dapat meningkatkan status gizi balita penerima PMT-P sebanyak 50% dari sasaran dan peningkatan berat badan sebanyak 80% dari sasaran.
7
Sebagai tindak lanjut dari program yang dicanangkan Dinkes Kabupaten Tangerang diatas, Puskesmas Pagedangan yang berada di wilayah kerja Dinas Kabupaten Tangerang melakukan program yang sama untuk menanggulangi masalah KEP (gizi buruk dan gizi kurang) pada balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang. Namun berdasarkan data tren evaluasi PMT-P Balita KEP pada tahun 2009 yang diolah pada saat studi pendahuluan, didapatkan hasil hanya 1,9% balita gizi buruk yang berubah status menjadi gizi baik, hanya 3,8% balita gizi kurang yang berubah status menjadi gizi baik, dan 38,5% balita gizi buruk yang berubah status menjadi gizi kurang. Sedangkan balita yang tetap berstatus gizi buruk sebelum dan sesudah pemberian PMT-P sebesar 13,5% dan balita yang tetap berstatus gizi kurang sebelum dan sesudah pemberian PMT-P sebesar 42,3%. (Dokumen Puskesmas, 2009). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa program PMT-P yang dijalankan memberikan hasil yang kurang memuaskan karena hanya 44,2% balita KEP penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi dan sisanya yaitu sebesar 55,8% balita KEP penerima PMT-P tidak mengalami perubahan status gizi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hasil yang didapat masih dibawah harapan Dinkes Kabupaten Tangerang yaitu 50% dari balita penerima PMT-P mengalami peningkatan status gizi. Karena status gizi balita dipengaruhi langsung oleh asupan makanan dan keadaan kesehatan balita, dimana hal tersebut tergantung pada pola asuh anak terutama pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu, maka berdasarkan hal tersebut peneliti terdorong untuk mengetahui gambaran mendalam pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada
8
balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)1 yang memenuhi syarat gizi dan dalam jangka waktu tertentu, bila tidak disertai penyakit kronis diharapkan dapat memperbaiki status gizi balita. Berdasarkan data tren evaluasi PMT-P Balita KEP2 pada tahun 2009 di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang, didapatkan hasil hanya 1,9% balita gizi buruk yang berubah status menjadi gizi baik, 3,8% balita gizi kurang yang berubah status menjadi gizi baik, dan 38,5% balita gizi buruk yang berubah status menjadi gizi kurang. Sedangkan balita yang tetap berstatus gizi buruk sebelum dan sesudah pemberian PMT-P sebesar 13,5% dan balita yang tetap berstatus gizi kurang sebelum dan sesudah pemberian PMT-P sebesar 42,3%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa program PMT-P yang dijalankan memberikan hasil yang kurang memuaskan karena hanya 44,2% balita KEP penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi, sedangkan sisanya yaitu sebesar 55,8% balita KEP penerima PMT-P tidak mengalami perubahan status gizi (Dokumen Puskesmas, 2009).
1
2
Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) adalah suatu program gizi dengan cara pemberian zat gizi berupa makanan dan memiliki tujuan memperbaiki keadaan gizi balita yang menderita gizi kurang (undernutrition) khususnya balita dari keluarga miskin. Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
9
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti memfokuskan permasalahan ini pada upaya yang dilakukan dalam penanganan balita KEP dengan PMT-P. Karena status gizi balita dipengaruhi langsung oleh asupan makanan dan keadaan kesehatan balita, dimana hal tersebut tergantung pada pola asuh anak terutama pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu, maka berdasarkan hal tersebut peneliti terdorong untuk mengetahui gambaran pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada balita KEP di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.
1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana pola asuh gizi ibu yang meliputi perilaku ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan terhadap balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui gambaran pola asuh gizi ibu terhadap balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran perilaku ibu dalam pemberian makan yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemberian makan pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.
10
2. Mengetahui gambaran perilaku ibu dalam pemeliharaan kesehatan anak yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemeliharaan kesehatan anak pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010. 3. Mengetahui penyebab KEP pada balita khususnya pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Civitas Akademika 1. Memberikan pengetahuan mengenai pola asuh gizi ibu khususnya terhadap balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010. 2. Sebagai bahan masukan untuk penelitian di tempat yang berbeda atau ditempat yang sama lima tahun mendatang. 3. Menguji teori yang berlaku di tempat penelitian. 1.5.2 Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang 1. Memberikan pengetahuan mengenai pola asuh gizi ibu balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010. 2. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas Pagedangan maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dalam menyempurnakan program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)
11
3. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas Pagedangan maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang untuk menanggulangi masalah KEP (gizi kurang dan gizi buruk) pada balita.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang berjudul Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita KEP yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 ini bertujuan melakukan analisis mendalam mengenai pola asuh gizi ibu yang meliputi perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran pengetahuan, sikap, dan praktik ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan anak. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan strategi penelitian studi kasus3 (case study). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Pagedangan pada bulan Agustus - November tahun 2010.
3
Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan terhadap suatu ‘obyek’ yang disebut sebagai ‘kasus’, yang dilakukan secara seutuhnya, menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan berbagai macam sumber data.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003b:114), dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan mahluk hidup yang bersangkutan. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Lewit yang dikutip oleh Maulana (2009:185) perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan atau pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan didalam diri seseorang. Sedangkan menurut Skiner (1938) yang dikutip Notoatmodjo (2003a:118) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, menurut Notoatmodjo (2003b:115) perilaku dapat dibedakan menjadi dua: 1. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang
13
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya: seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya. 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice). Misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. 2.1.2 Proses Adopsi Perilaku Rogers (1974) dalam Maulana (2009:194) mengungkapkan bahwa sebelum individu mengadopsi perilaku baru, terjadi proses berurutan dalam dirinya. Proses ini disebut AIETA, meliputi awareness (individu menyadari atau mengetahui adanya stimulus/objek), interest (orang mulai tertarik pada stimulus), evaluation (menimbang baik buruknya stimulus bagi dirinya), trial (orang mulai mencoba perilaku baru), dan adoption (orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus). Dalam penelitian berikutnya Rogers menyimpulkan, proses adopsi perilaku tidak selalu melalui tahap-tahap tersebut (Maulana, 2009:194). Selain itu menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003b:122), apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu
14
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. 2.1.3 Domain Perilaku Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005:50) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga ranah atau domain yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan kedalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, dan peri tindak (Notoatmodjo, 2005:50). Dalam perkembangan selanjutnya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni menjadi tiga tingkat ranah perilaku sebagai berikut: 1. Pengetahuan Menurut Engel, Blackwell dan Mianiard (1995) dalam Khomsan dkk (2007b:6), pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005:50) pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Selanjutnya menurut Winkel (1984) dalam Khomsan dkk (2007b:6) mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan
15
dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007b:6). Menurut Notoatmodjo (2003b:121) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. 2. Sikap Menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2005:52), sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005:52), sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senangtidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap itu melibatkan pikiran perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Menurut Mar’at (1981) dalam Khomsan dkk (2007b:7), sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi berupa predisposisi tingkah laku. Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan tentang apa yang dirasakan, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana/kesiapan untuk bertindak terhadap obyek (Khomsan dkk, 2007b:7).
16
Senada dengan hal diatas Newcomb dalam Notoatmodjo (2005:52) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau rekasi tertutup (Notoatmodjo, 2005:52). Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005:53) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok: a. Kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Menurut Notoatmodjo (2005:53), ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intentitasnya, yaitu terdiri dari menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan bertanggung jawab (responsible). Maulana (2009:202) menyatakan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak lepas dari pengaruh interaksi dengan orang lain (eksternal), selain mahluk individual (internal). Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap sikap.
17
3. Praktik atau tindakan (practice) Menurut Notoatmodjo (2005:55) sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Menurut Maulana (2009:203), praktik atau tindakan memiliki beberapa tingkatan, yaitu: a. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. b. Respon terpimpin (guided response) Hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. c. Mekanisme (mechanism) Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau telah merupakan kebiasaan. d. Adopsi (adoption) Adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik. Hal ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
18
2.2 Pola Asuh Anak Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan sosial, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003). Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo (1993) adalah praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan balita dan pemeliharaan kesehatan. Selanjutnya Longurst dan Tomkins dalam Harsiki (2003:14) menyatakan bahwa perilaku pengasuhan mencakup empat aspek yaitu (1) perilaku pengasuhan dalam pemberian makanan, (2) perilaku pengasuhan dalam higiene, (3) perilaku pengasuhan dalam psiko sosial, (4) perilaku pengasuhan dalam kesehatan. Dengan keempat aspek pengasuhan ini, tidaklah mengherankan apabila kualitas pengasuhan ini berpengaruh terhadap jumlah hari sakit dan status gizi balita, serta pada gilirannya akan menjadi faktor penting dan menentukan dalam tumbuh kembang anak balita. Sedangkan menurut Moersintowarti dkk (2002:13) kebutuhan akan asuh pada anak meliputi kebutuhan akan nutrisi yang adekuat dan seimbang, perawatan kesehatan dasar, pakaian, perumahan, higiene diri dan sanitasi lingkungan, dan kesegaran jasmani berupa olahraga dan rekreasi.
19
Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Aspek kunci dalam pola asuh gizi meliputi perawatan dan perlindungan bagi ibu, praktik menyusui, pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktik kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003:15). Pola makan dan kebiasaan makan antar satu keluarga dengan keluarga lainnya berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan tempat tinggal, ketersediaan makanan, keadaan kesehatan anak, selera makan, kemampuan daya beli, kebiasaan hidup dan makan keluarga. Perbedaan pola makan yang terjadi sebenarnya lebih banyak ditentukan oleh orang tua yang meneruskan nilai-nilai keluarga dan masyarakat dimana mereka tinggal. Dalam hal ini, memang ibu yang lebih sering memegang peranan. Ibu akan menyajikan makanan yang diyakininya baik bagi anaknya berdasarkan pengalaman semenjak ia masih kecil dan pengetahuan yang didapatnya mengenai pemberian makanan yang baik bagi anak (Maulana, 2008). Pola asuh anak merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Hasil penelitian Harsiki (2003) menunjukkan ada hubungan yang sangat bermakna antara pola asuh anak dengan keadaan gizi anak batita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang pola asuh anak semakin besar kemungkinan memberikan dampak terjadi KEP pada anak batita sebesar 2,568 kali dibandingkan
20
pola asuh anak yang cukup. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rosmana (2003) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola asuh gizi dengan status gizi anak usia 6-24 bulan.
2.3 Perilaku Pemberian Makan pada Balita Pemberian makan balita adalah cara pemberian makan sehari-hari terhadap balita berusia diatas 6 bulan yang meliputi kebiasaan baik yang berhubungan dengan makan, makanan tambahan ASI, pemberian makan secara aktif dan selama sakit, frekuensi makan dan komposisi makanan (CORE, 2003). Kemampuan dasar yang dibutuhkan sebagai pengasuh yang baik berupa kemampuan dalam perencanaan, manajemen dan pemeliharaan. Dalam pemberian makan anak adalah menyiapkan makanan dalam jumlah dan mutu yang baik, memberi makan anak dengan sabar dalam suasana yang ceria terutama saat anak kehilangan nafsu makan. Dukungan dasar yang dibutuhkan untuk menjadi pengasuh yang baik berupa memperbaiki pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian makan balita dapat berupa pemberian ASI eksklusif (CORE, 2003). Anak balita belum mampu mengurus dirinya sendiri dengan baik, terutama dalam hal makanan. Pada umumnya anak-anak yang masih kecil (balita) mendapat makanannya secara dijatah oleh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri mana yang disukainya (Sediaoetama, 2008:239).
21
2.3.1 Komposisi dan Porsi Makanan Balita Komposisi makanan meliputi jenis dan jumlah atau porsi makanan yang diberikan. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota keluarga yang masih muda, pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa, bila dinyatakan dalam satuan berat badan, tetapi kalau dinyatakan dalam kwantum absolut, anak-anak yang lebih kecil itu tentu membutuhkan kwantum zat makanan yang lebih kecil pula, dibandingkan dengan kwantum makanan yang diperlukan oleh seorang dewasa (Sediaoetama, 2008). Menurut Sediaoetama (2009:10) dalam susunan hidangan harus terlihat adanya (a) makanan pokok, (b) lauk-pauk, (c) sayuran dan (d) buah cuci mulut. Adanya empat kelompok makanan ini disebut EMPAT SEHAT dalam kualitas. Kemudian kuantum masing-masing kelompok makanan itu harus dinilai mencukupi kebutuhan atau tidak; ini mengenai kuantitas hidangan. Hidangan untuk anak-anak (bayi, balita, remaja) dan ibu hamil atau menyusukan sebaiknya ditambahkan susu atau telur, sehingga hidangan menjadi LIMA SEMPURNA. Penambahan makanan terakhir ini untuk meningkatkan kualitas campuran protein dalam hidangan. Tentu bagi bayi yang masih belum mendapat makanan padat belum dapat diberikan telur (Sediaoetama, 2009:10). Pedoman makan balita menurut Widjaja (2007) dalam Husin (2008:11), yaitu: 1. Sumber Tenaga: 3-4 piring nasi masing-masing 100 gram atau roti penggantinya (mie, bihun, roti, kentang).
22
2. Sumber zat pembangun: 4-5 porsi daging masing-masing 50 gram atau pengganti (tempe, tahu, ikan, telur, daging ayam). Dianjurkan sekurangkurangnya 1 porsi berasal dari sumber protein hewani, susu dianjurkan 2 gelas sehari. 3. Sumber zat pengatur: 2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan buahbuahan berwarna (1 porsi sayur=1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar =100 gram). Menurut Pudjiadi (2005) pangan merupakan kebutuhan dasar utama mahluk hidup. Energi dan protein mempunyai fungsi yang sangat luas dan penting didalam tubuh. Energi diperlukan tidak hanya untuk melakukan kegiatan fisik, tetapi juga untuk pergerakan organ tubuh. Asupan (intake) zat gizi dalam jumlah yang seimbang mutlak dibutuhkan pada berbagai tahap tumbuh kembang manusia, khususnya anak balita. Karena itu asupan yang kurang atau berlebih secara terus menerus akan mengganggu pertumbuhan dan kesehatan. Pemberian makanan sehari-hari harus cukup mengandung energi dan zat-zat gizi esensial untuk kesehatan dan pertumbuhan. Bila syarat pemberian makanan tidak terpenuhi, baik kurang atau lebih dari yang dibutuhkan sesuai dengan umur, jenis kelamin dan kondisi tertentu seperti banyaknya aktifitas, suhu lingkungan, dan lain-lain, maka akan terjadi keadaan malnutisi. Jadi komposisi karbohidrat,
lemak dan protein didalam hidangan perlu
diperhatikan jangan terlalu berat kesalah satu jenis bahan makanan (Soekirman, 1994).
23
Menurut Guthrie (1995), kelebihan atau kekurangan asupan energi sebesar 110 kilo kalori per hari akan menyebabkan penambahan atau penurunan berat badan sebanyak 0,45 kilogram per tahun. Sedangkan penambahan atau penurunan berat badan sebesar 5 kilogram per tahun disebabkan karena kelebihan atau kekurangan energi sebesar 100 kilo kalori sehari. Apabila anak usia 2-3 tahun setiap makan dapat menghabiskan antara 75-100 gram beras (nasi sebanyak 1 gelas minum yang diisi agak padat) makan anak akan menerima masukan kalori sekitar 900 kalori setiap hari setelah ditambah lauk pauk sekedarnya. Penelitian terhadap masukan kalori dan protein pada anak-anak usia 1-5 tahun diberbagai daerah memang menunjukkan rendahnya masukan kalori pada kelompok usia ini (Moehji, 1988:80). Menurut Almatsier (2004:132), energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada didalam bahan makanan. Senada dengan hal tersebut menurut Sediaoetama (2008:209), energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari zat gizi yang merupakan sumber utama, ialah karbohidrat, lemak, dan protein. Energi yang diperlukan ini dinyatakan dalam satuan kalori. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia yang harganya relatif murah. Menurut Pudjiadi (2005), tiap gram karbohidrat memberikan energi sebanyak 4 kilo kalori dan dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan tubuh didapat dari 50-60% karbohidrat. Karbohidrat terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hanya
24
sedikit yang termasuk bahan makanan hewani. Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacang kering, dan gula serta hasil olahannya seperti bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan sebagainya (Almatsier, 2004:44). Sedangkan lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), seperti petroleum
benzene,
ether
(Sediaoetama,
2008:91).
Pudjiadi
(2000)
menganjurkan bahwa dalam energi yang diperlukan tubuh di dapat dari 2535% lemak. Sedangkan menurut WHO (1999) dalam Almatsier (2004:134) menganjurkan lemak yang dibutuhkan tubuh 15-30% dari kebutuhan energi total. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya), mentega, margarine dan lemak hewan (lemak daging dan ayam), kacang-kacangan, bijibijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan kunig telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Almatsier, 2004:73). Protein merupakan zat gizi yang sangat penting karena yang paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan (Sediaoetama, 2008:53). Menurut WHO (1999) dalam Almatsier (2004:134), energi yang diperlukan tubuh hendaknya didapat dari 10-15% protein. Selain itu menurut Sediaoetama (2008:75), protein berfungsi sebagai zat pembangun, yang berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan selsel yang mati dan aus terpakai sebagai protein struktural. Selain itu badan-
25
badan anti, protein juga berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain yang datang dari luar dan masuk kedalam milieu interieur (lingkungan internal) tubuh. Protein juga berfungsi
sebagai
zat-zat
pengatur,
protein
mengatur
proses-proses
metabolisme dalam bentuk enzim dan hormone dan merupakan sumber utama energi bersama-sama dengan karbohidrat dan lemak. Adapun sumber protein yang baik menurut Almatsier (2004:100), adalah bahan makanan hewani dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe, tahu, serta kacang-kacangan lain. 2.3.2 Pengolahan dan Penyajian Makanan Sebelum di konsumsi, sebagian besar bahan makanan diolah dahulu didapur, sehingga menjadi hidangan yang bercita rasa lezat. Hal ini akan menimbulkan nafsu makan dan menghadapi hidangan merupakan sesuatu yang menyenangkan (Sediaoetama, 2008:11). Menurut Santoso (1999:14), umumnya pengolahan dilakukan dengan menggunakan panas, baik panas langsung seperti membakar sate maupun panas tidak langsung yaitu menggunakan bahan perantara seperti menggoreng dan merebus. Panas ini mengubah sifat-sifat kimia dari makanan yang berakibat lebih lanjut pada sifat-sifat gizinya. Pengaruh pengolahan pada makanan yaitu:
26
1. Pecahnya dinding sel. Pemanasan meninggikan sifat dapat cerna atau digestibilitas makanan terutama bahan makanan nabati. 2. Melemahkan dan mematikan mikroba. 3. Mengubah berbagai zat gizi secara positif dan negatif. Pengaruh positif yaitu pemanasan membantu memudahkan proses pencernaan dengan cara memecah molekul karbohidrat dan protein. Sedangkan pengaruh negatif dari pengolahan yaitu dapat merusak sifat bahan makanan sehingga menjadi sukar atau tidak dapat dicerna oleh tubuh. Sebagai contoh karbohidrat berubah menjadi arang oleh pemanasan tinggi secara langsung pada teknik pengolahan dibakar. 4. Pemanasan yang terlau tinggi dapat menyebabkan karsinogenik 5. Panas dapat meniadakan zat-zat toksik. Selanjutnya masih menurut Sediaoetama (2008:12) dengan memasak makanan, bahan makanan menjadi lebih mudah dicerna dan zat-zat makanan menjadi tersedia untuk diserap dan dipergunakan oleh tubuh. Tetapi mengolah dan memasak bahan makanan dapat pula menyebabkan kehilangan sebagian dari zat-zat gizi, terutama vitamin-vitamin. Beberapa jenis vitamin mudah larut didalam air pencuci, sehingga hilang terbuang dan beberapa lagi dapat rusak oleh pemanasan dan penyinaran matahari. Penanganan ketika memasak bahan makanan terdiri atas membuang bagian yang tidak dapat dimakan, memotong-motong dan mencucinya, sebelum dilakukan pemasakan yang sebenarnya untuk membuat hidangan. Pada umumnya bagian yang tidak dapat dimakan, hanya sedikit saja mengandung zat-zat gizi yang berguna, sehingga
27
tidak terlalu merugikan. Cara penanganan bahan makanan yang tidak betul, akan lebih banyak menyebabkan zat-zat makanan terbuang percuma. Pada cara menangani dan memasak makanan yang umum dikerjakan oleh para ibu rumah tangga, ternyata cukup baik, dan tidak terlalu banyak zat gizi yang ikut terbuang atau rusak percuma. Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok gelas, piring dan sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan dan menyimpan makanan adalah (Soenardi, 2000 dalam Husin 2008): 1. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang. 2. Alat makan dan memasak harus bersih. 3. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan. 4. Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri. Setelah dimasak, makanan dihidangkan dan didistribusikan diantara para anggota keluarga untuk dikonsumsi. Menghidangkan makanan harus menarik, sehingga mereka yang menyantapnya akan merasa senang, bahkan puas, sehingga meningkatkan selera dan gairah untuk makan. Hidangan harus dapat merangsang secara menarik sebanyak mungkin panca indera, agar
28
timbul selera dan nafsu makan (Sediaoetama, 2008:12). Senada dengan hal tersebut menurut Febry dan Marendra (2008) dalam Kodariah (2010:53) penyajian makanan pada anak harus diperhatikan, karena dapat mempengaruhi selera makan anak, baik penampilan, tekstur, warna, aroma, besar porsi, dan pemilihan alat makan yang menarik (Febry dan Marendra, 2008 dalam Kodariah, 2010:53). Moehji (2008) menyatakan bahwa bentuk potongan atau warna makanan sering dapat membangkitkan sikap anak untuk menyenangi suatu makanan yang sebelumnya tidak disenangi. Karena itu, tidak salah jika makanan anak diberi warna atau bentuk khusus yang menarik perhatian anak sehingga anak mau memakannya. Penyusunan menu makanan selain harus memperhatikan komposisi zat gizi juga harus memperhatikan variasi menu makanan agar anak tidak bosan, Sebaliknya, dibuat siklus menu tujuh atau sepuluh hari (Febry dan Marendra, 2008 dalam Kodariyah, 2010:54). Pemberian makanan yang kurang bervariasi dapat pula menyebabkan anak sulit menyesuaikan diri dengan makanan baru (Maulana, 2008). 2.3.3 Frekuensi Pemberian Makanan Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam sehari baik makanan utama maupun selingan. Frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya tiga kali makanan utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan
29
selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya dua kali makan utama atau kurang (Suhardjo, 1990 dalam Yuniarti, 2010:43). Menginjak usia sembilan bulan bayi telah mempunyai gigi dan mulai pandai mengunyah kepingan makanan orang dewasa. Pada saat itu ia makan (mungkin) empat sampai lima kali sehari. Anak usia dua tahun memerlukan makanan separuh takaran orang dewasa (Arisman, 2002:52). Menurut Moehji (1988:78) waktu makan anak hendaknya dapat diatur sesuai dengan kebiasaan makan keluarga dengan demikian anak diberi makan selingan sehingga dapat menambah masukan kalori dan zat gizi yang lain. Sedangkan menurut Kusumadewi (1998) dalam Kodariyah, (2010:54), waktu pemberian makan yang tidak tepat seperti pada saat anak sedang mengantuk, atau belum merasa lapar akan membuat anak tidak menikmati makanannya. Oleh karena itu, penerapan jadwal makan disertai dengan kondisi anak pada saat
makan
akan
mempengaruhi
anak
dalam
menerima
makanan
(Kusumadewi, 1998 dalam Kodariyah, 2010:54). Selanjutnya Latief dkk (2002) menyatakan bahwa jadwal makan anak adalah 3 kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan kecil/selingan. Makanan yang dianjurkan terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, buah, dan tambahan susu 2 kali sehari, yaitu 250 ml setiap kali minum. Waktu makan yaitu pada pagi, siang, dan malam. Sedangkan waktu makan untuk makanan selingan ialah jam 11.00 dan jam 16.00.
30
Jenis jumlah dan frekuensi makan pada bayi dan anak balita, hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan organ pencernaannya (Depkes RI, 2006 dalam Husin, 2008:13). Tabel 2.1 Pengukuran Makanan Balita Umur (bulan) 0-6 bulan
Jenis/bentuk makanan ASI
Porsi Per hari
Disesuaikan dengan kebutuhan ASI diberikan setiap anak menangis siang atau malam hari makin sering makin baik 6-9 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan bulan MP-ASI Usia 6 bulan: 6 sendok makan Makanan Lunak (setiap kenaikan usia anak 1 bulan porsi ditambah 1 sdm) 9-12 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan bulan Makanan Lembik 1 piring ukuran sedang Makanan Selingan 1 piring ukuran sedang 1-2 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan tahun Makanan Keluarga ½ porsi orang dewasa Makanan Selingan ½ porsi orang dewasa > 24 Makanan Keluarga Disesuaikan kebutuhan bulan Makanan Selingan Disesuaikan kebutuhan Sumber: Depkes RI (2006) dalam Husin (2008:13)
Frekuensi Min 6 kali
Min 6 kali 2 kali Min 6 kali 4-5 kali 1 kali 3 kali 2 kali 3 kali 2 kali
2.3.4 Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Air susu ibu merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama. ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan penyediaan energi dalam susunan yang belum berfungsi baik pada bayi yang baru lahir, serta menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. Lagipula ASI memiliki berbagai zat anti infeksi, mengurangi
31
kejadian eksim atopic1, dan proses menyusui menguntungkan ibunya dengan terdapat lactational infertility2, hingga memperpanjang child spacing atau jarak kelahiran (Pudjiadi, 2005:14). Menurut Pudjiadi (2005:18), ASI pada lima hari pertama warnanya lebih kuning dan lebih kental, dan dinamakan kolostrum. Walaupun kolostrum berwarna lain daripada ASI yang dikeluarkan kemudian, jangan sekali-kali dianggap produk basi, melainkan susu yang bernilai gizi baik sekali. Disamping mengandung kadar protein tinggi, kolostrum mengandung banyak zat anti infeksi, hingga baik sekali bagi bayi pada hari-hari pertama setelah dilahirkan. Walaupun ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, dengan bertambahnya umur pada suatu saat bayi yang sedang bertumbuh cepat memerlukan sehari-harinya energi dan zat-zat gizi yang melebihi jumlah yang didapati dari ASI saja. Bayi harus mendapat makanan tambahan disamping ASI jika kebutuhannya sudah melampaui jumlah yang didapati dari ASI. Pada umumnya setelah berumur 4 sampai 6 bulan bayi memerlukan makanan tambahan (Pudjiadi, 2005:33). Jika produksi ASI cukup, maka pertumbuhan bayi untuk 4-5 bulan pertama akan memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi akan menjadi dua kali lipat daripada berat badan lahir. Maka sampai umur 4-5 bulan tidak perlu memberi makanan tambahan pada bayi tersebut, terkecuali 1
Eksim atopic adalah penyakit radang kulit umum yang sering telah mulai diderita sejak masa kanakkanak 2 Lactational infertility adalah keadaan di mana seseorang tidak dapat hamil karena menyusui.
32
sedikit jus buah seperti tomat, jeruk, pisang dan sebagainya. Setelah berumur empat atau lima bulan bayi harus dapat makanan tambahan berupa makanan padat berupa bubur susu, nasi tim. Pada bayi yang bertumbuh terlalu cepat, maka dimulainya makanan padat dapat diundurkan sampai umur 6-7 bulan untuk mencegah bayi menjadi terlalu gemuk (Pudjiadi, 2005:18). Pemberian ASI kepada anak balita hendaknya dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu berkisar 24 bulan, namun seiring dengan pertumbuhan bayi yang demikian pesat disatu sisi dan kualitas ASI yang tidak lagi dapat mencukupi disisi lain, maka dipandang perlu adanya pemberian makanan sebagai pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian MP-ASI ini hendaknya diberikan secara bertahap, namun yang perlu mendapatkan perhatian adalah bahwa ASI merupakan makanan utama bagi balita sehingga kedudukannya tidak dapat digantikan oleh MP-ASI, sehingga walaupun telah diberikan MP-ASI, pemberian ASI harus terus diberikan sampai batas waktu pemberiannya (Rosmana, 2003:16). Menurut Soenardi (2000), MP-ASI sebaiknya diberikan pada usia enam bulan, karena pencernaan bayi sebelum usia enam bulan belum sempurna. Bila dipaksa bisa menyebabkan pencernaan sakit karena pemberian terlalu cepat, lagi pula kekebalan terhadap bakteri masih kecil dan bisa tercemar melalui alat makan dan cara pengolahan yang kurang higienis. Usia penyapihan yang terlalu dini pada bayi merupakan salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada bayi. Begitu pula sebaliknya, usia penyapihan yang terlalu lama tanpa diimbangi pemberian makanan yang tepat,
33
jenis, bentuk dan waktunya dapat mengakibatkan timbulnya masalah gizi pada anak balita yang dapat berlanjut menjadi lebih berat. Keadaan demikian kemungkinan besar disebabkan kurang atau tidak terpenuhinya kebutuhan energi pada usia penyapihan. Keadaan gizi buruk pada anak balita akan menimbulkan konsekuensi fungsional, antara lain pertumbuhan fisik dan perkembangan mental terlambat (Jahari, 1988 dalam Zulkarnaen 2008:21). 2.3.5 Pemberian Makanan Tambahan Menurut Moehji (1988:81) langkah yang dapat ditempuh untuk menaikkan masukan kalori pada anak-anak usia balita adalah menambah frekuensi makan dari dua kali manjadi tiga kali atau memberikan makanan selingan yang cukup antara dua waktu makan. Makanan selingan atau makanan yang diberikan antara waktu makan, sering kurang mendapat perhatian. Para orang tua menganggap setelah anaknya makan pada jam makan yang sudah ditentukan, anak sudah cukup mendapat makanan. Dalam hal ini volume makanan yang dapat dihabiskan oleh anak kurang diperhatikan. Pola makanan keluarga di daerah pedesaan atau pada keluarga dari kelompok yang berpenghasilan kurang, biasanya sangat sederhana. Keluarga umumnya makan dua kali sehari, yaitu pada waktu pagi sebelum berangkat bekerja dan pada sore hari setelah pulang dari tempat bekerja. Antara kedua waktu makan itu jarang sekali diberikan makanan selingan. Makanan tambahan dapat didapat dari kebiasaan jajan anak. Menurut Susanto (2003) kebiasaan jajan makanan cenderung menjadi bagian budaya keluarga. Makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan gizi
34
akan mengancam kesehatan anak. Nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi. Menurut Moehji (2003), kebiasaan jajan memiliki kelemahankelemahan antara lain sebagai berikut: 1. Jajanan tersebut biasanya banyak mengandung hidrat arang. Walaupun ada zat-zat makanan lain, tentu jumlahnya sedikit. 2. Dengan terlalu sering jajan, maka anak akan kenyang. Akibatnya anak tidak mau makan nasi, atau jika mau, jumlah yang dihabiskan hanya sedikit sekali. 3. Kebersihan dari jajanan itu sangat diragukan. 4. Jika sering kali keinginan anak untuk jajan tidak dipenuhi, maka anak akan menangis dan menolak untuk makan. 5. Dari segi pendidikan, kebiasaan jajan ini tidak dapat dianggap baik, lebihlebih jika anak hanya diberikan uang dan membeli sendiri makanan itu. 2.3.6 Pengukuran dan Indikator Perilaku Makan Menurut Notoatmodjo (1993) perilaku terhadap makanan adalah respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku makanan ini meliputi pengetahuan, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi). 1. Pengetahuan Untuk dapat menyusun menu yang adekuat, seseorang perlu memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan dan zat gizi, kebutuhan
35
gizi seseorang serta pengetahuan hidangan dan pengolahannya. Umumnya menu disusun oleh ibu (Santoso, 1999). Menurut Khomsan dkk (2007b:9) pengelolaan atau penyediaan makanan dalam keluarga pada umumnya dikoordinir oleh ibu. Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi dan berkesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan yang sehat sedini mungkin kepada anaknya. Soewondo dan Sadli (1989) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu berhubungan dengan tingkat pendidikan formal ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal ibu akan semakin luas wawasan berfikir sehingga akan lebih banyak informasi zat gizi yang dapat diserapnya. Dengan demikian akan semakin baik ibu tersebut memilih bahan makanan yang bergizi untuk keluarganya (Khomsan, 2007b:9). Menurut Mariani (2002) dalam Khomsan dkk (2007b:6), ketidaktahuan tentang gizi dapat mengakibatkan seseorang salah memilih bahan dan cara menyajikannya. Akan tetapi sebaliknya ibu dengan pengetahuan gizi baik biasanya akan mempraktekkan pola makan sehat bagi anak-anaknya agar terpenuhi kebutuhan gizinya. Tingkat ekonomi seseorang yang tinggi belum dapat menjamin tercapainya keadaan gizi yang lebih baik bila tidak disertai dengan pengetahuan gizi yang baik. 2. Sikap Menurut Suhardjo (1989) dalam Khomsan dkk (2007b:7), sikap manusia terhadap makanan dipengaruhi oleh pengalaman dan respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak.
36
Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau sebaliknya, sehingga individu dapat mempunyai sikap suka atau tidak suka terhadap makanan. Selain itu menurut hasil penelitian Tan (1970) dalam Khomsan dkk (2007b:9) menunjukkan bahwa dalam hal kepercayaan dan pantangan yang berhubungan dengan makanan, responden yakin sekali pada kepercayaan dan pantangan yang berlaku pada bayi, anak, perempuan, wanita hamil dan menyusui. Dengan adanya makanan pantangan, maka jumlah makanan yang dikonsumsi menjadi terbatas, walaupun tidak berakibat fatal tetapi hanya bersifat merugikan saja. Makanan yang dilarang itu, jika dilihat dari konteks gizi terkadang merupakan bahan makanan yang mengandung nilai gizi tinggi (Khomsan dkk, 2007b:9). 3. Praktek Suhardjo (1989) dalam Khomsan dkk (2007b:8) menyatakan bahwa praktek atau tindakan konsumsi makanan seseorang tercermin dari pola konsumsi pangannya. Pola konsumsi pangan adalah susunan beragam pangan yang biasa dikonsumsi oleh keluarga atau masyarakat dalam hidangannya sehari-hari. Pola konsumsi pangan ini disusun berdasarkan jenis makanan, frekuensi makan dan jumlah yang dimakan. Pengukuran praktek konsumsi ini dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan cara wawancara terhadap responden tentang makanan yang dikonsumsi. Sedangkan menurut Nasoetion (1989), konsumsi pangan didefinisikan sebagai informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang
37
atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Khomsan dkk, 2007b:8). Sanjur (1982) dalam Khomsan dkk (2007b:9) menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan. Menurut suhardjo (1989) konsumsi pangan keluarga dan individu maupun golongan tertentu (balita) dapat diketahui dengan melakukan survey konsumsi pangan.
2.4 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan pada Balita Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000). Selanjutnya menurut Nency (2005) cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan
38
pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi. Kesehatan lingkungan memiliki peran yang penting dalam tumbuh kembang anak, dimana sanitasi yang kurang baik akan memberikan dampak terhadap kesehatan yang berakibat akan timbulnya penyakit infeksi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan menimbulkan kasus kurang gizi (Soetjiningsih, 1998:8). Pelayanan kesehatan merupakan wujud dari upaya kesehatan berupa sarana kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Aksestibilitas masyarakat dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan imunisasi, perawatan dan pengobatan berkaitan dengan pertumbuhan, morbiditas dan mortalitas anak. Imunisasi pada anak membantu kekebalan tubuh anak dalam melawan atau bertahan terhadap penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2003a). Menurut Notoatmodjo (2003b:117), perilaku kesehatan dapat diklasifikan menjadi 3 kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan. 2.4.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita dan Pencarian Pengobatan Menurut Notoatmodjo (2003b:117) perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek:
39
1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. 2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit. 3. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak. Praktek pengasuhan kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menjaga status kesehatan anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Praktek perawatan kesehatan meliputi pengobatan penyakit pada anak apabila si anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga apabila si anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Praktik perawatan kesehatan anak yang baik dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasi, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila sakit ibu membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, polindes (Zeitlin, 1990 dalam Husin, 2008:22). Perilaku pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan upaya perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS). PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan
40
berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat . PHBS itu jumlahnya banyak sekali, bisa ratusan. Misalnya tentang Gizi: makan beraneka ragam makanan, minum Tablet Tambah Darah, mengkonsumsi garam beryodium, memberi bayi dan balita Kapsul Vitamin A. Tentang kesehatan
lingkungan
seperti
membuang
samapah
pada
tempatnya,
membersihkan lingkungan. PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007). Menurut Depkes RI (2007), rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di Rumah Tangga yaitu : 1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi ASI ekslusif 3. Menimbang bayi dan balita 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik di rumah 8. Makan buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah.
41
2.4.2 Perilaku Kesehatan Lingkungan Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana, sehingga
lingkungan
tersebut
tidak
mempengaruhi
kesehatannya
(Notoatmodjo, 2003b;118). Praktek kebersihan dan kesehatan sanitasi lingkungan adalah usaha untuk pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat memberikan akibat merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya (Slamed, 1996 dalam Husin, 2008:19). Widarninggar (2003) dalam Husin (2008:19), mengatakan kondisi lingkungan anak harus benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Halhal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruangan (tempat bermain-main), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah, SPAL, kamar mandi dan WC, dan halaman rumah. Untuk kebersihan, baik kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare, cacingan dan lain-lain. Kebersihan lingkungan erat hubungan dengan penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengasuh anak dalam menyediakan
42
kesempatan bagi anaknya untuk eksplorasi lingkungan. Menanamkan kebersihan di rumah sangat penting karena sumber infeksi amat banyak di sekeliling balita. Oleh karena itu untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka rumah dan anak-anak harus diamankan dari serangan penyakit (Widarninggar, 2003 dalam Husin, 2008:19). Upaya untuk meminimalkan resiko terserang penyakit dimulai dengan menerapkan standar kebersihan yang lebih terjamin kesehatan balita yaitu: 1. Menanamkan pengetahuan pada anak balita tentang kebersihan dapur dan rumah yang bersih sehingga dirinya terbebas dari gangguan penyakit seperti mual dan diare. Tunjukkan dan ajak balita dengan lembut untuk berpartisipasi menyimpan makanan di tempat bersih, kondisikan lingkungan sekitar makanan bersih dan peralatan makan selalu bersih. 2. Si kecil dicontohkan kebersihan, misalnya: mencuci tangan sebelum atau sesudah memegang makanan, dan sesudah makan, tidak makan buah sebelum dicuci, setelah buang air besar biasakan cuci tangan dengan sabun, dan saat bermain dengan hewan peliharaannya (Triton, 2006 dalam Husin, 2008:20). Praktek kebersihan perorangan dan kesehatan lingkungan adalah: 1. Kotoran manusia/tinja harus dibuang ke jamban. Cara yang paling penting untuk mencegah penyebaran kuman adalah dengan membuang kotoran atau tinja ke jamban, kotoran binatang harus dibuang jauh dari rumah, jalanan tempat anak-anak bermain, jamban harus sering dibersihkan dan tersedia sabun untuk mencuci tangan.
43
2. Ibu atau anggota keluarga, termasuk anak-anak harus mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar, sebelum menyentuh makanan dan sebelum memberikan makanan anak. Mencuci tangan dengan sabun dapat menghilangkan kuman. Hal ini membantu menghentikan kuman dan kotoran untuk masuk ke makanan atau mulut. Mencuci tangan juga dapat mencegah infeksi cacing. 3. Jendela rumah harus dibuka setiap pagi sehingga pertukaran udara didalam rumah menjadi baik. 4. Pakailah air bersih dari sumber air bersih yang aman dan sehat. Tempat air harus ditutup agar air tetap bersih dan dikuras 1 minggu sekali. 5. Air minum harus dimasak sampai mendidih, buah dan sayuran harus segera dimakan atau dipanaskan sesudah disimpan. 6. Makanan, alat-alat makan dan peralatan memasak harus selalu dalam keadaan bersih, makanan harus disimpan pada tempat yang tertutup. 7. Rumah harus mempunyai tempat pembuangan sampah, pembuangan air limbah yang aman dan sehat untuk membantu dalam pencegahan penyakit. 8. Asap dari dapur di rumah harus dapat keluar dengan baik dan hindari kebiasaan ibu membawa anak ketika memasak di dapur. 9. Rumah harus dilindungi dari serangga dan binatang penular penyakit seperti kecoa, nyamuk dan tikus (Depkes RI, 2002). Sulistijani (2001) dalam Husin (2008:21), mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan
44
yang sehat terkait dengan keadaan yang bersih, rapih dan teratur. Oleh karena itu anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat sebagai berikut: (a) mandi 2 kali sehari (b) cuci tangan sebelum dan sesudah makan (c) menyikat gigi sebelum tidur (d) membuang sampah pada tempatnya (e) buang air kecil dan besar pada tempatnya. 2.4.3 Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan Notoatmodjo (2005:56) menyatakan untuk mengukur perilaku dan perubahannya, khususnya perilaku kesehatan mengacu pada tiga domain perilaku. 1. Pengetahuan Menurut
Notoatmodjo
(2003b:128),
sebelum
seseorang
mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Masih menurut Notoatmodjo (2005:56), pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Indikator-indikator apa yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan
atau
kesadaran
terhadap
kesehatan,
dapat
dikelompokkan menjadi: a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.
45
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat yang meliputi jenis-jenis makanan yang bergizi, manfaat makan yang bergizi bagi kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan dan sebagainya. c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang meliputi manfaat air bersih, cara-cara pembuangan limbah yang sehat dan sampah, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, akibat polusi bagi kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003b:128). Menurut Notoatmodjo (2005:56), untuk mengukur pengetahuan kesehatan adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang kesehatan, atau besarnya presentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau komponenkomponen kesehatan. 2. Sikap Pranadji (1988) dalam Khomsan dkk (2007b:7) mengemukakan bahwa sikap seseorang dapat diketahui dari kecenderungan tingkah laku yang mengarah pada obyek tertentu. Sikap positif akan menumbuhkan perilaku positif dan sebaliknya sikap negatif akan menumbuhkan perilaku negatif pula seperti: menolak, menjauhi, meninggalkan bahkan sampai halhal yang merusak. Melalui pendidikan baik formal maupun nonformal akan memungkinkan terjadinya perubahan sikap dan kepercayaan. Pendidikan
46
akan menimbulkan pengalaman belajar pada seseorang, sehingga mengetahui dan lebih mengerti fakta-fakta tentang berbagai obyek baik positif maupun negatif. Notoatmojdo (2003b:129) menyatakan bahwa sikap merupakan penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni: a. Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara pencegahannya atau cara mengatasinya. b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat Adalah
penilaian
atau
pendapat
seseorang
terhadap
cara-cara
memelihara dan berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian lain terhadap makanan, minuman, olahraga dan sebagainya. c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan Adalah
pendapat
atau
penilaian
seseorang
terhadap
cara-cara
memelihara dan berperilaku hidup sehat. Misalnya pendapat atau
47
penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi, dan sebagainya (Notoatmojdo, 2003b:130). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana pendapat responden tentang imunisasi pada anak balita dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005:57). 3. Praktek atau Tindakan (practice) Menurut Notoatmodjo (2003b:130) setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup hal-hal tersebut diatas, yakni: a. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit Mencakup pencegahan penyakit misalnya dengan mengimunisasikan anaknya dan penyembuhan penyakit misalnya dengan minum obat sesuai anjuran dokter dan sebagainya. b. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan Mencakup antara lain: mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur dan sebagainya.
48
c. Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan Mencakup antara lain: membuang air besar di jamban, membuang sampah pada tempatnya dan sebagainya. Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan dari subjek dalam rangka memelihara kesehatannya, misalnya: dimana responden membuang air besar, makanan yang disajikan ibu dalam keluarga untuk mengamati praktik gizi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005:59). Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan objek tertentu (Notoatmodjo, 2005:59).
2.5 Status Gizi Balita 2.5.1 Pengertian Status Gizi Status gizi menurut Riyadi (1995) dalam Khomsan dkk (2007a:10) adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan. Sedangkan menurut Supariasa dkk (2002:18) status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
49
2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Menurut Call dan Lavinson (1871) dalam Hasanudin (2001) faktorfaktor yang menimbulkan masalah gizi dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi makanan dan kesehatan seseorang. Dan kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh kandungan zat gizi dalam makanan; ada tidaknya program pemberian makanan diluar keluarga; daya beli keluarga; kebiasaan makan; upaya pemeliharaan kesehatan; dan lingkungan fisik serta sosial. Senada dengan hal itu, Paryanto (1996) yang dikutip Anonim (2008) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi status gizi adalah faktor langsung seperti asupan makan dan penyakit infeksi. Latar belakang terjadinya faktor tersebut adalah ekonomi keluarga, produksi pangan, kondisi perumahan, ketidaktahuan dan pelayanan kesehatan yang kurang baik. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Konsumsi makanan oleh keluarga atau oleh individu bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, adat istiadat, pendidikan dan jumlah anggota keluarga (Almatsier, 2004:9).
50
Seperti terlihat pada bagan 2.1 dibawah ini, menurut UNICEF (1998) dalam Husin (2008:38) akar masalah gizi adalah terjadi krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya permasalahan kekurangan
pangan,
kemiskinan
dan
tingginya
angka
inflasi
dan
pengangguran. Sedangkan pokok masalahnya dimasyarakat adalah kurangnya pemberdayaan wanita, sumber daya manusia, rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Adapun faktor tidak langsung menyebabkan kurang gizi adalah tidak cukup persediaan pangan akibat krisis ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat, pola asuh anak yang tidak memadai akibat dari rendahnya pengetahuan, pendidikan orang tua dan buruknya sanitasi lingkungan dan akses pelayanan kesehatan dasar masih sulit sehingga berdampak terhadap pola konsumsi dan penyakit infeksi yang secara langsung menyebabkan kurang gizi.
51
Bagan 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi STATUS GIZI
Asupan Gizi
Tidak cukup persediaan pangan
Infeksi Penyakit
Pola asuh anak tidak memadai
Sanitasi lingkungan, air bersih, Pel. Kes yang tidak memadai
Kurang pendidikan, pengetahuan, keterampilan ibu
Penyebab langsung
Penyebab tidak langsung
Pokok masalah
Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya manusia
Krisis ekonomi langsung
Akar Masalah nasional
Sumber: UNICEF (1998) dalam Husin (2008).
2.6 KEP pada Balita Pudjiadi (2005:95) menyatakan Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Pada KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh
52
kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang sangat ringan sampai berat. Sedangkan menurut Jelliffe (1989), KEP adalah keadaan kurang gizi pada anak yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari secara terus menerus. Senada dengan itu menurut Supariasa dkk (2002:18), KEP adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Sedangkan menurut Sarmin dan Fitri (2009), gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita. Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan balita ditandai dengan dua macam sindrom yang jelas yaitu kwashiorkor, karena kurang konsumsi protein dan marasmus karena kurang konsumsi energi dan protein. Kwasiorkor umumnya terjadi pada anak-anak antara umur 1-3 tahun, biasanya setelah anak lepas dari susu ibu (disapih). Sedangkan Marasmus banyak terjadi pada bayi dibawah usia 1 tahun, yang disebabkan karena tidak mendapatkan ASI atau penggantinya (Suhardjo, 2003:8). Kekurangan energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak balita lemah, pertumbuhan jasmaninya terlambat, dan perkembangan selanjutnya terganggu. Pada orang dewasa ditandai dengan menurunnya berat badan dan
53
menurunnya produktifitas kerja. Kekurangan gizi pada semua umur dapat menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit lainnya serta lambatnya proses regenerasi sel tubuh (Suhardjo, 2003:8). Menurut Herawati (1999:15) pada balita KEP seringkali ditemukan adanya tingkat konsumsi makanan yang rendah. Studi yang dilakukan oleh Hermana (1983) dalam Herawati (1999:15), menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi dan protein balita KEP sebelum penelitian sekitar 480 kkal (2000 kj) dan 13,8 gram protein. Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor. 2.6.1 Marasmus Marasmus menurut Depkes (2009:v) adalah tanda klinis pada balita gizi buruk yaitu tampak sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Sedangkan menurut Arisman (2002:102), marasmus biasanya berkaitan dengan ketiadaan bahan pangan yang sangat parah, semikelaparan berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini. Tipe marasmus, dengan tanda-tanda dan gejala sebagai berikut: 1. Badan anak nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit. 2. Wajah seperti orang tua. 3. Mudah menangis/cengeng dan rewel. 4. Kulit menjadi keriput.
54
5. Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar). 6. Perut cekung, dan iga gambang. 7. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang). 8. Diare kronik atau susah buang air besar (Depkes, 2009:v). 2.6.2 Kwashiorkor Kwashiorkor menurut Depkes (2009:v) adalah tanda klinis pada balita gizi buruk yaitu edema-minimal di kedua punggung kaki, wajah bulat dan sembab, perut-buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu, rambut tipis/kemerahan dan mudah dicabut. Sedangkan menurut Arisman (2002:104), kwashiorkor terkait dengan keterlambatan menyapih serta kekurangan protein. Kwashiorkor memiliki ciri: 1. Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab. 2. Pandangan mata sayu. 3. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok. 4. Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel. 5. Terjadi pembesaran hati. 6. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk.
55
7. Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis). 8. Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut. 9. Anemia dan diare (Depkes, 2009:vi). 2.6.3 Marasmik-Kwashiorkor Menurut Depkes (2009:vi) marasmik-kwashiorkor adalah tanda klinis pada balita gizi buruk yaitu gabungan marasmik dan kwashiorkor. Menurut Arisman (2002:105), bentuk kelainan ini merupakan gabungan antara KEP yang disertai dengan edema, dengan tanda dan gejala khas kwashiorkor dan marasmus. Gambaran yang utama adalah kwashiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan penderita akan meyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwasiorkor muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah (Arisman, 2002:105).
2.7 Pemberian Makanan Tambahan (PMT) 2.7.1 Pengertian PMT Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah suatu program gizi melalui pemberian makanan tambahan khusus kepada keluarga miskin yang rawan gizi (Austin, 1981). Sedangkan pendapat Underwood (1983) dalam Yunarto (2003:21), menyatakan bahwa PMT merupakan suatu program yang
56
telah lama dikenal dalam bentuk intervensi untuk mengatasi masalah gizi kurang (undernutrition). Adanya PMT diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap total konsumsi makanan sehari. Namun demikian, PMT hanya dilaksanakan sebagai program penanggulangan masalah gizi jangka pendek. Pemberian PMT ditujukan untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya gizi kurang. Sedangkan untuk jangka panjang, dibutuhkan suatu program berupa kegiatan yang secara tidak langsung dapat mengatasi akar masalah dari penyebab tersebut. Kegiatan tersebut meliputi usaha peningkatan pendapatan keluarga, pemanfaatan pekarangan, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, penyediaan sumber daya yang mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan gizi (Depkes RI, 1997 dalam Yunarto, 2003:21). 2.7.2 Tujuan PMT Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah. Bahan makanan yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan yang ada atau dapat dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian program lebih besar. Diutamakan bahan makanan sumber kalori dan protein tanpa mengesampingkan sumber zat gizi lain seperti: padi-padian, umbiumbian, kacang-kacangan, ikan, sayuran hijau, kelapa dan hasil olahannya (Anonim, 2009).
57
Saat ini menurunnya kecukupan zat gizi masyarakat berlanjut dengan menurunnya status gizi, terutama pada kelompok bayi, balita, dan ibu hamil yang merupakan dampak dari krisis ekonomi. Program PMT dilaksanakan sebagai bentuk intervensi gizi dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi, khususnya pada kelompok resikok tinggi yaitu, bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas yang menderita KEK (Depkes RI, 1999 dalam Yunarto, 2003:22). Lebih lanjut lagi dijelaskan oleh Jahari, dkk (2000) jika tidak dilakukan upaya khusus selama terjadinya krisis, maka masalah gizi akan semakin bertambah. Karena pada kondisi tersebut tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi yang ada didalam tubuhnya. Sehingga pemecahan jaringan tubuh akan semakin meningkat, yang akan mengakibatkan anak mengalami gizi kurang bahkan gizi buruk. Oleh karena itu, program PMT merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan status gizi anak sesuai dengan tujuan utama program ini. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah untuk mencegah semakin memburuknya status gizi anak, dan untuk memfasilitasi program KIE bagi orang tua dan anak. Pelaksanaan program PMT ini dapat menjadi media transformasi pengetahuan tentang masalah gizi dan khususnya tentang PMT itu sendiri, sehingga ibu bisa berpartisipasi dalam kegiatan PMT ini. Informasi yang didapat dari Gordon dkk (1963) dalam Underwood (1983) disebutkan bahwa usia 4-36 bulan anak rawan menderita gizi buruk dan infeksi. Untuk itu agar program PMT dapat memberikan efek yang terbaik bagi kesehatan dan gizi, maka dilakukan bagi keluarga miskin di Indonesia,
58
selain mendapat pelayanan perbaikan gizi melalui PMT, juga mendapat pelayanan
kesehatan
dasar,
pelayanan
rujukan,
pencegahan
dan
pemberantasan penyakit menular (Depkes RI, 1999 dalam Yunarto, 2003:23). 2.7.3 Jenis-Jenis PMT 1. PMT Penyuluhan PMT Penyuluhan merupakan salah satu cara penyuluhan gizi khususnya untuk meningkatkan keadaan gizi anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui. PMT sebagai sarana penyuluhan bertujuan memberikan pengetahuan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat ke arah perbaikan cara pemberian makanan anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui dan bertujuan untuk memperluas jangkauan pelayanan program UPGK serta menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahan makanan setempat dan dapat diusahakan secara swadaya PMT penyuluhan tidak dapat diberikan setiap hari tetapi harus secara periodik (bertahap) dan dapat mencapai tujuan PMT tersebut. PMT sebagai sarana penyuluhan diberikan kepada semua anak balita, ibu hamil trismester III dan ibu menyusui yang anaknya berumur 150 hari (Setiarso, 2002 dalam Yunarto, 2003:23). Kegiatan ini diselenggarakan oleh masyarakat untuk meningkatkan usaha penyuluhan mengenai makanan bayi dan balita. Apabila kegiatan ini dilakukan dan waktunya bersamaan dengan hari/jadwal Posyandu maka disediakan meja khusus PMT sesudah meja penyuluhan (setelah meja ke lima). Dan apabila dilaksanakan di luar jadwal posyandu maka dapat
59
dilaksanakan kapan saja sesuai dengan kegiatan bersama (Setiarso, 2002 dalam Yunarto, 2003:24). 2. PMT Pemulihan PMT sebagai sarana pemulihan keadaan gizi adalah dalam arti suatu kegiatan yang nyata merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian zat gizi berupa makanan ke keluarga dalam rangka program UPGK dan memiliki tujuan memperbaiki keadaan gizi golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi yaitu anak balita terutama anak dibawah tiga tahun, ibu hamil dan menyusui. Kegiatan ini diberikan setiap hari sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan itu menunjukkan perbaikan dan hendaknya PMT Pemulihan itu benar-benar sebagai penambah dan tidak mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari di rumah. Pelaksanaan PMT Pemulihan yang khusus bagi balita 6 - ≤ 59 bulan dilaksanakan secara terkoordinir dari tingkat pasar hingga ke Puskesmas dan diberikan kepada bayi usia 6 - ≤ 59 bulan. Bentuk makanan yang diberikan berupa blended food (makanan dari bahan makanan setempat), susu dan biskuit (Setiarso, 2002 dalam Yunarto, 2003:24). Program PMT pemulihan merupakan program yang ditujukan kepada balita gizi buruk yang membutuhkan dalam rangka meningkatkan status gizinya, berupa pemberian makanan tambahan selama 90 hari yang terbagi dalam dua bentuk PMT yaitu PMT pabrikan (susu instan, biskuit, makanan hasil olahan pabrik) dan PMT lokal (makanan olahan sendiri dengan bahan makanan yang dibeli di pasar atau bahan makanan hasil
60
pemanfaatan lahan pekarangan) disusun sesuai menu dengan formula yang mengandung kalori dan protein tinggi. Tujuan program PMT pemulihan yaitu mendororong anak untuk makan sebanyak mungkin, memulai dan atau
mendorong
pemberian
ASI
secukupnya,
untuk
merangsang
perkembangan fisik dan emosional serta menyiapkan ibu dan/atau pengawas dalam perawatan balita selama mengalami masalah gizi buruk (Arisman, 2002). 2.7.4 Ketentuan Pemberian PMT Menurut Depkes RI (1991) dalam Hasanudin (2001:34), ketentuan pemberian PMT-Pemulihan selama 90 hari pada kelompok umur dan sasaran, adalah sebagai berikut: 1. Usia 6 – 11 bulan, dengan komposisi zat gizi energi 360 – 430 kalori dan protein 10 – 15 gram. Bentuk makanan campuran dalam bentuk tepung dengan komposisi bahan makanan terdiri dari sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. 2. Usia 12 – 32 bulan, dengan komposisi zat gizi energi 360 – 430 kalori, protein 9 – 11 gram. Bentuk makanan padat (biskuit) dengan komposisi makanan terdiri dari sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
61
2.7.5 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan PMT Ada tiga indikator keberhasilan pelaksanaan PMT yaitu, semua bayi dan balita dari keluarga miskin memperoleh PMT, ibu hamil dan ibu nifas dari keluarga miskin memperoleh PMT dan 80% sasaran penerima PMT naik berat badannya (Hasanudin, 2001). 2.7.6 Penyelenggaraan PMT Tenaga gizi puskesmas dan bidan di desa menjelaskan berbagai model penyelenggaraan PMT kepada tim desa. Yang selanjutnya tim desa menentukan model yang digunakan berdasarkan kesepakatan bersama (Setiarso, 2002 dalam Yunarto, 2004:25). Ada dua model penyelenggaraan PMT yaitu Pos Pemulihan Gizi atau feedings centers, dan Ibu Asuh/Penjaja Makanan atau disebut juga home delivery. Pada model feedings centers, dilakukan bila sasarannya cukup banyak dan terkumpul dalam satu wilayah posyandu. Kader memberikan informasi kepada ibu sasaran tentang jadwal pemberian PMT dan merencanakan kebutuhan blended food (makanan dari bahan makanan setempat) bersama bidan desa. Sedangkan model home delivery dilaksanakan bila jumlah sasarannya diketahui dengan jelas dan hanya sedikit. Kegiatan posyandu buka satu kali sebulan sehingga ibu asuh atau penjaja makanan menerima uang sebulan sekali dari bidan desa. Namun ibu sasaran mengambil PMT setiap hari untuk dibawa pulang ke rumah (Depkes RI, 1999; Walker, 1991 dalam Yunarto, 2004:26).
62
Hal yang tidak menguntungkan dari model home delivery adalah ketika PMT didistribusikan ke rumah sasaran, kemungkinan penyimpangan dapat terjadi seperti PMT dibagi atau dikonsumsi oleh anggota keluarga lainnya, PMT dijual atau ditukar (Mora, 1983 dalam Yunarto, 2004:26). Walker (1991), berpendapat bahwa model feeding centers lebih baik dibandingkan model home delivery, karena menjamin bahan PMT dikonsumsi oleh anak yang memerlukannya. 2.7.7 Dampak PMT pada Status Gizi Pada penelitian pengaruh konsumsi bahan makanan campuran dengan kedelai atau tempe yang tinggi kalori dan protein terhadap 60 anak balita penderita KEP dibandingkan hubungan antara cara makan dengan peningkatan berat badan anak setelah diberi makanan tambahan, yaitu antara cara dimakan di tempat dengan cara dibawa pulang (dimasak dirumah). PMT dengan cara dimakan di tempat lebih efektif dibandingkan dengan cara dibawa pulang, walaupun kurang menguntungkan, ditinjau dari segi biaya, waktu dan tenaga yang harus disediakan. Dengan bahan makanan campuran yang mengandung kalori 2407 – 2461 kJ (575,8 kkal – 631,8 kkal) dan protein 16,8 – 17,8 gram, dapat meningkatkan berat badan balita 0,52 kg dan tinggi badan 2,9 cm. Pada kelompok yang diberi campuran geplek-kedelai, campuran geplek-tempe, campuran beras-kedelai, dan campuran beras-tempe terjadi peningkatan proporsi status gizi baik, yaitu berturut-turut sebesar 20%, 27%, dan 23,3%. Kelemahan dari penelitian ini adalah pengukuran status gizi balita
63
dilakukan secara kelompok bukan individual. Sehingga tidak bisa diketahui seberapa besar peningkatan berat badan masing-masing balita. Demikian juga dengan jumlah balita yang sedikit, yaitu seluruhnya 60 balita, menyebabkan analisnya kurang memuaskan (Hermana, 1983 dalam Herawati, 1999:35). Penelitian Poollitte dkk (1997) dalam Herawati (1999), membuktikan bahwa PMT pada balita usia 6 – 60 bulan dengan kandungan kalori sekitar 400 kkal per hari dalam bentuk makanan lokal selama tiga bulan, dapat memberikan dampak positif jangka panjang khususnya pada anak dalam tahap puncak perkembangannya, yaitu dibawah 18 bulan. Penelitian yang dilakukan di Pengalengan Jawa Barat tersebut berhasil membuktikan bahwa setelah delapan tahun kemudian, PMT dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap tingkat kecerdasan anak penderita KEP (Herawati, 1999:37). Schroeder dkk (1995) dalam Herawati (1999:38) menyebutkan bahwa ada perbedaan pengaruh PMT terhadap status gizi balita sesuai dengan umurnya. Setiap PMT pada anak 0 – 1 tahun sebesar 100 kkal per hari dapat meningkatkan perubahan tinggi badan 9 mm dan berat badan 350 gram. Dampak pada anak umur 2 tahun berupa kenaikan tinggi badan 5 mm dan berat badan 250 gram, dan untuk anak umur 3 tahun hanya berdampak pada tinggi badan tanpa kenaikan berat badan. Tetapi terhadap anak empat tahun tidak berdampak sama sekali (Herawati, 1999:38).
64
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL, DEFINISI ISTILAH DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual Seperti landasan teoritis yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka, dapat diketahui bahwa akar masalah gizi menurut UNICEF (1998) dalam Husin (2008:38), adalah terjadi krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya permasalahan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan pengangguran. Sedangkan pokok masalahnya dimasyarakat adalah kurangnya pemberdayaan wanita, sumber daya manusia, rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Adapun faktor tidak langsung menyebabkan kurang gizi adalah tidak cukup persediaan pangan akibat krisis ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat, pola asuh anak yang tidak memadai akibat dari rendahnya pengetahuan, pendidikan orang tua dan buruknya sanitasi lingkungan dan akses pelayanan kesehatan dasar masih sulit sehingga berdampak terhadap pola konsumsi dan penyakit infeksi yang secara langsung menyebabkan kurang gizi. Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan social, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003). Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo (1993) adalah praktek
65
atau perilaku pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan balita dan pemeliharaan kesehatan. Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Aspek kunci dalam pola asuh gizi meliputi perawatan dan perlindungan bagi ibu, praktik menyusui, pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktik kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003:15). Pola asuh anak merupakan praktek atau perilaku pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan balita dan pemeliharaan kesehatan (Sayogyo, 1993). Menurut CORE (2003) perilaku pemberian makan balita adalah cara pemberian makan sehari-hari terhadap balita berusia diatas 6 bulan yang meliputi kebiasaan baik yang berhubungan dengan makan, makanan tambahan ASI, pemberian makan secara aktif dan selama sakit, frekuensi makan dan komposisi makanan (CORE, 2003). Selanjutnya menurut Notoatmodjo (2003b:117), perilaku kesehatan dapat diklasifikan menjadi tiga kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan.
66
Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005:50) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga ranah atau domain yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni menjadi tiga tingkat ranah perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan praktik (tindakan). (Notoatmodjo, 2005). Notoatmodjo (2005:56) menyatakan bahwa perilaku mencakup tiga domain perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan praktik oleh karena itu untuk mengukur perilaku dan perubahannya, khususnya perilaku kesehatan mengacu pada tiga domain perilaku yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan. Berdasarkan konsep Zeitlin (2000), CORE (2003), Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005), dan Notoatmodjo (2005) yang telah dijelaskan diatas, maka terbentuklah kerangka konseptual seperti bagan 3.1 yang digunakan sebagai kerangka konseptual dalam penelitian ini.
67
Bagan 3.1 Kerangka Konseptual Pola Asuh Gizi Pengetahuan perilaku pemberian makan :
Pengetahuan pemeliharaan kesehatan
Komposisi dan porsi makanan balita
balita :
Pengolahan dan penyajian makanan Frekuensi pemberian makan Pemberian ASI dan MP-ASI Pemberian Makanan Tambahan Sikap terhadap pemberian makan : Komposisi dan porsi makanan balita
Penyakit infeksi pada balita Perilaku Pemberian Makan
Cara pemeliharaan kesehatan balita Kebersihan lingkungan
Perilaku Pemeliharaan Kesehatan
Pengolahan dan penyajian makanan Frekuensi pemberian makan
Sikap terhadap pemeliharaan kesehatan balita : Penyakit infeksi pada balita Cara pemeliharaan kesehatan balita
POLA ASUH GIZI
Pemberian ASI dan MP-ASI
Kebersihan lingkungan
Pemberian Makanan Tambahan Praktik pemberian makan :
Asupan makanan
Infeksi penyakit
Komposisi dan porsi makanan balita
Pemberian ASI dan MP-ASI Pemberian Makanan Tambahan
Usaha pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita Usaha pemeliharaan kesehatan dan
Pengolahan dan penyajian makanan Frekuensi pemberian makan
Praktik pemeliharaan kesehatan balita:
gizi balita STATUS GIZI BALITA
Usaha menjaga kebersihan lingkungan
68
3.2 Definisi Istilah Tabel 3.1 Definisi Istilah
No
1.
Domain Penelitian Pengetahuan Pemberian Makan
Sumber: Data primer.
Definisi Istilah
Pemahaman ibu balita tentang komposisi dan porsi makanan balita, cara pengolahan dan penyajian makanan balita, frekuensi pemberian makan, praktik pemberian ASI dan MP-ASI, dan pemberian makanan tambahan.
Cara Pengambilan Data Wawancara mendalam
Alat Ukur
Hasil Ukur
Sasaran
Pedoman wawancara mendalam
Mengetahui atau tidak mengetahui tentang komposisi dan porsi makanan ideal untuk balita, cara penyiapan atau pengolahan dan penyajian makanan yang tepat, frekuensi dan waktu yang ideal dalam pemberian makan balita, praktik pemberian ASI dan MP-ASI yang ideal bagi balita, pengertian dan waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan, dan makanan jajanan yang baik untuk balita.
Ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami maupun tidak mengalami peningkatan status gizi.
69
Tabel 3.1 Definisi Istilah (lanjutan)
No
2.
Domain Penelitian Sikap terhadap pemberian makan
Sumber: Data primer.
Definisi Istilah
Cara Pengambilan Data
Gambaran penilaian Wawancara mendalam atau pendapat ibu balita terhadap komposisi dan porsi makanan yang ideal bagi balita, pentingnya pengolahan makanan yang sehat dan penyajian makanan yang menarik baik dari segi tampilan maupun rasa, pentingnya frekuensi makan yang ideal, pentingnya pemberian ASI dan manfaat pemberian makanan tambahan.
Alat Ukur
Hasil Ukur
Sasaran
Pedoman wawancara mendalam
Sikap baik atau buruk terhadap komposisi makanan bergizi bagi balita dan pemberian porsi makanan yang ideal dan sesuai dengan usia balita, pengolahan atau penyiapan makanan sehat dan penyajian makanan yang menarik bagi balita, tempat penyimpanan makanan yang tertutup dan bersih, penggunaan alat masak dan alat makan yang bersih, pentingnya frekuensi dan waktu yang tepat dalam pemberian makan balita, pentingnya pemberian ASI eksklusif bagi balita, dan manfaat pemberian makanan tambahan, kesukaan jajan balita dan kepercayaan terhadap pantangan makanan.
Ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami maupun tidak mengalami peningkatan status gizi.
70
Tabel 3.1 Definisi Istilah (lanjutan)
No
3.
Domain Penelitian Praktik pemberian makan
Sumber: Data primer.
Definisi Istilah
Cara Pengambilan Data
Praktik atau apa Wawancara yang dilakukan ibu mendalam dan balita dalam usaha observasi pemberian makan kepada balita, meliputi komposisi dan porsi makanan balita, cara pengolahan dan penyajian makanan balita, frekuensi makan, praktik pemberian ASI dan MP-ASI, dan usaha pemberian makanan tambahan kepada balita.
Alat Ukur
Pedoman wawancara mendalam dan pedoman observasi
Hasil Ukur
Sasaran
Ada atau tidaknya a. Ibu balita KEP penerima PMT-P yang komposisi dan porsi mengalami maupun makanan yang ideal tidak mengalami pada makanan balita, peningkatan status gizi. pengolahan atau b. Keluarga balita KEP penyiapan makanan penerima PMT-P yang yang memperhatikan mengalami maupun tidak mengalami aspek higiene dan peningkatan status gizi rasa, penyajian dan turut serta dalam makanan yang pengasuhan balita. menarik, frekuensi dan c. Staf Puskesmas waktu pemberian Pagedangan yang makan yang ideal, terlibat langsung dalam praktik pemberian ASI program pemberian PMT-P. dan MP-ASI yang ideal, dan usaha pemberian makanan tambahan.
71
Tabel 3.1 Definisi Istilah (lanjutan)
No
4.
Domain Penelitian Pengetahuan pemeliharaan kesehatan balita
Sumber: Data primer.
Definisi Istilah
Cara Pengambilan Data
Pemahaman ibu balita tentang Wawancara mendalam (1) penyakit infeksi yang meliputi jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan, pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita; (2) cara pemeliharaan kesehatan balita yang meliputi pengetahuan tentang cara meningkatkan dan memantau status gizi balita, dampak KEP pada balita, manfaat imunisasi pada balita, dan perilaku hidup bersih dan sehat; (3) kebersihan lingkungan yang meliputi pengetahuan tentang sanitasi lingkungan berupa bangunan rumah, kebutuhan ruangan (tempat bermain-main balita), pergantian udara, sinar matahari, pembuangan sampah dan SPAL.
Alat Ukur
Hasil Ukur
Sasaran
Pedoman wawancara mendalam
Mengetahui atau tidak mengetahui tentang (1) penyakit infeksi yang meliputi jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan, pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita; (2) cara pemeliharaan kesehatan balita yang meliputi cara meningkatkan dan memantau status gizi balita, dampak KEP pada balita, manfaat imunisasi pada balita, dan perilaku hidup bersih dan sehat; (3) kebersihan lingkungan berupa bangunan rumah sehat, kebutuhan ruangan (tempat bermain-main balita), pergantian udara dan sinar matahari yang baik, cara pembuangan sampah dan SPAL yang sehat.
Ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami maupun tidak mengalami peningkatan status gizi.
72
Tabel 3.1 Definisi Istilah (lanjutan) No
5.
Domain Penelitian
Sikap terhadap pemeliharaan kesehatan balita
Sumber: Data primer.
Definisi Istilah
Cara Pengambilan Data
Gambaran penilaian atau Wawancara mendalam pendapat ibu balita terhadap (1) sakit dan penyakit yang meliputi bahaya penyakit infeksi dan pentingnya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita; (2) pemeliharaan kesehatan balita yang meliputi pentingnya peningkatan status gizi, imunisasi, dan perilaku hidup bersih dan sehat pada balita; (3) kebersihan lingkungan meliputi pentingnya penyediaan ruang bermain bagi balita, penggunaan air bersih, pertukaran udara dan pencahayaan rumah yang sehat pembuangan limbah dan sampah yang sehat, dan penyediaan WC atau kamar mandi didalam rumah.
Alat Ukur
Hasil Ukur
Sasaran
Pedoman wawancara mendalam
Sikap baik atau buruk terhadap (1) sakit dan penyakit yang meliputi bahaya penyakit infeksi dan pentingnya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita; (2) pemeliharaan kesehatan balita yang meliputi pentingnya peningkatan status gizi, imunisasi, dan perilaku hidup bersih dan sehat pada balita; (3) kebersihan lingkungan meliputi pentingnya penyediaan ruang bermain bagi balita, penggunaan air bersih, pertukaran udara dan pencahayaan rumah yang sehat pembuangan limbah dan sampah yang sehat, dan penyediaan WC atau kamar mandi didalam rumah.
Ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami maupun tidak mengalami peningkatan status gizi.
73
Tabel 3.1 Definisi Istilah (lanjutan) No
6.
Domain Penelitian
Definisi Istilah
Cara Pengambilan Data
Alat Ukur
Hasil Ukur
Sasaran
Praktik pemeliharaan kesehatan balita
Apa yang dilakukan ibu dalam usaha (1) pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita; (2) pemeliharaan kesehatan balita yang meliputi upaya meningkatkan dan memantau keadaan gizi, pemberian imunisasi dan menjaga kebersihan balita; (3) menjaga kebersihan lingkungan meliputi lingkungan bermain balita, penggunaan air bersih, cara pembuangan sampah dan limbah rumah tangga, usaha mengatur pertukaran udara dan pencahayaan rumah, dan usaha menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar.
Wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen
Pedoman wawancara mendalam, pedoman observasi dan data rekam medik balita
Ada atau tidaknya usaha dalam (1) pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita; (2) pemeliharaan kesehatan balita yang meliputi upaya meningkatkan dan memantau keadaan gizi, pemberian imunisasi dan menjaga kebersihan balita; (3) menjaga kebersihan lingkungan meliputi lingkungan bermain balita, penggunaan air bersih, cara pembuangan sampah dan limbah rumah tangga, usaha mengatur pertukaran udara dan pencahayaan rumah, dan usaha menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar.
a. Ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami maupun tidak mengalami peningkatan status gizi. b. Keluarga balita KEP penerima PMT-P yang mengalami maupun tidak mengalami peningkatan status gizi dan turut serta dalam pengasuhan balita. c. Staf Puskesmas Pagedangan yang terlibat langsung dalam program pemberian PMT-P.
Sumber: Data primer.
74
Tabel 3.1 Definisi Istilah (lanjutan) No
Domain Penelitian
Definisi Istilah
Cara Pengambilan Data
Alat Ukur
Hasil Ukur
Sasaran
7.
Perilaku Pemberian Makan
Pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan ibu dalam upaya pemberian makan pada balita.
Wawancara mendalam, observasi.
Pedoman wawancara mendalam dan pedoman observasi
Perilaku baik atau a. Ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami maupun tidak buruk yang dilihat mengalami peningkatan status gizi. dari segi b. Keluarga balita KEP penerima PMTpengetahuan, sikap, P yang mengalami maupun tidak dan mengalami peningkatan status gizi praktik/tindakan ibu dan turut serta dalam pengasuhan dalam upaya balita. c. Staf Puskesmas Pagedangan yang pemberian makan terlibat langsung dalam program pada balita. pemberian PMT-P.
8.
Perilaku Pemeliharaan Kesehatan balita
Pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan ibu dalam upaya pemeliharaan kesehatan balita.
Wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen
Pedoman wawancara mendalam, pedoman observasi dan data rekam medik
Perilaku baik atau a. Ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami maupun tidak buruk yang dilihat mengalami peningkatan status gizi. dari segi b. Keluarga balita KEP penerima PMTpengetahuan, sikap, P yang mengalami maupun tidak dan mengalami peningkatan status gizi praktik/tindakan ibu dan turut serta dalam pengasuhan dalam upaya balita. c. Staff Puskesmas Pagedangan yang pemeliharaan terlibat langsung dalam program kesehatan balita. pemberian PMT-P.
Sumber: Data primer.
75
Tabel 3.1 Definisi Istilah (lanjutan) No
9.
Domain Penelitian
Status Gizi Balita
Definisi Istilah
Cara Pengambilan Data
Keadaan kesehatan tubuh balita yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan yang diukur berdasarkan indikator BB/U.
Studi dokumen hasil pengukuran penimbangan balita selama program PMT-P di Puskesmas.
Alat Ukur
Dokumen atau data hasil pengukuran penimbangan balita selama program PMT-P di Puskesmas.
Hasil Ukur
Sasaran
Peningkatan status gizi, Balita KEP tidak ada perubahan status penerima PMT-P. gizi, atau penurunan status gizi yang dialami balita setelah pemberian PMT-P.
76
3.3 Hipotesis 1.
Pengetahuan yang buruk mengenai komposisi dan porsi makanan balita, penyiapan dan penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian ASI dan MP-ASI, dan pemberian makanan tambahan menyebabkan perilaku pemberian makan yang buruk.
2.
Sikap yang buruk terhadap pemberian makanan dengan komposisi dan porsi makanan yang ideal, penyiapan dan penyajian makanan yang sehat dan menarik, frekuensi pemberian makan yang cukup, pemberian ASI eksklusif, dan pemberian makanan tambahan menyebabkan perilaku pemberian makan yang buruk.
3.
Praktik yang buruk dalam hal komposisi dan porsi makanan, penyiapan dan penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian ASI dan MP-ASI, dan pemberian makanan tambahan menyebabkan perilaku pemberian makan yang buruk.
4.
Pengetahuan yang buruk mengenai penyakit infeksi pada balita, cara pemeliharaan kesehatan balita, dan kebersihan lingkungan menyebabkan perilaku pemeliharaan kesehatan yang buruk.
5.
Sikap yang buruk terhadap penyakit infeksi pada balita, cara pemeliharaan kesehatan balita, dan kebersihan lingkungan menyebabkan perilaku pemeliharaan kesehatan yang buruk.
6.
Praktik yang buruk dalam hal usaha pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita, pemeliharaan kesehatan dan gizi balita, dan menjaga kebersihan lingkungan menyebabkan perilaku pemeliharaan kesehatan yang buruk.
7.
Pengetahuan, sikap, dan praktik yang buruk dapat menyebabkan perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang buruk.
8.
Perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang buruk menyebabkan pola asuh gizi yang buruk.
77
9.
Pola asuh gizi yang buruk dapat menyebabkan KEP pada balita.
10. Perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik dapat menyebabkan kenaikan status gizi pada balita. 11. Faktor-faktor penyebab KEP pada balita adalah pola asuh gizi (perilaku pemberian makan dan perilaku pemeliharaan kesehatan) yang buruk, yang meliputi pemberian makanan dengan komposisi dan porsi yang tidak mencukupi, pengolahan dan penyajian makanan yang tidak baik, frekuensi pemberian makan yang kurang, tidak diberikan ASI dan MP-ASI yang cukup, dan pemberian makanan tambahan yang kurang, serta tidak ada atau kurangnya upaya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan.
78
BAB IV METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN
4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus (case study) tentang pola asuh gizi ibu terhadap balita KEP yang mendapat PMT-P. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (1991:3), penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh) serta untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang suatu hal. Sedangkan menurut Baum (1998), penelitian kualitatif merupakan penelitian dimana data yang didapatkan didasarkan pada fenomena, gejala, fakta, atau informasi sosial.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - November 2010 di Puskesmas Pagedangan, Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Lokasi penelitian merupakan tempat pelaksanaan program PMT-P dimana ibu beserta balitanya yang menderita KEP (balita gizi buruk dan gizi kurang) datang ke Puskesmas Pagedangan untuk mendapatkan PMT-P berupa biskuit susu dengan komposisi makanan terdiri dari sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
79
mineral dengan kandungan zat gizi energi 360 – 430 kkal dan protein 9 – 11 gram. Selain itu diadakan konseling gizi kepada ibu balita, penimbangan balita dan pemeriksaan kesehatan untuk balita yang sedang mengalami gangguan kesehatan atau menderita penyakit.
4.3 Informan Penelitian Pengambilan informan dalam penelitian ini didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat informan yang sudah diketahui sebelumnya (Baum, 1998). Infoman dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Informan Utama Informan utama merupakan objek utama dalam penelitian ini, yaitu ibu balita KEP (gizi buruk dan gizi kurang) yang mendapat PMT-P (Pemberian Makanan Tambahan-Pemulihan) dari Puskesmas Pagedangan dengan kriteria: a. Ibu dari balita KEP yang mengalami peningkatan status gizi atau mengalami kenaikan berat badan dan telah mengikuti program PMT-P selama minimal tiga bulan. b. Ibu dari balita KEP yang tidak mengalami perubahan status gizi; atau ibu dari balita KEP yang mengalami penurunan status gizi/penurunan berat badan dan telah mengikuti program PMT-P selama minimal tiga bulan.
80
2. Informan Pendukung Informan pedukung merupakan informan yang secara langsung terlibat dalam pelaksanaan PMT-P di Puskesmas Pagedangan, yaitu terdiri dari: a. Keluarga balita KEP yang mendapat PMT-P yang turut serta dalam pengasuhan balita dan merupakan keluarga dari informan utama. b. Staf Puskesmas Pagedangan yang terlibat langsung dalam program pemberian PMT-P.
4.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: 1. Pedoman wawancara mendalam 2. Pedoman observasi 3. Alat perekam 4. Buku catatan 5. Alat tulis.
4.5 Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan latar tertutup dimana hubungan peneliti dengan informan perlu akrab (Loftland, 1984 ) dengan menjamin kerahasiaan informan yang diwawancarai (Moleong, 1991). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Berikut penjelasan masingmasing teknik:
81
1. Wawancara mendalam Wawancara mendalam ini dilakukan peneliti dengan melakukan tanya jawab dengan informan secara langsung (Baum, 1998). Wawancara dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun terlebih dahulu. 2. Observasi Observasi adalah suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistematis dan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra terutama mata terhadap kejadian-kejadian yang langsung (Bimo Walgito, 1987 dalam Anonim 2010). Dalam penelitian ini observasi meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2004). 3. Studi Dokumen Metode ini dilaksanakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian melalui laporan, buku, dan dokumen lain yang berhubungan dengan pola asuh gizi ibu dan program PMT-P di Puskesmas Pagedangan.
4.6 Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang dikembangkan atau lebih dikenal dengan analisis interaktif (interactive models of analysis). Analisis interaktif ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu reduksi data, penyajian data dan
82
penarikan kesimpulan yang dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu siklus (Milles dan Hubberman, 1992). Tiga komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Reduksi data Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis (fieldnote) di lapangan dengan memfokuskan data yang relevan melalui pemisahan data, mempertegas data, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan. 2. Penyajian data Merupakan suatu kegiatan dengan adanya penyajian bagi data kualitatif dalam bentuk kolom, tabel, maupun deskripsi. Susunan penyajian data yang baik dan jelas sistematikanya sangatlah diperlukan untuk melangkah pada tahapan penelitian kualitatif selanjutnya. 3. Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian dengan memperhatikan hasil wawancara, observasi dan studi dokumen (berupa data-data awal yang belum siap digunakan dalam analisis), setelah data tersebut direduksi dan disajikan.
83
Bagan 4.1 Model Analisis Interaktif Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan Sumber : Milles dan Hubberman, 1992.
4.8 Validitas Data Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang valid maka dilakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan mencari sumber data dari dua jenis informan, yaitu informan utama dan informan pendukung. Triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengumpulan data, yaitu dengan metode wawancara, observasi dan studi dokumen.
84
Tabel 4.1 Sumber dan Metode Pengambilan Data No 1. 2. 3.
4.
5.
6.
Domain penelitian Pengetahun pemberian makan Sikap pemberian makan Praktik pemberian makan Pengetahuan pemeliharaan kesehatan balita Sikap terhadap pemeliharaan kesehatan balita Praktik pemeliharaan kesehatan balita
Sumber: Data primer.
Sumber Informan utama (Ibu balita KEP yang mendapat PMT-P) Informan utama (Ibu balita KEP yang mendapat PMT-P) Informan utama (Ibu balita KEP yang mendapat PMT-P) dan Informan pendukung (keluarga balita yang mendapat PMT-P) Informan utama (Ibu balita KEP yang mendapat PMT-P)
Metode Wawancara mendalam Wawancara mendalam Wawancara mendalam dan observasi Wawancara mendalam
Informan utama (Ibu balita KEP yang mendapat PMT-P)
Wawancara mendalam
Informan utama (Ibu balita KEP yang mendapat PMT-P) dan Informan pendukung (keluarga balita yang mendapat PMT-P dan Staf Puskesmas)
Wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen
85
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1 Profil Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Puskesmas Pagedangan terletak di Desa Pagedangan Kecamatan Pagedangan yang terletak di bagian Timur Kabupaten Tangerang dengan luas wilayah 4.802,16 km2 dengan jarak desa paling jauh ke ibukota Tangerang kira-kira 30 km. Mempunyai wilayah kerja 11 desa yaitu: Desa Pagedangan, Desa Lengkong Kulon, Desa Cihuni, Desa Medang, Desa Cijantra, Desa Cicalengka, Desa Situ Gadung, Desa Kadu Sirung, Desa Jatake, Desa Malang Nengah dan Desa Karang Tengah. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pakulonan Barat Kecamatan Curug, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sampora Kecamatan Cisauk, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bojong Nangka Kecamatan Legok, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cisauk Kecamatan Cisauk. Berdasarkan profil Puskesmas Pagedangan pada tahun 2009 diketahui bahwa jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas pagedangan sebanyak 83.052 jiwa, jumlah penduduk miskin sebanyak 31.154 jiwa dan jumlah kepala keluarga sebanyak 16.925 jiwa. Sedangkan jumlah balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pagedangan pada tahun 2009 yaitu sebanyak 8.263 jiwa, dengan jumlah balita gizi buruk sebanyak 65 jiwa, balita gizi kurang
86
sebanyak 761 jiwa, balita gizi baik sebanyak 7.358 jiwa dan balita gizi lebih sebanyak 79 jiwa (Dokumen Puskesmas, 2009). Tingkat pendidikan penduduknya sebagian besar masih SLTA/MA yaitu sebesar 12,08%, SLTP/MTs sebesar 11,2 %, SD/MI sebesar 10,4% dan tidak/belum pernah sekolah sebesar 8,04%, sedangkan tidak/belum tamat SD sebesar 5,7% dan perguruan tinggi sebesar 3,9% (Dokumen Puskesmas, 2009). 5.1.2 Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Tahun 2009 - 2010 1. Tujuan Umum Meningkatkan status gizi balita melalui pemberian makanan tambahan. 2. Tujuan Khusus a. Memberikan makanan tambahan yang sesuai dengan persyaratan gizi. b. Menurunkan prevalensi balita kurang gizi. c. Menanamkan pengetahuan gizi pada keluarga balita. d. Meningkatkan kesadaran serta mendorong kemandirian masyarakat dalam penanggulangan dan pencegahan kurang gizi. 3. Sasaran Balita gizi buruk dan gizi kurang dengan indikator berat badan/umur (BB/U)1 dan berat badan/tinggi badan (BB/TB)2.
1
BB/U adalah indeks antropometri yang merupakan rasio dari pengukuran berat badan terhadap umur.
87
4. Komposisi Zat Gizi dan Jenis PMT-P Komposisi gizi yang diberikan yaitu energi 360 – 430 kkal dan protein 9 – 11 gram dengan jenis makanan untuk gizi buruk berupa bubur formula 75 (F75)3 yang terdiri dari susu krim, gula pasir, tepung beras, dan minyak goreng, sedangkan untuk balita gizi buruk dan gizi kurang diberikan susu formula dan biskuit balita. 5. Deskripsi Kegiatan Guna memaksimalkan hasil dalam pemberian makanan tambahan tersebut juga dilaksanakan pelayanan tata laksana gizi buruk bagi puskesmas maupun di desa berupa konseling gizi maupun bimbingan dalam pemberian makanan pada balitanya.
5.2 Karakteristik Informan 5.2.1 Informan Utama 1. Ibu dari Balita Penerima PMT-P yang Mengalami Peningkatan Status Gizi Informan ibu dari balita penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi terdiri dari tiga informan. Ketiga informan tersebut merupakan ibu dari balita gizi buruk dan gizi kurang yang mengalami peningkatan status gizi, mengikuti program PMT-P minimal tiga bulan dan masih mengikuti program PMT-P ketika penelitian ini berlangsung. Status
2
BB/TB adalah indeks antropometri yang merupakan rasio dari pengukuran berat badan terhadap pengukuran tinggi badan. 3 Formula 75 adalah formula makanan khusus yang diberikan kepada balita penderita KEP yang bertujuan untuk meningkatkan asupan zat gizinya khususnya kalori dan protein.
88
gizi diketahui berdasarkan indikator BB/U dari hasil penimbangan berat badan selama periode mei sampai agustus. Berikut adalah karakteristik informan utama ibu dari balita yang mengalami peningkatan status gizi: Tabel 5.1 Karakteristik Ibu dari Balita yang Mengalami Peningkatan Status Gizi yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 Karakteristik Umur Umur nikah Pendidikan Pekerjaan Pekerjaan suami
B 36 tahun 16 tahun Tidak tamat SD Ibu Rumah Tangga Tidak mempunyai pekerjaaan -
E 36 tahun 16 tahun Tamat SD Ibu Rumah Tangga Petugas keamanan
S 37 tahun 15 tahun Tamat SD Ibu Rumah Tangga Wiraswasta
Rp. 500.000 ± Rp. 650.000 Pendapatan keluarga/bulan 7 orang 7 orang Jumlah anggota 6 orang keluarga dalam serumah 1 orang 2 balita 1 balita Jumlah balita dalam Keluarga Karakteristik Balita Penerima PMT-P 11 bulan 43 bulan 13 bulan Umur Balita 4 4 5 Anak ke Laki-laki Laki-laki Laki-laki Jenis Kelamin Balita 3,3 kg 3 kg BB Lahir Balita 4 kg Gizi buruk Gizi kurang Status gizi balita Gizi buruk menjadi gizi menjadi gizi menjadi gizi bulan ke 1 dan kurang kurang baik bulan ke 3 1,1 kg 1,5 kg 2,1 kg Pertambahan BB Batuk, demam, Batuk, flu, Batuk, dan Riwayat demam dan demam Penyakit Infeksi dan penyakit kulit penyakit kulit. Sumber: Data Primer.
89
Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat diketahui untuk informan B berumur 36 tahun, menikah pada umur 16 tahun, pendidikan tidak tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga, memiliki suami yang tidak mempunyai pekerjaan, tidak memiliki pendapatan keluarga, memiliki enam anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita yaitu berumur 11 bulan, merupakan anak keempat dari empat bersaudara, berjenis kelamin laki-laki, memiliki berat lahir 4 kg, mengalami perubahan status gizi dari sebelumnya berstatus gizi buruk menjadi berstatus gizi kurang dengan pertambahan berat badan sekitar 1,1 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, demam, dan penyakit kulit Sedangkan untuk informan E berumur 36 tahun, menikah pada umur 16 tahun, pendidikan tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga, pekerjaan suami yaitu petugas keamanan, dengan pendapatan keluarga Rp. 500.000 per bulan, memiliki tujuh anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki dua orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita yang mengikuti program PMT yaitu berumur 43 bulan, merupakan anak ke empat dari lima bersaudara, berjenis kelamin laki-laki, memiliki berat lahir 3,3 kg, mengalami perubahan status gizi dari sebelumnya berstatus gizi buruk menjadi berstatus gizi kurang dengan pertambahan berat badan sekitar 1,5 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, flu, demam, dan penyakit kulit.
90
Dan untuk informan S berumur 37 tahun, menikah pada umur 15 tahun, pendidikan tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga, pekerjaan suami yaitu wiraswasta, pendapatan keluarga Rp. 650.000 per bulan, memiliki tujuh anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita yang mengikuti program PMT yaitu berumur 13 bulan, merupakan anak ke lima dari lima bersaudara, berjenis kelamin laki-laki, memiliki berat lahir 3 kg, mengalami perubahan status gizi dari sebelumnya berstatus gizi kurang menjadi berstatus gizi baik dengan pertambahan berat badan sekitar 2,1 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk dan demam. 2. Ibu dari Balita penerima PMT-P yang tidak Mengalami Peningkatan Status Gizi Informan ibu dari balita penerima PMT-P yang tidak mengalami peningkatan status gizi terdiri dari empat informan. Keempat informan tersebut merupakan ibu dari balita gizi buruk dan gizi kurang yang mengikuti program PMT-P minimal tiga bulan dan masih mengikuti program PMT-P ketika penelitian ini berlangsung. Tiga dari empat informan merupakan ibu dari balita penerima PMT-P yang tidak mengalami perubahan status gizi selama pemberian PMT-P, sedangkan satu informan lainnya merupakan ibu dari balita penerima PMT-P yang mengalami penurunan status gizi selama pemberian PMT-P. Status gizi diketahui berdasarkan indikator BB/U dari hasil penimbangan berat badan
91
selama periode mei sampai agustus. Berikut adalah karakteristik informan utama ibu dari balita yang tidak mengalami peningkatan status gizi. Tabel 5.2 Karakteristik Ibu dari Balita yang Tidak Mengalami Peningkatan Status Gizi yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 Karakteristik Umur Umur nikah Pendidikan
SK 28 tahun 18 tahun Tamat SD
N 23 tahun 20 tahun Tamat SD
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga
Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan suami
Buruh
Buruh
Ai 40 tahun 15 tahun Tidak tamat SD Ibu Rumah Tangga/ Petani Petani
Pendapatan keluarga/bulan Jumlah anggota keluarga dalam serumah Jumlah balita dalam Keluarga
± Rp. 500.000 5 orang
± Rp. 400.000 7 orang
± Rp. 300.000 7 orang
Ibu Rumah Tangga/ Wiraswasta Petugas keamanan ± Rp. 1.500.000 5 orang
1 orang
1 balita
2 balita
1 balita
Umur Balita Anak ke Jenis Kelamin Balita BB Lahir Balita Status gizi balita bulan ke 1 dan bulan ke 3 Pertambahan BB Riwayat Penyakit Infeksi
Karakteristik Balita Penerima PMT-P 11 bulan 18 bulan 60 bulan 3 1 12 Laki-laki Perempuan Perempuan 3,8 kg Gizi kurang menjadi gizi kurang 0,7 kg
3 kg Gizi kurang menjadi gizi kurang 0,8 kg
3 kg Gizi kurang menjadi gizi kurang 0,5 kg
Batuk, demam, flu, dan diare
Batuk, flu, demam dan penyakit kulit.
Demam, batuk dan muntah.
Sumber: Data Primer.
SM 40 tahun 20 tahun Tamat SMA
24 bulan 6 Perempuan 3,5 kg Gizi kurang menjadi gizi buruk -0,6 kg (berkurang 0,6 kg) Batuk, demam, dan flu.
92
Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat diketahui untuk informan SK berumur 28 tahun, menikah pada umur 18 tahun, pendidikan tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga, memiliki suami yang bekerja sebagai buruh, dengan pendapatan keluarga ± 500.000 per bulan, memiliki lima anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita yaitu berumur 11 bulan, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, berjenis kelamin laki-laki, memiliki berat lahir 3,8 kg, tidak mengalami perubahan status gizi yaitu tetap berstatus gizi kurang selama tiga bulan pemberian PMT-P dengan pertambahan berat badan sekitar 0,7 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, demam, flu, dan diare. Untuk informan N berumur 23 tahun, menikah pada umur 20 tahun, pendidikan tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga, memiliki suami yang bekerja sebagai buruh, dengan pendapatan keluarga ± 400.000 per bulan, memiliki tujuh anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita yaitu berumur 18 bulan, merupakan anak tunggal, berjenis kelamin perempuan, memiliki berat lahir 3 kg, tidak mengalami perubahan status gizi yaitu tetap berstatus gizi kurang selama tiga bulan pemberian PMT-P dengan pertambahan berat badan sekitar 0,8 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, demam, flu, dan diare.
93
Sedangkan untuk informan Ai berumur 40 tahun, menikah pada umur 15 tahun, pendidikan tidak tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga dan petani, memiliki suami yang bekerja sebagai petani, memiliki pendapatan keluarga ± 300.000 per bulan, memiliki tujuh anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki dua orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita yaitu berumur 60 bulan, merupakan anak ke 12 dari 13 bersaudara, berjenis kelamin perempuan, memiliki berat lahir 3 kg, tidak mengalami perubahan status gizi yaitu tetap berstatus gizi kurang selama tiga bulan pemberian PMT-P dengan pertambahan berat badan sekitar 0,5 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, demam, flu, dan diare. Untuk informan SM berumur 40 tahun, menikah pada umur 20 tahun, pendidikan tamat SMA, pekerjaan ibu rumah tangga dan wiraswasta, memiliki suami yang bekerja sebagai petugas keamanan, dengan pendapatan keluarga ± 1.500.000 per bulan, memiliki lima anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita yaitu berumur 24 bulan, merupakan anak keenam dari enam bersaudara, berjenis kelamin perempuan, memiliki berat lahir 3,5 kg, mengalami penurunan status gizi yaitu dari sebelumnya berstatus gizi kurang menjadi berstatus gizi buruk dengan penurunan berat badan sekitar 0,6 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, demam, dan flu.
94
5.2.2 Informan Pendukung 1. Keluarga Balita Penerima PMT-P yang Mengalami Peningkatan Status Gizi Informan keluarga balita penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi terdiri dari tiga informan. Ketiga informan tersebut merupakan keluarga dari informan utama yang memiliki balita penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi selama pemberian PMT-P. berikut adalah karakteristik keluarga dari balita penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi: Tabel 5.3 Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang Mengalami Peningkatan Status Gizi di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 Karakteristik Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Hubungan dengan balita penerima PMT-P Sumber: Data Primer.
MK/B 14 tahun Perempuan Tamat SD Kakak
WH/E 16 tahun Laki-laki Tamat SMP Kakak
I/S 21 tahun Laki-laki Tamat SMP Kakak
Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat diketahui karakteristik keluarga balita penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi, yaitu untuk informan keluarga MK yang merupakan keluarga informan utama B berumur 14 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan tamat SD, tidak memiliki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai kakak dari balita penerima PMT-P.
95
Sedangkan untuk informan keluarga WH yang merupakan keluarga informan utama E berumur 16 tahun, berjenis kelamin laki-laki, pendidikan tamat SMP, tidak memiliki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai kakak dari balita penerima PMT-P. Dan untuk informan keluarga I yang merupakan keluarga informan utama S berumur 21 tahun, berjenis kelamin laki-laki, pendidikan tamat SMP, tidak memiliki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai kakak dari balita penerima PMT-P. 2. Keluarga Balita Penerima Peningkatan Status Gizi
PMT-P
yang
Tidak
Mengalami
Informan keluarga balita penerima PMT-P yang tidak mengalami peningkatan status gizi terdiri dari empat informan. Tiga dari empat informan tersebut merupakan keluarga dari informan utama yang memiliki balita penerima PMT-P yang tidak mengalami perubahan status gizi selama tiga bulan pemberian PMT-P, sedangkan satu orang sisanya merupakan keluarga dari balita penerima PMT-P yang mengalami penurunan status gizi selama pemberian PMT-P. Berikut adalah karakteristik keluarga dari balita penerima PMT-P yang tidak mengalami peningkatan status gizi:
96
Tabel 5.4 Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang Tidak Mengalami Peningkatan Status Gizi di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 Karakteristik Umur Jenis Kelamin Pendidikan
Mu/SK 30 tahun Laki-laki Tamat SD
Pekerjaan
Buruh
Ay/N 47 tahun Perempuan Tidak sekolah Petani
Ayah
Nenek
Hubungan dengan balita penerima PMT-P Sumber: Data Primer.
Ml/Ai 24 tahun Perempuan Tamat SD
UM/SM 40 tahun Laki-laki Tamat SMA Ibu rumah Petugas tangga keamanan Kakak Ayah
Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat diketahui karakteristik keluarga balita penerima PMT-P yang tidak mengalami peningkatan status gizi, yaitu untuk informan keluarga Mu yang merupakan keluarga informan utama SK berumur 30 tahun, berjenis kelamin laki-laki, pendidikan tamat SD, memiliki pekerjaan sebagai buruh dan memiliki hubungan sebagai ayah dari balita penerima PMT-P. Sedangkan untuk informan keluarga Ay yang merupakan keluarga informan utama N berumur 47 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan tamat SD, memiliki pekerjaan sebagai petani dan memiliki hubungan sebagai nenek dari balita penerima PMT-P. Dan untuk informan keluarga MI yang merupakan keluarga informan utama Ai berumur 24 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan tamat SD, memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan memiliki hubungan sebagai kakak dari balita penerima PMT-P.
97
Dan untuk informan keluarga MI yang merupakan keluarga informan utama Ai berumur 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki, pendidikan tamat SMA, memiliki pekerjaan sebagai petugas keamanan dan memiliki hubungan sebagai ayah dari balita penerima PMT-P. 3. Staf Puskesmas Pagedangan yang Terlibat Langsung dalam Program PMT-P Informan terdiri dari tiga staf puskesmas yang terlibat langsung dalam program pemberian PMT-P kepada balita gizi buruk dan gizi kurang di Puskesmas Pagedangan dari tahun 2009 sampai penelitian berlangsung. Berikut adalah karakteristik informan staf Puskesmas Pagedangan yang terlibat langsung dalam program PMT-P: Tabel 5.5 Karakteristik Staf Puskesmas yang Terlibat Langsung dalam Program PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010 Karakteristik Umur Pendidikan Jabatan Lama Bekerja Sumber: Data Primer.
Y 33 tahun S1 Gizi Masyarakat Tenaga Pelaksana Gizi 1 tahun
SM 30 tahun Dokter
P 39 tahun D1 Kebidanan
Dokter umum BP Anak 2 tahun
Staf pemegang program anak 17 tahun
Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik staf puskesmas pagedangan yang terlibat langsung dalam program PMT-P yaitu untuk informan staf puskesmas Y berumur 33 tahun, pendidikan S1 Gizi Masyarakat, memiliki jabatan sebagai tenaga pelaksana gizi di Puskesmas Pagedangan dan memiliki pengalaman bekerja di Puskesmas Pagedangan selama satu tahun.
98
Sedangkan untuk informan staf puskesmas SM berumur 30 tahun, pendidikan dokter, memiliki jabatan sebagai dokter umum yang bertugas di balai pengobatan (BP) anak di Puskesmas Pagedangan dan memiliki pengalaman bekerja di Puskesmas Pagedangan selama dua tahun. Sedangkan untuk informan staf puskesmas P berumur 39 tahun, pendidikan D1 Kebidanan, memiliki jabatan sebagai staf pemegang program anak di Puskesmas Pagedangan dan memiliki pengalaman bekerja di Puskesmas Pagedangan selama 17 tahun.
5.3 Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri dari perilaku informan utama dalam pemberian makan yang dibedakan menjadi pengetahuan, sikap dan praktiknya dalam pemberian makan pada balita dan perilaku informan utama dalam pemeliharaan kesehatan yang dibedakan menjadi pengetahuan, sikap dan praktiknya dalam pemeliharaan kesehatan balita. Hasil penelitian diperoleh dengan cara wawancara mendalam dengan informan utama, baik dari kelompok informan yang memiliki balita yang mengalami peningkatan status gizi selama tiga bulan pemberian PMT-P maupun kelompok informan yang memiliki balita yang tidak mengalami peningkatan status gizi selama tiga bulan pemberian PMT-P. Untuk memvalidasi data mengenai praktik pemberian makan dan praktik pemeliharaan kesehatan yang didapat dari informan utama, maka dilakukan cross cek data dengan cara wawancara mendalam dengan informan keluarga yang ikut serta dalam pengasuhan balita dan staf Puskesmas Pagedangan yang terlibat
99
langsung dalam program PMT-P. Serta dengan cara observasi yang dilakukan ratarata lebih dari dua kali di rumah informan utama maupun di Puskesmas Pagedangan karena terdapat intensitas pertemuan setiap kamis. Selain itu dilakukan cross cek data antar informasi yang didapat dari informan utama dengan catatan rekam medik balita yang ada di puskesmas. 5.3.1 Gambaran Pengetahuan Pemberian Makan Pengetahuan pemberian makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengetahuan informan utama dalam hal pemberian makan untuk balita yang meliputi komposisi dan porsi makanan yang tepat untuk balita, cara pengolahan dan penyajian makanan yang tepat untuk balita, frekuensi pemberian makan ideal untuk balita, pemberian ASI (Air susu ibu) dan pemberian makanan tambahan kepada balita. 1. Komposisi dan Porsi Makanan Pengetahuan mengenai komposisi dan porsi makanan meliputi pengetahuan tentang komposisi makanan bergizi bagi balita, zat gizi dalam makanan, jenis atau sumber makanan bergizi, dan porsi makanan ideal bagi balita dalam sekali makan. Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, baik dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi maupun dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi, didapatkan hanya satu informan yang mengetahui komposisi makanan bergizi yaitu yang tercakup dalam empat sehat lima sempurna atau yang terdiri dari makanan pokok, sayuran, buah-buahan, lauk pauk dan susu, sedangkan
100
enam informan yang lain tidak mengetahui komposisi makanan bergizi yang seharusnya diberikan pada balita. Berikut kutipannya: “Opat sehat lima sempurna tea, susu bayem kangkung, tempe tahu, endok, telur, kacang ijo, bubur sangu” (“Empat sehat, lima sempurna itu, susu, bayam, kangkung, tempe, tahu, telur, kacang hijau, bubur nasi, buah-buahan”) (Informan E) “Enggak tahu” (Informan B) “Teu nyaho” (“Tidak tahu”) (Informan SK). Sedangkan pengetahuan mengenai zat gizi dalam makanan, sebagian besar informan tidak mengetahuinya. Namun meskipun mayoritas informan tidak mengetahui sumber makanan bergizi, sebagian besar informan mengetahui makanan sumber lemak yaitu minyak, daging, jeroan, coklat, dan susu. Sedangkan untuk sumber zat gizi lain seperti energi, karbohidrat, protein dan vitamin, sebagian besar informan tidak mengetahuinya. Hanya dua informan yang menjawab sumber energi adalah nasi dan susu. Satu informan menjawab sumber karbohidrat adalah nasi, kentang, roti dan mie, tiga informan menjawab sumber protein adalah lauk pauk seperti ayam dan telur, dan satu informan menjawab sumber vitamin adalah sayur-sayuran. Berikut kutipannya: “Naon nyah, teu nyaho lah sumber energi, karbohidrat heunteu nyaho lah, lemak-lemak teh kos jeroan sapi nyah neng” (“Apa ya, tidak tahu sumber energi, karbohidrat tidak tahu, lemaklamak itu seperti jeroan sapi ya neng”) (Informan E). “Heunteu si teu terang, paling geh umpamana paling vitamin, di pasihan kitu sayur-sayuran, lamun anu protein kitu mah nyah umpamana lauk-pauk jeung ayam., misalken ayam kitu, telor kitu, lamun lemak terlalu banyak minyak kitu”
101
(“Enggak si tidak tahu, mungkin seperti vitamin yang dikasi seperti sayur-sayuran, kalo protein gitu seperti lauk pauk seperti ayam, misal makan sama ayam, telur gitu, kalo lemak terlalu banyak minyak gitu yah”) (Informan S). “Makanan yang mengandung energi susu, protein tempe, telur, ikan, karbohidrat nasi, roti, kentang, mie udah, lemak dari itu yah, tetelan, daging, mentega” (Informan SM). “Sumber energi nasi heeh nasi bener, protein susu meureun, mengandung lemak teh coklat geh sarua kan nyah, susu sarua kan, eta minyak-minyak, daging, anu berminyak, engges teu nyaho deui hehe” (“Sumber energi nasi ya, protein susu kali, karbohidrat lupa lagi kalo itu, mengandung lemak itu coklat juga sama kan, susu sama, terus kaya minyak-minyak, daging, yang berminyak, sudah tidak tahu lagi hehe”) (Informan N). Dan mengenai pengetahuan porsi makanan yang ideal bagi balita, didapatkan jawaban yang bervariasi, namun dari jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa, porsi makanan yang ideal menurut informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi lebih besar dari pada porsi makanan menurut informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Dua informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi menjawab porsi makanan pokok adalah dua centong nasi atau setengah mangkuk sampai satu mangkuk, dan untuk lauknya sepotong tempe atau sebutir telur. Sedangkan menurut dua informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, porsi makanan pokok adalah secentong nasi atau sepiring kecil, dan lauk sedikit saja sebagai pelengkap. Berikut kutipannya: “Atuh bagusnamah dua centong setengah jeung budak mah hayi manehna daeken, tempe paling sakeret tea neng”
102
(“Ya sebaiknya dua centong setengah kalo untuk anak, jika dia mau, tempe paling sepotong itu neng,”) (Informan E). “Setengah mangkok sampe samangkok, atuh telorna sahiji” (“Setengah mangkok sampai satu mangkok, ya telurnya satu”) (Informan S). “Sapiring letik, sacentong heeh, lauk mah paling geh saeutik tea” (“Sepiring kecil, secentong ya, lauk tu paling juga sedikit itu”) (Informan SK). “Satu piring kecil satu porsi” (Informan SM). 2. Cara Pengolahan dan Penyajian Makanan Pengetahuan mengenai cara pengolahan dan penyajian makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan mengenai cara penyiapan dan pengolahan makanan yang tepat, serta penyajian makanan yang baik bagi balita. Menurut sebagian besar informan utama baik yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, cara penyiapan dan pengolahan makanan yang baik adalah bahan makanan dimasak sampai matang, dengan cara dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng untuk bahan makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis sayuran. Selain itu beberapa informan menambahkan bahan makanan seperti telur dan sayuran sebaiknya dimasak setengah matang agar mengandung banyak vitamin untuk balita. Berikut kutipannya: “Lamun bayem setengah asak, lamun kangkung setengah asak, endog mah pan didadar, tahu mah di semur” (“Kalo bayem setengah matang, kalo kangkung setengah matang, telur di dadar, kalo tahu disemur”) (Informan E).
103
“Masak makanan biasa bae, sampe asak, kadang-kadang setengah mateng, lamun jeung budak mah setengah mateng, misalken telor kitu setengah mateng, sok loba vitamina lamun setengah mateng” (“Masak makanan biasa saja, sampe matang, kadang-kadang setengah mateng, kalo untuk anak setengah mateng, misalkan telur gitu setengah matang, nanti banyak vitaminnya kalo setengah matang”) (Informan S). “Oh bagusna setengah mateng atau sampe asak, kos telor teh setengah mateng, lamun nu asak teh kos sayur sop, sangu” (“Oh sebaiknya setengah matang atau sampe matang, kaya telur gitu setengah matang, kalo yang matang tuh kaya sayur sop, nasi”) (Informan SK). Sedangkan pengetahuan mengenai penyajian makanan yang baik, menurut mayoritas informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, adalah sebaiknya makanan dihias atau memiliki tampilan yang menarik, dan dibedakan rasanya seperti tidak terlalu asin. Sedangkan dua informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, menjawab sebaiknya tampilan makanan berupa nasi dan lauk pauknya saja. Berikut kutipannya: “Atuh bagusan dihias jadi budak teh rareusepen, komo lamun ku anu beureum-beureum kos wortol jeung bayem bereum tah, budak mah raresepen sok di comotan tea, di hias-hias mah” (“Ya sebaiknya makanan dihias sehingga anak menjadi suka makan, apalagi kalo pake yang merah-merah seperti wortel dan bayam merah gitu, pada suka jadi sering di ambilin gitu, kalo dihias-hias gitu”) (Informan E). “Lamun anu boga mah heeh di hias-hias, anu di meja makan tea, bagusnamah dihias jeung budak mah, hayi jeung budak mah dibedaken rasana, bedana ulah terlalu asin kitu ulah terlalu enakenak kitu nyah” (“Kalo yang punya ya dihias-hias, yang di meja makan gitu, sebaiknya dihias buat anak mah, kalo buat anak dibedakan rasanya,
104
bedanya jangan terlalu asin gitu jangan terlalu enak-enak (gurih) gitu ya”) (Informan S). “Paling atuh sangu jeung tempe, sayur kangkung kadang-kadang, bayem atuh hayi ker aya duitna” (“Mungkin sangu sama tempe, sayur kangkung kadang-kadang, bayam kalo lagi ada duitnya”) (Informan A). “Dihias make tempe tahu lauk, daun bayem sok di pake” (“Dihias pakai tempe tahu lauk, daun bayem suka di pake”) (Informan SK). 3. Frekuensi Pemberian Makan Pengetahuan mengenai frekuensi pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu mengenai frekuensi atau seringnya pemberian makan yang ideal kepada balita, serta waktu yang tepat dalam pemberian makan kepada balita. Dari jawaban yang diberikan seluruh informan baik dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi maupun kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi, didapatkan hasil bahwa frekuensi pemberian makan yang ideal kepada balita adalah tiga kali dalam sehari. Berikut kutipannya: “Tiga kali kalo lagi ada, pagi, dhuhur, sama sore, kalo uda nangis aja dia mah suka lapar, kalo malem gak suka dikasi” (Informan B). “Tilu kali” (“Tiga kali”) (Informan SK). “Bagusnamah tilu kali” (“Sebaiknya tiga kali”) (Informan N). Sedangkan waktu pemberian makan menurut sebagian besar informan adalah saat balita lapar atau meminta makanan, saat balita bangun atau mau tidur dan saat balita bermain. Selain itu menurut salah satu
105
informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, sebaiknya balita diberikan makanan sesuai dengan jam makan atau teratur setiap harinya. Berikut kutipannya: “Anu bagusnamah berang saeutik atuh jam delapan, trus jam dua belas trus sosorean paling geh jam tilu, anu teratur kitu barang daharna” (“Sebaiknya siang sedikit jam delapan, kemudian jam 12, kemudian sore jam tiga, yang teratur gitu makannya”) (Informan S). “Ker lapar, ker manehna hayangen, menta emam kitu, atuh manehnamah kudu sambari ulin bae daharna, ja te sambari ulin mah te daeken” (“Saat lapar, saat dia mau makan, minta makan gitu, ya dia mah harus sambil main aja makannya, karena jika tidak sambil main anaknya tidak mau”) (Informan E). “Waktu anu bagusna atuh jam delapan atuh, sarapan, pagi-pagi, siang sore, kadang malem sambari ulin ja lamun te sambari ulin mah hararese” (“Waktu yang baik ya jam delapan gitu, sarapan, pagi-pagi, siang sore, kadang malem sambil main soalnya kalo gak sambil makan susah”) (Informan SK). 4. Pemberian ASI Pengetahuan mengenai pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praktik pemberian ASI yang ideal bagi balita, meliputi waktu yang tepat dimulainya pemberian ASI, lamanya pemberian ASI, waktu yang tepat dimulainya pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dan jenis MP-ASI yang baik untuk balita. Pengetahuan mengenai waktu yang tepat dimulainya pemberian ASI, menurut sebagian besar informan adalah segera setelah balita dilahirkan. Namun meskipun demikian, terdapat satu informan yang balitanya
106
mengalami peningkatan status gizi, yang menjawab waktu dimulainya pemberian ASI adalah setelah tiga hari dilahirkan. Berikut kutipannya: “Timimiti lahir geh sok dibere ASI ku bidan geh sok dititah dibere ASI, ceunageh can putih geh neng dibere ASI bae, koneng geh” (“Dari sejak lahir juga suka dikasi ASI, sama Bidan juga suka disuruh dikasi ASI, katanya belum putih juga neng dikasi ASI aja, meskipun kuning”) (Informan E). “Bagusna mentes lahir langsung dibere bae” (“Sebaiknya sesudah lahir langsung dikasi aja”) (Informan SK). “Kalo udah tiga hari aja baru dikasi susu, kalo udah diurut kan suka banyak air susunya sudah tiga hari baru keluar baru dikasi, sebelum itu mah kan gak ada airnya makanya gak dikasi” (Informan B). Pengetahuan mengenai lamanya pemberian ASI, menurut sebagian besar informan adalah sampai balita berumur dua tahun, meskipun demikian terdapat dua informan yang menjawab sampai balita berumur satu setengah tahun. Berikut kutipannya: “Umur dua tahun dieurenan neng” (“Umur dua tahun dihentikan neng”) (Informan E). “Dua tahun penuh” (Informan SM). “Bagusnamah sih ceunageh sampe sataun setengah” (“Sebaiknya si katanya sampe setahun setengah”) (Informan N). “Lamun lalaki mah satahun setengah nyah, lamun perempuan dua tahun” (“Kalo laki-laki setahun setengah ya, kalo perempuan dua tahun”) (Informan S). Untuk pengetahuan mengenai waktu yang tepat dimulainya pemberian MP-ASI, didapatkan jawaban yang bervariasi. Tiga informan menjawab sejak balita berusia enam bulan, sedangkan sisanya menjawab setelah balita dilahirkan, sejak balita berumur satu minggu dan lain-lain.
107
Dan jenis MP-ASI yang sebaiknya diberikan untuk balita, menurut seluruh informan adalah pisang, bubur bayi instan, nasi tim, bubur nasi, dan lainlain. Berikut kutipannya: “Ges genep bulan nyah, dibere iye bubur bayi instan “X”, sapuluh bulan bae karak dibere tim” (“Saat enam bulan ya, dikasi bubur bayi instan “X”, sepuluh bulan aja baru dikasi tim”) (Informan E). “Oh setelah enam bulan, bubur bayi instan apa aja” (Informan SM). “Bagusnamah enam bulan karak dibere, bubur bayi instan “X” (“Sebaiknya enam bulan baru diberi, bubur bayi instan “X””) (Informan SK). “Karak lahir dibere kan cau ambon, tilu bulan geh ges dibere kitu, dibere bubur bayi instan “X”” (“Saat lahir dikasi pisang ambon, tiga bulan juga dikasi bubur bayi instan “X””) (Informan N). 5. Pemberian Makanan Tambahan Pengetahuan
mengenai
pemberian
makanan
tambahan
yang
dimaksud dalam penelitian ini, adalah pengetahuan informan utama mengenai apa yang dimaksud dengan pemberian makanan tambahan, waktu pemberian makanan tambahan, dan makanan jajanan yang baik untuk balita. Pengetahuan mengenai apa yang dimaksud pemberian makanan tambahan, menurut mayoritas informan adalah makanan selain nasi, atau makanan seperti biskuit, roti, kue, singkong, buah-buahan dan lain-lain. Sedangkan waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan, menurut dua informan dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi, yaitu sebaiknya diberikan di sela-sela waktu makan. Sedangkan informan
108
yang lain menjawab sebelum atau sesudah makan, ketika balita meminta makan, bangun tidur dan lain-lain. Berikut kutipannya: “Selain sangu, dibere tambahan barang dahar naon bae neng, kos biskuit, roti, samentana anak, tipeting, laju hudang hees geh sok menta” (“Selain nasi, dikasi tambahan makanan apa aja, seperti biskuit, roti, roti, semintanya anak, waktu malam, terus bangun tidur juga suka minta”) (Informan E). “Makanan tambahan atuh selain sangu bae, bagusnamah isuk-isuk, meunteus dahar geh hayi hayangen mah dibere” (“Makanan tambahan ya selain nasi aja, sebaiknya pagi-pagi, sesudah makan juga kalo mau dikasi”) (Informan N). “Pemberian makanan tambahan teh salain ASI atau salain nasi, kue, diberena isuk-isuk bae kitu atuh hudang sare, dohor kitu, diselang waktu dahar bae leh”) (“Pemberian makanan tambahan itu selain ASI atau selain nasi, kue, dikasinya pagi-pagi aja gitu ya bangun tidur, dzhuhur gitu, diselang waktu makan aja lah”) (Informan SK). “Apa ya, hehe, setelah makan, sebelum makan sore, sela waktu makan ya” (Informan SM). Menurut sebagian besar informan, jajanan yang baik adalah makanan seperti biskuit, roti, susu, dan buah-buahan. Selain itu dua informan dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi menambahkan, jajanan yang baik adalah makanan yang bergizi dan bersih. Dan satu informan dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi menambahkan jajanan yang baik adalah makanan yang diolah sendiri di rumah. Berikut kutipannya: “Nu bagusna ja kos roti, laju anu bagusnamah si ti imah jajanan teh anu ngagoreng pisang kitu” (“Yang bagus ya kaya roti, terus yang bagus si jajanan itu dari rumah kaya menggoreng pisang gitu”) (Informan SK).
109
“Itu paling susu kotak, dia suka beli susu kotak, yang bagus kaya biskuit ya” (Informan SM). “Paling makanan yang bergizi kali ya” (Informan B). “Jajanan nu bagus jeung budak paling geh biskuit meureun, barang daharna anu kudu bersih kitu, anu teratur kitu barang daharna” (“Jajanan yang baik untuk anak mungkin biskuit kali, makanan yang harus bersih gitu, yang teratur makannya”) (Informan S). 5.3.2 Gambaran Sikap Pemberian Makan Sikap pemberian makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu pendapat informan utama dalam hal perilaku pemberian makan untuk balita, yang meliputi komposisi dan porsi makanan yang ideal, pentingnya cara pengolahan makanan sehat dan penyajian makanan yang menarik dari segi tampilan maupun rasa, frekuensi pemberian makan ideal, pentingnya pemberian ASI, dan manfaat pemberian makanan tambahan. 1. Komposisi dan Porsi Makanan Sikap terhadap komposisi dan porsi makanan yang dimaksud dalam penelitian ini, meliputi sikap terhadap komposisi makanan bergizi bagi balita, dan pemberian porsi makanan yang ideal dan sesuai dengan usia balita. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat diketahui seluruh informan berpendapat bahwa pemberian makanan dengan komposisi makanan yang bergizi merupakan hal yang penting, dan bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan balita. Alasan yang mendasari mereka mengemukakan hal tersebut, adalah karena pemberian makanan dengan komposisi makanan yang bergizi dapat menyebabkan
110
balita tidak mudah sakit atau meningkatkan daya tahan tubuhnya, balita menjadi sehat dan kuat, dapat menunjang pertumbuhan, dan menambah asupan zat gizi seperti protein, vitamin, dan mineral. Berikut kutipannya: “Penting, biar anak gak kena penyakit, bermanfaat, biar anak sehat, biar kuat, biar pinter, ya cerdas” (Informan B). “Penting, bermanfaat, ejeung mempertambah pertumbuhan bayi atuh kos kitu bae, umpamana jadi kuat, supaya nambah vitamin, protein, mineral, atuh lamun te salah mah lah” (“Penting, bermanfaat, untuk mempertambah pertumbuhan bayi kaya gitu aja, seperti jadi kuat, supaya nambah vitamin, protein, mineral, ya kalo gak salah mah lah”) (Informan S). “Penting, ya bermanfaat, untuk menjaga daya tahan tubuh” (Informan SM). Selain itu seluruh informan berpendapat, pemberian makanan dengan porsi yang ideal dan sesuai dengan usia balita merupakan hal yang penting. Ketika ditanya alasannya, informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi menjawab, supaya balita tidak lapar, menangis dan jajan terus, dan salah satu informan menambahkan, sebaiknya porsi yang diberikan tidak terlalu banyak atau cukup setengah mangkuk. Sedangkan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, menjawab sebaiknya porsi yang diberikan tidak terlalu banyak, atau sesuai dengan kemauan balita. Berikut kutipannya: “Penting, keuna ulah laparen neng, ulah ceurik bae, ulah keuna jajan bae” (“Penting, supaya tidak lapar neng, tidak nangis aja, tidak jajan terus”) (Informan E). “Atuh sebenernamah lamun loba teuing teh te bagus nyah, atuh bagusnamah tiga kali setengah mangkok, setengah mangkuk”
111
(“Ya sebenarnya kalo terlalu banyak juga gak bagus yah, sebaiknya tiga kali setengah mangkuk, atau setengah mangkuk”) (Informan S). “Atuh hayi loba teuing mah meureun heunteu bagus, sa etana nyana bae meureun, ja hayi loba teuing mah nyana engapen, penting si” (“Ya kalo terlalu banyak mah mungkin tidak bagus, sekenyangnya dia aja kali, kalo terlalu banyak mah dia juga sesak, penting si”) (Informan A). “Penting, karena iye, ulah jajan warung kitu soalna kan jajan ka warung mah jore ka budak” (“Penting, karena ini, tidak jajan warung gitu soalnya kan jajan ke warung itu gak bagus buat anak”) (Informan N). 2. Cara Pengolahan dan Penyajian Makanan Sikap terhadap cara pengolahan dan penyajian makanan yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi sikap terhadap pengolahan atau penyiapan makanan sehat untuk balita, penyajian makanan yang menarik baik dalam segi tampilan maupun rasa, tempat penyimpanan makanan yang tertutup dan bersih, dan penggunaan alat masak dan alat makan yang bersih. Dari hasil wawancara yang dilakukan, didapatkan hasil sebagian besar informan berpendapat bahwa pengolahan makanan yang sehat dan penyajian makanan yang menarik baik dari tampilan maupun rasanya merupakan hal yang penting dalam pemberian makan yang baik untuk balita. Ketika ditanya alasannya, mereka menjawab bahwa dengan pengolahan makanan yang sehat dapat memberikan makanan yang benarbenar matang atau lebih baik daripada membelinya diluar, dapat menghilangkan penyakit yang ada dalam makanan, makanan mengandung banyak vitamin dan supaya balita suka makan. Selain itu penyajian makanan yang menarik baik dari segi tampilan maupu rasa menurut informan dapat
112
menyebabkan balita suka makan dan atau meningkatkan nafsu makannya. Namun terdapat satu informan dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi berpendapat bahwa penyajian makanan yang menarik bukanlah hal yang penting dalam pemberian makan untuk balita, karena menurut informan tersebut yang terpenting adalah balita diberi makan. Berikut kutipannya: “Penting, supaya hilang penyakitna, supaya vitamina meureunan aya, mengeluarkan vitamin anu loba” (“Penting, supaya hilang penyakitnya, supaya ada vitaminnya mungkin, mengeluarkan vitamin yang banyak”) (Informan S). “Atuh heeh ih setuju, penting, iye kan daripada meli, meli mah pan te nyaho asakna, mendingan nyien sorangan, penting makanan anu menarik teh, abeh budak resepen, kan amun dihias-hias kitu budak mah resepen” (“Ya iyalah setuju, penting, ini kan daripada beli, kalo beli kan tidak tahu masaknya, lebih baik bikin sendiri, penting makanan yang menarik itu kan supaya anak pada suka, kalo dihias-hias gitu anak kan pada suka”) (Informan N). “Kadang-kadang harus begitu emang, kadang-kadang yang gede minta, nasinya coba dibentukin kaya di piring di mangkok gitu ditaro telor, kecapnya dibiken kaya dicoret gitu, penting si, biar anaknya mau makan, maksudnya biar dia mau makan gitu” (Informan SM). “Penting, ya biar mateng, biar bener, kalo penyajian makanan yang menarik tuh gak penting yang penting dikasi makan” (Informan B). Seluruh informan berpendapat bahwa penyimpanan makanan di tempat yang tertutup dan bersih serta penggunaan peralatan masak dan makan yang bersih merupakan hal yang penting, karena menurut mereka hal tersebut dapat mencegah pencemaran pada makanan sehingga makanan tetap bersih dan sehat untuk dikonsumsi. Berikut kutipannya:
113
“Penting, yang bagusnyah kan ditutup biar gak kejatohan apa gitu, biar bersih” (Informan B). “Penting, atuh pan abeh ulah kena debu kitu, karagagan naon kitu, penting atuh ja lamun kotor mah urang nageh te betah nempona” (“Penting, ya kan supaya ulah kena debu gitu, kejatohan apa gitu, penting dong, ya kalo kotor tuh kan kita juga gak betah ngeliatnya”) (Informan A). “Penting yah, seharusnya kan tertutup gitu lemarinya terus ada lubangnya buat pertukaran udara, penting dong, ya untuk menjaga kesehatan” (Informan SM). 3. Frekuensi Pemberian Makan Sikap terhadap frekuensi pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah pendapat informan utama dalam hal frekuensi atau seringnya pemberian makan yang ideal bagi balita, serta pendapat informan utama dalam hal waktu yang tepat dalam pemberian makan untuk balita. Dari hasil wawancara yang dilakukan, dapat diketahui seluruh informan berpendapat bahwa, frekuensi pemberian makan minimal tiga kali dalam sehari merupakan hal yang penting dalam usaha meningkatkan status gizi balita. Ketika ditanya alasannya, mereka menjawab supaya balita tidak lapar, tidak jajan terus, tidak sakit dan menjadi kuat. Begitu pula ketika ditanya apakah penting pemberian makan dilakukan pada waktu yang tepat, seluruh informan menjawab hal tersebut merupakan hal yang penting supaya balita mau memakan makanannya. Berikut kutipannya: “Penting, yah takut dia laper gitu biasa dikasi makan, iya udah rutin, kalo gak dikasi makan suka ngeliatin aja, lapar kali ya, udah biasa dikasi makan, kalo dikasi jajan juga suka gak mau, dikasi makan aja” (Informan B).
114
“Penting atuh, abeh ulah keuna jajan bae lah, keuna dahar pan kurang hayi jajan bae mah, penting, soalna ja te sambari ulin mah te daeken” (“Penting dong, supaya tidak jajan terus lah, makan jadi berkurang kalo jajan terus mah, penting, soalnya kalo gak sambil main mah gak mau”) (Informan E). “Penting atuh, atuh abeh ulah gering, abeh kuat, hehe, abeh sebehen heeh” (“Penting dong, supaya tidak sakit, supaya kuat, hehe, supaya kenyang ya”) (Informan A). 4. Pemberian ASI Sikap terhadap pemberian ASI yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pendapat informan utama dalam hal pemberian ASI, dan pemberian ASI saja sampai balita menginjak usia enam bulan atau pemberian ASI eksklusif 4. Dari hasil wawancara yang dilakukan, seluruh informan berpendapat bahwa pemberian ASI kepada balita merupakan hal yang penting. Ketika ditanya alasannya, mereka menjawab karena ASI merupakan makanan yang lengkap untuk balita dan tidak merepotkan dalam pemberiannya dibandingkan dengan susu formula, serta dapat menyebabkan balita mereka sehat. Namun meskipun demikian, satu informan baik dari kelompok yang mengalami peningkatan maupun tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku tidak memberikan ASI pada balitanya karena ASI informan tidak keluar. Berikut kutipannya:
4
ASI eksklusif adalah ASI eksklusif adalah Asi Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu saja kepada bayi umur 0 – 6 bulan tanpa diberikan makanan atau minuman tambahan selain obat untuk terapi (pengobatan penyakit).
115
“Penting, lamun cara bisamah, penting dibere ASI, soalna lamun di ASI mah aya segala macam makanan, segala aya jeung budak” (“Penting, kalo emang bisa, penting dikasi ASI, soalnya klo ASI mah ada segala macam makanan, segala ada buat anak”) (Informan S). “Penting dong, ya tidak menyusu mah mungkin meninggal dianya, yang bagus kan susu ASI, kan kalo susu botol mah repot, harus cuci dulu, kan susu kita mah tinggal di lap doang tinggal disusukan gak ada masalah”)(Informan A). “Penting, atuh abeh sehat lamun selain ASI kurang bagus” (“Penting, supaya sehat, selain ASI kurang bagus”) (Informan SK). Selain itu sebagian besar informan setuju jika balita hanya diberikan ASI saja sampai usia enam bulan, atau pemberian ASI eksklusif. Karena menurut mereka hal tersebut dapat menyebabkan balita sehat dan terhindar dari penyakit. Namun dua informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi menyatakan tidak setuju jika balita hanya diberikan ASI saja sampai usia enam bulan, karena menurut mereka sebaiknya balita diberi makanan pendamping ASI sebelum berusia enam bulan, yaitu mulai usia tiga hari, dua bulan atau tiga bulan. Berikut kutipannya: “Penting, atuh abeh sehat lamun selain ASI kurang bagus” (“Penting, ya supaya sehat kalo selain ASI kurang bagus”) (Informan SK). “Penting, pentingna karna iye, naon karah, manehna na nahan iye, nahan panyakit ka budak teh” (“Penting, pentingna karena ini, apa tuh, dianya bisa menahan ini, menahan penyakit buat anak gitu”) (Informan N). “Kurang setuju ya, saya mah biasa ini suka dikasih makanan pisang mulai tiga hari, paling sampe umur enam bulan suka diganti, kalo udah berhenti pisang suka dikasih bubur bayi instan “X” atau apa, abis gimana anaknya mau, kalo gak dikasi pisang suka nangis” (Informan B). “Te nyaho nyah, umur dua bulan kitu tilu bulan tos dibere dahar”
116
(“Tidak tahu ya, umur dua bulan gitu tiga bulan sudah diberi makan”) (Informan S). 5. Pemberian Makanan Tambahan Sikap terhadap pemberian makanan tambahan yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah pendapat informan utama dalam hal pemberian makanan tambahan untuk balita, pemberian PMT-P dari puskesmas, kesukaan balita terhadap PMT-P, kesukaan jajan balita dan kepercayaan terhadap pantangan makanan. Seluruh informan berpendapat bahwa pemberian makanan tambahan merupakan hal yang penting dan baik untuk dilakukan. Ketika ditanya alasannya, menurut mereka hal tersebut dapat menyebabkan balita tidak lapar, tidak jajan terus, dan dapat menambah pertumbuhan dan mempercepat perkembangan balita. Selain itu seluruh informan juga setuju dengan pemberian PMT-P dari puskesmas, karena menurut mereka hal tersebut dapat meringankan mereka dalam pemberian makanan untuk balita, dapat menyebabkan balita sehat, dan karena balita menyukai PMT yang diberikan. Berikut kutipannya: “Bagus neng hayi aya mah, barang dahar naon bae geh bagus, setuju jasa neng dibere ti puskesmas, malah mah atoh jasa, ja nyana mah lamun ges peting teh kudu aya biskuit bae, lamun eweh teh ceurik, jejeritan kitu” (“Bagus neng kalo ada tuh, makanan apa juga bagus, setuju banget neng dikasi dari puskesmas, malah seneng banget, dia mah kalo udah malem itu harus ada biskuit aja, kalo gak ada tuh nangis, teriak gitu”) (Informan E).
117
“Penting, soalna untuk mempertambah pertumbuhan eta supaya cepet perkembangan bayi, setuju, soalna bisa memperingan makanan ti imah, soalna kabeh geh serba dibeli nyah” (“Penting, karena untuk mempertambah pertumbuhan, supaya mampercepat perkembangan bayi, setuju, karena bisa memperingan makanan di rumah, karena semuanya kan serba dibeli ya”) (Informan S). “Makanan tambahan teh penting, abeh ulah jajan bae, setuju, karena kan loba budak nu iye, nu karurang gizi” (“Makanan tambahan itu penting, supaya jangan terus, setuju, karena kan banyak anak yang kurang gizi”) (Informan N). “Penting, kan cemilan gitu kaya kita aja mau ngemil, anak kecil juga harus, ya setuju karena anak saya senengnya biskuit, emang si kalo biskuit gak kenyang ya, harus di tambahin” (Informan SM). Sedangkan untuk kesukaan jajan anak, sebagian besar informan mengaku bahwa balitanya sangat suka jajan. Namun meskipun demikian, mayoritas informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku bahwa balita mereka tidak suka jajan, karena informan tidak pernah membiarkan balitanya jajan atau tidak memiliki uang untuk membeli jajanan. Berikut kutipannya: “Heunteu can dibere jajan, selain dibere bubur, lamun ningali mah sok hayang bae, batur ker dahar sok hayang, tapina heunteu dibere” (“Tidak belum dikasi jajan, selain dikasi bubur, kalo ngeliat suka mau juga, orang lagi makan suka mau, tapi gak dikasi”) (Informan S). “Gak pernah jajan, uang dari mana, takutnya ada tukang dagang apa aja dipanggilin, takut kebiasaan” (Informan B). “Ensok, dibere tapina te sering doang, atuh ngawarung kie” (“Suka, dikasi tapinya gak sering doang, kan punya warung gini”) (Informan N). “Suka, itu bapaknya kalo nangis dikasi aja, dari pada nangis mending diturutin gitu, kaya permen dimakanin” (Informan SM).
118
Selain itu sebagian besar informan yang balitanya suka jajan, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan jika jajan sembarangan bisa menyebabkan balita sakit, karena menurut mereka seharusnya balita sehat terus dan tidak sakit meskipun balita suka jajan. Sedangkan mayoritas informan yang balitanya tidak suka jajan dan mengalami peningkatan status gizi,
menyatakan
persetujuannya
terhadap
pernyataan
jika
jajan
sembarangan dapat menyebabkan balita sakit, karena menurut mereka mungkin dalam jajanan tersebut mengandung penyakit yang bisa menyebabkan balita keracunan atau sakit seperti batuk. Berikut kutipannya: “Ulah, heunteu setuju ih, atuh ke anak urang sakit kumaha” “Jangan, tidak setuju ih, nanti kalo anak kita sakit gimana” (Informan SK). “Atuh heunteu, heunteu atuh urang keneh anu haliwu lamun gering mah” (“Ya enggak, enggak dong, kita juga yang repot kalo sakit”) (Informan N). “Setuju, takutnya ada penyakitnya, takutnya ntar mabok, kita kan gak tahu bikinnya, suka sakit kalo ada apanya” (Informan B). “Ya, setuju, kan kita gak tahu bikinnya, kan suka pake pengawet, pewarna makanan, pemanis buatan ya gitu aja” (Informan SM). Sedangkan untuk kepercayaan terhadap pantangan makanan, seluruh informan mengaku tidak mempercayai pantangan makanan untuk balita, baik menurut kepercayaan suku maupun nenek moyang. Namun meskipun begitu, mereka mempercayai pantangan makanan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, yaitu pantangan makanan yang dapat menyebabkan penyakit pada balita, seperti coklat, jajanan bakso dan minuman dingin. Berikut kutipannya:
119
“Percaya, pantanganna ulah jajan ulah emam es, tapi lamun cek kolot bahela mah percaya te percaya, ja ayenamah geus percaya ka bidan-bidan lah, ayenamah dibere bae” (“Percaya, pantangan jangan jajan, makan es, tapi kalo kata orang dulu percaya gak percaya, karena sekarang udah percaya ke bidanbidan lah, sekarang dikasi aja”) (Informan E). “Percaya manehna te menang ngadahar coklat, ciki kitu” (“Percaya dia tidak boleh makan coklat, ciki gitu”) (Informan A). “Gak, cuma suka dibilangin si ikan, pisang, pepaya, kata orang dulu gak boleh, ya padahal itu bagus, kan vitamin” (Informan SM). 5.3.3 Gambaran Praktik Pemberian Makan Praktik pemberian makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah praktik informan utama dalam usaha pemberian makan kepada balita, yang meliputi komposisi dan porsi makanan yang diberikan, cara penyiapan dan penyajian makanan, frekuensi makan, praktik pemberian ASI, dan usaha pemberian makanan tambahan kepada balita. Hasil penelitian mengenai praktik pemberian makan selain didapatkan dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, juga didapat dari hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung yaitu keluarga informan utama dan staf puskesmas pagedangan yang terlibat langsung dalam program PMT-P, serta dari hasil observasi terhadap praktik pemberian makan yang dilakukan oleh informan utama. 1. Komposisi dan Porsi Makanan Komposisi dan porsi makanan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah komposisi dan porsi makanan yang diberikan informan utama kepada balitanya dalam sekali makan.
120
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan utama dari dua kelompok, dapat diketahui bahwa komposisi makanan yang diberikan informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, tidak berbeda dengan komposisi makanan yang diberikan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Sebagian besar informan mengaku memberikan makanan utama berupa nasi dengan satu macam lauk saja, seperti telur, ikan, tempe, tahu, atau abon sapi, atau hanya nasi dengan kuah sayur saja, seperti kuah sayur sop, bayam, kangkung atau toge. Selain itu sebagian besar informan juga lebih sering memberikan makanan utama hanya berupa nasi ditambah garam atau kecap, dan terdapat beberapa informan yang terkadang memberikan makanan instan, seperti bubur bayi, bubur nasi atau mie instan. Satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi mengaku jarang memberikan lauk dalam makanan balitanya, informan tersebut hanya memberikan nasi dengan kuah sayur asam, sop, atau bayam. Sedangkan satu informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku sering memberikan makanan dengan komposisi yang cukup beragam atau sama dengan makanan keluarga, yaitu terdiri dari nasi, ditambah tempe atau tahu, telur dan sayuran seperti toge, kangkung, dan bayam. Sedangkan untuk konsumsi buah, sebagian besar informan mengaku jarang memberikan buah kepada balitanya. Namun meskipun demikian, terdapat dua informan yang terkadang memberikan buah berupa jeruk, apel
121
atau pisang satu sampai dua kali dalam seminggu. Dan untuk konsumsi susu, hanya dua informan utama dari kelompok yang balitanya mengalami peningkatan status gizi yang rutin memberikan susu kepada balitanya. Adapun porsi makanan yang diberikan informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, ternyata lebih besar dari pada yang diberikan informan utama
yang
balitanya
tidak mengalami
peningkatan status gizi. Informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, rata-rata memberikan makanan pokok berupa nasi, tim atau bubur yaitu minimal 100 gram tim yang setara dengan 50 gram nasi, atau bubur setengah mangkuk sekitar 300 gram yang setara dengan 75 gram nasi, dan maksimal memberikan nasi sebanyak lima sendok makan penuh atau sekitar 100 gram nasi, seluruh informan mengaku selalu memberikan bubur, nasi atau tim dalam porsi yang sama meskipun olahannya berbeda. Sedangkan porsi makanan pokok yang diberikan tiga dari empat informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, adalah sebanyak dua sendok makan atau sekitar 10 gram, namun meskipun demikian, terdapat satu informan yang sering memberikan nasi sebanyak satu centong atau sekitar 100 gram. Untuk porsi lauk, dua informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku terkadang memberikan telur sebanyak satu butir atau sekitar 60 gram, dan satu informan yang lain mengaku selalu memberikan lauk seperti telur sebanyak setengah butir atau sekitar 30 gram, ditambah tahu atau tempe sebanyak satu potong atau sekitar 25 gram.
122
Sedangkan tiga informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku memberikan lauk seperti telur dan ikan sedikit sekali atau hanya sebagai pelengkap, dan jarang dimakan oleh balita, namun dua informan diantaranya, mengaku terkadang balitanya menghabiskan tahu atau tempe sebanyak satu potong atau sekitar 25 gram. Sedangkan untuk porsi sayur, sebagian besar informan mengaku hanya memberikan kuahnya saja, atau jarang diberikan bersama sayurnya. Sedangkan untuk porsi buah, tiga informan mengaku terkadang memberikan satu buah jeruk sekitar 100 gram atau pisang sekitar 50 gram. Dan untuk pemberian susu, satu dari dua informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi dan berusia dibawah dua tahun, mengatakan selalu memberikan susu formula sebanyak dua botol kecil atau sekitar 100 ml, yang diberikan enam kali dalam sehari sebagai pengganti ASI, sedangkan satu informan yang memiliki balita berusia 3,5 tahun mengaku selalu memberikan susu kental manis satu gelas belimbing atau sekitar 250 ml, yang diberikan tiga sampai empat kali sehari. Berikut kutipannya: “Buburna setengah mangkok sakali dahar, aya meureun lima sendok gede, ngetim sarua lobana jeung bubur, sakali-kali dipasihan jeruk jeung telor kitu dihijiken jeung buburna, sanguna setengah mangkok keneh, atuh wortel jeung kentang diparudan saeutik, saminggu tilu kali, susuna sakali eta dua botol leutik sakali nginum, genep kali masihan” (“Buburnya setengah mangkuk sekali makan, ada kali lima sendok besar, nasi tim banyaknya sama dengan bubur, sekali-kali dikasi jeruk sama telur gitu, seminggu tiga kali disatukan di buburnya, nasinya setengah mangkuk juga, wortel dan kentang diparut sedikit, susu dua botol kecil sakali minum, enam kali ngasi”) (Informan S).
123
“Sangu paling geh setengah centong bae manehna mah, sacentong pang lobana, aya beak aya heunteu neng, paling aya sahuap atau dua huap deui, atuh menehnamah aya genep aya tujuh sendok beakna, endogna sabelah berang, sebelah sore, lamun endog mah beak, tempe tahu sakeret, atuh make kangkung, bayem ke sayur sop naon bae neng, pake kuahna bae neng, kadang mie sabungkus dibagi dua make sangu sacentong-sacentong duaan tea, susu kental manis sagelas balimbing, seringna tilu kali sapoe, tapi kadang sok opat kali” (“Nasi paling juga setengah centong aja dia tuh, secentong paling banyak, kadang habis kadang enggak neng, paling ada satu suap atau dua suap lagi, ya dia tuh ada enam ada tujuh sendok habisnya, telurnya sebelah siang, sebelah sore, kalo telur tuh habis, tempe tahu sepotong, ya pake kangkung, bayam terus sayur sop apa aja neng, pake kuahnya aja, kadang mie satu bungkus dibagi dua pake nasi secentong-secentong berdua itu, susu kental manis segelas belimbing, seringnya tiga kali sehari, kadang suka empat kali”) (Informan E). “Paling setengah centong doang disiuken, seep namah paling geh dua sendok, kadang-kadang mah lima sendok tapi jarang, saeutik doang laukna tilok loba nyanamah, lauk mah beak dibalangbalangken, lamun tempe mah sapoe beak lah dua keret mah, tahu sakeret, kupat paling sabelah tea dibelah deui, ngadaharna saparapat tea, seringna mah sangu make abon bae” (“Paling setengah centong doang diambilin, habisnya paling juga dua sendok, kadang-kadang lima sendok tapi jarang, sedikit doang ikannya tidak pernah banyak dia tuh, ikan tuh habis di lemparlempar, kalo tempe tuh sehari habis dua potong tuh, tahu sepotong, ketupat paling sebelah itu dibelah lagi, makannya seperempat itu, seringnya tuh”) (Informan N). “Sacentong mah aya, seep hayi ker seep mah, tempena atuh paling sakeret, kadang lauk asin dua mah, kangkung kadang-kadang, bayem, lamun ker te boga mah, pake uyah geh manehnamah daeken, jeung kecap, atuh kadang meli apel jeung jeruk lamun aya duitnamah saminggu sakali meureun” “Secentong tuh ada, habis kalo lagi habis, tempenya paling sepotong, kadang ikan asin dua tuh,kangkung kadang-kadang, bayem, kalo lagi gak punya, pake garam juga dia mau, sama kecap,
124
kadang beli apel sama jeruk kalo ada, seminggu sekali mungkin” (Informan A). “Ya nasi setengah centong, itu juga abisnya cuma tiga suap, dua suap habis, sama kuah sayur aja, bubur juga habisnya ya gitu aja dua suap, tiga suap sudah” (Informan SM). Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan keluarga informan utama, didapatkan informasi yang sama dengan yang diceritakan informan utama. Berikut kutipannya: “Te nyaho sih, bubur “X”, kadang-kadang dibere bubur sih samangkok geh te beak sih, aya setengah mangkok beak mah” (“Tidak tahu sih, bubur “X”, kadang-kadang dikasi bubur si semangkok juga gak habis, ada setengah mangkuk habis tuh”) (Informan keluarga S). “Kejo, endog, tempe atuh, eta sapiring leutik, heunteu beak sih paling geh saeutik deui sok nyesa, atuh paling endog jeung tempena sakeret” (“Nasi, telur, tempe juga, itu sepiring kecil, gak habis si paling juga sedikit lagi sisa, ya paling telur sama tempenya sepotong”) (Informan keluarga E). “Duka atuh, sangu ja carang dahar, paling geh sangu jeung abon, bubur sangu geh kadang ensok, tahu nyah daeken, tempe seep sahiji mah” (“Tidak tahu yah, nasi, jarang makan, paling juga nasi sama abon, bubur nasi juga kadang suka, tahu ya mau, tempe habis satu potong tuh”) (Informan keluarga N). “Sangu sering na make kecap, paling sacentong, sayur bayem, kangkung, sayur asem geh beki, atuh kadang make endog, kadang jeung lauk asin kos tembang dua mah, kadang lauk teri” (“Nasi sering nya pake kecap, paling secentong, sayur bayem, kangkung, sayur asem juga suka, ya kadang pake telur, kadang sama ikan asin kaya tembang dua tuh”) (Informan keluarga A). “Ya suka nasi sama sayur asem, sedikit makannya, bubur, sayur bayem, sayur asem” (Informan keluarga SM).
125
Dari hasil observasi yang dilakukan sebanyak dua kali dalam dua waktu makan yang berbeda, didapatkan hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan. Yaitu untuk informan dari kelompok yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, informan yang pertama terlihat memberikan bubur bayi instan “X” sebanyak 3 sendok makan atau satu bungkus ukuran 20 gram pada observasi yang pertama, dan memberikan nasi tim dicampur garam sebanyak tiga sendok makan atau sekitar 100 gram yang setara dengan 50 gram nasi pada observasi yang kedua. Kemudian informan kedua, terlihat memberikan nasi setengah mangkuk sekitar 100 gram ditambah kecap dan parutan wortel dan kentang pada observasi yang pertama, dan memberikan nasi saja tanpa lauk sekitar setengah mangkuk atau lima sendok makan atau sekitar 100 gram pada observasi yang kedua. Sedangkan informan terakhir memberikan mie rebus yang dimakan sendiri oleh balitanya sebanyak setengah mangkuk atau sekitar 35 gram pada observasi yang pertama, dan memberikan nasi sebanyak satu centong atau sekitar 100 gram, yang ditambah dengan sayur toge dicampur tahu putih goreng tiga sendok makan atau sekitar 30 gram, dan bakwan jagung dua potong sedang atau sekitar 40 gram pada observasi yang kedua. Sedangkan dari observasi yang dilakukan pada kelompok informan yang tidak mengalami peningkatan status gizi, didapatkan hasil yaitu informan pertama memberikan dodol tape sekitar 10 gram dan biskuit “X” satu keping sekitar 5 gram selama waktu makan siang pada observasi yang pertama, dan memberikan nasi dengan kecap sekitar dua sendok makan atau
126
sekitar 10 gram ditambah setengah potong bakso kecil sekitar 20 gram pada observasi yang kedua. Kemudian informan kedua memberikan nasi yang hanya dimakan balita sebanyak dua sendok makan atau sekitar 10 gram ditambah abon sapi satu sedok makan atau sekitar 5 gram pada observasi yang pertama, dan bubur beras dengan kecap yang hanya dimakan balita sebanyak lima ujung sendok makan atau sekitar 80 gram yang setara dengan 20 gram nasi pada observasi yang kedua. Sedangkan informan ketiga memberikan nasi sebanyak setengah mangkuk atau satu centong atau sekitar 100 gram, ditambah tempe oreg sebanyak satu sendok makan atau sekitar 20 gram pada observasi yang pertama, dan memakan biskuit “X” sebanyak delapan keping atau sekitar 30 gram selama waktu makan pagi pada observasi yang kedua. Dan untuk informan terakhir, dia memberikan nasi dengan kuah sayur asam yang hanya dimakan balita sebanyak dua ujung sendok makan atau sekitar 10 gram pada observasi yang pertama, dan memberikan roti tawar yang hanya dimakan balita sebanyak seperempat lembar atau sekitar 20 gram pada observasi yang kedua. Menurut keterangan informan utama dan keluarga, makanan utama yang diberikan informan selama satu hari pada umumnya sama karena mereka hanya melakukan proses memasak satu kali dalam sehari dengan jenis bahan makanan yang sama.
127
2. Cara Pengolahan dan Penyajian Makanan Cara pengolahan dan penyajian makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara penyiapan dan pengolahan makanan balita, penyajian makanan balita, tempat penyimpanan makanan, penggunaan alat masak dalam pengolahan makanan, dan alat makan yang digunakan balita dalam menyantap makanan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, dapat diketahui bahwa pengolahan makanan pokok yang dilakukan seluruh informan pada umumnya dengan cara direbus atau disiram air panas sehingga menjadi nasi tim, bubur atau nasi. Sedangkan untuk lauk pauk seperti telur, tahu dan tempe diolah dengan cara digoreng menggunakan minyak kelapa sawit dan untuk sayuran seperti bayam dan sayur sop pada umumnya diolah dengan cara direbus. Dan seluruh bahan makanan selalu dicuci bersih sebelum diolah atau dimasak. Sedangkan dalam hal penyajian makanan, seluruh informan mengaku menyajikan makanan secara biasa saja tanpa dihias dan hanya ditaruh dalam mangkuk dan sendok biasa. Dan mengenai rasanya, sebagian besar informan mengaku tidak membedakan rasa makanan balita dengan anggota keluarga lainnya, dan selain itu menurut informan rasa yang dominan dalam makanan balitanya adalah asin, manis atau gurih. Namun meskipun demikian, terdapat informan dari kelompok yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, yang mengaku memberikan makanan
128
balita dengan rasa yang berbeda jika dibandingkan dengan yang diberikan kepada anggota keluarga lain, yaitu tidak terlalu asin jika untuk balita. Sebagian besar informan mengaku selalu menyimpan makanan yang telah diolah dengan cara ditaruh di mangkuk dan diletakkan diatas meja yang kemudian ditutup dengan penutup makanan, atau ditaruh dalam lemari tertutup sebelum dihidangkan. Sedangkan untuk penggunaan alat masak dan alat makan, seluruh informan mengaku selalu menggunakan peralatan yang dicuci bersih sebelum digunakan. Berikut kutipannya: “Lamun bubur na anu meli di warung, cara ngolah na atuh di mangkok bae make cai termos laju dipasihan air dingin kitu, kadang-kadang ditambahan telor dikulub tea, dihijiken, di ka bubur bayi instan “X” ken kadang-kadang, kadang-kadang mah ngetim kitu dicampur jeung bayem, jeung wortel kitu, lamun sangu biasa bae, rasana ulah terlalu asin kitu, tara disimpen, langsung bae di mangkok dipasihan” (“Kalo bubur yang beli di warung, cara masaknya ya di mangkuk aja pakai air termos terus dikasi air dingin gitu, kadang-kadang ditambah telur direbus itu, disatukan, di taro sama bubur bayi instan “X” kadang-kadang, kadang-kadang masak nasi tim gitu dicampur sama bayam, sama wortel gitu, kalo nasi biasa aja, rasanya jangan terlalu asin gitu, tidak pernah disimpen, langsung aja di mangkuk dikasinya”) (Informan S). “Cara masakna digoreng, direbus bae, jeung budak mah bagusan direbus, sarua bae lah masak mah, heunteu dibeulem, lamun mere biasa bae, diaurkeun di mangkok bae, sendok, jeung cai nginumna ditenden bae deket nyana, di ubin bae, dahar sorangan, tilok dihuapan, te daekeun, disimpen bae dilamari ditutupan” (“Cara masaknya digoreng, direbus aja, buat anak tuh bagusan direbus, sama aja lah masak tuh, tidak dibakar, kalo ngasi biasa aja, ditaburkan di mangkok aja, sendok, dan air minumnya ditaro aja dekat dia, di lantai aja, makan sendiri, tidak pernah disuapin, gak mau, disimpan aja dilemari ditutup”) (Informan N).
129
“Direbus, kadang-kadang kalo bosen ditumis, bagusnya sampe mateng, kalo nasi pake pemanas, makannya pake mangkok aja, disuapin, kalo makanannya ya disimpen di lemari aja tertutup, paling ada lobangnya dibelakang” (Informan SM). Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang sama dengan yang diceritakan informan utama, meskipun salah satu informan keluarga menjawab tidak tahu karena jarang memperhatikan. Berikut kutipannya: “Atuh diseduh bae, sampe ka asak bae lah, diberena di mangkok bae pake sendok, biasa bae teu dihias-hias” (“Ya diseduh aja, sampe matang aja lah, dikasinya di mangkok bae pake sendok, biasa aja gak dihias-hias”) (Informan keluarga S). “Lamun nyangu mah nyangu biasa, lamun digoreng ya digoreng, lamun sayur asem mah di rebus atuh, dahar sorangan nyanamah” (“Kalo masak nasi ya masak nasi biasa, kalo digoreng ya digoreng, kalo sayur asem ya direbus dong, makan sendiri dia tuh”) (Informan keluarga N). “Gak tahu hehe” (Informan keluarga SM). Dari hasil observasi yang dilakukan sebanyak dua kali, didapatkan hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan. Yaitu pengolahan bahan makanan beras dilakukan dengan cara direbus kemudian dikukus untuk membuat nasi atau bubur, lauk pauk seperti tempe dan tahu umumnya digoreng atau ditumis menggunakan minyak kelapa sawit, dan untuk sayuran seperti sayur asam, toge dan kacang diolah dengan cara direbus atau ditumis. Makanan disajikan dalam mangkuk biasa tanpa hiasan atau pemanis apapun, kemudian disuapkan kepada balita atau dimakan
130
sendiri oleh balita dengan menggunakan sendok makan biasa. Alat-alat yang digunakan umumnya selalu dicuci dan terlihat bersih. 3. Frekuensi Pemberian Makan Frekuensi pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah frekuensi atau seringnya pemberian makan yang dilakukan informan utama untuk balitanya, serta waktu dalam pemberiannya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan utama, didapatkan hasil seluruh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku selalu rutin memberikan makanan utama sebanyak tiga kali dalam sehari, dan salah satu informan menambahkan bahwa frekuensi pemberian makan tiga kali sehari yang dilakukannya, baru berlangsung sekitar dua minggu, sebelumnya dia selalu memberikan makanan utama sebanyak lima kali dalam sehari atau setiap dua jam sekali mengikuti saran ahli gizi. Sedangkan mayoritas informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku lebih sering memberikan makan utama sebanyak dua kali sehari, dan bahkan terkadang hanya memberikan makan utama satu kali dalam sehari, jika balita sedang tidak mau makan atau sedang bepergian. Sedangkan untuk waktu pemberian makan, seluruh informan mengaku selalu memberikan makan pada waktu pagi, siang dan sore hari. Selain itu seluruh informan mengatakan, pemberian makan yang dilakukan tidak mengikuti jam makan yang sama setiap harinya, karena pemberian makan dilakukan ketika mereka selesai mengerjakan pekerjaan rumah atau
131
ketika anak meminta makan. Dan agar balitanya mau makan, dua informan diantaranya selalu memberikan makan ketika balita sedang bermain. Berikut kutipannya: “Tapi ayenamah tilu kali sapoe, lamun isuk jem opat jem genep jem sepuluh, trus setengah dua, trus sore jem opat deui dipasihana, lamun tos magrib manehnamah ges sare, lamun ker iye mah haliwu kadang-kadang ti peuting geh sok menta, dipang nyeduhken bubur bayi instan “X” dua kali geh masih keneh cerik bae, lamun ker iye mah sampe lima kali sapoe, lobaan ker gizi buruk, ayena mungkin ges dua minggu berkurangna, eker umur genep bulan mah ampe umur satahun tiap dua jam sekali dipasihan dahar, daeken bae hehe kan dibere vitamin meureunnyah” (“Tapi sekarang tuh tiga kali sehari, kalo pagi jam empat jam enam jam sepuluh, terus setengah dua, terus sore jam empat lagi dikasihnya, kalo habis magrib dia tuh dah tidur, kalo dulu ini tuh repot kadang-kadang kalo malam juga suka minta, diseduhkan bubur bayi instan “X” dua kali juga masih nangis aja, kalo dulu sampai lima kali sehari makannya, waktu gizi buruk, sekarang mungkin sudah dua minggu berkurangnya, waktu umur enam bulan sampai umur setahun tiap dua jam sekali dikasi makan, mau aja hehe kan dikasi vitamin kali yah”) (Informan S). “Tilu kali lamun daek, lamun te daekmah kos ayena can daeken, lamun te daeken mah daharna paling geh sakali doang sapoe teh, soalna iye nyanamah lobana nyusu, kadang dua kali, tilu kali, kalobaana mah dua kali isuk jeung sore, lamun menta, soalna ditawaran geh embungen lamun te menta mah, menta sorangan iye, mi emam kitu ngomongna, sering dicokotken bae daharna” (“Tiga kali kalo mau, kalo gak mau kaya sekarang belum mau, kalo gak mau tuh makannya paling juga sekali doang sehari tuh, soalnya ini dia tuh banyaknya menyusu, kadang dua kali, tiga kali, keseringan tuh dua kali pagi sama sore, kalo minta, soalnya ditawarin juga gak mau kalo gak minta tuh, minta sendiri ini, umi makan gitu ngomongnya, sering diambilin aja makannya”) (Informan N). “Sehari aja kadang-kadang tiga kali, tiga kali ya begitu terus, seringnya dua kali, jam setengah lapan kalo pagi, tapi kadang bangun siang, kalo siang jam satu, kalo sore jam lima lebih ato jam
132
enam, seringnya jam segitu tapi gak rutin, kalo dia gak mau ya udah aja, dipaksa kan gak mau, tapi kadang-kadang mau, sebenernya kadang sayanya ini ngejar waktu, kan dagang ke sekolah, kalo sambil disekolah gak pernah mau di suapin” (Informan SM). Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang sama dengan yang diceritakan informan utama. Berikut kutipannya: “Tilu kali meureun, daharna loba kitu” (“Tiga kali mungkin, makannya banyak gitu”) (Informan keluarga S). “Atuh ker kapeng mah tilu kali, hayi heunteu kapeng mah sakali lain, hayi tipeuting mah heunteu, sosorean doang lah, kadangkadang dua kali, kalobaana mah dua kali isuk jeung sore enya, lamun tengah hari kiye mah paling geh barang dahar doang, naon bae kitu lah” (“Ya kalo lagi mau tuh tiga kali, kalo lagi gak mau tuh sekali bukan, kalo malem tuh enggak, sore-sore doang lah, kadang-kadang dua kali, keseringan tuh dua kali pagi sama sore, kalo tengah hari gini paling juga ngemil doang, apa aja gitu lah”) (Informan keluarga N). “Gak tentu juga, dua kali tiga kali lah ya, ya biasanya jam tujuhan sarapan, ibunya yang tahu, emang si kayanya ibunya juga ya yang gak berusaha nyuapin, kalo dia mah nyuapinnya maunya didalem rumah aja, kalo anaknya gak mau makan ya udah aja, gak pernah mau nyuapin diluar gitu” (Informan keluarga SM). Dari observasi yang dilakukan pada dua waktu makan yang berbeda, didapatkan hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan. Yaitu informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, selalu memberikan makanan utama pada waktu pagi dan siang hari, serta makanan diberikan ketika anak terlihat lapar atau meminta makanan.
133
Sedangkan observasi yang dilakukan terhadap informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, didapatkan hasil yang sedikit berbeda dengan yang diceritakan informan. Yaitu pada observasi yang pertama, mayoritas informan tidak memberikan makanan utama sepanjang waktu makan siang balita. Namun pada observasi yang kedua, terlihat lebih banyak informan yang memberikan makanan utama pada waktu makan balita. Waktu pemberian makan pada umumnya pada pagi, siang atau sore hari, dan diberikan ketika anak meminta makanan atau terlihat lapar dan ketika anak bangun tidur. 4. Pemberian ASI Pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praktik pemberian ASI yang dilakukan informan utama untuk balitanya, meliputi waktu dimulainya pemberian ASI, lamanya pemberian ASI, waktu dimulainya pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), jenis dan porsi MP-ASI untuk balita. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan utama, didapatkan hasil bahwa sebagian besar informan langsung memberikan ASI setelah balita dilahirkan. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan mengatakan bahwa ASI mereka baru keluar setelah tiga hari melahirkan, dan salah satu diantaranya mengganti ASI dengan susu formula.
134
Selain itu untuk lamanya pemberian ASI, lima informan selalu memberikan ASI sampai balita berusia dua tahun, satu informan yang lain mengaku sudah tidak memberikan ASI sejak balita berusia tiga bulan karena balita tidak mau menyusu, dan satu informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku tidak pernah memberikan ASI dan menggantinya dengan susu formula karena ASInya tidak keluar. Selain itu satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, mengaku masih memberikan ASI meskipun balita sudah menginjak usia dua tahun. Sedangkan frekuensi pemberian ASI menurut sebagian besar informan, adalah 8-15 kali dalam sehari, bahkan bisa lebih dari itu jika balita sering minta menyusu. Dan waktu pemberian ASI menurut seluruh informan adalah ketika anak menangis, minta menyusu atau pada jam biasanya balita diberikan ASI. Selain itu seorang informan dari kelompok yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku memberikan susu formula selama satu bulan sebagai tambahan ASI, yang diberikan sebanyak lima botol kecil ukuran 50 ml atau setara dengan 250 ml sehari, dan seorang informan lain dari kelompok yang sama, mengaku sudah memberikan susu formula ketika anak berusia tiga bulan sebagai pengganti ASI sebanyak 12 botol kecil sehari atau setara dengan 600 ml sehari dan mengatakan pernah memberikan susu formula khusus dari rumah sakit selama dua bulan saat anak mengalami gizi buruk. Sedangkan dua dari tiga informan yang memberikan ASI mengaku terkadang memberikan susu formula atau susu
135
UHT dua sampai tiga kali seminggu sekitar kurang lebih 20 sampai 30 ml sehari, sedangkan satu informan yang lain mengaku anaknya kurang menyukai susu formula. Berikut kutipannya: “Waktu umur sabulan sampe dua bulan dibere ASI, laju manehna embung, ASIna laju saat, laju diganti susu botol, susu “X”, anu ukuran 150 gram sabungkus sapoe, ker genep bulan dibere susu khusus “Y” sampe umur dalapan bulan kitu, dicampur jeung susu “X” bae, lamun ayena mah susuna genep kali sapoe, kadang mah susu “Z”, kadang mah campur jeung “X”, isuk-isuk jam genep, jam sembilan, jam dua belas, ke jam setengah tilu, sore tah setengah tujuh kitu, kadang-kadang peting jam setengah sepuluh ato sebelas, atos, sakali eta dua botol, soalna botolna pan letik nyah, dua botol sakali minum, nyeduhna atuh opat sendok susu, opat sendok sabotol” (“Waktu umur sebulan sampe dua bulan dikasi ASI, terus dia gak mau, ASInya kemudian kering, kemudian diganti susu botol, susu “X”, yang ukuran 150 gram sebungkus sehari, waktu umur enam bulan dikasi susu khusus “Y” sampe umur delapan bulan gitu, dikasinya dicampur sama susu “X” aja, kalo sekarang tuh susunya enam kali sehari, kadang tuh susu “Z”, kadang tuh campur sama susu “X”, pagi-pagi jam enam, jam sembilan, jam dua belas, terus jam setengah tiga, sore tuh jam setengah tujuh gitu, kadang-kadang malam jam setengah sepuluh atau setengah sebelas, sudah, sekali itu dua botol, soalnya botol kecil kan, dua botol sekali minum, buatnya ya empat sendok susu, empat sendok sebotol”) (Informan S). “Kan mimiti lahir langsung dibere, eweh caian tah, ke ges tilu poe mah aya kan caina, tapina disusukeun bae, teu dibere nanaon, ASI bae, nepi ayena ASI bae, susu kardusan mah embungen, merena dalapan kali meureun sapoe, ja nyusu bae, atuh nek sare, unggal jem geh hayi kadang dibere bae” (“Kan sejak lahir langsung dikasi, gak ada airnya tuh, terus setelah tiga hari tuh ada kan airnya, tapi di kasi menyusu terus, gak dikasi apa-apa, ASI aja, sampe sekarang ASI aja, susu kardus tuh pada gak mau, dikasinya delapan kali mungkin sehari, soalnya menyusu terus, mau tidur dikasi aja, tiap jam juga kadang dikasi”) (Informan SK). “Kalo semua anak saya nol sampai dua tahun, setelah lahir suka dikasi, tapi ini udah dua tahun juga belum berhenti, saya lahiran
136
juga suka langsung dikasi, selain nenen dikasi susu juga, gak tentu, lebih sering nenen daripada susu, kalo susu kadang suka minta, sering nenen dia tuh, suka minta aja, dikasinya setiap mau tidur, mau nangis, kadang-kadang minta sendiri, minta nenen gitu, paling tiap dua jam kali” (Informan SM). Dan untuk waktu dimulainya pemberian MP-ASI, didapatkan hasil sebagian besar informan mengaku sudah memberikan MP-ASI sebelum balita berusia enam bulan, bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan MP-ASI sejak balita dilahirkan atau sejak balita berusia satu minggu. Jenis MP-ASI yang diberikan adalah pisang, bubur bayi instan “X” atau bubur nasi. Sedangkan porsi MP-ASI yang diberikan informan dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi, ternyata lebih banyak dari pada porsi MP-ASI yang diberikan informan dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi. Yaitu rata-rata informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi memberikan bubur bayi instan “X” minimal 20 gram dalam sekali makan, dan terdapat satu informan yang selalu memberikan bubur bayi instan “X” enam bungkus sehari ukuran 120 gram sejak balita berusia enam bulan dan bertambah menjadi 12 bungkus sehari sejak balita berusia 6-12 bulan. Sedangkan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku hanya memberikan bubur bayi instan “X” maksimal dua atau tiga sendok makan atau sekitar 10 gram dalam sekali makan. Berikut kutipannya:
137
“Keur umur dua bulan geh dibere bubur bayi “X” tapina saeutik can loba, opat bulan seep genep bungkus sapoe, dipasihana tilu kali, anu ketengan 2500 di warung sakali masihan, trus sampe umur genep bulan kadie 12 bungkus sapoe, kadang dipasihan telor saeutik dihijiken, tiap dua jam sekali dipasihan dahar” (“Waktu umur dua bulan juga dikasi bubur bayi instan “X” tapinya sedikit belum banyak, empat bulan habis enam bungkus sehari, yang ketengan 2500 di warung sekali kasi makan, terus sampai umur enam bulan kesini 12 bungkus sehari, kadang dikasi telur sedikit disatukan, tiap dua jam sekali dikasi makan”) (Informan S). “Engges umurna tereh lima bulan dibere bubur bayi instan “X” bae saeutik ja te gembul, ngalemotan doang, sapoe dua kali, sabungkus tea dibere dua kali tapina te seep, anu sarebu tea, ukuran 20 gram, bubur teh umur dalapan bulan, bubur heulan laju karak sangu, sembilan bulan meureun geus dibere sangu sarua bae lah keur jeung orok lobana, lamun gues gede mah naon bae ja” (“Sudah hampir umur lima bulan dikasi bubur bayi instan “X” aja sedikit soalnya tidak gembul, diemutin doang, sehari dua kalo, sebungkus itu dikasi dua kali tapi gak habis, yang seribu itu, ukuran 20 gram, bubur tuh emur delapan bulan, bubur dulu baru nasi, sembilan bulan mungkin yang sudah dikasi nasi sama aja dengan waktu bayi banyaknya, kalo udah gede tuh apa aja juga dikasi”) (Informan SK). “Karak lahir dibere kan cau ambon, cau apu, tilu bulan geh geus dibere kitu, dibere bubur bayi instan “X”, cau ambon, lobaan ayena sih, soalna iye nyanamah lobana nyusu, jadi kurang dahar” (“Baru lahir juga kan pisang ambon, pisang apu, tiga bulan juga sudah dikasi gitu, dikasi bubur bayi instan “X”, pisang ambon, lebih banyak sekarang sih, soalnya ini dia tuh lebih banyak menyusu, jadi kurang makan”) (Informan N). Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang sama dengan yang diceritakan informan utama. Berikut kutipannya: “Heunteu dibere ASI nyana mah, nyorang meureun keur iye, paling geh bubur bayi instan “X” tea, te nyaho berahana mah, ibu bae nu mere, setengah mangkok meureun”
138
(“Gak dikasi ASI dia tuh, pernah mungkin waktu dulu, paling juga bubur bayi instan “X” itu, gak tahu berapa nya, ibu aja yang ngasi, setengah mangkuk kali”) (Informan keluarga S). “Nyusu, atuh kumaha budak bae, ja te tentu, atuh sering, te nyaho tanya bae ka ibuna, ker orok mah bubur bayi instan “X”, atuh ayenamah bubur, lobaan ayena atuh” (“Menyusu, ya gimana anak aja, gak tentu, ya sering, gak tahu tanya aja sama ibunya, waktu bayi tuh bubur bayi instan “X”, ya sekarang tuh bubur, lebih banyak sekarang dong”) (Informan keluarga SK). “Iya suka nenen, nenenya pagi, kadang-kadang suka, kadangkadang enggak” (Informan keluarga SM). “Ti mimiti lahir geh dibere kan cau ambon, cau apu, laju dibere bubur bayi instan “X” nyah, tilok loba nyana mah” (“Dari mulai lahir juga dikasi kan pisang ambon, pisang apu, terus dikasi bubur bayi instan “X” yah, gak pernah banyak dia tuh”) (Informan keluarga N). Dari hasil observasi yang dilakukan sebanyak dua kali, didapatkan hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan. Yaitu sebagian besar informan selalu memberikan ASI atau susu formula saat balita menangis atau meminta susu dan diberikan hampir sepanjang wawancara dilakukan, sedangkan dua informan yang lain tidak dapat di observasi karena balita sudah berumur diatas dua tahun dan sudah tidak diberikan ASI. Sedangkan untuk pemberian MP ASI, salah satu informan dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi, terlihat masih memberikan bubur bayi instan “X” yang diberikan dari puskesmas sebanyak tiga sendok makan atau sekitar 20 gram pada salah satu observasi, sedangkan salah satu informan dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi, ketika diwawancara dipuskesmas mengatakan baru
139
memberikan bubur bayi “X” sebanyak dua sendok makan atau setengah bungkus atau sekitar 10 gram. 5. Pemberian Makanan Tambahan Pemberian makanan tambahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah apa yang dilakukan informan utama dalam usaha pemberian makanan tambahan untuk balita, yang meliputi jenis dan waktu pemberian makanan tambahan, kebiasaan jajan dan jenis jajanan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, didapatkan hasil bahwa sebagian besar PMT-P yang diberikan puskesmas baik biskuit ataupun susu, tidak hanya dinikmati oleh balita penerima PMT-P saja, namun juga dinikmati oleh anggota keluarga yang lain atau bahkan oleh informan sendiri. Selain itu terdapat informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, yang mengaku terkadang memberikan PMT-P dari puskesmas kepada tetangga terdekat sebanyak satu bungkus. Namun meskipun demikian, mayoritas informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku hanya memberikan satu sampai tiga keping biskuit kepada anggota keluarga yang lain dan jarang memberikan susu dari puskesmas kepada anggota keluarga lain selain balita penerima PMT-P. Dua informan dari kelompok yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengatakan bahwa balitanya selalu memakan biskuit 10 keping sehari atau sekitar 100 gram. Sedangkan satu informan yang lain menghabiskan 24 keping biskuit sehari atau sekitar 240 gram, yang
140
diberikan sebanyak empat kali dalam sehari masing-masing enam keping setelah minum susu atau setelah makan jika balita masih lapar. Selain biskuit dari puskesmas, satu informan diantaranya menambahkan bahwa balitanya terbiasa memakan biskuit “X” setiap malam sebanyak tiga bungkus kecil atau sekitar 60 gram, dan terkadang memberikan makanan tambahan berupa singkong atau roti untuk balitanya. Selain itu seluruh informan dari kelompok ini, mengaku balitanya selalu meminum susu yang diberikan puskesmas sampai habis. Sedangkan tiga informan dari kelompok yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, menghabiskan hanya satu sampai tiga keping biskuit dalam sehari, atau sekitar 10 sampai 30 gram, dan dua informan diantaranya terkadang memberikan kue tradisional seperti satu potong lontong, bala-bala, risol, papais, dan lain-lain. Selain itu tiga informan dari kelompok yang sama, mengaku balitanya kurang menyukai susu, sehingga susu yang diberikan dari puskesmas jarang diminum oleh balita, dan akhirnya diminum oleh informan sendiri. Adapun untuk waktu pemberian makanan tambahan, sebagian besar informan mengaku selalu memberikan makanan tambahan sebelum atau sesudah makan atau disela-sela waktu makan. Berikut kutipannya: “Anu dibere ka nyana mah paling geh biskuit doang, dipasihan biskuit ti puskesmas mah lamun tos nyusu, tos dahar lamun hayang keneh kitu, anu dua bungkus teh paling dipake opat kali masihan, kan sabungkus aya dua kotak nyah, genep-genep, paling sakali masihan sakotak teh jeung susu, sapoe mah dua bungkus ja opat kali diberena, susu ti puskesmas geh di pasihan, khusus jeung manehna
141
paling geh dibere kakana nu leutik, soalna lamun dibere ka nu lain mah atuh seep, ngakana dicelupken bae kacai laju ku manehna di kenyot” (“Yang dikasi ke dia tuh paling juga biskuit doang, dikasi biskuit dari puskesmas aja kalo abis minum susu, habis makan gitu kalo masih mau, yang dua bungkus tuh paling dipakai empat kali kasi, kan sebungkus ada dua kotak yah, enam-enam, paling sekali kasi sekotak tuh sama susu, sehari tuh dua bungkus soalnya empat kali dikasinya, susu dari puskesmas juga dikasi, khusus buat dia paling juga dikasi kakanya yang kecil, enggak dikasi lagi sama yang lain tuh, soalnya kalo dikasi tuh nanti habis, makannya dicelupken aja ke air terus sama dia di isap”) (Informan S). “Selain sangu, atuh aya barang dahar naon bae mah dibere neng, kamari mah dibere dangder, jeung roti dibiken bae, lamun biskuit mah teu menang tinggalen, unggal poe na lamun biskuit “X” anu gope tea jeung peting mah tilu, lamun ti puskesmas mah sabungkus sapeuting paling geh aya dua deui ku kakana adina lamun hayangeun mah, atuh ibu mah paling geh hiji asal jeung budak bae, jem dua jem tilu ngakanan biscuit bae make cai, lamun aya susu mah make susu, lamun susu mah nginum bae” (“Selain nasi, ya ada makanan apa aja tuh dikasi neng, kemarin tuh dikasi singkong, sama roti dikasi aja, kalo biskuit tuh gak boleh ketinggalan, setiap harinya kalo biskuit “X” yang gope itu buat malam tuh tiga, kalo dari puskesmas sebungkus semalam paling juga ada dua lagi sama kakanya adiknya kalo mau tuh, ya ibu tuh paling juga habis satu asal buat anak aja, jam dua jam tiga makanin biskuit aja pakai air, kalo ada susu tuh sama susu, kalo susu tuh minum aja”) (Informan E). “Dodol tape, wajik, tape, dihuapan saeutik-eutik, hayi biskuit mah atuh unggal poe geh dibere hayi ker aya mah, di warung kitu saeutik, atuh kadang mah memeh dahar, kadang sakaurna, atuh hudang hees lamun aya mah dibere, ke diceukeulan ku nyana kitu nyah, hayi nyana mah naon bae geh dibere, amun ti puskesmas dua kali kadang, leh eta geh jeung kakana sabungkus geh te seep, kadang mah dibere paling hiji paling dua tilok sabungkus” (“Dodol tape, wajik, tape, disuapin sedikit-sedikit, kalo biskuit tuh tiap hari juga dikasi kalo lagi ada tuh, di warung gitu sedikit, kadang tuh sebelum makan, kadang sesempetnya, ya bangun tidur kalo ada tuh dikasi, dipegang sama dia gitu yah, kalo dia tuh apa
142
aja dikasi, kalo dari puskesmas dua kali kadang, itu juga sama kakanya sebungkus juga gak abis, kadang tuh dikasi paling satu paling dua gak pernah sebungkus”) (Informan SK). “Paling biskuit tiga keping sehari, dua bungkus gitu abis satu minggu, kan kadang-kadang suka kita kasi orang gitu, kakanya juga suka minta, ya digigit aja, kadang suka saya celupin ke air atau susu, kadang bakso yang kecil paling satu setengah, kadang somay satu, paling seminggu dua kali” (Informan keluarga SM). Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama. Meskipun demikian, informan keluarga mengaku kurang begitu tahu seberapa banyak makanan tambahan yang diberikan informan utama kepada balitanya, karena mereka jarang memerhatikan. Berikut kutipannya: “Eta biskuit jeung susu doang nyelena, aya sih dua bungkus seep sapoe, urang mah te nyaho si jarang nyele jadinya te nyaho ogeh” (“Itu biskuit sama susu doang liatnya, ada sih dua bungkus habis sehari, kit amah gak tahu si jarang liat jadinya gak tahu juga”) (Informan keluarga S). “Biskuit, dicocol di cai, buah-buahan cau atuh lamun ayamah, te nyaho deui lah, unggal peuting nyana mah biskuit bae si” (“Biskuit, dicelup di air, buah-buahan pisang gitu kalo ada tuh, gak tahu lagi, tiap malam dia tuh biskuit aja si”) (Informan keluarga E). “Biskuit doang paling geh jeung dodol meureun, sapoe beraha nyah, atuh tergantung budak na sih, atuh kakana meureun sok ngakan, ja urang mah can nyorang” (“Biskuit doang paling juga sama dodol mungkin, sehari berapa yah, ya tergantung anaknya sih, ya kakanya kali suka makan, kalo kita mah gak pernah”) (Informan keluarga SK). “Biskuit doang paling geh jeung dodol meureun, sapoe beraha nyah, atuh tergantung budak na sih, atuh kakana meureun sok ngakan, ja urang mah can nyorang”
143
(“Biskuit doang paling juga sama dodol mungkin, sehari berapa yah, ya tergantung anaknya sih, ya kakanya kali suka makan, kalo kita mah gak pernah”) (Informan keluarga SK). Sedangkan untuk kebiasaan jajan, dua dari tiga informan dari kelompok yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku tidak membiarkan balitanya jajan, karena mereka takut hal tersebut menyebabkan balita mereka suka jajan dan karena balita tidak dalam keadaan sehat. Sedangkan satu informan yang lain, mengaku balitanya sangat suka jajan, karena jika tidak diberikan jajan, balita akan menangis. Jenis jajanan yang sering dikonsumsi balita tersebut adalah ciki atau snack, permen, agar-agar, minuman sari kelapa, wafer keju, biskuit dan lain-lain. Menurut informan tersebut dalam satu hari balitanya biasa menghabiskan satu bungkus ciki sekitar 20 gram, wafer isi keju sekitar 10 gram, dan empat buah agar-agar sebesar 20 gram. Sedangkan seluruh informan dari kelompok yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengatakan bahwa balitanya sangat suka jajan dan terbiasa jajan sebanyak dua sampai empat kali dalam sehari. Dua informan diantaranya selalu memberikan jajanan seperti ciki, astor, kerupuk, permen, biskuit, coklat, makaroni, minuman dingin, dan snacksnack ringan lainnya, sebanyak satu sampai dua bungkus setiap kali jajan dengan frekuensi dua sampai tiga kali sehari. Sedangkan dua informan yang lain mengaku tidak pernah memberikan jajanan seperti ciki, coklat dan permen, satu informan diantaranya selalu memberikan jajanan berupa
144
biskuit dan minuman dingin, dan dimakan balita sekitar dua keping biskuit dalam sehari, sedangkan satu informan yang lain memberikan jajanan berupa satu potong kue, biskuit atau roti dengan frekuensi jajan tiga sampai empat kali dalam sehari. Berikut kutipannya: “Kalo dia gak dibiasain jajan, takut kebiasaan” (Informan B). “Jajana dua kali, tilu kali, ja didie mah ngawarung barang hakan budak, biskuit, makaroni anu te lada tea, seep sabungkus sorangan, astor geh beak tah tilu nyaho opat sapoe teh” (“Jajannya dua kali, tiga kali, soalnya disini tuh punya warung makanan anak, biskuit, makaroni yang gak pedas itu, habis sebungkus sendiri astor juga habis tiga tau empat sehari tuh”) (Informan N). “Paling jajan bacang, lepet, tilok kurupuk ciki segala batuk lamun dibere kos kitu, lamun dibere astor geh aya coklatan batuk, atuh aya tilu kalina opat kalina hayi ker aya duit mah, lamun jajan biskuit paling manehna mah, lamun aya mah roti anu aya kacangan tea hiji seep, lamun eweh kos kitu mah te jadi nyana mah jajana” (“Paling jajan bacang, lepet, gak pernah kerupuk ciki segala batuk kalo dikasi kaya gitu, kalo dikasi astor juga ada coklatnya batuk, ya ada tiga kalinya empat kalinya kalo ada duit tuh, kalo jajan biskuit paling dia tuh, kalo ada roti yang ada kacangnya itu satu habis, kalo gak ada kaya gitu tuh gak jadi jajannya”) (Informan A). Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan keluarga tentang kebiasaan jajan balita, didapatkan informasi yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama. Berikut kutipannya: “Enggak suka, gak pernah jajan” (Informan keluarga B). “Ensok, atuh deket iyeh tinggal nyokot, atuh sering jadina, naon bae nyana mah nu aya diwarung” (“Sering, ya dekat ini tinggal ngambil, jadinya sering, apa aja dia tuh yang ada di warung”) (Informan keluarga N).
145
“Paling geh sapoe tilu kali, lewih meureun hayi ker boga mah, lamun te boga mah atuh paling geh sekali” (“Paling juga sehari tiga kali, mungkin lebih kalo lagi punya tuh, kalo gak punya ya paling sekali”) (Informan keluarga A). Dan untuk pantangan makanan, sebagian besar informan mengaku bahwa tidak ada pantangan makanan apapun untuk balitanya. Namun meskipun begitu, sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengatakan bahwa balitanya pantang untuk diberi makanan jajanan. Dan terdapat dua informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, yang mengaku bahwa balitanya pantang diberikan minuman dingin atau es ketika sakit, sedangkan satu informan yang lain mengatakan balitanya pantang diberikan makanan seperti permen, coklat dan ciki, karena dapat menyebabkan balita batuk. Berikut kutipannya: “Heunteu aya pantangan makanan, paling geh teu dibiasaken jajan doang” (“Gak ada pantangan makanan, paling juga gak dibiasakan jajan aja”) (Informan S). “Pantangan mah atuh kadang pantang es, hayi keur gering mah” (“Pantangan tuh kadang tuh pantang es, kalo lagi sakit tuh”) (Informan SK). “Hayi pantang dahar mah eweh, ja dahar naon bae, lamun makanan mah aya coklat, permen, ciki, manehna nageh embungen, auh cenah” (“Kalo pantang makan tuh gak ada, makan apa aja, kalo makanan jajanan tuh ada coklat, permen, ciki, dia juga gak mau, sakit katanya”) (Informan A). Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan keluarga, didapatkan informasi tentang pantangan
146
makanan yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama. Berikut kutipannya: “Naon nyah, paling geh tah ulah ngakan es” (“Apa yah, paling gak boleh makan es” (Informan keluarga SK). “Paling geh coklat, permen, ciki, dibere tah embungen nyana mah auh ceunah, hayi dahar mah eweh, dahar naon bae ja” “Paling juga coklat, permen, ciki, dikasi juga gak mau dia tuh sakit katanya, kalo makan tuh gak ada, makan apa aja” (Informan keluarga A). Dan berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, didapatkan hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan. Yaitu seluruh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi terlihat memberikan biskuit yang didapat dari puskesmas sebanyak enam keping untuk informan pertama, dan tiga sampai lima keping biskuit untuk informan kedua dan ketiga. Dan selain itu salah satu balita diantaranya terlihat memakan biskuit “X” dengan cara dicelup kedalam air putih. Sedangkan tiga dari empat informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, terlihat memberikan biskuit sebanyak satu keping atau sekitar 12 gram dan terlihat lebih banyak dibuang oleh balita, sedangkan satu balita yang lain terlihat memakan biskuit sebanyak lima keping atau sekitar 60 gram. Dan untuk kebiasaan jajan, dua informan dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi tidak terlihat memberikan jajanan kepada balitanya selama beberapa kali observasi, namun salah satu balita dari kelompok yang sama, terlihat jajan biskuit “X” dan jajan bakso kecil
147
sebanyak tiga buah selama beberapa kali observasi. Sedangkan informan pertama dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi, terlihat memberikan biskuit “X” satu keping yang lebih banyak dibuang balita, dan memberikan dodol tape yang disuapkan informan sebanyak dua bungkus atau sekitar 40 gram, informan kedua terlihat memberikan astor sebanyak satu buah dan seperempat kerupuk besar, informan ketiga terlihat memberikan biskuit “X” dan bakso kecil sekitar lima butir. Dan informan terakhir yang balitanya mengalami penurunan status gizi, terlihat memberikan snack pilus “X” sebanyak setengah bungkus atau sekitar 10 gram. 5.3.4 Gambaran Perilaku Pemberian Makan Perilaku pemberian makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan ibu atau informan utama dalam upaya pemberian makan pada balita. yang meliputi komposisi dan porsi makanan yang diberikan, cara penyiapan dan penyajian makanan, frekuensi makan, praktik pemberian ASI, dan pemberian makanan tambahan kepada balita. Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
gambaran
pengetahuan
pemberian makan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan tidak mengetahui komposisi makanan atau susunan hidangan yang sebaiknya diberikan kepada balita, dan tidak mengetahui zat gizi dalam makanan. Sedangkan porsi makanan yang ideal menurut informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata lebih besar dari
148
pada porsi makanan menurut informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Cara penyiapan dan pengolahan makanan yang baik menurut sebagian besar informan adalah bahan makanan dimasak sampai matang, dengan cara dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng untuk bahan makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis sayuran. Sedangkan pengetahuan mengenai penyajian makanan yang baik, menurut mayoritas informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, adalah sebaiknya makanan dihias atau memiliki tampilan yang menarik, dan dibedakan rasanya. Sedangkan dua informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, menjawab sebaiknya tampilan makanan berupa nasi dan lauk pauknya saja. Frekuensi pemberian makan yang ideal menurut seluruh informan adalah tiga kali dalam sehari. Waktu pemberian makan menurut sebagian besar informan adalah saat balita lapar atau meminta makanan, saat balita bangun atau mau tidur dan saat balita bermain. Sedangkan waktu yang tepat dimulainya pemberian ASI, menurut sebagian besar informan adalah segera setelah balita dilahirkan. Lamanya pemberian ASI, menurut sebagian besar informan adalah sampai balita berumur dua tahun, meskipun demikian terdapat dua informan yang menjawab sampai balita berumur satu setengah tahun. dan waktu yang tepat dimulainya pemberian MP-ASI menurut tiga informan adalah sejak balita berusia enam bulan, sedangkan empat informan yang lain
149
menjawab setelah balita dilahirkan, sejak balita berumur satu minggu, dan lainlain. Sedangkan waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan, menurut dua informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, yaitu sebaiknya diberikan di sela-sela waktu makan. Sedangkan informan yang lain menjawab sebelum atau sesudah makan, ketika balita meminta makan, bangun tidur dan lain-lain. Sedangkan jajanan yang baik menurut sebagian besar informan, adalah makanan seperti biskuit, roti, susu, dan buah-buahan. Dan berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran sikap pemberian makan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui seluruh informan menganggap penting pemberian makanan dengan komposisi makanan yang bergizi, porsi yang ideal dan sesuai dengan usia balita, pengolahan makanan yang sehat, penyajian makanan yang menarik baik dari tampilan maupun rasanya, penyimpanan makanan di tempat yang tertutup dan bersih, penggunaan peralatan masak dan makan yang bersih, frekuensi pemberian makan minimal tiga kali dalam sehari, pemberian makan pada waktu yang tepat, pemberian ASI, dan pemberian makanan tambahan. Selain itu sebagian besar informan setuju jika balita hanya diberikan ASI saja sampai usia enam bulan, atau pemberian ASI eksklusif, dan pemberian PMT-P dari puskesmas. Namun dua informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi menyatakan tidak setuju jika balita hanya diberikan ASI saja sampai balita berusia enam bulan.
150
Sedangkan dalam hal kesukaan jajan anak, sebagian besar informan mengaku bahwa balitanya sangat suka jajan. Namun meskipun demikian, terdapat dua balita yang tidak suka jajan yang ternyata mengalami peningkatan status gizi. Selain itu sebagian besar informan yang balitanya suka jajan, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan jika jajan sembarangan bisa menyebabkan balita sakit, sedangkan sebagian besar informan yang balitanya tidak suka jajan dan mengalami peningkatan status gizi, menyatakan persetujuannya
terhadap
pernyataan
jika
jajan
sembarangan
dapat
menyebabkan balita sakit. Sedangkan dalam hal pantangan makanan, seluruh informan mengaku tidak mempercayai pantangan makanan untuk balita, baik menurut kepercayaan suku maupun nenek moyang. Dan berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran praktik pemberian makan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa praktik pemberian makan yang dilakukan sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi berbeda dengan praktik pemberian makan yang dilakukan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, terutama dalam hal porsi, frekuensi dan pemberian makanan tambahan. Informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ratarata memberikan makanan pokok berupa nasi, tim atau bubur dengan porsi 50 100 gram nasi, dan terkadang memberikan telur sebanyak ½ - 1 butir atau sekitar 30 - 60 gram, dan selalu memberikan susu formula sebanyak 100 – 250 ml dalam sekali minum. Selain itu porsi MP-ASI yang dahulu diberikan informan adalah 20 – 120 gram bubur bayi instan “X”. Sedangkan porsi
151
makanan tambahan yang diberikan informan yaitu rata-rata 10 - 24 keping biskuit dalam sehari atau sekitar 100 – 240 gram, yang diberikan sebanyak dua sampai empat kali dalam sehari. Seluruh informan rutin memberikan makanan utama tiga kali dalam sehari, dan salah satu informan menambahkan bahwa frekuensi pemberian makan tiga kali sehari yang dilakukannya, baru berlangsung sekitar dua minggu, sebelumnya dia selalu memberikan makanan utama sebanyak lima kali dalam sehari atau setiap dua jam sekali. Selain itu sebagian besar informan tidak membiarkan balitanya jajan, dan PMT yang diberikan dari puskesmas lebih banyak dikonsumsi balita dibandingkan dengan anggota keluarga lain. Sedangkan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi rata-rata memberikan makanan pokok sebanyak dua sendok makan atau sekitar 10 gram, dan terkadang memberikan lauk seperti telur dan ikan sedikit sekali atau hanya sebagai pelengkap, dan jarang dimakan oleh balita, serta jarang memberikan susu formula. Selain itu porsi MP-ASI yang dahulu diberikan informan adalah dua atau tiga sendok makan atau sekitar 10 gram bubur bayi instan “X” dalam sekali makan. Sedangkan porsi makanan tambahan yang diberikan, rata-rata hanya satu sampai tiga keping biskuit dalam sehari, atau sekitar 10 sampai 30 gram. Sebagian besar informan memberikan makanan utama sebanyak dua kali sehari, dan terkadang hanya memberikan makanan utama satu kali dalam sehari, jika balita sedang tidak mau makan atau sedang bepergian. Selain itu seluruh informan selalu membiarkan balitanya jajan makanan seperti ciki, astor, kerupuk, permen,
152
biskuit, coklat, makaroni, minuman dingin, dan snack-snack ringan lainnya, dengan frekuensi dua sampai empat kali dalam sehari. Dan PMT yang diberikan dari puskesmas lebih banyak dikonsumsi anggota keluarga lain dibandingkan oleh balita. Sedangkan dalam hal pengolahan dan penyajian makanan, seluruh informan baik yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, selalu mengolah makanan dengan cara dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng untuk bahan makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis sayuran. Sedangkan penyajian makanan yang dilakukan sebagian besar informan utama terlihat tidak menarik, karena tidak adanya variasi baik dari tampilan warna maupun jenis lauknya, dan makanan hanya ditaruh dalam mangkuk dan sendok biasa, atau tidak menggunakan peralatan makan yang dapat merangsang balita untuk makan. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan selalu menggunakan peralatan yang dicuci bersih dan menyimpan makanan ditempat yang tertutup dan bersih. Sebagian besar informan utama selalu memulai pemberian ASI sejak balitanya dilahirkan, dan memberikan ASI sampai balita berusia dua tahun. Sebagian besar informan utama telah memberikan MP-ASI berupa bubur bayi instan, pisang ataupun susu formula sebelum balita berusia empat bulan, bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan MP-ASI sejak balita dilahirkan atau sejak balita berusia satu minggu. Dan sebagian besar informan utama tidak memberikan pantangan makanan apapun, kecuali pantangan
153
makanan seperti minuman dingin, permen, coklat dan ciki ketika balita mereka sakit. Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, selalu memberikan makanan utama maupun makanan tambahan dengan mengikuti arahan dan petunjuk dari petugas gizi atau kesehatan, baik dari segi jenis, porsi maupun frekuensinya. Seperti saran untuk memberikan formula 75 yang terdiri dari campuran tepung beras, minyak dan susu, dan pemberian susu kepada balita, dan saran untuk memberikan makanan dengan frekuensi tiga kali sehari atau dua jam sekali. Sedangkan sebagian besar informan dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku jarang mengikuti arahan dan petunjuk yang diberikan petugas gizi atau kesehatan, dengan alasan balita tidak menyukainya. Seperti terlihat dalam kutipan berikut ini: “Kan disuruh sama dokter itu bikin tepung beras pake susu, ya selain dikasi susu sama biscuit dikasi tepung juga saya ikutin aja” (Informan B). “Ti dokter gizi kan titah dibere susu khusus “Y” ker gizi buruk laju dibeliken, laju cek dokter geh kan titah dibere dahar tiap dua jam sakali atuh dibere dua jam sakali ker umur genep bulan” (“Dari dokter gizi kan disuruh dikasi susu khusus “Y” waktu gizi buruk terus dibelikan, terus kata dokter juga kan disuruh dikasi makan tiap dua jam sekali ya dikasi dua jam sekali waktu umur enam bulan”) (Informan S). “Nyorang titah nyien bubur tea sorangan tapina iye mah te daeken, susu jeung vitamin geh diinum bae ku emakna, dipicen ja hook” (“Pernah disuruh buat bubur itu sendiri tapina ini mah gak mau, susu dan vitamin juga diminum aja sama ibunya, dibuang kan sayang”) (Informan N).
154
Selain itu berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan staf Puskesmas Pagedangan yang terlibat langsung dalam program PMT-P, dan hasil observasi yang dilakukan di puskesmas setiap minggunya, dapat diketahui bahwa staf puskesmas selalu memberikan konseling atau pengarahan kepada ibu balita atau informan utama mengenai cara pemberian makan untuk balita baik dari jumlah, variasi dan jenisnya, serta konseling tentang cara pemberian makanan tambahan, cara menjaga kebersihan dan perawatan kesehatan balita. Berikut kutipannya: “Dikasi konseling tentang cara pemberian makanan, kebersihan, pola makan anak, cara kasi PMTnya diantara waktu makan, biskuit kan cemilan, pagi siang malem, jangan terlalu deket ke waktu makan, susu paling diaksi tau takarannya ya, trus kalo pake botol harus direbus, kebersihannya, kalo susu gak boleh deket waktu makan soalnya takutnya anaknya kenyang” (Informan staf puskesmas Y). “Tentang pertama cari tahu pola makan dia, setelah kita tahu, kita coba koreksi kalo ada yang masih belum bener, dari jumlah, variasi, dari jenis yah, sama tumbuh kembang dia yah, kebersihan oral, cuci tangan,, paling itu yah, kalo bayi ya perawatan bayi dirumah kalo bayi sakit yah” (Informan staf puskesmas SM). 5.3.5 Gambaran Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita Pengetahuan pemeliharaan kesehatan yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah pengetahuan informan utama dalam pemeliharaan kesehatan balita yang meliputi pengetahuan tentang penyakit infeksi pada balita, cara pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan.
155
1. Penyakit Infeksi pada Balita Pengetahuan mengenai penyakit infeksi yang dimaksudkan dalam penelitian ini, meliputi pengertian, jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan, pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita. Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan, sebagian besar informan menjawab, penyakit infeksi adalah penyakit seperti tetanus yang disebabkan terkena paku dan penyakit seperti panas. Sedangkan penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan karena tidur bersama, atau penyakit seperti cacar, TBC, diare, dan muntaber. Berikut kutipannya: “Penyakit infeksi saperti keuna paku tetanus, hayi penyakit menular mah iye ceunah amun budak hees direndengkeun sok panas budak tea, laju lamun tetehna batuk sok iluen batuk” (“Penyakit infeksi seperti terkena paku tetanus, kalo penyakit menular katanya kalo anak tidur bareng suka panas anak itu, terus kalo kakaknya batuk suka ikut batuk”) (Informan E). “Penyakit infeksi teh anu kena paku, jarum kan teh penyakit infeksi lain, kawat naon deui, beling, menular teh kos cacar, mata nyah nular teh, diare geh kadang sok menular” (“Penyakit infeksi itu yang terkena paku, jarum kan penyakit infeksi bukan, kawat apa lagi, beling, menular itu kaya cacar, penyakit mata ya nular, diare juga kadang suka menular”) (Informan SK). Adapun untuk penyebab dan cara penularan penyakit infeksi pada balita, mayoritas informan menjawab karena balita melakukan aktivitas bersama atau kontak langsung dengan orang yang menderita penyakit menular, atau karena tertusuk paku. Selain itu terdapat beberapa informan yang menjawab, jika penyakit diare disebabkan oleh konsumsi es dan makan makanan yang bersantan. Jika penyakit DBD disebabkan oleh gigitan
156
nyamuk dan penurunan daya tahan tubuh. Dan jika penyakit TBC disebabkan oleh pemakaian peralatan makan atau minum bersama dengan penderita, dan penurunan daya tahan tubuh. Berikut kutipannya: “Budak mah sok bangor nyah ulina, jadina aratel laju alergi tea neng, laju eta budak hees direndengkeun sok panas, laju lamun tetehna batuk sok iluen batuk” (“Anak mah suka bandel ya mainnya, jadinya gatal-gatal terus alergi gitu, terus anak tidur bareng suka panas, terus kalo kakaknya batuk suka ikut batuk”) (Informan E). “Penyakit menular gara-gara keuna paku, katonjok paku, teu make sandal, mun diare mah mencret kadang mah gara-gara minuman atuh, ngakan es kadang geus nyah, kosna gara-gara daharna anu medok-medokkan kitu, kos sayur-sayur anu medok kitu, cara es, sambel, saos” (“Penyaki menular gara-gara terkena paku, ketusuk paku, tidak pake sandal, kalo diare itu mencret kadang gara-gara minuman, makan es kadang yah, kayanya gara-gara makan yang bersantan gitu, kaya sayur yang bersantan gitu, kaya es, sambal, saus”) (Informan SK). “Kalo campak itu ya gak tahu deh saya, kalo TBC itu hilang daya tahan tubuh, jadi kalo digigit nyamuk demam berdarah kalo daya tahan tubuhnya bagus ya gak kena kan, kalo TBC paling kuman ato apa lah” (Informan SM). Dan untuk akibat atau dampak penyakit infeksi pada balita menurut empat informan adalah balita menjadi kurus, berat badan menurun, kurang nafsu makan, dan susah tidur. Sedangkan tiga informan sisanya, mengaku tidak tahu penyebab, cara penularan, maupun akibat penyakit infeksi pada balita. Berikut kutipannya: “Akibat kotoran kitu, jadi kuru, berat badana menurun, barang daharna kurang, hese sare, kurang barang dahar” (“Akibat kotoran kitu, jadi kuru, berat badanya menurun, makanan kurang, susah tidur, kurang makan”) (Informan S).
157
“Ehem, jadi kuru, jadi iye tea ka awak teh teu bagus” (“Ehem, jadi kurus, jadi ke badan tuh tidak bagus”) (Informan N). Sedangkan untuk gejala penyakit infeksi, seluruh informan menjawab panas, batuk, pilek, muntah darah, kurus badannya, makan berkurang, susah tidur, alergi atau bentol-bentol, dan mencret dan muntah jika sedang diare. Berikut kutipannya: “Iye mah lamun budak gering, panas bae tea budak neng, batuk bae, laju alergi tah barentol, ceunah darah dingin gejalana keneh heeh” (“Itu mah kalo anak sakit, panas aja budak itu neng, batuk aja, terus alergi gitu bentol-bentol, katanya darah dingin gejalanya juga ya”) (Informan E). “Gejalana batuk, batuk doang meureun, okrok-okrok, lobana ngaluarken getih pan, amun ges kadalon kitu” (“Gejalanya batuk, batuk doang kali, uhuk-uhuk, kebanyakan mengeluarkan darah kan, kalo yang udah parah gitu”) (Informan A). “Lamun diare teh sok panas, teu nyaho deui nyah, eta lamun ges ngising sok laju di bawa bae, laju sok tiis bae, sok marangpet” (“Kalo diare itu suka panas, tidak tahu lagi yah, itu kalo udah berak suka langsung dibawa aja, terus suka langsung dingin aja, suka mampet”) (Informan SK). Menurut sebagian besar informan, cara pencegahan penyakit infeksi pada balita yaitu tidak menggunakan peralatan minum yang sama dengan penderita penyakit infeksi, balita yang sehat tidak disatukan dengan balita yang sakit, balita tidak dibiarkan main saat terik matahari atau saat hujan, balita diberikan makanan sehat, tidak main ditempat yang kotor dan jauh dari rumah, dan selalu menjaga kebersihan. Berikut kutipannya:
158
“Lamun ulah gering teh budakna ulah dihijikeun jeung anu gering kitu nyah, ulah ulin papanasan, huhujanan, ju ulah ngomean taneh, ulah ulin ka jauh-jauh kitu tah neng” (“Biar jangan sakit itu anaknya jangan disatuin sama yang sakit gitu, jangan main panas-panasan, hujan-hujanan, terus jangan main tanah, jangan main ke tempat jauh-jauh gitu neng”) (Informan E). “Supaya ulah gering kumaha atuh nyah, tuh iye bae dahar, bere dahar, atuh jajana bae ulah, atuh ulah gupak bae, kudu dijagaan” (“Supaya jangan sakit gimana yah, dikasi makan, jangan jajan aja, jangan main kotor terus, harus dijaga”) (Informan SK). Sedangkan untuk pengobatan penyakit infeksi pada balita, menurut sebagian besar informan adalah dengan memberikan obat dan segera membawa balitanya ke tempat pelayanan kesehatan. Selain itu mayoritas informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, menambahkan cara pengobatan balita dapat pula dilakukan secara tradisional, seperti menggunakan ramuan tradisional atau meminta air doa pada orang pintar, atau memberikan obat yang dijual bebas dipasaran sebelum dibawa ke pusat pelayanan kesehatan. Berikut kutipannya: “Atuh dipasihan obat bae kitu pake sendok, lamun atos teu bisa diubaran di imah mah dibawa ka dokter” (“Ya dikasi obat aja gitu pake sendok, kalo udah gak bisa diobatin di rumah dibawa ke dokter”) (Informan S). “Atuh ke puskesmas, dijampekeun didie mah nyah, sok dijampekeun lamun dibawa ka bidan can cager, di pentaken cai, pentaken sareat ka emak kolot, Alhamdulilah sok laju cager, sareatna di nyana” (“Ya ke puskesmas, didoain disini kan yah, suka didoain kalo dibawa ke bidan belum sembuh, dimintakan air dimintakan doa ke nenek, Alhamdulilah suka sembuh, jalannya di dia”) (Informan N). “Kalo belum parah saya pake cara tradisional, kaya di urut, kaya di minuman apa gitu, kalo misalkan panas ya di tapel sama itu daun jarak, supaya ngejaga panas kaya di balurin jahe gitu, kalo udah parah ya dibawa ke dokter aja hehe” (Informan SM).
159
2. Cara Pemeliharaan Kesehatan Balita Pengetahuan cara pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan dalam penelitian ini, meliputi pengetahuan informan utama tentang cara meningkatkan dan memantau status gizi balita, dampak KEP pada balita, manfaat imunisasi pada balita, serta perilaku hidup bersih dan sehat. Dari hasil wawancara yang dilakukan, sebagian besar informan menjawab cara meningkatkan dan memantau status gizi balita adalah balita diberi makan yang banyak dan teratur, diberi vitamin dan selalu ditimbang di puskesmas atau di posyandu. Berikut kutipannya: “Lamun hayang naik mah dipasihan vitamin bae, iye nyah supaya nafsu makanna bertambah, makan sing teratur” (“Kalo mau naik tuh dikasi vitamin aja, ini yag supaya nafsu makannya bertambah, makan yang teratur”) (Informan S). “Dibere dahar bae anu sebeh, hehe, atuh bawa bae ka puskesmas ka posyandu atuh ditimbang” (“Dikasi makan aja yang kenyang, hehe, bawa ke puskesmas ke posyandu ditimbang”) (Informan SK). Sedangkan untuk dampak KEP (gizi buruk dan gizi kurang) pada balita, menurut mayoritas informan adalah mata balita terlihat layu, perutnya membuncit, tidak mau makan, berat badan turun atau kurus, mengurangi kecerdasan, menghambat perkembangan, dan bisa menyebabkan kematian pada balita. Berikut kutipannya: “Matana iye neng kos caleuyeun, laju beteng na buncit, urang mah nyeeng bae di tv, jadi te daek dahar, daharnageh hese budak teh” (“Matanya ini neng kaya layu, terus perutnya buncit, saya liat aja di tv, jadi gak mau makan, makannya juga susah”) (Informan E). “Iye ja budakna badanna kurang, barang daharna kurang, jadi pikirana teh kurang cerdas budak kurang gizi mah, geus eweh deui”
160
(“Ini anaknya badannya kurang, makannya kurang, jadi pikirannya kurang cerdas anak kurang gizi, udah gak ada lagi” (Informan N). “Gak tahu, gak ada umur kali ya neng, badannya gak bisa besar, kaya kakaknya meninggal, meninggalnya panas badannya” (Informan B). Manfaat imunisasi menurut sebagian besar informan, adalah dapat meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah kelumpuhan, dan menyebabkan balita sehat, kuat, cerdas, dan cepat berjalan. Berikut kutipannya: “Imunisasi teh kenakeun awakna kebal neng, keuna ulah aya ngadeketan panyakit kitu lah, sakajen awakna leutik geh kenaken ka panyakit teh rada jauh” (“Imunisasi itu supaya badannya kebal neng, supaya tidak mendekatkan penyakit gitu lah, walaupun badannya kecil supaya ke penyakit itu jadi jauh”) (Informan E). “Imunisasi abeh sehat, abeh kuat, cerdas, kan lamun disuntik campak nyah abeh cepet lempang nyah meureunan, hepatitis segala ngajaga abeh ulah keuna penyakit naon karah pohoan” (“Imunisasi supaya sehat, suapaya kuat, cerdas, kan kalo disuntik campak supaya cepat jalan yah mungkin, hepatitis segala mencegah supaya tidak terkena penyakit apa tuh lupa”) (Informan SK). Dan untuk pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, beberapa informan menjawab PHBS adalah perilaku menjaga kebersihan lingkungan, rumah, tempat tidur, makanan, pakaian dan lain-lain. Berikut kutipannya: “Hayi perilaku hidup sehat dan bersih mah, imah kudu bersih, lingkungan sagala kudu bersih, barang dahar kudu bersih, enggon hees sagala kudu bersih neng. ka ayaana bae kos kiye, hehe” (“Kalo perilaku hidup sehat dan bersih itu, rumah harus bersih, lingkungan segala harus bersih, makanan harus bersih, tempat tidur segala harus bersih neng, keadaannya saja kaya gini, hehe”) (Informan E).
161
“Perilaku hidup sehat dan bersih atuh kos bersih-bersih kamar mandi atuh. kamar. abeh ulah keuna penyakit naon karah demam berdarah” (“Perilaku hidup sehat dan bersih ya kaya bersih-bersih kamar mandi, kamar supaya jangan terkena penyakit apa tuh demam berdarah”) (Informan SK). 3. Kebersihan Lingkungan Pengetahuan kebersihan lingkungan yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah meliputi pengetahuan tentang sanitasi lingkungan, berupa bangunan rumah sehat dan pergantian udara dan sinar matahari, kebutuhan ruangan (tempat bermain-main balita), dan cara pembuangan sampah dan SPAL yang sehat. Dari
hasil
wawancara
yang
dilakukan,
seluruh
informan
menyebutkan bahwa bangunan rumah sehat adalah rumah dengan ventilasi yang baik, sehingga dapat menyebabkan cahaya matahari dan udara masuk kedalam rumah, atau rumah yang selalu rapi dan bersih. Berikut kutipannya: “Rumah sehat itu udaranya masuk, cahaya matahari, biar sehat” (Informan B). “Imah sehat atuh bersih-bersih bae, cahaya matapoe asup abeh sehat,imah mah nu bagus keuna mata poe” (“Rumah sehat ya bersih-bersih aja, cahaya matahari masuk supaya sehat, rumah itu yang bagus terkena matahari”) (Informan SK). “Imah sehat teh anu bersih, rapih, aya lobang angina jeung udara asup” (“Imah sehat tuh yang bersih, rapih, ada lobang angina untuk udara masuk”) (Informan N).
162
Dan menurut seluruh informan, tempat bermain anak sebaiknya didalam atau dihalaman rumah, atau ditempat yang dapat diawasi langsung oleh informan. Berikut kutipannya: “Ya main di rumah” (Informan B). “Dimana atuh nyah, lamun ulin atuh di imah, diharep kitu, atuh bagusna diharep meureun hehe” (“Dimana dong yah, kalo main ya di rumah, didepan gitu, sebaiknya didepan kali, hehe”) (Informan SK). Dan untuk cara pembuangan sampah, menurut seluruh informan adalah sebaiknya sampah dikumpulkan ditempat pembuangan sampah dan kemudian dibakar. Sedangkan untuk pembuangan limbah rumah tangga, menurut empat informan sebaiknya limbah dibuang disaluran air yang mengalir ke empang atau sungai. Sedangkan dua informan yang lain mengatakan sebaiknya limbah dibuang ke saluran air yang tertutup, seperti septik tank, atau saluran air yang khusus digunakan untuk pembuangan limbah. Dan untuk tempat buang air besar atau kecil, menurut sebagian besar informan sebaiknya dilakukan di WC tertutup yang tersedia didalam rumah. Berikut kutipannya: “Buang sampah atuh di enggon sampahna neng, laju dibeuleum, lamun buang limbah atuh ka empang, bagusnamah ngucur bae ka kali ke, bagusnamah buang air besar mah di WC tapi urang mah di empang” (“Buang sampah ya di tempat sampah neng, terus dibakar, kalo buang limbah ke empang, sebaiknya mengalir ke sungai, sebaiknya buang air besar di WC tapi kita mah di empang,”) (Informan E). “Buang sampah atuh bagusna ka luar, ka tempat sampah, cai WC mah atuh di empang, bagusnamah atuh kudunamah di WC tempat ngising, buang sembarangan teh kan jorok”
163
(“Buang sampah ya sebaiknya keluar, ke tempat sampah, air WC ya di empang, sebaiknya ya seharusnya di WC tempat buang air besar. buang sembarangan tuh kan jorok”) (Informan A). “Atuh sampah dipirunan, cai WC ka tabung eta septic tank heeh, lamun didie mah ka jamban, empang, atuh nu bagusnamah di WC” (“Ya sampah dibakar, air WC ke tabung septic tank ya, kalo disini ke jamban, empang, ya sebaiknya di WC”) (Informan N). 5.3.6 Gambaran Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita Sikap pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu pendapat informan utama dalam hal perilaku pemeliharaan kesehatan pada balita yang meliputi pendapat informan utama terhadap penyakit infeksi yang diderita balita, pemeliharaan kesehatan balita, dan kebersihan lingkungan. 1. Penyakit Infeksi pada Balita Sikap terhadap penyakit infeksi pada balita yang dimaksudkan dalam penelitian ini, meliputi pendapat informan utama tentang bahaya penyakit infeksi dan pentingnya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, didapatkan hasil seluruh informan berpendapat penyakit infeksi merupakan penyakit yang berbahaya bagi balita. Karena menurut mereka penyakit infeksi dapat menyebabkan kecacatan dan kematian pada balita, dan dapat menularkan penyakit ke orang lain. Berikut kutipannya: “Berbahaya. takut meninggal, kan penyakit gituan mah suka meninggal” (Informan B).
164
“Berbahaya atuh penyakit menular mah, bahayanamah ka budak pan karunya, besi asup rumah sakit mah pan teu boga biyayana neng, kudu dijagaan bae” (“Berbahaya dong penyakit menular tuh, berbahayanya ke anak kan kasihan, nanti masuk rumah sakit kan gak punya biayayanya neng, harus dijagain terus”) (Informan E). “Berbahaya, keur iye geh aya kan nyah nu keuna kawat, laju potong nyah, di anak geh berbahaya atuh, besi menular atuh ih ka naon karah, ka jantung” (“Berbahaya, waktu dulu juga ada kan yah yang kena kawat terus dipotong yah, di anak juga berbahaya dong, nanti menular gitu ih terkena apa tuh, ke jantung”) (Informan SK). Selain itu seluruh informan berpendapat bahwa usaha pencegahan penyakit merupakan hal yang penting. Karena menurut mereka usaha pencegahan efektif untuk menghindarkan balita dari penyakit. Berikut kutipannya: “Penting, penting atuh abeh ulah gering bae, ngajaga kesehatana” (“Penting, penting dong supaya jangan sakit terus, menjaga kesehatannya”) (Informan S). “Atuh setuju ih, abeh urang te cape, hayi gering mah cape, asa ku nyana bae” (“Yah setuju ih, supaya kita gak cape, kalo sakit tuh cape, rasanya harus menjaga dia aja”) (Informan SK). “Iya penting, kan lebih baik mencegah daripada mengobati” (Informan SM). Seluruh informan juga setuju dengan usaha pencarian pengobatan ke tempat pelayanan kesehatan, karena menurut mereka hal tersebut dapat menyebabkan balita mereka cepat sembuh, dan karena di pelayanan kesehatan terdapat obat yang mereka butuhkan untuk mengobati balita. Berikut kutipannya:
165
“Setuju sih, setujuna mah pan dibantu diubaran, ja di imah mah teu aya ubarna” (“Setuju sih, setujunya tuh kan dibantu diobatin, kan di rumah gak ada obatnya”) (Informan E). “Setuju, pan supaya sehat, supaya cager, lamun teu setuju mah moal di bawa ka kesmas” (“Setuju, kan supaya sehat, supaya sembuh, kalo gak setuju gak akan dibawa ke puskesmas”) (Informan A). 2. Cara Pemeliharaan Kesehatan Balita Sikap terhadap pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan dalam penelitian ini, meliputi pendapat informan utama tentang pentingnya peningkatan status gizi, bahaya penurunan berat badan, pentingnya pemberian imunisasi, dan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat. Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat diketahui bahwa seluruh informan menganggap penting peningkatan berat badan dan status gizi balita, karena menurut mereka hal tersebut berguna untuk menambah pertumbuhan dan mempercepat perkembangan balita, serta dapat menyebabkan balita selalu sehat dan terhindar dari penyakit. Selain itu, seluruh informan juga menganggap penting penimbangan balita secara teratur, karena hal tersebut berguna untuk mengetahui perkembangan berat badan dan status gizi, serta siklus perkembangan balita. Berikut kutipannya: “Bagus atuh kan bisa mempertambah perkembangan bayi anu tadinamah buruk atu laju bisa nambah kan gizina, penting atuh ditimbang supaya berat badana kanyahoan kitu, nyaho naek turuna” (“Bagus dong kan, bisa mempertambah perkembangan bayi yang tadinya buruk terus jadi bisa tambah kan gizinya, penting dong ditimbang supaya berat badannya ketahuan gitu, tahu naik turunnya”) (Informan S).
166
“Penting, supaya anak urang sehat, ditimbang abeh nyaho naek terus” (“Penting, supaya anak kita sehat, ditimbang supaya tahu naek terus”) (Informan SK). “Penting, eh apa ya, karena bagus si ya, untuk pertumbuhan juga, tentunya apalagi anak-anak, penting ya ditimbang, kan biar tahu ya, siklus perkembangan anak” (Informan SM). Dan seluruh informan tak terkecuali informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, menganggap berbahaya jika balita mengalami penurunan berat badan atau status gizi, karena menurut mereka penurunan berat badan atau status gizi dapat menyebabkan balita sakit, kurang gizi, menghambat perkembangan, dan menyebabkan ibu khawatir dan merasa kesal pada balita karena usaha dalam pemberian makan yang telah dilakukan menjadi sia-sia. Berikut kutipannya: “Meureunan berbahaya meureun lamun turun mah nyah, soalna tadina sehat laju turun deui kitu, berbahaya jadi kurang vitamin deui” (“Mungkin berbahaya kali kalo turun yah, soalnya tadinya sehat trus turun lagi gitu, berbahaya jadi kurang vitamin lagi”) (Informan S). “Heeh bahaya, hayangna mah naek, lamun turun bae mah pan kesel, aya capena bae tapina teu naek-naek” (“Ya berbahaya, maunya kan naek, kalo turun aja tuh kan kesel, ada capeknya aja tapi gak naek-naek”) (Informan E). “Bahaya si, karena itu tidak bisa berkembang, gampang terkena penyakit” (Informan SM). Selain itu seluruh informan juga setuju dengan pemberian imunisasi, karena dapat menyebabkan balita terhindar dari penyakit. Namun meskipun
167
begitu, mayoritas informan mengaku tidak memberikan imunisasi pada balitanya. Berikut kutipannya: “Setuju dibere imunisasi, atuh abeh sehat, abeh ulah keuna penyakit naon kitu, hayi imunisasi mah ngajaga cacar kitu” (“Setuju dikasi imunisasi, supaya sehat, supaya jangan terkena penyakit gitu, kalo imunisasi mencegah cacar gitu”) (Informan SK). “Setuju, tapi dia mah can nyorang diimunisasi, soalna ka puskesmas lamun menta gak boleh, soalna kan belum kuat” (“Setuju, tapi dia tuh belum pernah diimunisasi, soalnya di puskesmas kalo minta gak boleh, soalnya belum kuat”) (Informan S). “Setuju atuh, abeh ulah kena panyakit, tapi nyana mah teu diimuniasai soalna asal rek di imunisasi geuring” (“Setuju gitu, supaya jangan terkena penyakit, tapi dia gak di imunisasi soalnya tiap mau di imunisasi sakit”) (Informan N). Dan selain itu, seluruh informan juga menganggap penting perilaku hidup sehat dan bersih dalam pemeliharaan kesehatan balita, karena menurut mereka hal tersebut dapat menjaga kebersihan dan kesehatan balita, sehingga balita terhindar dari kuman atau bakteri penyebab penyakit. Berikut kutipannya: “Setuju, penting pan ngabersihkeun ka budak” “Bagus, atuh abeh sehat ka keluarga, ka anak teu gampang geuring” (“Bagus, ya supaya sehat buat keluarga, buat anak gak gampang sakit”) (Informan N). (“Setuju, penting kan membersihkan ke anak”) (Informan E). “Setuju, harus ya, karena biar tubuh kita gitu tidak terkena kuman atau bakteri dari debu” (Informan SM).
168
3. Kebersihan Lingkungan Sikap terhadap kebersihan lingkungan yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah pendapat informan utama mengenai sanitasi lingkungan, berupa pentingnya penyediaan ruang bermain bagi balita, penggunaan air bersih, pertukaran udara dan pencahayaan rumah yang baik, pembuangan limbah dan sampah yang sehat, dan penyediaan WC atau kamar mandi didalam rumah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, dapat diketahui seluruh informan menganggap penting penyediaan ruang bermain bagi balita. Menurut mereka hal tersebut dapat menyebabkan balita terhindar dari kotoran, bebas dan aman dalam bermain, serta dapat menjaga kesehatan balita. Berikut kutipannya: “Penting, abeh sehat, tapina sok kokotoran bae lah budak mah” (“Penting, supaya sehat, tapi suka main kotor aja lah anak tuh”) (Informan E). “Butuh ruangan ulin si, supaya bebas kitu aman, lamun cara aya mah ” (“Butuh ruangan main si, supaya bebas gitu aman, kalo ada”) (Informan S). “Butuh atuh, lamun ulin diluar mah pan besi ka jalan gede kitu bahaya pan” (“Butuh dong, kalo main diluar tuh kan nanti ke jalan raya gitu bahaya kan”) (Informan N). Seluruh informan berpendapat bahwa penggunaan air bersih merupakan hal yang penting dalam usaha menciptakan lingkungan sehat bagi balita, karena menurut mereka penggunaan air bersih dapat membantu
169
menghilangkan semua kotoran dan kuman penyebab penyakit, serta membantu dalam menjaga kebersihan lingkungan. Berikut kutipannya: “Penting atuh, ngajaga kebersihan, ngajaga tina sagala kotoran, panyakit kitu, kuman-kuman penyebab panyakit kitu” (“Penting dong, menjaga kebersihan, mencegah dari segala kotoran, penyakit gitu, kuman-kuman penyebab penyakit gitu”) (Informan S). “Setuju, atuh abeh sehat, pan kalo air kotor berkuman naon, harusnya air bersih, air kotor mah pan dibuang” (“Setuju, supaya sehat, kan kalo air kotor berkuman gitu, harusnya air bersih, air kotor tuh kan dibuang”) (Informan A). Selain itu seluruh informan menganggap penting pertukaran udara dan pencahayaan yang baik didalam rumah, karena menurut mereka hal tersebut dapat membantu menjaga kesehatan dan menjauhkan dari penyakit. Berikut kutipannya: “Penting, abeh naon karah udara anu jore kaluar, udara anu bagus teh arasup kitu, seger kitu” “Penting, supaya apa tuh udara yang jelek keluar, udara yang bagus tuh masuk gitu, segar gitu”(Informan S). “Penting ya kalo gak kita gampang sakit, ya cahaya matahari juga penting” (Informan SM). Seluruh informan juga setuju dengan pembuangan sampah dan limbah rumah tangga pada tempatnya, atau pada tempat yang tertutup. Karena menurut mereka hal tersebut dapat menjaga lingkungan tetap sehat, terhindar dari kotoran. dan mencegah timbulnya penyakit seperti demam berdarah. Namun
meskipun demikian,
seluruh informan mengaku
membuang sampah dan limbah ditempat terbuka, dan dekat dengan rumah. Berikut kutipannya:
170
“Setuju ya biar lingkungannya sehat aja, biar jaga kesehatan, biar jangan banyak nyamuk, biar gak kena DBD” (Informan B). “Setuju, ya buang sampah pada tempatnya, karena sampah itu ya mengandung sumber penyakit ya” (Informan SM). “Setuju atuh, urang mah tuh lamun buang sampah didinya, lamun heunteu atuh ambalayah ih, lamun limbah eta kuduna mah tertutup” (“Setuju dong, kita mah kalo buang sampah disitu, kalo gak jadinya berantakan, kalo limbah seharusnya tertutup”) (Informan SK). Dan seluruh informan setuju dengan penyediaan WC dan kamar mandi didalam rumah, karena menurut mereka hal tersebut dapat membantu dalam
menjaga
kebersihan.
Namun
meskipun
demikian,
dalam
kenyataannya sebagian besar informan terutama yang balitannya mengalami peningkatan status gizi, mengaku tidak memiliki WC didalam rumah. Berikut kutipannya: “Setuju, biar enak, gak bau, biar bersih” (Informan B). “Setuju, di WC jeung di empang kan sarua bae nyah bagus” “Penting, tapi urang mah di empang” (“Penting, tapi kita tuh di empang”) (Informan S). (“Setuju, di WC dan di empang sama aja kan bagus”) (Informan N). 5.3.7 Gambaran Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Praktik pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah apa yang dilakukan informan utama dalam usaha pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita, cara pemeliharaan kesehatan balita, dan kebersihan lingkungan.
171
1. Usaha Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Infeksi pada Balita Usaha pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah meliputi jenis penyakit infeksi yang diderita balita selama mengikuti program PMT-P, serta upaya informan utama dalam pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat diketahui bahwa jenis penyakit infeksi yang sering diderita seluruh balita, adalah demam, batuk, dan pilek, dan beberapa balita sering mengalami gatal-gatal, bisul dan mencret atau diare. Selain itu terdapat informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengeluh balitanya sering muntah beberapa malam terakhir meskipun balitanya suka makan. Dan terdapat informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, yang mengaku balitanya hampir selalu demam setiap minggu dan batuk sebulan sekali. Berikut kutipannya: “Panas, batuk, araratel, bararentol, laju pan manehna mah sok bisul, bisulan laleutik tea” (“Panas, batuk, gatal-gatal, bentol-bentol, terus kan dia tuh suka bisul, bisul kecil gitu”) (Informan E). “Iye nyorang batuk bae nyah dua minggu sakali, panas, kitu bae” (“Ini pernah batuk aja yah dua minggu sekali, panas gitu aja”) (Informan S). “Tuh itu kan pararanas, mentes ti ditu teu hudang-hudang, iye keur utah-utahan bae asal ti peuting geh, laju eta bae nyana sok batuk, sok panas lamun geuring, eta geh geuring kamari eta manehna mangkana kuru geh, keur iye mah sok mencret” (“Ya itu kan panas aja, habis dari sana gak bangun-bangun, ini kaya muntah-muntah aja tiap malam juga, terus dia tu suka batuk,
172
suka panas kalo sakit, itu juga lagi sakit kemarin itu dia jadinya kurus juga,waktu dulu mah suka mencret”) (Informan A). “Dia suka panas, batuk ada sebulan sekali, kalo panas sering ampir tiap minggu, kalo pilek kadang-kadang si” (Informan SM). Sedangkan untuk usaha pencegahan penyakit, mayoritas informan mengaku bahwa pencegahan yang mereka lakukan, yaitu dengan cara memberi makanan yang sehat dan kenyang, sering mencuci tangan balita, mencuci pakaian balita, dan melarang balita main saat terik matahari atau saat turun hujan, serta melarang balita main tanah atau main kotor dan bermain di tempat yang tidak dapat diawasi oleh informan. Berikut kutipannya: “Teu dibiken ulin papanasan, huhujanan, ju ulah ngomean taneh, ulah ulin ka jauh-jauh kitu tah neng” (“Tidak dibiarkan main panas, hujan, terus jangan main tanah, jangan main ke jauh-jauh gitu neng”) (Informan E). “Dibere dahar bae, ulah gupak kalaluar asal aya taneh manehna mah didahar, mangkana teu menang meleng, kudu dijagaan bae” (“Dikasi makan aja, ya jangan main kotor diluar asal ada tanah dia tuh dimakan, jadinya gak boleh lengah, harus dijaga terus”) (Informan SK). “Lamun dahar lengena dikobokan, ulah darapon urangna, indungna kudu sing apik, dikobokan pokona kudu bebersih bae lah” (“Kalo makan tangannya dicuci, jangan ceroboh kitanya, ibunya harus rapih dicuci pokoknya harus bersih-bersih aja”) (Informan N). Untuk upaya pengobatan balita, seluruh informan mengaku selalu membawa balita mereka ke puskesmas atau bidan terdekat. Selain itu beberapa informan terkadang menggunakan cara tradisional, dengan cara membuat campuran minyak kelapa sawit, buah asam, dan bawang merah
173
yang dioleskan di kepala balita untuk menurunkan demam, sebelum dibawa ke puskesmas. Selain itu terdapat dua informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, yang terkadang membawa balitanya ke dukun beranak untuk dipijat, dan salah satu informan diantaranya terkadang meminta air putih yang telah didoakan ke orang pintar jika penyakit balita belum sembuh. Sebagian besar informan mengaku selalu memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan. Namun sebagian besar informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku jarang memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas. Sedangkan informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku selalu memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas sampai habis, dan selalu mengikuti petunjuk petugas kesehatan dalam pemberian obat pada balita. Selain itu terdapat seorang informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, yang mengatakan bahwa balitanya tidak mau memimum obat dalam bentuk puyer, sehingga obat dan vitamin yang diberikan sebagian besar tidak dikonsumsi oleh balita. Berikut kutipannya: “Paling dijagain aja terus dibawa ke puskesmas aja, gak pernah berobat ke bidan-bidan lain gitu, ya dukun-dukun yang deket-deket udah gak ada, terus dikasi obatnya aja sampe abis, kalo dibungkusnya ditulis tiga hari sekali yah saya mah ngikutin aja tiga kali, kemaren mah dikasi vitamin aja kaya puyer” (Informan B). “Atuh ke puskesmas, lamun obat batuk mah diseepken, lamun paracetamol mah lamun panas bae dibere, aya keneh vitamin mah, vitamin sirup geh aya keneh nyana mah, jarang diinumken ja diburah-burahken bae ku nyana jadina sok dihakan ku emakna bae
174
vitaminna, kan biasana diboborehan tea, urang marud bawang putih, bawang beureum sareng asem jeung minyak sayur, memeh dibawa ka bidan, lamun aya mah bonteng diboborehkeun bae ka sirah, lamun teu turun karak dibawa ka bidan, sok dijampeken lamun dibawa ka bidan can cager, dipentaken cai, pentaken sareat ka emak kolot, cai na ti imahna dibawakena, lamun budak panas bae teu hade-hade menta cai bae ka imah na ja Alhamdulilah sok laju cager” (“Ya ke puskesmas, kalo obat batuk tuh dihabiskan, kalo paracetamol tuh kalo panas aja dikasi, masih ada vitaminnya, vitamin sirup juga masih ada tuh, jarang diminumkan soalnya dimuntahin dia jadinya suka dimakan ke ibunya aja vitaminnya ini dikompres gitu, kan biasanya dibalurkan gitu, kita parut bawang putih, bawang merah sama asam dan minyak sayur, sebelum dibawa ke bidan, kalo ada timun dibalurkan aja ke kepala, kalo gak turun baru dibawa kebidan, suka didoain kalo dibawa ke bidan belum sembuh, dipintakan air, dimintakan doa ke nenek, airnya dari rumahnya dibawakan, kalo anak panas tidak sembuh-sembuh minta air aja ke rumah nyaAlhamdulillah suka sembuh”) (Informan N). “Kalo belum parah saya pake cara tradisional, kaya di urut, kaya di minuman apa gitu, kalo udah parah ya dibawa ke dokter aja, cuman ini banyak obatnya gak dimakan” (Informan SM). Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama. Namun meskipun demikian, seluruh informan keluarga mengaku kurang begitu tahu upaya pencegahan penyakit yang dilakukan informan utama. Berikut kutipannya: “Panas, batuk, pilek, gak tau yah ibu suka ngapain kalo sakit, paling dibawa ke puskesmas aja” (Informan keluarga B). “Ensok, paling geh panas, ka puskesmas bae, rutin nyana mah, lamun ti kesmas teu cager karak menta cai dijampeken, atuh caina diinum diboborehkeun, ensok diboborehan asem, bawang, jeung minyak, obatna geh sok diseepken bae nyah, sapoe tilu kali”
175
(“Sering, paling juga panas, ke puskesmas aja, rutun dia tuh, kalo dari puskesmas beluum sembuh baru minta air didoakan, airnya diminum dioleskan, sering dioleskan asam, bawang sama minyak, obatnya juga suka dihabiskan aja yah, sehari tiga kali”) (Informan keluarga N). “Ke puskesmas, kalo parah baru ke dokter, gak suka habis sih obatnya, kalo yang sirop dia seneng, kalo yang puyer mah dia susah” (Informan keluarga SM). Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung lain, yaitu dua staf Puskesmas Pagedangan yang turut serta dalam pengobatan balita, didapatkan hasil sebagian besar balita yang mengikuti program PMT-P sering menderita ISPA, diare, dan koreng atau penyakit kulit. Pengobatan dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai dengan diagnosa penyakit, serta pemberian suplemen vitamin setiap minggunya. Vitamin yang diberikan berupa vitamin C dan B komplek, serta vitamin yang mengandung lysin untuk meningkatkan nafsu makan balita. Pada umumnya obat dan vitamin diberikan dalam bentuk puyer, karena obat dan vitamin dalam bentuk sirup persediannya sangat terbatas. Berikut kutipannya: “ISPA diare yang paling banyak, soalnya kan berat badannya turun otomatis diare, obat-obatan yang dikasi tergantung dengan penyakitnya ya, vitaminnya itu kan ada lysinnya buat nafsu makan, kan ada daya tahan tubuh, vitamin C, B komplek, susu” (Informan staf puskesmas P). “Nomor satu si ini ISPA yah, diare, koreng, koreng kan bisa aja karena gizi buruk yah, oh ya tergantung kasusnya, sesuai diagnose, tergantung ketersedian obatnya juga, kan kadang-kadang obatnya susah, vitamin ya B complex, B, C, sama mineral, kadang ada kalsiumnya juga” (Informan staf puskesmas S).
176
Dan berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di rumah informan dan beberapa kali dipuskesmas setiap kamis, didapatkan hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan, yaitu untuk balita dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi, terlihat balita pertama menderita demam pada salah satu kunjungannya ke puskesmas, balita kedua terlihat pilek, bisul dan koreng pada dua kali kunjungannya ke puskesmas, dan balita ketiga terlihat menderita batuk pada dua kunjungannya ke puskesmas. Sedangkan untuk balita dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi, terlihat balita pertama menderita batuk, flu serta muntah ketika diberi makan pada dua kali observasi, balita kedua terlihat flu dan demam pada dua kunjungannya ke puskesmas, sedangkan informan ketiga mengeluh balitanya muntah setiap malam di salah satu kunjungannya ke puskesmas, dan balita keempat terlihat demam pada salah satu observasi dirumah informan. Namun dalam hal usaha pencegahan penyakit, informasi dari hasil observasi yang didapatkan, terlihat berbeda dari yang diceritakan informan utama, yaitu sebagian besar informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi terlihat memberikan makanan dengan yang porsi sedikit, selain itu masih terdapat beberapa balita yang bermain ditempat kotor atau main dengan temannya yang terlihat menderita penyakit infeksi, serta terlihat informan maupun balitanya tidak mencuci tangan sebelum makan.
177
Sebagian besar informan terlihat membawa balitanya ke puskesmas ketika sakit, dan obat yang diberikan terlihat diminum oleh balita. Namun salah satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi terlihat masih menyimpan obat dan vitamin yang didapat dari puskesmas maupun instansi kesehatan lain, dan seorang informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi terlihat masih menyimpan suplemen vitamin yang diberikan dari puskesmas. Selain itu berdasarkan studi dokumen yang dilakukan dengan cara melihat catatan rekam medik balita, didapatkan hasil yang sama dengan yang diceritakan informan, yaitu penyakit yang rata-rata diderita balita adalah demam, batuk, influenza atau flu, diare dan penyakit kulit. 2. Cara Pemeliharaan Kesehatan Balita Cara pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah meliputi upaya informan utama dalam usaha meningkatkan dan memantau status gizi, imunisasi, dan upaya menjaga kebersihan balita yang terdiri dari upaya mencuci tangan sebelum makan, mengganti pakaian balita, memandikan balita dan tindakan informan ketika balita buang air besar ataupun kecil. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan informan utama, dapat diketahui bahwa upaya seluruh informan dalam meningkatkan dan memantau status gizi adalah dengan cara memberikan makan yang banyak dan teratur, memberikan vitamin, dan melakukan penimbangan di puskesmas setiap minggu atau di posyandu setiap bulan. Namun sebagian
178
besar informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi mengeluh balitanya susah makan. Selain itu seorang informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, mengaku tidak rutin datang ke puskesmas setiap
minggunya,
karena
kesibukan informan sebagai
wiraswasta. Berikut kutipannya: “Dahar nu teratur eker umur genep bulan mah ampe umur satahun tiap dua jam sekali dipasihan dahar, dibere vitamin, dibawa ka puskesmas unggal minggu teu tinggalen dibawa bae” (“Makan yang teratur waktu umur enam bulan tuh sampai umur setahun tiap dua jam sekali dikasi makan, dikasi vitamin, dibawa ke puskesmas tiap minggu gak ketinggalan dibawa aja”) (Informan S). “Abeh naek deui berat badana dibere barang hakan anu sebeh, sok ngahaja ku urang lamun rek nimbang dibere dahar, laju dibawa bae ka puskesmas unggal kemis, unggal bulan dibawa ka posyandu” (“Supaya naik berat badana dikasi makanan yang kenyang, suka sengaja mau ditimbang dikasi makan, terus dibawa aja ke puskesmas tiap kamis, tiap bulan dibawa ke posyandu”) (Informan SK). “Ya di kasi makan, di kasi susu, cuman gak mau, susah, dia mah kaya masuknya banyak keluarnya juga banyak gitu, sering si ke puskesmas, tapi kadang dua minggu gitu gak kesana-sana, kalo posyandu sering, dulu kan saya kader” (Informan SM). Sebagian
besar
informan
mengaku
balitanya
tidak
pernah
diimunisasi, karena balita sedang sakit ketika ada pemberian imunisasi di posyandu, atau karena pihak puskesmas tidak bersedia memberikan imunisasi karena balita sedang sakit atau dalam keadaan kurang gizi. Meskipun demikian, informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi mengaku bahwa balitanya sudah diimunisasi lengkap. Berikut kutipannya:
179
“Iye mah can nyorang diimunisasi, soalna ka puskesmas lamun menta, gak boleh ceunageh soalna kan blum kuat” (“Ini tuh belum pernah diimunisasi, soalnya ke puskesmas kalo minta, gak boleh katanya soalnya belum kuat”) (Imforman S). “Heunteu, ja muriang terus asal rek diimunisasi” (“Enggak,karena meriang trus kalo mau diimunisasi”) (Informan N). “Teu diimunisasi soalna kurang berat badana, jadi tara di suntik” (“Gak diimunisasi soalnya kurang berat badannya, jadi gak pernah disuntik”) (Informan A). “Nyana mah kabeh sih dimunisasina, di puskesmas tilok di posyandu, naon tah poho, campak kumplit pokona” (“Dia tuh semua sih diimunisasinya, di puskesmas gak pernah di posyandu, apa tuh lupa, campak lengkap pokonya”) (Informan E). “Lengkap, BCG, DPT, Polio, trus campak, hepatitis, dari umur tiga hari de kayannya” (Informan SM). Seluruh informan mengatakan selalu mencuci tangan atau mencuci tangan balitanya sebelum makan dan setelah memegang kotoran, meskipun sebagian besar informan mengaku tidak selalu menggunakan sabun saat mencuci tangannya. Selain itu mayoritas informan mengatakan selalu menganti pakaian anaknya lebih dari empat atau lima kali sehari, karena anak sering mengompol. Dan seluruh informan mengatakan selalu memandikan balita minimal dua kali dalam sehari, dengan menggunakan sabun dan air bersih. Seluruh informan mengatakan selalu membersihkan balita setelah buang air besar atau buang air kecil, dengan menggunakan sabun dan air bersih. Namun untuk tempat buang air besar dan kecil, tedapat satu informan yang selalu membiarkan balitanya buang air besar di halaman rumah, dan terdapat dua informan lain yang membiarkan balitanya buang air
180
besar di jamban yang terletak diatas empang, sedangkan empat informan yang lain mengatakan bahwa balitanya selalu buang air besar di WC yang terletak di kamar mandi didalam rumah. Berikut kutipannya: “Kalo lagi mandi itu suka saya cuci tanganya, kalo kotor sedikit sama ngompol disalin, kalo lagi berak juga saya cebokin, pake sabun colek aja, mandinya dua kali sehari kalo udah keringetan, kalo berak dia mah suka didepan rumah aja didiriin kalo gak suka gak ketahuan dicelana” (Informan B). “Atuh ensok cuci tangan, kadang make sabun kadang heunteu, ker pohoan mah heunteu, aya sapoe tilu kali mandi, isuk-isuk dohor laju sore mandi deui kitu, kadang mah opat kali ganti pakean sapoe, nyana mah gupak malulu kan kotor, lamun buang air besar dicebokan make sabun, lamun buang air kecil heunteu make sabun, eta bae di empang” (“Ya suka cuci tangan, kadang pakai sabun kadang enggak, lagi lupa tuh enggak, ada sehari tiga kali mandi, pagi-pagi dzuhur terus sore mandi lagi gitu, kadang tuh empat kali ganti pakaian sehari, dia tuh main tanah melulu kan kotor, kalo buang air besar dicebokan pakai sabun, kalo buang air kecil enggak pakai sabun, itu aja di empang”) (Informan N). “Rajin dia mah, sering saya omelin kalo gak cuci tangan, kadang pake sabun kadang enggak, mandi sering tiga kali sehari kali ya, seneng maen air, ganti baju mah kadang tiga, empat, kadang lima, soalnya kan pipis basah ganti, saya juga suka cuci tangan, dicebokin gak bisa sendiri pake sabun” (Informan SM). Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama, meskipun beberapa informan keluarga mengaku kurang begitu tahu upaya informan utama dalam menjaga kebersihan balita maupun upaya imunisasi. Berikut kutipannya: “Iya cuci tangan, dimandiin, dua kali kadang tiga kadang, gak tau kalo ganti baju, eh gak pernah imunisasi” (Informan keluarga B).
181
“Cuci tangan, ibuna geh sarua bae, make sabun colek bae lah, mandi dua kali sapoe, isuk jeung sore, saberaha kali rek diimunisasi muriang bae awakna, eta geh kadang ku kula sok diisangan” (“Cuci tangan, ibunya juga sama aja, pake sabun colek aja lah, mandi dua kali sehari, pagi sama sore, beberapa kali mau diimunisasi meriang terus anaknya, itu juga kadang sama kita suka dicebokin”) (Informan keluarga N). “Rajin dia mah cuci tangan, kadang pake sabun kadang enggak kali ya, kalo mandi dia mah sering, kadang tiga kali sehari kali ya, seneng maen air, imunisasi lengkap” (Informan keluarga SM). Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung lain yaitu dua staf puskesmas pagedangan yang turut serta dalam pemberian PMT dan pengobatan balita, didapatkan hasil bahwa sebagian besar informan utama rajin berkunjung ke puskesmas jika sedang ada PMT, sedangkan jika tidak ada PMT, kunjungan informan menjadi berkurang. Berikut kutipannya: “Kalo dia emang memerlukan ya suka datang, kalo di rumahnya susah beli susu, kalo ada PMT ya mereka pada rajin” (Staf puskesmas Y). “Kalo yang ada PMT si rajin, kan eneng tahu sendiri kalo ada susunya lagi ada, rajin kan, tapi kalo kita lagi gak ada, jadi kaya gini loh, kalo mereka rajin karena ada yang mau dibawa” (Informan staf puskesmas P). “Ehm kebanyakan si kalo ada PMT rajin, kalo gak ada PMT pada enggak ya, tapi ada juga si yang rajin” (Informan staf puskesmas SM). Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di rumah informan maupun di puskesmas, didapatkan hasil sebagian besar informan pergi ke puskesmas setiap minggu untuk mengambil PMT-P, serta melakukan penimbangan dan pemeriksaan kesehatan, sedangkan satu informan yang
182
balitanya mengalami penurunan status gizi terlihat dua sampai tiga kali tidak datang ke puskesmas selama pemberian PMT-P. Seluruh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi terlihat sering memberikan makanan utama, serta sering memberikan makanan tambahan berupa biskuit. Sedangkan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi terlihat lebih sering memberikan makanan jajanan berupa makanan ringan, daripada makanan utama seperti nasi dan lauk-pauk. Sedangkan untuk upaya imunisasi hanya satu informan yang dapat di observasi, yaitu dengan cara melihat catatan pemberian imunisasi pada KMS, yang menunjukkan balita telah diimunisasi lengkap, sedangkan informan yang lain tidak dapat diobservasi karena tidak dapat memperlihatkan KMSnya. Sedangkan untuk upaya menjaga kebersihan balita, sebagian besar informan terlihat tidak mencuci tangan ketika memberikan makan balitanya, selain itu balita juga tidak terlihat mencuci tangan sebelum makan. Beberapa informan terlihat mengganti pakaian balita ketika balita mengompol tanpa membasuh atau membersihkan balita dengan air maupun sabun. 3. Usaha Menjaga Kebersihan Lingkungan Usaha menjaga kebersihan lingkungan yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah meliputi usaha menjaga kebersihan lingkungan bermain balita, penggunaan air bersih, cara pembuangan sampah dan limbah rumah tangga, usaha mengatur pertukaran udara dan pencahayaan rumah, dan usaha menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar.
183
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat diketahui bahwa enam balita informan terbiasa bermain didalam atau dihalaman rumah, dan terdapat satu balita yang terbiasa bermain di lapangan atau di tempat yang kotor seperti di kubangan air hujan, yang ternyata mengalami peningkatan status gizi. Seluruh informan mengaku selalu membiarkan balitanya bermain dengan temannya, meskipun salah satu teman bermainnya sedang menderita penyakit, karena menurut mereka sebagian besar teman bermain balita adalah kakaknya yang tinggal serumah atau saudara-saudaranya yang tinggal didekat rumah sehingga susah untuk dipisahkan. Pada umumnya penyakit yang diderita teman bermain balita sama dengan penyakit yang diderita balita yaitu seperti demam, flu, batuk dan diare. Berikut kutipannya: “Mainnya disini sama didepan maennya ma anak-anak sini aja, kalo temennya lagi sakit juga pada maen aja pada nyamperin dia, paling temennya suka sakit pilek, batuk” (Informan B). “Tuh ulin jeung baturna, lamun geuring geh ulin bae, ja tah ulah mah sok ngadat, baturna geuring atuh biasa panas, batuk, sok ulin diharep, dilapangan, bangkong di nubucak geh sok diulinkeun tea, bangor nyana mah” (“Ya main sama temennya, kalo sakit juga main aja, ya kalo dilarang juga suka nangis, temennya suka sakit biasa panas,batuk, suka main didepan, dilapangan, kodok di tempat becek juga suka dimainkan gitu, nakal dia tuh”) (Informan E). “Atuh ulina jeung baturna alo ibu, panas nyana geh sarua, batuk bae, pilek, laju utah-utahan, mencret, lamun pilek geh arulin bae” (“Ya mainnya sama temennya keponakan ibu, panas juga sama, batuk aja, pilek, terus muntah-muntah, mencret, kalo pilek juga sama main aja”) (Informan N).
184
Sumber air bersih yang digunakan seluruh informan berasal dari sumur yang jaraknya cukup dekat dengan tempat pembuangan limbah, dan digunakan informan untuk minum, memasak, mencuci pakaian dan peralatan dapur, mandi, buang air besar dan kecil, dan lain-lain. Selain itu tiga informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi mengaku tidak memiliki WC didalam rumah mereka, dua informan diantaranya terbiasa buang air besar di jamban yang terletak di atas empang dibelakang rumah, dan satu informan yang lain terbiasa buang air besar di kebun belakang rumah dengan cara menggali tanah. Sedangkan sebagian besar informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku memiliki WC didalam rumah mereka. Berikut kutipannya: “Dari sumur aja buat minum, masak, cuci tangan, mandi, berak, sumurnya deket comberan si, tapi kalo BAB kan rame-rame gali tanah aja di kebon belakang kalo dah penuh ditutup, gali lagi” (Informan B). “Atuh nimba ti sumur bae, deket si ka empang, jeung nginum, mandi segala, masak, ngumbahan piring atuh” (“Ya dari sumur aja, dekat si ke empang, buat minum, mandi segala masak, cuci piring gitu”) (Informan E). “Iye amun jeung nginum jeung masak mah ti imah bibi tah digigir, lamun mandi nyeseh sagala mah ti sumur bae, rada kiruh emang” (“Ini kalo buat minum sama masak tuh dari rumah bibi tuh disamping, kalo mandi nyuci segala tuh disumur aja, agak keruh emang”) (Informan N). “Yah ini dari sumur, jaraknya ada lima meter dari saluran limbah, yah buat minum, masak, cuci, mandi gitu aja” (Informan SM).
185
Sebagian besar informan terbiasa membuang sampah di halaman depan atau belakang rumah dengan cara dikumpulkan dan dibakar, selain itu mayoritas informan tidak memiliki tempat pembuangan sampah didalam rumah. Sedangkan saluran pembuangan limbah rumah tangga yang dimiliki sebagian besar informan, mengalir kedalam saluran air yang terbuka atau berbentuk empang. Meskipun demikian, terdapat satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, yang terbiasa membuang sampah dengan cara dikumpulkan didepan rumah yang kemudian di bawa petugas ke tempat pengolahan sampah, serta memiliki saluran pembuangan limbah yang mengalir ke saluran pembuangan yang berbentuk got dan septictank5. Berikut kutipannya: “Buang sampah iye di imah dikumpulken heula, dikumpulken laju dibeuleum ditukang, lamun cai WC mah ka empang” (“Buang sampah ini dirumah dikumpulkan dulu, dikumpulkan terus dibakar dibelakang, kalo air WC tuh ke empang”) (Informan S). “Buang sampah dipipir dikumpulken dibeuleum, cai WCna dipicen ka empang lain septic tank, WC namah dijero imah” (“Buang sampah dibelakang dikumpulkan dibakar, air WCnya dibuang ke empang bukan septic tank, WCnya didalam rumah”) (Informan SK). “Dikumpulkan didepan rumah pake plastic aja, tar ada petugas yang ngambil, air limbah di got, kalo buangan WC ya ke septictank, ada kali jaraknya lima meter dari sumur” (Informan SM).
5
Septictank adalah adalah bak untuk menampung air limbah yang digelontorkan dari WC (water closet), konstruksi septictank ada disekat dengan dinding bata dan diatasnya diberi penutup dengan pelat beton dilengkapi penutup control dan diberi pipa hawa T dengan diameter 1 ½ “, sebagai hubungan agar ada udara/oksigen ke dalam septictank sehingga bakteri-bakteri menjadi subur sebagai pemusnah kotorankotoran atau tinja yang masuk ke dalam bak penampungannya (Bochari, 2009).
186
Selain itu seluruh informan terbiasa membuka gorden dan jendela rumah pada pagi hari, sehingga udara segar dan cahaya matahari pagi bisa masuk kedalam rumah. Berikut kutipannya: “Lamun isuk-isuk teh buka jandela, buka hordeng neng abeh asup, lamun sore mah jeung tibeurang ditutup, paling peting make lampu” (“Kalo pagi-pagi tuh dibuka jendela buka hordeng neng supaya masuk, kalo sore sama siang tuh ditutup, paling malam pakai lampu”) (Informan E). “Atuh urang jendela naon dibuka ja unggal isuk” (“Ya kita jendela apa dibuka tiap pagi”) (Informan A). Upaya menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar menurut seluruh informan, adalah dengan cara menyapu dan mengepel rumah setiap hari, dan menyapu dan menyiram halaman rumah dengan air supaya tidak berdebu. Namun terdapat dua informan mengaku jarang melakukan kegiatan tersebut karena tidak sempat melakukannya, dan satu informan diantaranya mengaku hanya membersihkan rumah ketika hari libur. Berikut kutipannya: “Paling ngepel nyapu tiap hari, satu hari tuh bisa berkali-kali kan dia suka ngompol, paling kalo diluar doang tuh dua kali sehari” (Informan B). “Atuh disapuan, dipel, elap kaca, nyapuan luar disiram abeh ulah ngebul, iye ramatna dibersihan” (“Ya disapu, dipel, dielap kaca, disapu halaman disiram supaya tidak berdebu, sarang laba-laba dibersihkan”) (Informan N). “Disapuan, dipel atuh, iye bae can sempet, lamun hari libur tah karak rapih-rapih” (“Disapu, dipel dong, ini aja belum sempat, kalo hari libur baru rapih-rapih”) (Informan SK).
187
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama. Berikut kutipannya: “Kalo temennya lagi sakit juga suka maen aja, kalo buang sampah ditempat sampah, kalo buang air besar dibelakang aja di kebon deket tempat sampah, paling ngepel sama nyapu” (Informan keluarga B). “Nyapuan, ngepel, maen iye di lapangan bola, di harep imah, heeh sok garering, titah balik si lamun gering, tapina sok te nurut, micen sampah atuh di luar, limbah mah di empang” (“Menyapu, mengepel, main dia tuh di lapangan bola, didepan rumah, ya suka pada sakit, suka disuruh pulang kalo sakit, tapinya suka gak nurut, buang sampah ya di luar, limbah tuh di empang”) (Informan keluarga E). “Di imah ulina, atuh buktina ayena aya di imah, atuh ka harep geh paling geh sok dijagaan di gendong, jeung kakana bae, geringna sarua bae, micen sampah di belakang, atuh nyapuan, ngepel, buktina gak ada, hehe, disebut bersih ja ambalayah, hehe” (“Di rumah mainnya, ya buktinya sekarang ada di rumah, ke depan juga suka dijagain digendong, sama kakaknya aja, sakitnya sama aja, buang sampah di tukang, ya disapu, dipel, buktinya gak ada, hehe, disebut bersih tapi berantakan, hehe”) (Informan keluarga SK). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di rumah informan, didapatkan hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama maupun pendukung. Yaitu sebagian besar balita terlihat bermain didalam atau dihalaman rumah, mayoritas informan memiliki rumah yang terlihat bersih atau bebas dari sampah, sedangkan halaman rumah yang menjadi tempat bermain balita terlihat kotor dan dekat dengan lokasi pembuangan sampah. Selain itu terdapat beberapa teman bermain balita yang terlihat
188
sedang menderita flu, dan tetap bermain dengan balita. Dan sumber air seluruh informan berasal dari sumur yang terletak cukup dekat atau kurang dari 10 meter dari saluran limbah, tapi terlihat bening dan bersih. Sedangkan untuk pencahayaan dan penerangan rumah, didapatkan hasil yang sedikit berbeda dari keterangan informan, yaitu sebagian besar informan terlihat memiliki rumah dengan pencahayaan yang kurang di beberapa ruangan seperti ruang tengah, kamar tidur dan dapur, selain itu jendela hanya terletak didepan rumah atau kamar tidur yang menyebabkan udara terasa pengap dan lembab, dan sebagian besar informan menggunakan kayu bakar untuk memasak. Lokasi pembuangan sampah terletak di halaman depan atau belakang rumah dan lokasi pembuangan limbah mayoritas terletak di halaman depan atau belakang rumah, yang berbentuk empang terbuka. Sedangkan satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, terlihat memiliki saluran pembuangan limbah yang cukup baik yaitu saluran air yang tertutup atau berbentuk septictank. Sedangkan mengenai upaya menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar, dua informan terlihat tidak berupaya membersihkan lantai yang terkena air kencing balita pada salah satu observasi, sebagian besar rumah informan terlihat kurang bersih, dan terdapat informan yang menggunakan salah satu ruangan di dapur sebagai kandang ayam, dengan alasan takut dicuri dan juga memiliki kandang kambing yang terletak dibelakang rumah dengan jarak yang cukup dekat dengan rumah informan.
189
5.3.8 Gambaran Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita Perilaku pemeliharaan kesehatan yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan ibu atau informan utama dalam pemeliharaan kesehatan balita yang meliputi penyakit infeksi pada balita, cara pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan. Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
gambaran
pengetahuan
pemeliharaan kesehatan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan mengetahui penyakit infeksi adalah penyakit seperti tetanus yang disebabkan terkena paku dan penyakit seperti panas, dan lebih mengenal penyakit menular daripada penyakit infeksi. Penyebab dan cara penularan penyakit infeksi secara umum menurut informan adalah karena balita melakukan aktivitas bersama atau kontak langsung dengan orang yang menderita penyakit menular, atau karena tertusuk paku. Sedangkan akibat atau dampak penyakit infeksi pada balita menurut sebagian besar informan adalah balita menjadi kurus, berat badan menurun, kurang nafsu makan, dan sulit tidur. Menurut sebagian besar informan, cara pencegahan penyakit infeksi pada balita yaitu tidak menggunakan peralatan minum yang sama dengan penderita penyakit infeksi, balita yang sehat tidak disatukan dengan balita yang sakit, balita tidak dibiarkan main saat terik matahari atau saat hujan, balita diberikan makanan sehat, tidak main ditempat yang kotor dan jauh dari rumah, dan selalu menjaga kebersihan. Pengobatan penyakit infeksi pada balita,
190
menurut sebagian besar informan adalah dengan memberikan obat dan segera membawa balitanya ke tempat pelayanan kesehatan. Sebagian besar informan menjawab cara meningkatkan dan memantau status gizi balita adalah balita diberi makan yang banyak dan teratur, diberi vitamin dan selalu ditimbang di puskesmas atau di posyandu. Dampak KEP (gizi buruk dan gizi kurang) pada balita, menurut mayoritas informan adalah mata balita terlihat layu, perutnya membuncit, tidak mau makan, berat badan turun atau kurus, mengurangi kecerdasan, menghambat perkembangan, dan bisa menyebabkan kematian pada balita. Sedangkan manfaat imunisasi menurut sebagian besar informan, adalah dapat meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah kelumpuhan, dan menyebabkan balita sehat, kuat, cerdas, dan cepat berjalan. Dan untuk pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, beberapa informan menjawab PHBS adalah perilaku menjaga kebersihan lingkungan, rumah, tempat tidur, makanan, pakaian dan lain-lain. Seluruh informan menyebutkan bahwa bangunan rumah sehat adalah rumah dengan ventilasi yang baik, sehingga dapat menyebabkan cahaya matahari dan udara masuk kedalam rumah, atau rumah yang selalu rapi dan bersih. Menurut seluruh informan, tempat bermain anak sebaiknya didalam atau dihalaman rumah, atau ditempat yang dapat diawasi langsung oleh informan.
191
Adapun cara pembuangan sampah menurut seluruh informan adalah sebaiknya sampah dikumpulkan ditempat pembuangan sampah dan kemudian dibakar. Sedangkan pembuangan limbah rumah tangga, menurut empat informan sebaiknya limbah dibuang disaluran air yang mengalir ke empang atau sungai. Sedangkan dua informan yang lain mengatakan sebaiknya limbah dibuang ke saluran air yang tertutup, seperti septictank, atau saluran air yang khusus digunakan untuk pembuangan limbah. Dan tempat buang air besar atau kecil, menurut sebagian besar informan sebaiknya dilakukan di WC tertutup yang tersedia didalam rumah. Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran sikap pemeliharaan kesehatan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa seluruh informan menganggap penting usaha pencegahan penyakit, pencarian pengobatan ke tempat pelayanan kesehatan, peningkatan berat badan dan status gizi balita, penimbangan balita secara teratur, pemberian imunisasi, perilaku hidup sehat dan bersih, penyediaan ruang bermain bagi balita, usaha menciptakan lingkungan sehat bagi balita, pertukaran udara dan pencahayaan yang baik didalam rumah, pembuangan sampah dan limbah rumah tangga pada tempatnya. Selain itu seluruh informan juga menganggap berbahaya jika balita menderita penyakit infeksi, mengalami penurunan berat badan atau status gizi, dan setuju dengan penyediaan WC dan kamar mandi didalam rumah.
192
Selain itu berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran praktik pemeliharaan kesehatan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita hampir selalu menderita penyakit infeksi setiap minggunya, dan jenis penyakit infeksi yang sering diderita seluruh balita, adalah demam, batuk, dan pilek, dan beberapa balita sering mengalami gatalgatal, bisul dan mencret atau diare. Adapun usaha pencegahan penyakit yang menurut mereka lakukan adalah memberi makanan yang sehat dan kenyang, sering mencuci tangan balita, mencuci pakaian balita, dan melarang balita main saat terik matahari atau saat turun hujan, serta melarang balita main tanah atau main kotor dan bermain di tempat yang tidak dapat diawasi oleh informan. Namun berdasarkan hasil observasi sebagian besar informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi terlihat memberikan makanan dengan yang porsi sedikit, selain itu masih terdapat beberapa balita baik yang mengalami peningkatan status gizi maupun yang tidak mengalami status gizi, terlihat bermain ditempat kotor dan bermain dengan temannya yang sedang menderita penyakit infeksi, serta terlihat sebagian besar informan dan balitanya tidak mencuci tangan sebelum makan. Seluruh informan mengaku selalu membawa balita mereka ke puskesmas atau bidan terdekat ketika sakit, dan terkadang menggunakan cara tradisional, dengan cara membuat campuran minyak kelapa sawit, buah asam, dan bawang merah yang dioleskan di kepala balita untuk menurunkan demam, sebelum dibawa ke puskesmas.
193
Sebagian besar informan mengaku selalu memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan. Namun terdapat seorang informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, yang mengatakan bahwa balitanya tidak mau memimum obat dalam bentuk puyer, sehingga obat dan suplemen vitamin yang diberikan puskesmas sebagian besar tidak dikonsumsi oleh balita. Sedangkan dalam hal pemberian suplemen vitamin, sebagian besar informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku jarang memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas. Sedangkan informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku selalu memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas sampai habis. Sebagian besar informan pergi ke puskesmas setiap minggu untuk mengambil PMT-P, serta melakukan penimbangan dan pemeriksaan kesehatan, sedangkan satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi terlihat dua sampai tiga kali tidak datang ke puskesmas selama pemberian PMT-P. Sebagian besar informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi terlihat jarang memberikan makanan utama seperti nasi dan lauk-pauk dan lebih sering memberikan makanan jajanan berupa makanan ringan seperti ciki, astor, kerupuk, permen, biskuit, coklat, makaroni, dan snack-snack ringan lainnya. Sedangkan dalam hal upaya menjaga kebersihan balita, sebagian besar informan terlihat tidak mencuci tangan ketika memberikan makan balitanya, dan balita terlihat tidak mencuci tangan sebelum makan. Selain itu beberapa
194
informan terlihat mengganti pakaian balita ketika balita mengompol tanpa membasuh atau membersihkan balita dengan air maupun sabun. Seluruh informan mengaku selalu membiarkan balitanya bermain dengan temannya, meskipun salah satu teman bermainnya sedang menderita penyakit, karena menurut mereka sebagian besar teman bermain balita adalah kakaknya yang tinggal serumah atau saudara-saudaranya yang tinggal didekat rumah sehingga susah untuk dipisahkan. Sumber air bersih yang digunakan seluruh informan berasal dari sumur yang jaraknya cukup dekat dengan tempat pembuangan limbah, dan digunakan informan untuk minum, memasak, mencuci pakaian dan peralatan dapur, mandi, buang air besar dan kecil, dan lain-lain. Seluruh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi tidak memiliki WC didalam rumah mereka. Dan sebagian besar informan terbiasa membuang sampah di halaman depan atau belakang rumah dengan cara dikumpulkan dan dibakar.
195
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Pengetahuan Pemberian Makan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama baik yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang tidak mengalami peningkatan status gizi, memiliki pengetahuan yang sama hampir di semua aspek perilaku pemberian makan kepada balita kecuali dalam hal porsi dan penyajian makanan. Sebagian besar informan tidak mengetahui komposisi makanan atau susunan hidangan yang sebaiknya diberikan kepada balita. Meskipun demikian, terdapat satu informan utama yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai komposisi makanan, dan ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Menurut informan tersebut, komposisi makanan yang sebaiknya diberikan kepada balita, adalah terdiri dari makanan pokok, sayuran, buah-buahan, lauk pauk dan susu, atau yang lebih dikenal dengan istilah empat sehat lima sempurna. Selain itu sebagian besar informan hanya mengetahui sumber-sumber makanan yang mengandung lemak, seperti makanan yang mengandung banyak minyak, contohnya daging, coklat, susu dan mentega. Padahal sumber makanan yang bergizi lainnya, seperti protein dan karbohidrat sangat baik untuk meningkatkan asupan kalori dan protein bagi balita.
196
Sebagian besar informan utama juga memiliki pengetahuan yang buruk mengenai waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan dan waktu yang tepat dimulainya pemberian MP-ASI. Karena hanya sebagian kecil informan yang menjawab bahwa waktu pemberian makanan tambahan adalah sebaiknya disela-sela waktu makan utama, dan waktu yang tepat dimulainya pemberian MP-ASI adalah sejak balita berusia enam bulan. Sedangkan menurut Pudjiadi (2005:53), bayi harus mendapat makanan tambahan disamping ASI jika kebutuhannya sudah melampaui jumlah yang didapat dari ASI, yang pada umumnya setelah bayi berumur empat sampai enam bulan. Pengetahuan informan yang buruk, mungkin disebabkan oleh rendahnya pendidikan informan yang sebagian besar hanya setingkat SD, dan kurangnya arahan dari petugas kesehatan mengenai komposisi atau susunan hidangan yang sebaiknya diberikan kepada balita. Sebagaimana menurut pendapat Winkel (1984) dalam Khomsan dkk (2007b:6), yang mengatakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Sedangkan pengetahuan informan utama tentang cara penyiapan atau pengolahan makanan balita secara umum termasuk baik. Menurut mereka bahan makanan sebaiknya dimasak sampai matang dengan cara dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng untuk bahan makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis sayuran. Dengan memasak makanan, menurut Sediaoetama (2008:12), bahan makanan menjadi lebih mudah dicerna dan zat-zat makanan menjadi tersedia untuk diserap dan dipergunakan oleh tubuh.
197
Selain itu pengetahuan informan utama dalam hal frekuensi dan waktu pemberian makan secara umum termasuk baik, seluruh informan utama mengetahui bahwa frekuensi pemberian makan kepada balita adalah tiga kali dalam sehari, yang mungkin dipengaruhi oleh budaya sebagian besar masyarakat setempat yang selalu makan tiga kali dalam sehari. Sedangkan waktu pemberian makan menurut mereka adalah sebaiknya saat balita lapar atau meminta makanan, saat balita bangun atau mau tidur dan saat balita bermain. Selain itu salah satu informan utama juga menambahkan, sebaiknya balita diberikan makanan sesuai dengan jam makan atau teratur setiap harinya, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Pengetahuan informan utama mengenai waktu yang tepat dimulainya dan lamanya pemberian ASI, dan jenis MP-ASI yang sebaiknya diberikan kepada balita, ternyata juga termasuk baik. Menurut sebagian besar informan waktu yang tepat dimulainya pemberian ASI adalah segera setelah bayi dilahirkan, dan lamanya pemberian ASI adalah sampai balita berusia dua tahun. Sedangkan jenis MP-ASI yang sebaiknya diberikan kepada balita menurut informan utama adalah pisang, bubur bayi instan, nasi tim, bubur, dan lain-lain. Pengetahuan informan utama yang baik mengenai pemberian ASI mungkin disebabkan oleh penyuluhan tentang pemberian ASI yang sering diberikan petugas kesehatan di puskesmas. Dan pengetahuan informan utama mengenai pemberian makanan tambahan dan jajanan yang baik bagi balita secara umum termasuk baik. Menurut sebagian besar informan utama makanan tambahan adalah makanan selain nasi, seperti biskuit, roti, kue, singkong, buah-buahan dan lain-lain. Selain itu menurut mereka makanan jajanan yang baik untuk balita adalah makanan seperti biskuit, roti, susu,
198
dan buah-buahan. Makanan yang disebutkan informan tersebut umumnya diketahui sebagai makanan yang mengandung banyak kalori dan vitamin yang baik untuk menambah asupan zat gizi bagi balita. Selain itu beberapa dari informan juga menambahkan makanan jajanan yang baik adalah makanan yang bergizi dan bersih, ataupun makanan yang diolah sendiri dirumah. Sedangkan dalam hal pengetahuan porsi makanan dan penyajian makanan, sebagian besar informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, ternyata memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Porsi makanan menurut informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata lebih besar daripada porsi makanan menurut informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Selain itu penyajian makanan menurut sebagian besar informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, adalah sebaiknya makanan dihias atau memiliki tampilan yang menarik dan dibedakan rasanya jika untuk balita. Hal ini sesuai dengan pendapat Sediaoetama (2008:12), yang mengatakan menghidangkan makanan harus menarik, sehingga mereka yang menyantapnya akan merasa senang, bahkan puas, sehingga meningkatkan selera dan gairah untuk makan. Hidangan harus dapat merangsang secara menarik sebanyak mungkin panca indera, agar timbul selera dan nafsu makan. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan utama mengenai pemberian makan secara umum termasuk buruk. Karena sebagian besar informan utama tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai komposisi dan porsi makanan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan
199
tambahan, yang merupakan pengetahuan yang penting dalam usaha menaikkan status gizi balita. Hal tersebut dapat pula dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai porsi, komposisi, dan penyajian makanan ternyata memiliki balita yang mengalami peningkatan status gizi. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI kepada balita.
6.2 Sikap Pemberian Makan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama secara umum menunjukkan sikap yang buruk terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan balita. Namun meskipun demikian sebagian besar informan utama menunjukkan sikap yang baik terhadap aspek-aspek yang lain dalam pemberian makan kepada balita. Selain itu sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata menunjukkan sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007b:6). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai cara penyiapan atau pengolahan dan penyajian makanan balita, frekuensi pemberian makan, waktu pemberian makan, waktu yang
200
tepat dimulainya pemberian ASI, pemberian makanan tambahan, dan porsi makanan ideal bagi balita, ternyata secara umum menunjukkan sikap yang baik mengenai hal tersebut. Sikap positif informan tersebut bisa dilihat dari pendapat mereka yang mengatakan bahwa, pengolahan makanan yang sehat dan memperhatikan aspek kebersihan dan penyajian makanan yang menarik merupakan hal yang penting dan dapat menghilangkan penyakit yang ada dalam makanan dan meningkatkan nafsu makan balita. Selain itu mereka menganggap penting pemberian makan minimal tiga kali dalam sehari dan pemberian makan pada waktu yang tepat, karena dapat mengurangi kebiasaan jajan balita, menghindarkan balita dari penyakit, serta menyebabkan balita menikmati makanannya. Dan mereka juga menganggap penting waktu dimulainya pemberian ASI ketika balita dilahirkan, dan pemberian ASI sampai balita berumur dua tahun termasuk ASI eksklusif1, dengan alasan dapat menyebabkan balitanya sehat dan terhindar dari penyakit. Selain itu seluruh informan utama juga menganggap penting pemberian makanan tambahan dan setuju dengan pemberian PMT-P dari puskesmas, dengan alasan balita mereka menyukai PMT-P yang diberikan, serta dapat meringankan beban informan dalam pemberian makanan kepada balita.
1
ASI eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu saja kepada bayi umur 0 – 6 bulan tanpa diberikan makanan atau minuman tambahan selain obat untuk terapi (pengobatan penyakit).
201
Selain itu informan utama yang memiliki pengetahuan yang buruk mengenai waktu yang tepat dalam pemberian MP-ASI, ternyata juga menunjukkan sikap yang buruk mengenai hal tersebut, yang bisa dilihat dari ketidaksetujuan mereka jika balita hanya diberikan ASI saja sampai usia empat atau enam bulan. Namun meskipun tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang, hasil penelitian menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki pengetahuan yang buruk mengenai komposisi makanan ideal, sumbersumber makanan yang bergizi, porsi makanan, dan waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan, ternyata cenderung menunjukkan sikap yang baik mengenai hal tersebut. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan mereka yang menganggap penting pemberian makanan dengan komposisi makanan yang bergizi dan porsi yang cukup serta pemberian makanan tambahan kepada balita. Begitu pula sebaliknya, informan yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai makanan jajanan yang baik untuk balita, ternyata memiliki sikap yang secara umum buruk mengenai hal tersebut, dengan membiarkan balitanya jajan makanan yang mengandung zat gizi rendah, seperti ciki, coklat, permen, minuman dingin dan lain-lain, yang dijual bebas dipasaran. Selain itu informan utama juga mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan jajan sembarangan dapat menyebabkan balita mereka sakit. Sikap yang buruk tersebut dimungkinkan terjadi karena kurangnya pengetahuan informan mengenai akibat dari kebiasaan jajan balita, serta kurangnya pengetahuan mereka tentang bahaya dari jajan sembarangan terhadap kesehatan balita.
202
Meskipun demikian, terdapat dua informan yang menunjukan sikap positif dengan tidak membiarkan balita mereka jajan sembarangan, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi.
Selain itu mereka juga menyatakan
persetujuannya terhadap pernyataan jajan sembarangan dapat menyebabkan balita mereka sakit. Sedangkan dalam hal kepercayaan terhadap pantangan makanan, seluruh informan utama secara umum menunjukkan sikap yang baik terhadap pantangan makanan. Mereka mengaku tidak mempercayai pantangan makanan untuk balita baik menurut kepercayaan suku maupun nenek moyang, dan hanya mempercayai pantangan makanan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan. Hal ini dibuktikan oleh sebagian besar informan utama yang tidak memberikan pantangan makanan apapun, kecuali pantangan makanan yang bisa menyebabkan balita sakit seperti minuman dingin, permen, coklat dan ciki. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap informan utama terhadap pemberian makan secara umum termasuk buruk. Karena sebagian besar informan utama menunjukkan sikap yang buruk terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan balita atau pemberian makanan tambahan. Sikap informan terhadap hal tersebut ternyata berdampak negatif terhadap praktiknya yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penurunan berat badan balita. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki sikap yang baik terhadap pemberian makanan tambahan ternyata memiliki balita yang mengalami peningkatan status gizi. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan memiliki sikap yang baik terhadap komposisi dan porsi makanan,
203
penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI.
6.3 Praktik Pemberian Makan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama memiliki praktik yang secara umum termasuk buruk dalam hal komposisi dan porsi makanan, penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan utama yang memiliki praktik yang secara umum baik dalam hal porsi makanan, frekuensi pemberian makan dan pemberian makanan tambahan, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Selain itu sebagian besar informan utama juga memiliki praktik yang baik dalam hal pengolahan makanan, waktu pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan makanan. Dalam praktiknya, sebagian besar informan utama hanya memberikan makanan dengan komposisi yang terdiri dari nasi, tim atau bubur, dengan kuah sayur atau bumbu seperti kecap atau garam, dan jarang memberikan lauk pauk baik hewani maupun nabati, yang bisa menyebabkan asupan nutrisi terutama protein dan lemak kurang memenuhi kebutuhan balita. Selain itu informan utama juga jarang memberikan sayur ataupun buah yang menyebabkan asupan vitamin dan mineral kurang memenuhi kebutuhan balita. Sedangkan menurut pendapat Sediaoetama (2009:10), dalam susunan hidangan harus terlihat adanya makanan pokok, laukpauk, sayuran dan buah cuci mulut. Hidangan untuk anak-anak (bayi, balita, remaja) dan ibu hamil atau menyusukan sebaiknya ditambahkan susu atau telur. Penambahan
204
makanan terakhir ini untuk meningkatkan kualitas campuran protein dalam hidangan. Namun meskipun demikian, terdapat satu informan utama yang selalu memberikan makanan dengan komposisi yang terdiri dari nasi ditambah lauk pauk dan sayuran, serta rutin memberikan susu minimal dua kali dalam sehari. Yang ternyata hal tersebut dilakukan oleh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, dan memiliki pengetahuan serta sikap yang baik mengenai komposisi makanan yang ideal. Sebagaimana menurut pendapat Notoatmodjo (2003b:121), yang mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Selain itu Sanjur (1982) dalam Khomsan dkk (2007b:9) juga menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan. Selain komposisi makanan yang tidak beragam, sebagian besar informan rata-rata hanya memberikan nasi sebanyak dua sendok makan atau sekitar 10 gram, yang ternyata memiliki balita yang tidak mengalami peningkatan status gizi. Sedangkan menurut Pudjiadi (2005), asupan (intake) zat gizi dalam jumlah yang seimbang mutlak dibutuhkan pada berbagai tahap tumbuh kembang manusia, khususnya anak balita. Karena itu asupan yang kurang atau berlebih secara terus menerus akan mengganggu pertumbuhan dan kesehatan. Selain itu menurut Suhardjo (2003:8), kekurangan energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak balita lemah, pertumbuhan jasmaninya terlambat, sehingga perkembangan selanjutnya terganggu.
205
Namun meskipun demikian, porsi makanan pokok yang diberikan informan utama yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, sesuai dengan anjuran Widjaja (2007) yaitu 100 gram nasi dalam sekali makan, yang ternyata diberikan oleh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi. Namun mengingat seluruh informan utama memiliki balita yang menderita KEP yang membutuhkan asupan zat gizi lebih terutama kalori dan protein untuk meningkatkan status gizinya, porsi yang diberikan tentu seharusnya lebih besar, seperti menurut anjuran Moehji (1998:80), yang mengatakan bahwa apabila anak usia 2-3 tahun setiap makan dapat menghabiskan antara 75-100 gram beras (nasi sebanyak satu gelas minum yang diisi agak padat) maka anak akan menerima masukan kalori sekitar 900 kalori setiap hari setelah ditambah lauk pauk sekedarnya. Kurangnya porsi makanan yang diberikan informan utama, mungkin dipengaruhi oleh faktor kesulitan makan yang dialami beberapa balita yang tidak mengalami peningkatan status gizi. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyajian makanan yang kurang menarik, yang bisa dilihat dari kurangnya lauk pauk dalam makanan balita, serta kebiasaan jajan yang menyebabkan balita kenyang dan tidak mau makan makanan utamanya. Selain itu karena sebagian besar informan utama jarang memberikan lauk, maka dapat diasumsikan porsi lauk yang diberikan tidak sesuai dengan pedoman makanan balita menurut Widjaja (2007), yang menganjurkan balita diberikan 4-5 porsi daging masing-masing 50 gram tempe, tahu, ikan telur atau daging ayam dalam satu hari. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi selalu memberikan susu minimal dua gelas
206
sehari, sehingga dapat diasumsikan kebutuhan protein balitanya dapat terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sediaoetama (2009:10), yang mengatakan bahwa penambahan susu atau telur dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas campuran protein dalam hidangan. Porsi sayur yang diberikan informan utama cenderung kurang memenuhi kebutuhan balita, karena sebagian besar informan utama jarang memberikan sayur dalam makanan balitanya. Selain itu informan utama juga jarang memberikan buah, sehingga kebutuhan zat pengatur seperti vitamin dan mineral dapat diasumsikan tidak mencukupi kebutuhan balita. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengetahuan serta sikap informan utama yang secara umum termasuk buruk, yang bisa dilihat dari anggapan mereka yang menganggap bahwa pemberian kuah sayur sudah mewakili porsi sayuran dalam makanan balita. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan utama yang selalu memberikan suplemen vitamin dari puskesmas, yang dapat menambah asupan vitamin untuk balita, yang ternyata hanya dilakukan oleh informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi. Selain komposisi dan porsi makanan yang tidak mencukupi, penyajian makanan yang dilakukan sebagian besar informan utama juga terlihat tidak menarik, karena tidak adanya variasi baik dari tampilan warna maupun jenis lauknya, selain itu makanan hanya ditaruh dalam mangkuk dan sendok biasa, atau tidak menggunakan peralatan makan yang dapat merangsang balita untuk makan. Sedangkan menurut pendapat Moehji (2008), bentuk potongan atau warna makanan sering dapat membangkitkan sikap anak untuk menyenangi suatu makanan yang
207
sebelumnya tidak disenangi. Karena itu, tidak salah jika makanan anak diberi warna atau bentuk khusus yang menarik perhatian anak sehingga anak mau memakannya. Penyajian makanan yang kurang menarik mungkin disebabkan oleh kurangnya pengetahuan informan utama mengenai cara-cara yang tepat dalam menyajikan
makanan,
dan
kurangnya
kesadaran
informan
dalam
usaha
meningkatkan selera makan balita. Selain itu keterbatasan bahan pangan dan peralatan, juga dapat menjadi penghambat dalam usaha penyajian makanan yang menarik bagi balita. Sebagaimana menurut pendapat Notoatmodjo (2005:55), yang mengatakan sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Sedangkan dalam hal rasa makanan yang disajikan, sebagian besar informan utama mengaku tidak membedakan rasa makanan balita dengan anggota keluarga lain dan rasa yang dominan dalam makanan balita adalah asin, manis dan terkadang gurih. Namun sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi mengaku memberikan makanan balita dengan rasa yang berbeda dari yang diberikan kepada anggota keluarga lain, seperti tidak terlalu asin jika dibandingkan dengan makanan keluarga. Sedangkan menurut pendapat Febry dan Marendra (2008) dalam Kodariah (2010:53), penyajian makanan pada anak harus diperhatikan, karena dapat mempengaruhi selera makan anak, baik penampilan, tekstur, warna, aroma, besar porsi, dan pemilihan alat makan yang menarik.
208
Selain itu menu yang disajikan terlihat kurang variatif dan selalu hampir sama setiap harinya. Karena sebagian besar informan utama hanya menghidangkan makanan utama berupa nasi, bubur ataupun nasi tim dengan kecap, garam, ataupun kuah sayur. Padahal menurut Febry dan Marendra (2008) dalam Kodariyah (2010:54), penyusunan menu makanan selain harus memperhatikan komposisi zat gizi, juga harus memperhatikan variasi menu makanan agar anak tidak bosan, dan sebaiknya dibuat siklus menu tujuh atau sepuluh hari. Selain itu menurut Maulana (2008), pemberian makanan yang kurang bervariasi dapat pula menyebabkan anak sulit menyesuaikan diri dengan makanan baru. Hal ini terbukti dari pernyataan informan yang mengatakan anaknya kurang nafsu makan jika menu makanannya diganti, seperti mengganti bubur dengan nasi ataupun nasi tim, meskipun dalam kenyataannya informan tersebut memiliki balita yang mengalami peningkatan status gizi. Selain komposisi dan porsi makanan yang kurang mencukupi dan penyajian makanan yang kurang menarik, frekuensi pemberian makan yang dilakukan sebagian besar informan utama juga termasuk masih kurang, karena sebagian besar informan hanya memberikan makanan utama paling sering dua kali dalam sehari atau bahkan satu kali jika sedang bepergian, serta jarang memberikan makanan tambahan, yang ternyata hal tersebut dilakukan oleh informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya kesadaran informan utama untuk mematuhi arahan dari petugas kesehatan tentang frekuensi pemberian makan kepada balita, serta faktor kesulitan makan dan kesibukan informan, yang turut menjadi penghambat dalam memberikan makan kepada
209
balitanya, meskipun sebagian besar informan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik mengenai hal tersebut. Sedangkan jika dilihat dari usia sebagian besar balita yang hendak menginjak usia dua tahun, yang sudah mempunyai gigi dan mulai pandai mengunyah seharusnya bisa makan makanan lebih sering daripada usia sebelumnya. Sebagaimana menurut Arisman (2002:52), yang mengatakan bahwa saat menginjak usia sembilan bulan bayi telah mempunyai gigi dan mulai pandai mengunyah kepingan makanan orang dewasa. Pada saat itu ia makan (mungkin) empat sampai lima kali sehari. Namun meskipun demikian, frekuensi pemberian makan yang dilakukan informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata cukup baik, karena mereka selalu memberikan makanan utama minimal tiga kali dalam sehari dan memberikan makanan tambahan secara rutin minimal satu kali dalam sehari, dan bahkan terdapat satu informan diantaranya, yang selalu memberikan makan utama untuk balitanya sampai lima kali dalam sehari ketika balita mengalami gizi buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo (1990) dalam Yuniarti (2010:43), yang mengatakan bahwa frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya tiga kali makanan utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya dua kali makanan utama atau kurang. Hal tersebut ditegaskan pula oleh Latief dkk (2002), yang mengatakan bahwa jadwal makan anak adalah tiga kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan kecil/selingan. Makanan yang dianjurkan terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk,
210
buah, dan tambahan susu dua kali sehari, yaitu 250 ml setiap kali minum. Waktu makan yaitu pada pagi, siang, dan malam. Sedangkan waktu makan untuk makanan selingan ialah jam 11.00 dan jam 16.00. Selain komposisi, porsi, dan frekuensi pemberian makan yang kurang mencukupi dan penyajian makanan yang kurang menarik, sebagian besar informan utama juga memiliki praktik yang secara umum masih buruk dalam hal waktu dimulainya pemberian MP-ASI. Hal tersebut bisa dilihat dari kebiasaan sebagian besar informan utama yang telah memberikan MP-ASI berupa bubur bayi instan, pisang ataupun susu formula sebelum balita berusia empat bulan, bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan MP-ASI sejak balita dilahirkan atau sejak balita berusia satu minggu. Sedangkan menurut Soenardi (2000), pemberian MP-ASI sebaiknya pada usia enam bulan, karena pencernaan bayi sebelum usia enam bulan belum sempurna. Bila dipaksa bisa menyebabkan pencernaan sakit karena pemberian terlalu cepat, lagi pula kekebalan terhadap bakteri masih kecil dan bisa tercemar melalui alat makan dan cara pengolahan yang kurang higienis. Hal senada juga disampaikan oleh Pudjiadi (2005), yang mengatakan jika produksi ASI cukup, maka pertumbuhan bayi untuk 4-5 bulan pertama akan memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi akan menjadi dua kali lipat daripada berat badan lahir. Maka sampai umur 4-5 bulan tidak perlu memberi makanan tambahan pada bayi tersebut, terkecuali sedikit jus buah seperti tomat, jeruk, pisang dan sebagainya. Setelah berumur empat atau lima bulan bayi harus dapat makanan tambahan berupa makanan padat berupa bubur susu atau nasi tim. Pada bayi yang bertumbuh terlalu cepat, maka dimulainya makanan padat dapat
211
diundurkan sampai umur enam sampai tujuh bulan untuk mencegah bayi menjadi terlalu gemuk. Namun meskipun demikian, porsi MP-ASI yang diberikan informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata lebih baik dibandingkan dengan informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Karena informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, selalu memberikan MP-ASI dengan porsi yang lebih besar dan lebih teratur jika dibandingkan dengan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Hal ini terjadi dimungkinkan karena informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, selalu mengikuti petunjuk yang diberikan petugas kesehatan, yang terbukti dari pengakuan salah satu informan utama yang mengatakan selalu memberikan bubur bayi “X” tiga sendok makan dalam sekali makan, karena mengikuti arahan atau petunjuk dari petugas kesehatan di puskesmas. Sebagaimana menurut Rosmana (2003:16), yang mengatakan bahwa pemberian ASI kepada balita hendaknya dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu berkisar 24 bulan, namun seiring dengan pertumbuhan bayi yang demikian pesat disatu sisi dan kualitas ASI yang tidak lagi dapat mencukupi disisi lain, maka dipandang perlu adanya pemberian makanan sebagai pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian MP-ASI ini hendaknya diberikan secara bertahap, namun yang perlu mendapatkan perhatian adalah bahwa ASI merupakan makanan utama bagi balita sehingga kedudukannya tidak dapat digantikan oleh MP-ASI, sehingga walaupun telah diberikan MP-ASI, pemberian ASI harus terus diberikan sampai batas waktu pemberiannya.
212
Selain komposisi, porsi, dan frekuensi pemberian makan yang kurang mencukupi dan penyajian makanan yang kurang menarik, sebagian besar informan utama juga memberikan makanan tambahan dengan porsi yang kurang, yang ternyata dilakukan oleh informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Mereka hanya memberikan makanan tambahan satu sampai tiga keping biskuit dalam sehari atau sekitar 10 sampai 30 gram. Meskipun demikian, terkadang mereka memberikan kue tradisional, namun dalam jumlah sedikit. Selain itu PMT yang diberikan dari puskesmas baik susu maupun biskuit lebih banyak dikonsumsi oleh anggota keluarga lain dibandingkan oleh balita itu sendiri. Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena kurangnya kesadaran informan, dalam mengikuti arahan yang diberikan petugas puskesmas tentang pemberian makanan tambahan kepada balita. Namun meskipun demikian, seluruh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi selalu memberikan makanan tambahan secara teratur, dan dengan porsi yang cukup setiap harinya yaitu minimal 10 keping atau 100 gram biskuit perhari. Sebagaimana menurut pendapat Moehji (1988:81), yang mengatakan bahwa langkah yang dapat ditempuh untuk menaikkan masukan kalori pada anakanak usia balita adalah menambah frekuensi makan dari dua kali menjadi tiga kali atau memberikan makanan selingan yang cukup antara dua waktu makan. Praktik informan yang baik tersebut, mungkin dipengaruhi oleh sikap positif informan yang menganggap penting pemberian makanan tambahan kepada balita, serta kesadaran yang tinggi untuk memberikan makanan tambahan secara teratur dan dengan porsi yang cukup.
213
Selain itu sikap yang buruk terhadap kesukaan jajan balita, ternyata berdampak negatif terhadap kebiasaan jajan balita, karena dalam kenyataannya sebagian besar balita terbiasa jajan dua sampai empat kali dalam sehari. Dan sebagian besar informan utama selalu memberikan jajanan yang mengandung zat gizi rendah dan mengandung bahan tambahan makanan yang tidak baik, seperti ciki, astor, kerupuk, permen, coklat, makaroni, minuman dingin, dan snack-snack ringan lainnya. Namun meskipun demikian terdapat dua informan utama yang tidak membiarkan balita mereka jajan, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Kebiasaan jajan balita mungkin juga dipengaruhi oleh kebiasaan jajan yang dilakukan oleh saudara atau teman mereka, serta lokasi rumah balita yang berdekatan dengan warung jajanan. Sedangkan menurut Susanto (2003), kebiasaan jajan makanan cenderung menjadi bagian budaya keluarga. Makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan gizi akan mengancam kesehatan anak. Nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi. Moehji (2003) mengatakan bahwa kebiasaan jajan memiliki kelemahankelemahan, antara lain jajanan biasanya banyak mengandung hidrat arang dan walaupun ada zat-zat makanan lain, tapi jumlahnya sedikit. Kemudian jika terlalu sering jajan maka anak akan kenyang, sehingga anak tidak mau makan nasi, atau jika mau, jumlah yang dihabiskan hanya sedikit sekali. Selain itu kebersihan dari jajanan itu sangat diragukan. Dan jika keinginan anak untuk jajan tidak dipenuhi, maka sering kali anak akan menangis dan menolak untuk makan. Sedangkan dari segi
214
pendidikan, kebiasaan jajan ini tidak dapat dianggap baik, lebih-lebih jika anak hanya diberikan uang dan membeli sendiri makanannya itu. Meskipun sebagian besar informan utama memiliki praktik yang buruk dalam hal komposisi dan porsi makanan, penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan. Sebagian besar informan utama memiliki praktik yang baik dalam hal pengolahan dan penyimpanan makanan, waktu pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan makanan. Praktik informan yang baik dalam hal pengolahan makanan, bisa dilihat dari praktik mereka yang selalu mengolah makanan balitanya dengan cara pemanasan, seperti merebus, menggoreng, menumis ataupun menyiramnya dengan air panas. Sebagaimana menurut pendapat Santoso (1999:14), yang mengatakan bahwa pengaruh pemanasan dalam pengolahan makanan adalah meninggikan sifat dapat cerna atau digestibilitas makanan terutama bahan makanan nabati, melemahkan dan mematikan mikroba, dan dapat meniadakan zat-zat toksik. Namun meskipun demikian, proses pengolahan makanan yang dilakukan informan terlalu banyak mengalami proses pengulangan, sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan banyaknya zat gizi dalam bahan makanan terbuang percuma. Contohnya dalam proses memasak bahan makanan pokok seperti beras, yang dimulai dengan mencuci, kemudian merebus, disiram air panas dan dikukus kembali, yang memungkinkan zat gizi terbuang dalam proses pencucian maupun perebusan. Sebagaimana menurut pendapat Sediaoetama (2008:12), yang mengatakan bahwa mengolah dan memasak bahan makanan dapat pula menyebabkan kehilangan sebagian besar dari zat-zat gizi, terutama vitamin-vitamin. Beberapa jenis vitamin
215
mudah larut didalam air pencuci, sehingga hilang terbuang dan beberapa lagi dapat rusak oleh pemanasan dan penyinaran matahari. Cara penanganan bahan makanan yang tidak betul, akan lebih banyak menyebabkan zat-zat makanan terbuang percuma. Selain itu menurut Santoso (1999:14), jika pengolahan makanan dilakukan dengan cara pemanasan yang terlalu tinggi dapat berpengaruh negatif yaitu dapat merusak sifat bahan makanan sehingga menjadi sukar atau tidak dapat dicerna oleh tubuh dan dapat menyebabkan bahan makanan menjadi karsinogenik. Selain itu jika dilihat dari praktik sebagian besar informan utama yang selalu menyimpan makanan balita ditempat tertutup dan bersih, serta selalu menggunakan peralatan yang dicuci bersih sebelum digunakan, maka dapat diasumsikan proses pengolahan makanan yang dilakukan informan utama cukup memperhatikan aspek kebersihan. Sebagaimana menurut pendapat Soenardi (2000), yang mengatakan bahwa pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan (Soenardi, 2000 dalam Husin 2008). Selain praktik pengolahan dan penyimpanan yang baik, informan utama juga memiliki praktik pemberian ASI yang secara umum termasuk baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kebiasaan sebagian besar informan utama yang selalu memulai pemberian ASI sejak balitanya dilahirkan, dan memberikan ASI sampai balita berusia dua tahun. Namun meskipun demikian, terdapat satu informan utama yang
216
menghentikan pemberian ASI saat balita berusia tiga bulan karena balita tidak mau menyusu, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Sedangkan menurut Pudjiadi (2005:14), ASI merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama. ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan penyediaan energi dalam susunan yang belum berfungsi baik pada bayi yang baru lahir, serta menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. Lagipula ASI memiliki berbagai zat anti infeksi, mengurangi kejadian eksim atopic2, dan proses menyusui menguntungkan ibunya dengan terdapat lactational infertility3, hingga memperpanjang child spacing atau jarak kelahiran. Selain itu terdapat salah satu informan utama yang memiliki kesadaran tinggi untuk tetap memberikan ASI sejak awal kelahiran, meskipun ASI yang dihasilkan masih berwarna kuning (kolostrum), yang ternyata dilakukan oleh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi. Sebagaimana menurut pendapat Pudjiadi (2005:18), yang mengatakan bahwa ASI pada lima hari pertama warnanya lebih kuning dan lebih kental, dan dinamakan kolostrum. Walaupun kolostrum berwarna lain daripada ASI yang dikeluarkan kemudian, jangan sekali-kali dianggap produk basi, melainkan susu yang bernilai gizi baik sekali. Disamping mengandung kadar protein tinggi, kolostrum mengandung banyak zat anti infeksi, hingga baik sekali bagi bayi pada hari-hari pertama setelah dilahirkan.
2
3
Eksim atopic adalah adalah penyakit radang kulit umum yang sering telah mulai diderita sejak masa kanak-kanak Lactational infertility adalah keadaan di mana seseorang tidak dapat hamil karena menyusui.
217
Sebagian besar informan utama yang melakukan praktik menyusui juga memberikan atau berencana memberikan ASI sampai balita berusia dua tahun. Meskipun demikian, terdapat satu informan utama yang terlihat masih memberikan ASI walaupun balitanya sudah menginjak usia dua tahun, yang ternyata mengalami penurunan status gizi. Hal tersebut bisa dijelaskan dengan pendapat Jahari (1988) dalam Zulkarnaen (2008:21), yang mengatakan bahwa usia penyapihan yang terlalu dini pada bayi merupakan salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada bayi. Begitu pula sebaliknya, usia penyapihan yang terlalu lama tanpa diimbangi pemberian makanan yang tepat, jenis, bentuk dan waktunya dapat mengakibatkan timbulnya masalah gizi pada anak balita yang dapat berlanjut menjadi lebih berat. Keadaan demikian kemungkinan besar disebabkan kurang atau tidak terpenuhinya kebutuhan energi pada usia penyapihan. Keadaan gizi buruk pada balita akan menimbulkan konsekuensi fungsional, antara lain pertumbuhan fisik dan perkembangan mental terlambat. Selain itu frekuensi pemberian ASI yang dilakukan informan utama kepada balitanya secara umum juga termasuk baik, hal ini bisa dilihat dari kebiasaan sebagian besar informan utama yang selalu memberikan ASI lebih dari enam kali dalam sehari, dan selalu diberikan saat balita menangis, minta menyusu atau pada jam biasa diberikan ASI. Frekuensi pemberian ASI yang dilakukan informan tersebut, sesuai dengan frekuensi pemberian ASI yang ideal menurut Depkes RI (2006) dalam Husin (2008:13), yaitu minimal enam kali sehari untuk balita seumuran informan utama.
218
Selain praktik pengolahan dan pemberian ASI yang baik, sebagian besar informan utama juga memberikan makan pada waktu yang tepat, yaitu saat balita meminta makan dan pada waktu biasanya balita diberi makanan. Sebagaimana menurut Kusumadewi (1998) dalam Kodariyah (2010:54), yang mengatakan bahwa waktu pemberian makan yang tidak tepat seperti pada saat anak sedang mengantuk, atau belum merasa lapar akan membuat anak tidak menikmati makanannya. Oleh karena itu penerapan jadwal makan disertai dengan kondisi anak pada saat makan akan mempengaruhi anak dalam menerima makanan. Selain itu, sebagian besar informan utama juga tidak memberikan pantangan makanan yang dapat menurunkan asupan zat gizi untuk balita, yang bisa dilihat dari praktik informan yang tidak memberikan pantangan makanan apapun, kecuali pantangan makanan yang bisa menyebabkan balita sakit seperti minuman dingin, permen, coklat dan ciki. Menurut hasil penelitian Tan (1970) dalam Khomsan dkk (2007b:9), menunjukkan bahwa dalam hal kepercayaan dan pantangan yang berhubungan dengan makanan, responden yakin sekali pada kepercayaan dan pantangan yang berlaku pada bayi, anak, perempuan, wanita hamil dan menyusui. Dengan adanya makanan pantangan, maka jumlah makanan yang dikonsumsi menjadi terbatas, walaupun tidak berakibat fatal tetapi hanya bersifat merugikan saja. Makanan yang dilarang itu, jika dilihat dari konteks gizi terkadang merupakan bahan makanan yang mengandung nilai gizi tinggi (Khomsan dkk, 2007b:9).
219
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa praktik sebagian besar informan utama mengenai pemberian makan secara umum termasuk buruk, terutama dalam hal komposisi dan porsi makanan yang diberikan, penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengetahuan dan sikap sebagian besar informan utama yang termasuk buruk dalam hal pemberian makan. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki praktik yang baik dalam hal pengolahan dan penyimpanan makanan, waktu pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan makanan. Selain itu terdapat beberapa informan utama yang memiliki praktik yang baik dalam hal porsi makanan, frekuensi pemberian makan dan pemberian makanan tambahan, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Namun hal tersebut dikhawatirkan tidak dapat berlangsung langgeng (long lasting), jika tidak didasari oleh pengetahuan dan sikap yang baik serta kesadaran yang tinggi. Sebagaimana menurut pendapat Rogers dalam Notoatmodjo (2003b: 122), yang mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran yang tinggi maka tidak akan berlangsung lama.
220
6.4 Perilaku Pemberian Makan Menurut CORE (2003) perilaku pemberian makan balita adalah cara pemberian makan sehari-hari terhadap balita yang berusia diatas enam bulan yang meliputi kebiasaan baik yang berhubungan dengan makan, makanan tambahan ASI, pemberian makan secara aktif dan selama sakit, frekuensi makan dan komposisi makanan. Sedangkan perilaku pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku informan utama yang terdiri atas pengetahuan, sikap dan praktik informan dalam pemberian makan, yang meliputi komposisi dan porsi makanan, cara pengolahan dan penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian ASI dan MP-ASI, dan pemberian makanan tambahan. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku informan utama dalam hal pemberian makan secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan yang buruk. Pengetahuan informan utama dapat dikategorikan buruk karena sebagian besar informan utama tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai komposisi dan porsi makanan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan, yang merupakan pengetahuan yang penting dalam usaha menaikkan status gizi balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang secara umum baik mengenai penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI kepada balita.
221
Sedangkan sikap informan utama terhadap pemberian makan dapat dikategorikan buruk, karena sebagian besar informan utama menunjukkan sikap yang buruk terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan balita atau pemberian makanan tambahan, dimana hal tersebut ternyata berdampak buruk pada praktik pemberian makan yang dilakukan informan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penurunan berat badan balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki sikap yang baik terhadap komposisi dan porsi makanan, penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI. Selain pengetahuan dan sikap yang secara umum termasuk buruk, praktik sebagian besar informan utama mengenai pemberian makan juga dapat dikategorikan buruk, terutama dalam hal komposisi dan porsi makanan yang diberikan, penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan. Praktik informan utama yang buruk tersebut mungkin menjadi penyebab beberapa balita tidak mengalami peningkatan berat badan atau bahkan mengalami penurunan berat badan meskipun sudah diberikan PMT-P. Hal tersebut jika berlangsung terus menerus dikhawatirkan dapat memperparah KEP yang dialami balita dan menjadikan program PMT-P yang dijalankan menjadi tidak bermanfaat. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan utama yang memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan yang lebih baik dari yang lain, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Informan utama tersebut memiliki pengetahuan yang baik mengenai porsi dan penyajian makanan,
222
sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita, dan praktik yang baik dalam hal porsi makanan, frekuensi pemberian makan dan pemberian makanan tambahan. Namun praktik informan utama yang baik tersebut dikhawatirkan tidak dapat berlangsung langgeng (long lasting), jika tidak didasari oleh pengetahuan dan sikap yang baik serta kesadaran yang tinggi dalam usaha memberikan makanan kepada balitanya. Sebagaimana menurut pendapat Rogers dalam Notoatmodjo (2003b: 122), yang mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan dan sikap yang baik dalam hal pemberian makan tidak dapat menjamin terjadinya praktik pemberian makan yang baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa meskipun terdapat beberapa informan utama yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik dalam hal penyajian makanan dan frekuensi pemberian makan, ternyata tidak memiliki praktik yang baik mengenai hal tersebut, terutama praktik yang dilakukan oleh informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan kesadaran informan untuk mematuhi arahan petugas kesehatan, serta kurangnnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemberian makan yang baik bagi balita.
223
Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan utama yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, serta kesadaran tinggi, yang terbukti memiliki praktik pemberian makan yang baik, khususnya dalam hal komposisi dan porsi makanan, dan praktik pemberian ASI, yang ternyata dilakukan oleh informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi.
6.5 Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama baik yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang tidak mengalami peningkatan status gizi, memiliki pengetahuan yang sama di semua aspek perilaku pemeliharaan kesehatan balita. Sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang secara umum termasuk buruk mengenai penyakit infeksi dan kebersihan lingkungan. Karena sebagian besar informan tidak mengetahui jenis penyakit infeksi seperti diare, DBD, TBC, campak dan lain-lain. Selain itu mayoritas informan utama juga lebih mengenal penyakit menular daripada penyakit infeksi, dan hanya mengenal penyakit infeksi sebagai penyakit akibat tertusuk paku atau benda tajam. Dan kurang mengetahui penyebab penyakit infeksi secara tepat, seperti penyebab penyakit infeksi diare dan TBC4. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan
4
TBC atau Tuberkolosis adalah penyakit infeksi karena bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat merusak paru-paru sistem saraf sentral, tulang dan sendi.
224
ternyata memiliki pengetahuan yang cukup mengenai jenis, cara penularan, akibat, serta gejala penyakit infeksi secara umum pada balita. Selain itu dalam hal kebersihan lingkungan khususnya mengenai cara pembuangan sampah dan limbah, sebagian besar informan menjawab sebaiknya sampah dibuang dengan cara dikumpulkan ditempat pembuangan sampah dan kemudian dibakar. Sedangkan untuk limbah, sebaiknnya dibuang disaluran air yang mengalir ke empang atau sungai. Seperti diketahui bahwa cara pembuangan sampah dan limbah dilokasi terbuka seperti yang dikemukakan informan tersebut, dapat menjadi tempat yang baik bagi vektor penyakit menular untuk berkembang biak, selain itu polusi yang dihasilkan dari pembakaran sampah dapat menimbulkan beberapa gangguan kesehatan terutama untuk balita, seperti penyakit infeksi saluran pernafasan atau ISPA. Selain tidak mengetahui cara pembuangan sampah dan limbah yang baik, sebagian besar informan utama juga tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Meskipun sebagian besar informan memiliki pengetahuan yang buruk mengenai penyakit infeksi, kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat dan bersih, sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang baik mengenai cara pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan balita secara umum. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar informan utama sering mendapatkan konseling atau penyuluhan dari petugas kesehatan, atau mendapat pengetahuan dari pengalaman tetangga dan kerabat mereka yang pernah menderita penyakit infeksi atau penyakit menular.
225
Selain itu sebagian besar informan utama juga memiliki pengetahuan yang baik mengenai cara meningkatkan dan memantau status gizi balita, dan manfaat imunisasi, yang dapat dilihat dari jawaban mereka yang menjawab cara meningkatkan dan memantau status gizi balita adalah dengan diberi makan yang banyak dan teratur, diberi vitamin, dan selalu menimbang anak di puskesmas atau posyandu. Selain itu mereka juga mengetahui dampak KEP pada balita, yang menurut mereka dapat menyebabkan mata balita terlihat layu, perutnya membuncit, tidak mau makan, berat badan balita menjadi menurun atau kurus, mengurangi kecerdasan, menghambat perkembangan, dan bisa menyebabkan kematian pada balita. Sedangkan menurut Suhardjo (2003:8), kekurangan gizi pada semua umur dapat menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit lainnya serta lambatnya proses regenerasi sel tubuh. Selain itu sebagian besar informan mengetahui manfaat imunisasi pada balita, yaitu untuk meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah kelumpuhan, dan menyebabkan balita mereka sehat dan kuat. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan utama mengenai pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk buruk, terutama dalam hal penyakit infeksi dan kebersihan lingkungan yang berpengaruh terhadap usaha menciptakan lingkungan bersih untuk balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang secara umum baik mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan balita.
226
6.6 Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa seluruh informan utama baik yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, menunjukkan sikap positif terhadap semua aspek pemeliharaan kesehatan balita dalam penelitian ini. Seluruh informan utama menunjukkan sikap yang baik terhadap usaha peningkatan status gizi dan imunisasi pada balita, yang bisa dilihat dari pernyataan mereka yang menganggap penting usaha peningkatan status gizi, dan menganggap berbahaya jika balita mengalami penurunan status gizi, yang ternyata juga diutarakan oleh informan utama yang balitanya mengalami penurunan status gizi. Mereka juga menganggap penting melakukan penimbangan balita secara teratur, karena menurut mereka dengan melakukan hal tersebut, mereka dapat mengetahui perkembangan berat badan, status gizi dan siklus perkembangan balita. Dan seluruh informan utama juga setuju dengan pemberian imunisasi pada balita. Selain itu seluruh informan utama juga menunjukkan sikap yang baik terhadap pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita. Hal tersebut bisa dilihat dari pernyataan mereka yang menganggap penting usaha pencegahan penyakit, serta setuju dengan upaya pencarian pengobatan ke tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007b:6). Namun meskipun sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang buruk mengenai
227
penyakit infeksi, kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat dan bersih, seluruh informan utama menunjukkan sikap yang baik mengenai hal tersebut. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan mereka yang menganggap bahwa penyakit infeksi merupakan penyakit yang berbahaya bagi kesehatan balita. Selain itu seluruh informan utama juga menganggap bahwa pembuangan sampah dan limbah dilokasi yang tertutup, penggunaan air bersih, penyediaan WC didalam rumah, dan usaha membuat pertukaran udara dan pencahayaan rumah menjadi baik, merupakan hal yang penting dalam usaha menciptakan lingkungan yang sehat bagi balita. Dan seluruh informan utama juga menganggap penting perilaku hidup bersih dan sehat, yang mereka tahu sebagai perilaku menjaga kebersihan. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap informan utama terhadap pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk baik. Karena sebagian besar informan utama menunjukkan sikap yang baik terhadap semua aspek dalam pemeliharaan kesehatan balita. Namun meskipun demikian, sikap baik yang ditunjukan informan tersebut masih terbatas pada kepercayaan atau keyakinan dan belum sampai pada tingkatan bertanggung jawab atau kecenderungan untuk bertindak. Karena menurut Notoatmodjo (2005:53), sikap mempunyai tingkatan berdasarkan intentitasnya, yaitu terdiri dari menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan bertanggung jawab (responsible).
228
6.7 Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama memiliki praktik yang buruk di hampir semua aspek pemeliharaan kesehatan balita, seperti pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan. Menurut Soekirman (2000), penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, dan juga karena pelayanan kesehatan dasar dan pola asuh yang tidak memadai. Selanjutnya menurut Nency (2005), cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi. Praktik yang buruk dalam hal pencegahan penyakit infeksi, bisa dilihat dari banyaknya balita yang bermain ditempat kotor atau bermain dengan temannya yang sedang sakit, serta kebiasaan informan maupun balitanya yang tidak mencuci tangan sebelum makan, yang bisa meningkatkan resiko balita untuk tertular penyakit. Praktik pencegahan penyakit yang buruk tersebut, mungkin juga menjadi penyebab balita mudah terserang penyakit. Hal ini dapat dilihat dari seringnya balita penerima PMT-P yang menderita penyakit infeksi seperti demam, batuk, dan pilek, dan beberapa balita sering mengalami gatal-gatal, bisul dan mencret atau diare. Selain itu terdapat balita yang sering muntah beberapa malam terakhir, yang ternyata tidak mengalami peningkatan status gizi. Dan juga terdapat balita yang hampir selalu
229
demam setiap minggu dan batuk sebulan sekali, yang ternyata mengalami penurunan status gizi. Hal tersebut diatas dapat dijelaskan dengan pendapat Soekirman (2000), yang mengatakan bahwa timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang. Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Selain praktik pencegahan penyakit yang buruk, mayoritas informan juga terlihat jarang memberikan makan dan jarang memberikan suplemen vitamin kepada balitanya, yang ternyata balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Hal tersebut mungkin menjadi penyebab beberapa balita mengalami kesulitan makan, karena beberapa informan utama yang balitanya tidak mengalami kesulitan makan, terlihat selalu memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas sampai habis, yang ternyata juga mengalami peningkatan status gizi. Selain itu menurut petugas kesehatan di puskesmas, suplemen vitamin yang diberikan selain mengandung vitamin B komplek dan vitamin C, juga mengandung lysine untuk menambah nafsu makan balita.
230
Selain itu sebagian besar informan utama juga mengaku tidak pernah melakukan imunisasi kepada balitanya, karena balita sedang sakit ketika ada pemberian imunisasi di posyandu ataupun di puskesmas. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003a), imunisasi pada anak membantu kekebalan tubuh anak dalam melawan atau bertahan terhadap penyakit infeksi. Sebagian besar informan utama juga melakukan praktik yang buruk dalam upaya menjaga kebersihan balita, karena berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, terlihat beberapa informan utama tidak mencuci tangan ketika memberikan makan pada balitanya, dan terlihat tidak membasuh atau membersihkan balita setelah buang air kecil. Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam, terdapat beberapa informan utama yang selalu membiarkan balitanya buang air besar di halaman rumah atau memiliki saluran pembuangan limbah yang terbuka. Kebiasaan tersebut selain dapat menyebabkan lingkungan menjadi kotor, juga dapat mempercepat penyebaran penyakit, terutama penyakit infeksi. Namun meskipun demikian, seluruh informan mengatakan selalu memandikan balita minimal dua kali dalam sehari dengan menggunakan sabun dan air bersih. Sedangkan menurut pendapat Sulistijani (2001) dalam Husin (2008:21), lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan yang sehat terkait dengan keadaan yang bersih, rapih dan teratur. Oleh karena itu anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat sebagai berikut: (a) mandi dua kali sehari, (b) cuci tangan sebelum dan sesudah makan, (c) menyikat gigi sebelum tidur, (d) membuang sampah pada tempatnya, (e) buang air kecil dan besar pada tempatnya.
231
Selain praktik pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan yang buruk, sebagian besar informan utama juga memiliki praktik kebersihan lingkungan yang secara umum termasuk buruk. Hal ini bisa dilihat dari tempat atau ruang bermain balita yang terlihat tidak baik, karena sebagian besar balita terbiasa bermain didalam atau dihalaman rumah yang terlihat kurang bersih, ataupun bermain dekat dengan lokasi pembuangan sampah atau lapangan yang terlihat kotor. Selain itu informan utama juga selalu membiarkan balitanya bermain dengan temannya, meskipun salah satu dari teman bermainnya sedang menderita penyakit infeksi. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan sebagian besar teman main balita adalah kakaknya yang tinggal serumah atau saudara-saudaranya yang tinggal didekat rumah balita, sehingga susah untuk dipisahkan. Sedangkan menurut Widarninggar, (2003) dalam Husin, (2008:19), kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk eksplorasi lingkungan. Menanamkan kebersihan di rumah sangat penting karena sumber infeksi amat banyak di sekeliling balita. Oleh karena itu untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka rumah dan anak-anak harus diamankan dari serangan penyakit.
232
Selain itu sebagian besar informan utama juga memiliki kebiasaan membuang sampah di halaman depan atau belakang rumah dengan cara dikumpulkan dilokasi yang terbuka dan kemudian dibakar, dan sebagian besar informan juga memiliki saluran pembuangan limbah rumah tangga yang mengalir kedalam saluran air yang terbuka atau berbentuk empang. Kebiasaan tersebut memungkinkan
terjadinya
polusi
udara
akibat
pembakaran
sampah
dan
meningkatkan pertumbuhan vektor penyebab penyakit seperti nyamuk dan lalat yang dapat berkembang biak di tempat pembuangan limbah ataupun ditempat pembuangan sampah yang terbuka. Menurut Triton (2006) dalam Husin (2008:20), upaya untuk meminimalkan resiko terserang penyakit dimulai dengan menerapkan standar kebersihan yang lebih terjamin bagi kesehatan balita, yaitu dengan menanamkan pengetahuan pada anak balita tentang kebersihan dapur dan rumah yang bersih, sehingga dirinya terbebas dari gangguan penyakit seperti mual dan diare. Adapun sumber air bersih yang dimiliki seluruh informan utama juga dapat dikategorikan buruk, karena air bersih yang digunakan berasal dari sumur yang jaraknya cukup dekat dengan tempat pembuangan limbah atau kurang dari 10 meter dari lokasi pembuangan limbah. Selain itu sebagian besar informan utama tidak memiliki WC didalam rumah mereka dan terbiasa buang air besar di jamban yang terletak di atas empang dibelakang rumah mereka.
233
Selain itu sebagian besar rumah informan utama juga memiliki sistem pencahayaan dan pergantian udara yang tidak baik di beberapa ruangan didalam rumah, seperti di ruang tengah, kamar tidur dan dapur, sedangkan jendela hanya terletak didepan rumah dan di beberapa kamar tidur, yang menyebabkan udara terasa pengap dan lembab yang dikhawatirkan dapat menunjang perkembangan kuman penyebab penyakit infeksi. Dan sebagian besar informan utama juga memasak menggunakan kayu bakar yang bisa menimbulkan polusi udara didalam rumah yang dikhawatirkan meningkatkan resiko balita terserang infeksi penyakit saluran pernapasan. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang selalu membuka gorden dan jendela rumah setiap pagi, sehingga udara segar dan cahaya matahari pagi bisa masuk kedalam rumah. Menurut Soetjiningsih (1998:8), kesehatan lingkungan memiliki peran yang penting dalam tumbuh kembang anak, dimana sanitasi yang kurang baik akan memberikan dampak terhadap kesehatan yang berakibat akan timbulnya penyakit infeksi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan menimbulkan kasus kurang gizi. Namun meskipun sebagian besar informan memiliki praktik pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan yang buruk, sebagian besar informan memiliki praktik pengobatan yang dapat dikategorikan baik. Hal ini bisa dilihat dari upaya informan utama yang selalu membawa balitanya ke pusat pelayanan kesehatan khususnya puskesmas ketika balita mereka sakit, dan selalu memberikan obat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.
234
Namun meskipun demikian, masih terdapat informan utama yang terkadang menggunakan cara tradisional dengan cara membuat campuran minyak sayur, buah asam, dan bawang merah yang dioleskan ke kepala balita yang berguna untuk menurunkan demam, atau membawanya ke dukun beranak untuk dipijat, atau meminta air putih yang telah didoakan ke orang pintar dekat rumah jika penyakit anak belum sembuh, hal tersebut ternyata dilakukan oleh sebagian besar informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Selain itu terdapat satu informan yang jarang memberikan obat ketika balita sakit, karena balita tidak menyukai obat dalam bentuk puyer, yang ternyata balitanya mengalami penurunan status gizi. Selain praktik pengobatan yang baik, sebagian besar informan utama juga memiliki usaha pemantauan status gizi yang baik. Hal tersebut bisa dilihat dari upaya mereka yang selalu menimbang balitanya di puskesmas setiap minggu ataupun di posyandu setiap bulan. Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa praktik sebagian besar informan utama mengenai pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk buruk, baik dalam hal pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita maupun kebersihan lingkungan. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengetahuan sebagian besar informan yang secara umum termasuk buruk dalam hal pemeliharaan kesehatan balita.
235
Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang memiliki praktik yang baik dalam hal pengobatan dan pemantauan status gizi balita. Hal ini mungkin disebabkan seluruh informan utama memiliki balita yang mengikuti progam pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P), yang membuat mereka selalu pergi berobat ke puskesmas dan melakukan penimbangan balita secara rutin. Selain itu terdapat beberapa informan utama yang memiliki praktik yang baik dalam hal pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi.
6.8 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita Menurut Notoatmodjo (2003b:117), perilaku kesehatan dapat diklasifikan menjadi tiga kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan. Sedangkan perilaku pemeliharaan kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku informan utama yang terdiri atas pengetahuan, sikap dan praktik informan dalam hal penyakit infeksi pada balita, pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar informan menunjukkan perilaku pemeliharaan kesehatan balita yang secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan dan praktik pemeliharaan kesehatan yang buruk terhadap balitanya. Pengetahuan sebagian besar informan utama mengenai pemeliharaan kesehatan balita dapat
236
dikategorikan buruk, karena sebagian besar informan utama tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyakit infeksi dan kebersihan lingkungan yang diyakini dapat berpengaruh terhadap usaha menciptakan lingkungan bersih untuk balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang baik mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan balita. Selain pengetahuan yang buruk, praktik pemeliharaan kesehatan balita yang dilakukan sebagian besar informan utama juga termasuk buruk, baik dalam hal pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita maupun kebersihan lingkungan. Praktik informan yang buruk tersebut mungkin menjadi penyebab sebagian besar balita sering menderita penyakit infeksi. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang memiliki praktik yang baik dalam hal pengobatan dan pemantauan status gizi balita. Hal ini mungkin disebabkan seluruh informan utama memiliki balita yang mengikuti progam pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P), yang membuat mereka selalu pergi berobat ke puskesmas dan melakukan penimbangan balita secara rutin. Selain itu beberapa informan utama terlihat selalu memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas sampai habis, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Selain itu meskipun sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan dan praktik pemeliharaan kesehatan balita yang buruk, sikap informan utama terhadap pemeliharaan kesehatan balita ternyata dapat dikategorikan baik. Sebagian besar informan utama menunjukkan sikap yang baik terhadap semua aspek
237
pemeliharaan kesehatan balita. Namun meskipun demikian, sikap positif yang ditunjukan informan tersebut masih terbatas pada kepercayaan atau keyakinan dan belum sampai pada tingkatan bertanggung jawab atau kecenderungan untuk bertindak. Karena menurut Notoatmodjo (2005:53), sikap mempunyai tingkatan berdasarkan intentitasnya, yaitu terdiri dari menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan bertanggung jawab (responsible). Menurut Notoatmodjo (2003b:129) setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Namun dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pengetahuan dan sikap yang baik dalam hal pemeliharaan kesehatan tidak dapat menjamin terjadinya praktik pemeliharaan kesehatan yang baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa meskipun terdapat beberapa informan yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik mengenai pencegahan penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan balita, ternyata tidak memiliki praktik yang baik dalam hal tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan kesadaran informan utama untuk mematuhi arahan petugas kesehatan, serta kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemeliharaan kesehatan yang baik bagi balita. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, serta kesadaran tinggi, yang memiliki praktik yang baik dalam pemeliharaan kesehatan balita, khususnya dalam hal upaya peningkatan
238
status gizi balita yang ternyata dilakukan oleh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi.
6.9 Pola Asuh Gizi Pola asuh gizi adalah praktik di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh gizi dapat dilihat dari perilaku ibu dalam mengasuh anaknya terutama dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan anak. Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar informan utama tidak menerapkan pola asuh gizi yang baik kepada balitanya, karena sebagian besar informan utama memiliki perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan balita yang secara umum termasuk buruk. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kurangnya penyuluhan ataupun kurangnya pemahaman dan kesadaran informan utama untuk mematuhi aturan petugas kesehatan, yang mungkin juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan balita, mungkin juga menjadi penghambat bagi informan utama untuk menerapkan pola asuh gizi yang baik kepada balitanya, mengingat sebagian besar informan utama memiliki tingkat ekonomi yang rendah.
239
Pola asuh gizi yang buruk mungkin menjadi penyebab balita mengalami KEP dan tidak mengalami peningkatan status gizi meskipun telah mengikuti program pemberian PMT-P di Puskesmas. Sebagaimana hasil penelitian Harsiki (2003) yang menunjukkan bahwa semakin kurang pola asuh anak semakin besar kemungkinan memberikan dampak terjadi KEP pada anak batita sebesar 2,568 kali dibandingkan pola asuh anak yang cukup. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rosmana (2003) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola asuh gizi dengan status gizi anak usia 6-24 bulan. Selain itu menurut Satoto (1997), faktor yang cukup dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang kurang benar di kalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota keluarganya, terutama kepada anak-anak. Memberikan makanan (feeding) dan perawatan anak (caring) yang benar mencapai status gizi yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh anak yang tidak memadai merupakan faktor yang penting dalam menyebabkan masalah gizi kurang pada balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata memiliki pola asuh gizi yang lebih baik dibandingkan dengan informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Hal ini bisa dilihat dari perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik terutama dalam hal porsi makanan utama, makanan tambahan, dan MP-ASI, serta frekuensi pemberian makanan utama dan makanan tambahan, kebiasaan jajan balita, pengobatan balita, dan cara menaikkan status gizi balita.
240
Selain itu, mereka juga memiliki pengetahuan yang baik mengenai porsi dan penyajian makanan, sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita, dan praktik yang baik dalam hal porsi makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian makanan tambahan dan upaya pengobatan penyakit infeksi yang diderita balita.
6.10 Faktor-faktor yang Dominan dalam Menaikkan Status Gizi Balita Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang tidak mengalami peningkatan status gizi umumnya memiliki pengetahuan dan sikap yang sama, yaitu sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang baik mengenai pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, praktik pemberian ASI, dan cara pemeliharaan kesehatan balita, dan memiliki pengetahuan yang buruk mengenai komposisi dan porsi makanan, penyajian makanan, pemberian MP-ASI, pemberian makanan tambahan, penyakit infeksi dan kebersihan lingkungan. Dan seluruh informan utama umumnya memunjukkan sikap yang baik dalam hal pemeliharaan kesehatan anak. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama umumnya secara umum menunjukkan sikap yang buruk terhadap pemberian makan, khususnya terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan anak, terutama ditunjukkan oleh informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi.
241
Sedangkan praktik informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi terlihat berbeda dan lebih baik dibandingkan dengan praktik informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, terutama dalam hal porsi makanan utama, makanan tambahan, dan MP-ASI, serta frekuensi pemberian makanan utama dan makanan tambahan, kebiasaan jajan balita, pengobatan balita, dan cara menaikkan status gizi balita. Informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi umumnya memberikan makanan utama maupun makanan tambahan dengan porsi dan frekuensi yang lebih besar dibandingkan dengan informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi rata-rata memberikan makanan pokok berupa nasi, tim atau bubur dengan porsi 50 - 100 gram nasi, yang sesuai dengan anjuran Widjaja (2007), dan selalu memberikan makanan dengan frekuensi makan minimal tiga kali dalam sehari untuk makanan utama dan dua sampai empat kali sehari untuk makanan tambahan, yang sesuai dengan pendapat Suhardjo (1990) dalam Yuniarti (2010:43). Selain itu kebisaaan informan yang selalu memberikan susu dengan porsi yang cukup setiap harinya serta memberikan telur setiap minggu, dapat meningkatkan asupan protein yang baik untuk pertumbuhan balita dan meningkatkan daya tahan tubuh balita terhadap mikroba penyebab penyakit infeksi, sebagaimana menurut pendapat Sediaoetama (2008:75), yang mengatakan bahwa protein berfungsi sebagai zat pembangun, berguna untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati dan aus terpakai sebagai protein struktural dan badan-badan anti, dan berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh melawan
242
berbagai mikroba dan zat toksik lain, yang datang dari luar dan masuk kedalam milieu interieur (lingkungan internal) tubuh. Selain itu sebagian besar informan tidak membiarkan balitanya jajan dan selalu memberikan PMT yang diberikan dari puskesmas baik susu maupun biskuit dengan porsi yang banyak, dan selalu habis dimakan balita. Porsi dan frekuensi makanan utama dan makanan tambahan yang cukup besar dan teratur menyebabkan balita mendapatkan asupan zat gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya. Selain itu komposisi makanan yang diberikan informan utama yang sebagian besar terdiri dari makanan yang mengandung banyak kalori, seperti nasi, susu dan biskuit, dapat menyebabkan penambahan berat badan balita, yang pada akhirnya meningkatkan status gizi balita. Sebagaimana menurut pendapat Guthrie (1995), kelebihan atau kekurangan asupan energi sebesar 110 kilo kalori per hari akan menyebabkan penambahan atau penurunan berat badan sebanyak 0,45 kilogram per tahun. Sedangkan penambahan atau penurunan berat badan sebesar 5 kilogram per tahun disebabkan karena kelebihan atau kekurangan energi sebesar 100 kilo kalori sehari. Selain praktik pemberian makan yang baik, informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi juga memiliki kesadaran tinggi untuk mematuhi arahan petugas kesehatan ketika balita mereka sakit. Hal tersebut bisa dilihat dari upaya pengobatan balita ketempat pelayanan kesehatan dan kepatuhan informan utama untuk memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan, serta kepatuhan informan utama untuk memberikan suplemen vitamin secara teratur dan sampai
243
habis. Kebiasaaan informan utama yang selalu memberikan suplemen vitamin tersebut, dapat menyebabkan nafsu makan balita meningkat meskipun balita sering menderita penyakit infeksi, karena menurut petugas puskesmas, suplemen vitamin yang diberikan mengandung lysine untuk meningkatkan nafsu makan balita. Sedangkan sebagian besar informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi selalu memberikan makanan dengan porsi dan frekuensi yang kurang mencukupi kebutuhan balita, yaitu rata-rata hanya sebanyak dua sendok makan atau sekitar 10 gram nasi dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari. Selain itu sebagian besar informan utama selalu membiarkan balitanya jajan makanan ringan dan bergizi rendah, dengan frekuensi dua sampai empat kali dalam sehari. Serta jarang memberikan PMT yang diberikan dari puskesmas baik susu maupun biskuit, yang sebagian besar dikonsumsi oleh anggota keluarga lain. Pemberian makanan dengan porsi dan frekuensi yang kurang, jika berlangsung terus menerus akan menyebabkan balita kurang mendapatkan asupan nutrisi yang memadai, sehingga lambat laun dapat mengakibatkan penurunan berat badan yang berdampak pada penurunan status gizi, seperti yang terjadi pada salah satu balita penerima PMT-P. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soekirman (1994), yang mengatakan bahwa pemberian makanan sehari-hari harus cukup mengandung energi dan zat-zat gizi esensial untuk kesehatan dan pertumbuhan. Bila syarat pemberian makanan tidak terpenuhi, baik kurang atau lebih dari yang dibutuhkan sesuai dengan umur, jenis kelamin dan kondisi tertentu seperti banyaknya aktifitas, suhu lingkungan, dan lain-lain, maka akan terjadi keadaan malnutisi.
244
Selain itu kebiasaan jajan makanan ringan yang sering dilakukan balita yang tidak mengalami peningkatan status gizi, dapat menyebabkan balita tidak mau memakan makanan utamanya, dan menyebabkan balita mengalami kesulitan makan. Sebagaimana menurut pendapat Susanto (2003), yang mengatakan kebiasaan jajan balita dapat menyebabkan nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi. Selain itu cara penyajian dan komposisi makanan yang diberikan informan utama tersebut terlihat tidak menarik dan bervariasi sehingga tidak merangsang balita untuk makan. Dan rasa makanan yang cenderung hambar atau hanya asin karena komposisi makanan yang hanya terdiri dari nasi dan kuah sayur ataupun garam, terlihat kurang dapat merangsang nafsu makan balita jika dibandingkan dengan rasa jajanan balita yang cenderung gurih dan manis, yang pada akhirnya menyebabkan balita lebih menyukai makanan jajanan daripada makanan utama yang disajikan informan. Disamping itu sebagian besar informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, juga jarang memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas dan terdapat informan utama yang jarang memberikan obat ketika balitanya sakit yang ternyata balitanya mengalami penurunan status gizi. Kebiasaan informan utama tersebut menyebabkan balita sulit sembuh dari penyakit yang diderita, serta memperparah kesulitan makan yang diderita balita.
245
6.11 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1. Penentuan perkembangan status gizi balita didapat dari hasil penimbangan dan diagnosa yang dilakukan oleh pihak puskesmas, sehingga peneliti tidak terlibat langsung dalam penentuan status gizi. 2. Observasi praktik pemberian makan yang dilakukan peneliti hanya terbatas pada dua waktu makan yang berbeda disiang hari, sehingga perilaku pemberian makan balita dimalam hari tidak dapat di observasi, namun sebagian besar informan utama mengaku jarang memberikan makanan untuk balitanya di malam hari. 3. Tidak semua domain perilaku pemberian makan maupun pemeliharaan kesehatan balita dapat di observasi oleh peneliti, hal ini terjadi karena keterbatasan waktu maupun karena usia balita yang bervariasi seperti praktik menyusui dimana terdapat beberapa balita sudah tidak diberi ASI lagi oleh informan utama karena sudah berusia diatas dua tahun, ataupun tindakan informan utama dalam melakukan pengobatan balita karena tidak semua balita sedang menderita sakit ketika observasi dilakukan dan sering kali informan utama terfokus pada peneliti sehingga kurang memperhatikan balitanya. 4. Sebagian besar praktik pengasuhan balita baik dalam hal pemberian makan maupun pemeliharaan kesehatan dilakukan hanya oleh ibu balita atau informan utama, dan informan keluarga atau informan pendukung terkadang kurang begitu memperhatikan perilaku ibu dalam pengasuhan balita sehingga informan keluarga terkadang kurang mengetahui praktik pengasuhan balita yang dilakukan informan utama secara detil atau rinci. Selain itu wawancara mendalam yang
246
dilakukan dengan informan keluarga, seringkali di temani oleh ibu balita, sehingga terkadang ibu balita ikut menjawab pertanyaan yang ditanyakan peneliti atau informan keluarga meminta jawaban kepada ibu balita. 5. Dalam penelitian ini tidak menggunakan metode food recall 2 x 24 jam sehingga tidak dapat mengetahui secara pasti asupan kalori dan zat gizi lain, namun hanya dapat dilihat dari asumsi jenis dan porsi makanan yang dimakan balita.
247
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 1. Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemberian makan secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan yang buruk. a. Pengetahuan ibu balita KEP penerima PMT-P dalam aspek pemberian makan secara umum termasuk buruk. Terutama dalam hal komposisi dan porsi makanan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan, yang merupakan pengetahuan yang penting dalam usaha menaikkan status gizi balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan yang baik pada beberapa aspek pemberian makan yang lain, seperti penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI kepada balita. b. Sikap ibu balita KEP penerima PMT-P terhadap beberapa aspek pemberian makan secara umum termasuk buruk. Terutama terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan balita atau pemberian makanan tambahan, yang ternyata berdampak buruk terhadap praktik pemberian makan dan berpengaruh terhadap penurunan berat badan balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki sikap yang baik terhadap beberapa aspek pemberian makan yang lain, seperti komposisi dan porsi
248
makanan, penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI. c. Praktik ibu balita KEP penerima PMT-P dalam aspek pemberian makan secara umum termasuk buruk. Terutama dalam hal komposisi dan porsi makanan, penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MPASI dan pemberian makanan tambahan, yang mungkin disebabkan oleh pengetahuan dan sikap pemberian makan yang buruk. Namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki praktik yang baik dalam hal pengolahan dan penyimpanan makanan, waktu pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan makanan. 2. Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan dan praktik pemeliharaan kesehatan yang buruk terhadap balitanya. a. Pengetahuan ibu balita KEP penerima PMT-P dalam aspek pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk buruk, terutama dalam hal penyakit infeksi dan kebersihan lingkungan, namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan yang baik mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan balita. b. Sikap ibu balita KEP penerima PMT-P terhadap semua aspek dalam pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk baik. Namun meskipun demikian, sikap positif yang ditunjukan ibu balita tersebut masih terbatas pada
249
kepercayaan atau keyakinan dan belum sampai pada tingkatan bertanggung jawab atau kecenderungan untuk bertindak. c. Praktik ibu balita KEP penerima PMT-P dalam aspek pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk buruk, baik dalam hal pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita maupun kebersihan lingkungan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh pengetahuan pemeliharaan kesehatan yang buruk. Namun meskipun demikian, terdapat ibu balita KEP penerima PMT-P yang memiliki praktik yang baik dalam hal pengobatan dan pemantauan status gizi balita, yang mungkin disebabkan oleh adanya pemeriksaan kesehatan yang diberikan puskesmas secara rutin setiap minggunya. 3. Sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P tidak menerapkan pola asuh gizi yang baik kepada balitanya, yang ditunjukkan dengan perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan balita yang secara umum termasuk buruk. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kurangnya arahan dari petugas kesehatan atau kurangnya pemahaman dan kesadaran mereka untuk mematuhi aturan petugas kesehatan, serta kurangnnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik bagi balita. 4. Sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata memiliki pola asuh gizi yang lebih baik dibandingkan dengan ibu balita KEP penerima PMT-P yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Ibu balita KEP penerima PMT-P tersebut secara umum memiliki pengetahuan yang baik mengenai porsi dan penyajian
250
makanan, sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita, dan praktik yang baik dalam hal porsi makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian makanan tambahan dan pengobatan penyakit infeksi. 5. Faktor-faktor yang dominan dalam menaikkan status gizi adalah pemberian makanan utama dan makanan tambahan dengan porsi dan frekuensi yang cukup, serta mengandung kalori tinggi, tidak membiarkan balita jajan, dan selalu memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan ketika balita sakit dan memberikan suplemen vitamin. 6. Pengetahuan dan sikap yang baik dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan balita ternyata tidak dapat menjamin adanya praktik pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik, jika tidak didasari oleh kesadaran tinggi dan tersedianya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik bagi balita.
7.2 Saran 1. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya konseling pemberian makan dilakukan menggunakan contoh menu makanan dengan komposisi yang beragam dan lengkap dengan takaran atau porsi yang harus diberikan, serta frekuensi dan cara yang tepat dalam menyajikan makanan untuk balita, yang mudah dimengerti ibu balita sehingga dapat dipraktikkan di rumah. 2. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya ibu balita diberikan konseling mengenai pentingnya pemberian ASI, akibat pemberian MP-ASI yang terlalu
251
dini, akibat kebiasaan jajan terhadap asupan zat gizi balita, dan dampak dari jajan sembarangan terhadap kesehatan balita. 3. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya ibu balita diberikan motivasi agar lebih meningkatkan porsi dan frekuensi pemberian makan utama kepada balitanya, misalnya dengan cara memberikan contoh perilaku pemberian makan yang dilakukan informan utama yang mengalami peningkatan status gizi, sehingga dapat dijadikan motivasi bagi ibu balita untuk memberikan makanan kepada balitanya. 4. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya program PMT-P dapat terus dilaksanakan karena terdapat beberapa ibu balita yang mengandalkan pemberian PMT-P dari puskesmas. Namun sebaiknya dilakukan sistem pemantauan atau pengawasan dalam pemberian PMT-P dengan cara menjalin kerjasama dengan kader kesehatan atau bidan desa setempat agar hanya balita penerima PMT-P yang memakan PMT-P yang diberikan. 5. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya dapat menjalin kerjasama lintas sektoral agar program peningkatan status gizi tidak hanya dengan pemberian PMT-P saja, misalnya dengan pemberian raskin, karena sebagian besar ibu balita mengalami keterbatasan ekonomi. Dan sebaiknya dilakukan penambahan pemberian PMT dalam bentuk makanan yang langsung dimasak dan dimakan di tempat, sehingga mempermudah proses pengawasan dan dapat menjamin PMT yang diberikan dikonsumsi oleh balita.
252
6. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya ibu balita diberikan konseling tentang cara dan manfaat pencegahan penyakit infeksi, pentingnya peningkatan status gizi, bahaya penurunan status gizi terhadap kesehatan balita, pentingnya imunisasi pada balita dan dilakukan sosialisasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat pada tingkat rumah tangga. 7. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya pemberian obat dan suplemen vitamin diberikan dalam bentuk sirup, karena sebagian besar balita tidak mau meminum obat dan suplemen vitamin dalam bentuk puyer. 8. Disarankan kepada instansi pemerintahan setempat, sebaiknya dilakukan peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih, penyediaan jamban sehat, dan tempat pengolahan sampah terpadu untuk menciptakan lingkungan sehat bagi balita dan keluarga. 9. Disarankan kepada ibu balita KEP khususnya bagi ibu yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, sebaiknya balita diberikan makanan dengan komposisi yang beragam dan porsi yang lebih besar, serta menambah frekuensi makan balitanya, dan mengurangi kebiasaan jajan balita atau menggantinya dengan makanan tambahan ataupun jajanan yang memiliki kandungan gizi tinggi dan hiegienis, serta menyajikan makanan yang menarik dan bervariasi untuk menambah nafsu makan balita. 10. Disarankan kepada ibu balita KEP, sebaiknya dapat lebih menjaga kebersihan balita, diri sendiri dan lingkungan sekitar balita, serta mematuhi arahan dan petunjuk petugas kesehatan baik dalam usaha pemberian makan maupun pemeliharaan kesehatan balita.
253
11. Disarankan kepada keluarga ibu balita KEP, sebaiknya lebih memperhatikan dan membantu ibu dalam mengasuh balita, terutama dalam hal pemberian makan dan jajanan, serta dapat lebih menjaga kebersihan balita, diri sendiri dan lingkungan sekitar balita. 12. Disarankan kepada peneliti selanjutnya, sebaiknya dilakukan penelitian dengan metode kuantitatif dengan sampel yang besar tentang faktor-faktor penyebab KEP pada balita, sehingga dapat diketahui hubungan masing-masing variabel terhadap kejadian KEP pada balita.
LAMPIRAN 11 FOTO HASIL OBSERVASI
LAMPIRAN 8 MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN UTAMA IBU BALITA PENERIMA PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010 Domain
Pengetahuan Pemberian Makan Balita Informan Utama S SK Tidak tahu. Tidak tahu
B Tidak tahu.
E 4 sehat 5 sempurna
Makanan bergizi
Tidak tahu.
Lauk pauk dan sayur.
Zat gizi dalam makanan Makanan yang mengandung energi Makanan yang mengandung protein Makanan yang mengandung karbohidrat Makanan yang mengandung lemak Manfaat makanan bergizi
Tidak tahu. Tidak tahu..
Tidak tahu, kacang ijo, tahu, tempe, telur, nasi. Zat besi, mineral, vitamin Tidak tahu.
Tidak tahu.
Porsi makanan balita yang ideal
Komposisi Makanan
N Tidak tahu.
A Tidak tahu.
SM Susu, biskuit, nasi, gorengan dan lainlain. 4 sehat 5 sempurna.
Tidak tahu
Sejenis sayuran.
Tidak tahu.
Tidak tahu
Tidak tahu.
Makanan seperti tepung, mie, susu, dan biskuit. Tidak tahu.
Tidak tahu.
Tidak tahu
Nasi.
Tidak tahu..
Karbohidrat, protein, nutrisi. Susu.
Tidak tahu.
Lauk pauk seperti ayam dan telur.
Tidak tahu
Susu.
Tidak tahu..
Tempe, telur, ikan.
Tidak tahu.
Tidak tahu.
Tidak tahu.
Tidak tahu
Tidak tahu, lupa.
Tidak tahu..
Nasi, kentang, roti, mie.
Minyak
Jeroan sapi.
Minyak.
Tidak tahu
Coklat, susu, minyak, daging.
Tidak tahu..
Tetelan, daging, mentega.
Supaya anak sehat dan kuat.
Tidak tahu.
Supaya sehat.
Supaya sehat.
Supaya sehat.
3 sendok makan.
2 ½ centong nasi.
Menambah berat badan anak dan menjaga kesehatan. ½ - 1 mangkok.
Satu piring kecil atau satu centong nasi.
Tidak tahu.
Sampai anak kenyang.
Supaya sehat dan tidak mudah terkena penyakit. Satu piring kecil.
Pengetahuan Pemberian Makan Balita Domain
Informan Utama B Dimasak sampai matang, dikukus, diseduh.
E Sayur setengah matang, telur dan yang lain di goreng.
S Dimasak sampai matang, kalau untuk anak sebaiknya setengah matang supaya banyak vitaminnya.
SK Telur ½ matang, atau sampai matang untuk sayur dan bahan makanan lain.
N Dimasak sampai matang, dan sesuai kemauan anak.
A Dimasak sampai matang.
SM Direbus, ditumis, pokoknya dimasak sampai matang.
Ditaruh diatas meja dan di wadah tertutup.
Ditaruh diatas meja dan di wadah tertutup.
Ditaruh diatas meja dan di wadah tertutup.
Di kulkas atau lemari.
Dilemari tertutup.
Ditaruh diatas meja dan di wadah tertutup.
Dilemari tertutup dan terdapat lubang anginnya.
Menggunakan ompreng atau mangkuk yang bersih. Biasa aja, pakai piring dan sendok.
Menggunakan piring saja.
Menggunakan piring atau mangkuk yang bersih.
Menggunakan peralatan yang telah dicuci bersih.
Menggunakan peralatan yang telah dicuci bersih.
Menggunakan peralatan yang telah dicuci bersih.
Menggunakan peralatan yang telah dicuci bersih.
Bagusnya makanan dihias, supaya anak suka makan.
Sebaiknya makanan dihias dan dibedakan rasanya, jika untuk anak seperti jangan terlalu asin.
Tidak tahu, biasa aja.
Tidak tahu.
Biasa saja nasi dengan lauknya.
Tidak tahu.
Frekuensi pemberian makan utama Waktu yang tepat dalam pemberian makan balita
3 kali, pagi, dzuhur, sore
3 kali sehari.
3 kali sehari.
3 kali sampai 4 kali sehari
3 kali sehari.
3 kali sehari.
3 kali sehari.
Pagi saat bangun tidur, saat anak nangis karena lapar
Makan makanan yang teratur sesuai jam makan.
Pagi-pagi, siang, sore, malam dan diberikan sambil main.
Pagi jam 7, siang jam 12, sore jam 4.
Saat anak meminta makan.
Saat anak bermain dan sesudah bangun tidur.
Waktu dimulainya pemberian ASI
Sejak anak berusia 3 hari.
Jika anak lapar, atau pada saat anak minta makan, saat anak bangun tidur, dan saat anak bermain. Sejak anak dilahirkan.
Sejak anak dilahirkan.
Sejak anak dilahirkan.
Sejak anak dilahirkan.
Sejak anak dilahirkan.
Sejak anak dilahirkan.
Cara penyiapan dan pengolahan makanan yang baik
Tempat penyimpanan makanan yang baik Penggunaan alat masak dan alat makan yang baik Cara penyajian makanan yang menarik
Pengetahuan Pemberian Makan Balita Domain E Sampai umur 2 tahun.
Waktu dimulainya pemberian MP-ASI
B Sampai umur 2 tahun dan semaunya anak. 4 hari setelah lahir
Jenis MP ASI yang baik
Pisang, bubur bayi instan.
Bubur bayi instan., tim, nasi.
Manfaat pemberian ASI
Tidak tahu.
Supaya anak pintar.
Pengertian pemberian makanan tambahan Manfaat pemberian makanan tambahan
Tidak tahu
Makanan selain nasi sesuai umur anak. Tidak tahu.
Waktu pemberian makanan tambahan
Tidak tahu.
Setiap malam, dan bangun tidur,
Zat gizi yang terkandung dalam PMT Jajanan yang baik untuk balita
Tidak tahu
Makanan bergizi
Lamanya pemberian ASI
Tidak tahu.
N Sampai umur 1 ½ tahun.
A Sampai umur 2 tahun.
SM Sampai umur 2 tahun.
Sebaiknya dikasi saat berumur 6 bulan
Sejak anak dilahirkan.
Saat anak berusia 6 bulan.
Bubur, susu.
Bubur bayi instan., kemudian bubur, kemudian nasi
Pisang, bubur bayi instan,daging,bakso, telur, apel, jeruk.
Sejak anak umur 1 minggu atau saat anak meminta makanan. Pisang saja.
Membuat badan anak cepat besar, makanan lengkap dan bagus untuk anak. Makanan seperti buah-buahan.
Supaya anak sehat dan kuat
Tidak tahu.
Meningkatkan kekebalan atau daya tahan tubuh.
Tidak tahu.
Makanan cemilan atau selingan.
Menambah berat badan dan menjaga kesehatan anak. Sesudah minum susu atau sesudah makan.
Supaya anak kenyang
Meningkatkan kecerdasan anak dan menjauhkan anak dari penyakit. Makanan selain nasi seperti singkong, dan ubi. Supaya anak tidak banyak makan jajanan seperti ciki. Sebaiknya pagi-pagi atau sesudah makan.
Supaya anak bergizi.
Tidak tahu.
Semaunya anak meskipun sesudah makan.
Susu, zat besi.
Protein, susu dan vitamin.
Tidak tahu
Susu.
Susu.
Di sela-sela waktu makan dan sebelum makan sore. Susu.
Roti, biskuit.
Biskuit dan jajanan yang bersih.
Seperti roti dan jajanan yang dibuat dirumah seperti pisang goreng
Buah-buahan seperti jeruk dan apel, makanan seperti martabak.
Tidak tahu.
Saat anak berusia 6 bulan.
S 1 ½ tahun untuk lakilaki dan 2 tahun untuk perempuan. Sejak anak berumur 2 atau 3 bulan.
Informan Utama SK Sampai umur 2 tahun.
Makanan selain ASI dan nasi
Disela-sela waktu makan, pagi-pagi, siang, bangun tidur.
Bubur bayi instan.
Susu, biskuit, susu kotak.
Sikap Terhadap Pemberian Makan Balita Domain Komposisi makanan bergizi
Manfaat pemberian makanan bergizi Porsi makanan ideal dan sesuai usia balita
B Penting supaya anak tidak terkena penyakit. Penting, bermanfaat, supaya anak sehat, kuat, dan cerdas. Penting, supaya anak tidak lapar.
E Penting, untuk makan anak. supaya anak sehat, kuat dan jauh dari penyakit. Bermanfaat, supaya anak kuat, sehat dan terhindar dari penyakit. Penting, supaya anak tidak lapar dan tidak jajan terus.
S Penting, untuk pertumbuhan bayi dan supaya anak menjadi kuat. Penting, supaya menambah asupan zat gizi untuk balita.
Informan Utama SK Penting supaya anak sehat dan kuat.
N Penting, supaya anak pintar.
A Penting, supaya anak sehat.
SM Penting, untuk menjaga daya tahan tubuh.
Bermanfaat, supaya anak sehat, cerdas dan kuat.
Bermanfaat.
Penting, supaya anak sehat.
Penting, namun jika porsi makanan terlalu banyak tidak baik untuk anak, sebaiknya porsi makanan ½ mangkuk 3 x sehari. Penting, supaya dapat menghilangkan penyakit dalam makanan dan mengandung banyak vitamin. Penting, jika bahan makanannya tersedia.
Penting, supaya anak sehat, pemberiannya sebaiknya dibedakan saat bertambah usia.
Penting, supaya anak tidak jajan sembarangan.
Penting, yang penting bagus.
Penting, karena makanan sebaiknya dimasak sendiri, supaya tahu makanan dimasak sampai matang. Bagus, penting, supaya anak mau makan.
Penting, tapi pemberian makan an sebaiknya tidak terlalu banyak karena tidak baik jika terlalu kenyang. Penting, makanan sebaiknya dimasak sampai matang supaya anak sehat.
Penting, bermanfaat, untuk menjaga daya tahan tubuh Penting, tapi anak saya susah makan.
Pengolahan atau penyiapan makanan sehat
Penting, supaya makanan matang dan bener.
Penting, supaya anak suka dan nafsu untuk makan.
Penyajian makanan yang enak dan menarik Tempat penyimpanan makanan yang tertutup dan bersih Penggunaan alat masak & makan yang bersih
Tidak penting, yang penting dikasi makan.
Penting, supaya anak suka dan nafsu untuk makan.
Penting, supaya tidak terkena kotoran dari luar, dan supaya bersih.
Penting, disimpan tertutup jika anak belum mau makan.
Penting, sebaiknya disimpan di meja makan,.
Penting, supaya sehat.
Penting, supaya bersih.
Penting, dicuci dulu supaya sehat.
Penting, dicuci dulu supaya bersih.
Penting, supaya sehat.
Penting, supaya anak suka.
Penting, supaya anaknya mau makan.
Bagus, supaya anak terhindar dari penyakit.
Penting, supaya anaknya mau makan.
Penting, supaya menjaga kesehatan.
Penting, supaya tidak terkena debu.
Penting, menjaga kesehatan.
Penting, supaya emak dipandang.
Penting, sebaiknya tertutup dan ada lubang untuk pertukaran udara. Penting, supaya menjaga kesehatan.
Sikap Terhadap Pemberian Makan Balita Domain
Informan Utama S SK Penting, namun Penting, karena sebaiknya tidak lebih anak selalu terlihat dari tiga kali sehari. lapar.
B Penting, supaya anak tidak lapar.
E Penting, supaya anak tidak suka jajan.
Penting, karena sudah rutin sehingga takutnya anak menjadi lapar. Penting, supaya tidak haus.
Penting, karena jika tidak sambil main anak tidak mau makan. Penting, tidak tahu alasannya.
Penting, karena pemberian makan memang harus teratur. Penting, karena ASI merupakan makanan lengkap untuk anak.
Pemberian ASI eksklusif
Tidak setuju, karena anak sudah diberi MP-ASI sejak usia 3 hari.
Tidak setuju, karena anak sudah bisa diberi ASI sejak usia 2 atau 3 bulan.
Setuju, supaya berat badan anak naik terus.
Pemberian makanan tambahan untuk balita Pemberian PMT dari Puskesmas
Penting, supaya anak tidak lapar.
Bagus atau penting jika memang ada makanannya.
Penting, untuk perkembangan dan pertumbuhan bayi
Setuju, supaya anak jadi sehat
Sangat setuju, karena anak menyukainya.
Kesukaan anak terhadap PMT dari Puskesmas
Suka
Suka.
Setuju, karena dapat meringankan dalam pemberian makan untuk anak. Suka.
Frekuensi makan ideal
Pemberian makan saat waktu yang tepat Pemberian ASI
N Penting, supaya anak tidak jajan terus.
A Penting, supaya anak kenyang, kuat dan tidak sakit.
SM Penting, jika anaknya suka makan.
Penting, supaya anak mau makan.
Penting, supaya anak mau makan.
Penting, supaya anak mau makan.
Penting, supaya anak sehat karena jika selain ASI kurang bagus untuk anak. Setuju, karena diberi MP ASI yang diberikan sebelum usia anak 6 bulan cuma sedikit. Setuju, jika makanannya bagus untuk anak.
Penting, karena dapat menyebabkan anak tahan terhadap penyakit.
Penting, karena jika selain ASI lebih merepotkan ibu.
Penting, karena anak tidak boleh diberi makan saat mengangis. Penting, karena anak labih suka ASI daripada susu formula.
Setuju, penting, supaya anak kebal dari penyakit.
Setuju, supaya anak sehat.
Setuju, karena untuk menghindari penyakit mag.
Penting, supaya anak tidak jajan terus.
Bagus, supaya anak sehat.
Setuju, karena anak menyukainya.
Setuju, karena banyak anak yang kurang gizi.
Setuju, karena anak menyukainya.
Penting, karena anak kecil juga membutuhkan cemilan. Setuju, karena anak menyukainya.
Suka. Namun tidak terlalu suka susu.
Suka, namun jarang dimakan. Namun tidak terlalu suka susu.
Suka.
Suka.
Sikap Terhadap Pemberian Makan Balita Domain Kesukaan jajan anak
B Tidak pernah jajan, tidak ada uang dan tidak dibiasakan jajan
Jajan sembarangan dapat menyebabkan anak sakit
Setuju, karena takut mengandung penyakit dan membuat anak keracunan
Pantangan makanan dari kepercayaan dan penyakit
Tidak percaya, karena itu cuma kepercayaan orang zaman dahulu dan beda dengan sekarang.
E Sering jajan, jika anak mau jajan selalu diberi oleh ibu karena anak menangis jika tidak dituruti kemauannya. Tidak setuju, karena anak harus sehat.
S Belum dikasi jajan.
Setuju, karena jajan sembarangan dapat menimbulkan penyakit.
Tidak percaya, karena hanya percaya perkataan bidan.
Tidak percaya pantangan makanan dari orang zaman duhulu.
Informan Utama SK Suka
N Suka, karena ibu mempunyai warung yang menjual jajanan anak.
A Suka, jika ada duitnya.
SM Suka, karena ayahnya suka menuruti kemauan jajan anak.
Tidak setuju, jangan sampai sakit.
Setuju, tapi tidak jangan sampai sakit.
Tidak setuju, jangan sampai sakit.
Setuju, karena mungkin mengandung pengawet, pewarna, dan pemanis.
Tidak percaya, karena tergantung kemauan atau kesukaan anak saja.
Jika untuk anak tidak percaya adanya pantangan makanan, tapi percaya jika untuk ibu hamil
Percaya pada pantangan makanan yang dianjurkan dokter seperti coklat dan ciki.
Tidak percaya pantangan, anak diberikan makan aopa saja.
Praktik Pemberian Makan Balita Domain Komposisi makanan
Porsi makanan dalam sekali makan
Cara penyiapan atau pengolahan makanan
B - Nasi tim dicampur garam, terkadang di beri wortel parut, namun jarang atau Bubur bayi instan “X” - Susu formula.
E - Nasi, ditambah mie rebus/ telur /tempe/tahu ditambah sayur bayam atau sop. - Susu kental manis.
3 sendok makan atau sepiring kecil atau bubur bayi instan “X” 1 bungkus ukuran 20 gram (Rp.1000)
Setengah sampai satu centong nasi sekali makan, jika satu centong sisa 2 sdm lagi. Sepotong lauk, kuah sayur, susu satu gelas belimbing.
- Bubur bayi instan di siram air panas, - Nasi tim di rebus atau dikukus kemudian di siram air panas. - Nasi: direbus kemudian dikukus. - Telur: direbus. - Sayur bayam: direbus. - Wortel diparut.
-
-
- Nasi: direbus kemudian dikukus. - Telur: digoreng. - Tempe/tahu: digoreng. - Sayuran: ditumis atau direbus.
-
-
-
-
-
-
Informan Utama S SK Bubur beras instan Nasi, kuah sayur terkadang diberi telur sop atau bayam, rebus, sayur bayam dan tahu dan tempe. jeruk atau nasi tim di campur bayam atau wortel. Nasi dicampur parutan wortel kentang, dan kecap atau nasi tanpa lauk. Susu formula. Bubur beras instan atau 3 sampai 4 nasi tim: setengah sendok makan mangkuk ukuran (satu suap 1/3 sedang, sendok makan) Nasi : setengah mangkuk atau 5 sendok makan. Susu formula: 2 botol kecil @ 4 takaran sendok susu. Bubur bayi instan dan - Bubur bayi bubur beras instan di instan di siram siram air panas, air panas, Nasi tim di rebus atau - Nasi: direbus dikukus kemudian di kemudian siram air panas. dikukus. Nasi: direbus kemudian - Lauk: dikukus. digoreng. Telur: direbus. - Sayuran: Sayur bayam: direbus. direbus. Wortel dan kentang: diparut.
N - Nasi, ketupat, ditambah abon atau kecap dan kerupuk atau nasi ditambah kuah sayur bayam atau sop dan tempe atau tahu atau bubur bayi instan “X”.
A - Nasi terkadang ditambah tempe atau atau ikan asin atau sayur bayam atau nasi dengan kecap dan garam.
SM - Nasi, kuah sayur, bubur nasi ditambah kecap.
2 atau 3 sendok - Secentong nasi, makan satu (suap tempe satu 1/3 sendok makan), potong atau satu terkadang sampai 5 sendok makan. sendok makan, abon 1 sendok makan satu potong tempe atau tahu.
3 sendok makan. (3 kali suap, satu suap 1/3 sendok makan)
- Nasi: direbus dan dikukus. - Tempe atau tahu: digoreng. - Sayur an: di tumis atau rebus. - Bubur bayi instan: dimakan mentah.
- Nasi: direbus, dikukus. - Sayuran: direbus.
- Nasi: direbus dan dikukus. - Tempe atau tahu: digoreng atau ditumis. - Ikan asin: digoreng atau dipanggang. - Sayuran: ditumis atau direbus.
Praktik Pemberian Makan Balita Domain B Di taruh di ompreng (dipiring kecil), rasanya asin saja, dan diberikan dengan cara disuapkan ke anak. 3 kali sehari,
E Di piring biasa saja terdiri dari nasi ditambah lauk (tempe/ tahu/telur/mie rebus) ditambah sayur bayam/sop, disuapin. Sama seperti makanan keluarga. 3-4 kali sehari makan utama, 3-4 kali susu atau jika anak menangis.
S Di taruh di mangkok ukuran sedang, rasanya gurih atau manis, dan diberikan dengan cara di suapkan ke anak.
- Bubur beras instan atau nasi tim: 3-5 kali sehari. - Nasi : 3 kali sehari.
Jam makan
- Pagi: jam 6 - Siang: sesudah dzuhur - Sore. Tidak mengikuti jam makan yang sama setiap harinya.
- Pagi : bangun tidur jam tujuh - Siang: jam 1 - Sore: jam 4/5 - Makanan diberikan sesempetnya ibu. - Tidak mengikuti jam makan yang sama setiap harinya.
Waktu dimulainya pemberian ASI
Sejak anak berusia 3 hari.
Sejak anak dilahirkan.
Cara penyajian makanan
Frekuensi makan
Informan Utama SK Di taruh di piring kecil. Diberikan dengan cara di suapkan ke anak. Nasi dengan kuah sayur rasanya asin atau gurih.
N Ditaruh di mangkok beserta sendok dan air minum. Nasi ditambah abon sapi. Rasanya asin atau gurih.
A Di taruh di mangkok saja, anak mengambil sendiri makanannya. Sama seperti makanan keluarga.
SM Ditaruh dimangkuk saja. Diberikan dengan cara di suapkan ke anak.
3 kali sehari jika anak sedang mau makan
1 – 3 kali sehari, namun lebih sering 1-2 hari sekali.
2-3 kali sehari, lebih sering 2 kali sehari.
- Pagi: jam 4, 6, 8 atau 10. - Siang: jam 11 atau 1.30 - Sore: jam 4. - Tidak selalu mengikuti jam makan yang sama setiap harinya.
-
Pagi : jam 8/9. Siang: jam 2 Sore: jam 5/ 5.30. Kadang-kadang malam. - Tidak mengikuti jam makan yang sama setiap harinya.
- Tidak ada jam makan yang pasti, semaunya anak.
- 3 – 5 kali sehari, namun lebih sering sehari 3 kali. - Anak tidak makan jika anak sedang sakit. - Pagi: jam 6/9 - Siang: jam 12 - Sore: 3 - Tidak selalu mengikuti jam makan yang sama setiap harinya, semaunya anak.
Sejak anak dilahirkan.
Sejak anak dilahirkan, namun ASI baru keluar sejak anak berusia tiga hari.
Sejak anak dilahirkan, namun ASI baru keluar saat anak berusia tiga hari, sebagai gantinya anak diberi susu formula.
Anak tidak diberi ASI sejak dilahirkan.
-
Pagi: jam 8.30 Siang: jam 1 Sore: 5/6 Tidak selalu mengikuti jam makan yang sama setiap harinya, semaunya anak. Sejak anak dilahirkan.
Praktik Pemberian Makan Balita Domain B Sering, semaunya anak.
E Sering, semaunya anak dan ketika anak menangis.
Waktu pemberian ASI
Semaunya anak atau saat anak menangis.
Dulu diberi ASI setiap anak menangis.
Jenis dan porsi MP ASI
- Bubur bayi instan 3 sendok makan sekali makan. - Bubur yang terdiri dari campuran tepung beras, susu dan gula pasir. - Susu formula saat anak berusia 6 bulan sebagai tambahan ASI. Biskuit dan bubur bayi instan.
- Bubur bayi instan saat masih bayi. - Nasi tim, kemudian nasi biasa
Frekuensi pemberian ASI
Pemberian makanan tambahan
Waktu pemberian makanan tambahan
Pagi, siang sebelum dzuhur atau sebelum waktu makan, kadangkadang magrib.
Biscuit setiap hari, Singkong dan roti kadang-kadang, dan jajanan warung (ciki/permen/agaragar) Setiap malam, dan sela waktu makan.
S Hanya diberikan ASI sampai umur 2 bulan, karena anak tidak mau menyusu. Susu formula: 6 kali sehari. Susu formuladiberikan padajam 6, 9, 12, 14.30, 18.30, dan 21.30 atau 22.30. - Bubur bayi instan, 2 bungkus saat berumur 4-6 bulan, 4-5 bungkus saat berumur 6-12 bulan, terkadang diberi telur rebus. (1 bungkus= 120 gram)
Informan Utama SK Sering, semaunya anak, atau mungkin 8 atau 9 kali sehari.
N Sering, semaunya anak, atau lebih dari 15 kali dalam sehari.
A Tidak diberikan ASI. Diber susu formula kira-kira 8 botol kecil sehari semalam.
SM Sering, semaunya anak, hampir 2 jam sekali.
Terkadang tiap jam di beri ASI sebelum tidur.
Saat bangun tidur, pagi, siang, sore, dan malam.
Saat anak minta ASI, saat menangis dan sebelum tidur.
Bubur bayi instan 10 gram setiap kali makan, kemudian bubur beras.
- Pisang, bubur bayi instan , porsi sedikit karena anak kurang suka makan.
Susu formula diberikan saat anak meminta susu atau saat anak menangis. - Pisang 1-2 buah satu hari. - Nasi tim di tambah garam.
Biskuit, bubur bayi instan.
Biskuit, tape,
Singkong, jagung, biskuit, jeruk, apel.
Bakso 2 buah, somay 1 buah, biskuit, dan jajanan warung seperti ciki, wafer dll.
Sesudah anak diberi susu formula pada pagi, siang dan sore.
Disela-sela waktu makan, atau sebagai makanan selingan.
Roti, jagung, singkong, kue, risol, bakwan, biskuit, dan jajanan warung seperti astor, macaroni. Semaunya anak.
Sesudah makan, semaunya anak.
Bakso dan somay seminggu 2 kali. Di sela-sela waktu makan dan sebelum makan sore.
- Bubur bayi instan. - Susu formula “X” sejak anak berusia 6 bulan sebagai tambahan ASI.
Domain B Pisang 3 kali sehari, makin bertambah umur makin banyak makannya.
E Makanan pokok lebih banyak waktu bayi.
Frekuensi dan jenis jajanan
Jarang jajan,
Jenis PMT dari puskesmas Orang yang menikmati PMT selain balita penerima PMT Jumlah PMT yang dimakan balita dalam sehari
Biscuit, susu, sun.
Setiap hari, ciki, agar-agar, permen, yupi, minuman seperti coco atau sari kelapa, Biscuit, susu, sun.
Porsi makanan balita pada masa bayi atau usia lebih muda
Cara mengolah dan menyajikan PMT Pantangan makanan
1 kakanya suka minta jika balita sedang makan, paling minta 3 biji.
Kadang 3, kadang enam sekali makan. Dalam 1 hari habis 1 bungkus (12 keping).Susu habis diminum balita. Dicelupkan ke air putih kemudian digigit oleh anak. Tidak boleh jajan sembarangan.
Biscuit dimakan, kakak, adik, ibu, (jumlah yang dimakan paling banyak oleh balita penerima PMT) Satu hari sekitar sepuluh keeping biskuit. Susu selalu habis diminum balita.
Praktik Pemberian Makan Balita Informan Utama S SK Mulai umur 1-3 bulan Bubur bayi instan mulai diberi MP ASI satu bungkus namun dalam jumlah kecil, lebih sedikit, hanya susu banyak sekarang. formula,porsi makanan bertambah mulai umur 4–12 bulan. Tidak jajan. Jarang jajan, namun terkadang jajan es dan biskuit, tape atau gorengan. Biskuit, susu, sun, dan Biskuit 4 kotak telur rebus 1 kali. seminggu, sun 1 bungkus 2 kali. Terkadang 1 kakaknya. Dua kakaknya, dan ibunya. (kakaknya lebih banyak makan dari pada balita penerima PMT) 6 keping sekali makan, 1 sampe 3 kepeing 4 kali pemberian. biskuit. Balita Hanya diberikan dalam tidak suka susu 2 hari. Susu selalu formula. habis diminum balita.
Dicelupkan ke air putih atau susu.
Dicelupkan ke air.
Dicelupkan ke air putih saja.
Tidak ada pantangan makanan.
Tidak ada pantangan makanan dan anak belum diberikan jajan
Minuman dingin jikabalita sedang sakit.
N Mulai lahir sampai umur 3 bulan diberi pisang, kemudian bubur bayi “X”. Porsi makanan meningkat seiring bertambahnya umur . Suka, karena ibu punya warung jadi anak jajan terus.
A Porsi makanan meningkat seiring dengan pertambahan umur, terlebih saat balita bisa makan sendiri. 3-4 kali sehari, biskuit, roti isi kacang hijau,
Susu, biskuit,
Susu, biskuit.
Ibu, bapak, kakek, bibi, nenek dan anak tetangga. (hampir semua anggota keluarga sering ikut memakan PMT) 2-3 keping biskuit. Balita tidak terlalu suka susu yang diberikan, sehingga susu diminum oleh ibu balita. Dicelupkan ke air atau susu. Dimakan sendiri oleh balita.
1 adiknya, 2 kakaknya,
Kakaknya, ibunya, terkadang dikasi tetangga 1 bungkus biskuit.
5 keping sekali makan, atau ± 10 keping sehari. Susu selalu habis diminum balita.
3 keping satu hari. Susu ¼ botol kecil jarang diminum balita.
Dimakan langsung atau dicelupkan ke air. Susu diminum langsung. Coklat dan ciki.
Digigit biasa, kadang-kadang dicelupkan ke susu. Tidak ada pantangan.
Tidak ada pantangan.
SM Tidak ada perbedaan.
2 kali sehari,pagi dan sore. Biskuit, ciki, tictac (pilus), coklat, permen, Biskuit dan susu.
Domain Pengertian penyakit infeksi
B Tidak tahu
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita Informan Utama E S SK Penyakit infeksi itu Penyakit infeksi itu Penyakit yang seperti terkena paku karena panas, menular melalui kemudian tetanus, sedangkan penyakit paku, jarum, kawat penyakit menular itu menular misalkan dan penyakit jika anak menderita cacar, muntaber, menular seperti penyakit seperti demam diare dan batuk pilek. cacar atau batuk akan menular ke anak lain jika tidur bersama. Alergi, gatal, tidak tahu Cacar, muntaber, Cacar, diare. lagi. diare, batuk, pilek.
N Penyakit infeksi itu seperti penyakit karena terkena paku, kawat, sedangkan penyakit menular adalah penyakit seperti cacar. Cacar, sakit mata, influenza dan mencret atau diare. Tidak tahu, lupa.
A Tidak tahu. Sedangkan penykit menular adalah penyakit yang menular dari orang yang terkena penyakit seperti TBC dan cacar. TBC, cacar, batuk.
SM Tidak tahu.
Tidak tahu.
- Campak: tidak tahu. - DBD :di gigit nyamuk DBD dan penurunan daya tahan tubuh. - TBC : kuman. Tidak tahu.
Jenis-jenis penyakit infeksi pada balita Penyebab penyakit infeksi pada balita
Tidak tahu.
TBC, DBD, campak.
Tidak tahu
Tidur bersama dan menular dari penderita penyakit menular.
Terlalu dekat dengan penyakit dan kotoran karena kurang menjaga kebersihan.
Karena tertusuk paku dan tidak pakai sandal. Diare: minum es dan makanan yang mengandung santan dan sambal.
Akibat penyakit infeksi pada balita
Tidak tahu.
Tidak tahu.
Tidak tahu mungkin anak tidak bisa tidur.
Anak menjadi kurus dan tidak bagus untuk badan anak.
Anak menjadi kurus dan batuk terus.
Gejala atau tanda penyakit infeksi Cara penularan penyakit infeksi
Mencret jika diare
Panas atau demam, batuk, bentol-bentol.
Anak menjadi kurus, berat badan anak menurun, asupan makanan jadi berkurang, dan susah tidur. Panas atau demam, pilek dan batuk.
Jika diare gejalanya mencret dan demam.
Tidak tahu.
Batuk, muntah darah.
Panas.
Minum dari sumber sama dengan orang terkena penyakit.
Tidur bersama, tidak tahu lagi.
Mungkin melalui alat-alat makanan dan minuman.
Tidak mau makan dan suka minum es.
Tidak tahu, lupa.
Tidak tahu.
Dahak, udara, nyamuk.
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita Domain
Informan Utama SK Diberi makan dan tidak boleh jajan terus.
B Tidak tahu, tidak melakukan tindakan pencegahan jika anak sedang sehat.
E Anak yang sehat tidak boleh disatukan dengan anak yang sakit, anak tidak boleh sering main dibawah panas matahari, ketika hujan, main tanah, dan main terlalu jauh dari rumah.
S Menjaga kebersihan.
Pengobatan penyakit pada balita
Tidak tahu
Segera dibawa ke puskesmas.
Diberi obat saja, dirawat dirumah, jika sudah parah di bawa ke dokter.
Dibawa ke puskesmas atau ke bidan
Dampak KEP (gizi buruk dan gizi kurang) pada balita
Tidak tahu, mungkin bisa meninggal, badan tidak dapat tumbuh besar,. Tidak tahu, belum pernah imunisasi. Belum pernah dengar jadi tidak tahu.
Makannya jadi kurang, mata seperti anak lesu atau lemas, perut buncit.
Badan anak menjadi kurus, tidak bisa tidur, segalanya serba sulit.
Tidak tahu
Agar tubuh anak kebal terhadap penyakit.
Mencegah kelumpuhan dan terkena penyakit pada anak. Tidak tahu, lupa.
Supaya anak sehat, kuat dan cerdas.
Rumah yang selalu bersih.
Rumah yang bersih dan cahaya matahari masuk ke dalam rumah.
Pencegahan penyakit infeksi pada balita
Manfaat imunisasi Perilaku hidup bersih dan sehat Bangunan rumah sehat
Cahaya matahari dapat masuk kedalam rumah.
PHBS itu rumah, lingkungan, makanan,dan tempat tidur semua harus bersih. Rumah yang bersih, sering dibersihakan dan matahari dapat masuk kedalam rumah dan terdapat lubang angin.
Seperti bersih-bersih kamar mandi untuk mencegah demam berdarah.
N Jika mau makan anak cuci tangan terlebih dahulu, ibunya tidak boleh ceroboh, harus teliti, semangat dan menjaga kebersihan.
A Tidak membiarkan anak bermain di tempat kotor, dan main hujan.
SM Diberi makanan sehat dan menjaga kebersihan.
Di bawa ke puskesmas jika tidak sembuh minta didoakan ke orang pintar. Berat badan anak menjadi berkurang, asupan makanan juga berkurang dan kecerdasan anak menurun. Mencegah terkena penyakit seperti campak. Menjaga kebersihan pakaian dan lingkungan.
Diberi obat warung terlebih dahulu, jika tidak sembuh dibawa ke puskesmas. Tidak tahu.
Jika belum parah dirawat secara tradisional, jika belum sembuh di bawa ke dokter. Menurunkan perkembangan dan kecerdasan anak.
Sering menjaga kebersihan untuk menjaga kesehatan.
Tidak tahu.
Rumah yang bersih dan terdapat lubang angin sehingga udara dapat masuk ke dalam rumah.
Rumah yang bersih dan cahaya matahari masuk ke dalam rumah.
Sinar matahari dapat masuk kedalam rumah.
Meningkatkan kekebalan tubuh.
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita Domain Tempat bermain anak Pergantian udara, pencahayaan dan penerangan rumah
B Main didalam rumah. Jendela harus dibuka supaya sinar matahari bisa masuk kedalam rumah.
E Dihalaman rumah.
S Didalam rumah.
Sebaiknya menggunakan lampu atau lilin, gorden dan jendeladibuka setiap pagi agar cahaya matahari masuk kedalam rumah, jika siang ditutup. Untuk minum, mandi dan memasak.
Sebaiknya jendela dibuka agar cahaya matahari masuk.
Agar tidak terkena bakteri penyakit dan sehat untuk diminum.
Informan Utama SK Didalam atau dihalaman rumah. Pintu dan gorden harus dibuka terutama di pagi hari agar udara segar dan cahaya matahari masuk kedalam rumah.
N Didalam atau dihalaman rumah. Sebaiknya sinar matahari masuk kedalam rumah, supaya rumah tidak pengap dan gelap.
A Didalam atau di halaman rumah. Sebaiknya udara segar dan sinar matahari dapat masuk kedalam rumah.
SM Dilingkungan rumah. Terdapat lubang angin didalam rumah, dan cahaya matahari dapat masuk kedalam rumah.
Tidak tahu
Menyehatkan badan dan menjauhkan dari kuman.
Untuk minum, memasak, mandi dan berwudu.
Tidak mudah terkena penyakit, kuman dan bakteri. Digunakan untuk mencuci, mandi, dan memasak. Di taruh di kantong plastic kemudian di buang ke TPS. Sedangkan untuk limbah rumah tangga ke saluran air. Sebaiknya di WC tertutup. Membersihkan rumah dengan cara di sapu, di lap dan dipel.
Manfaat air bersih
Tidak tahu.
Cara membuang sampah dan limbah rumah tangga
Dibuang di tempat sampah kemudian di bakar, dan limbah sebaiknya dibuang ke empang.
Dibuang di tempat sampah kemudian di bakar, dan limbah sebaiknya dibuang ke empang.
Buang sampah ditempatnya dan limbah sebaiknya dibuang ke empang.
Dikumpulkan aja kemudian dibakar dan limbah sebaiknya dibuang ke empang..
Dikumpulkan kemudian dibakar. Sebaiknya limbah WC dibuang kedalam tangki seperti septic tank.
Tempat buang hajat
Sebaiknya di WC tertutup.
Di empang.
Rumah disapu dan dipel setiap hari, jika anak ngompol langsung dipel, halaman rumah disapu setiap hari.
Sebaiknya di WC didalam kamar mandi. Disapu dan dipel.
Sebaiknya di WC tertutup.
Kebersihan rumah dan halaman rumah
Sebaiknya di WC, namun karena adanya empang ya di empang. Rumah disapu dan dipel, dielap, dan halaman rumah disiram supaya tidak berdebu.
Di buang di ke luar rumah atau tempat sampah dan limbah sebaiknya dibuang ke empang. Sebaiknya di WC tertutup.
Membersihkan sarang laba-laba, disapu dan dipel setiap hari.
Membersihkan rumah dan halaman rumah setiap hari.
Rumah dan jalanan sebaiknya dibereskan dan disapu setiap pagi.
Domain Bahaya penyakit infeksi pada balita
B Berbahaya, bisa meninggal.
Sikap terhadap Pemeliharaan Kesehatan Balita Informan Utama E S SK N Berbahaya, karena Berbahaya, karena Berbahaya, bisa Berbahaya, bisa kasihan jika anak bisa menyebabkan cacat. menyebabkan anak sakit dan kelumpuhan, anak meninggal. membutuhkan sering sakit dan banyak biyaya. berbahaya untuk saluran pernafasan dan pencernaan. Setuju, Penting, Penting, supaya Setuju, supaya Penting, supaya anak supaya tidak sakit anak tidak sakit tidak merepotkan tidak sakit terus. karena jika sakit terus. ibu. merepotkan dan membuat ibu capek. Setuju, karena bisa Setuju, supaya anak Setuju, supaya Setuju, karena hal itu mendapat obat jika cepat sehat kembali. anak cepat merupakan dirumah tidak ada sembuh. pertolongan pertama. obatnya. Penting, karena jika Bagus, karena bisa Penting, supaya Bagus, penting, turun berat meningkatkan anak sehat. supaya anak tidak badannya membuat perkembangan dan sakit dan manjadi ibu kesal. pertumbuhan bayi. tangguh.
Pencegahan penyakit infeksi pada balita
Penting supaya anak tidak sakit.
Pencarian pengobatan ke instansi kesehatan Peningkatan status gizi balita
Setuju, supaya anak sembuh dan tidak sakit.
Penimbangan balita
Penting, supaya tahu naek atau turun berat badannya.
Penting, supaya tahu naik turunnya berat badan anak.
Penting, supaya tahu naik dan turunnya berat badan anak.
Penting, supaya berat badan anak naik terus.
Bahaya penurunan berat badan
Tidak tahu.
Bahaya, karena kalo turun berat badannya membuat ibu kesal.
Berbahaya, karena jikaberat badannya turun bisa menyebabkan penurunan kesehatan anak.
Berbahaya, karena akan mengakibatkan kurang gizi.
Penting, supaya anak tumbuh besar.
Penting, supaya tahu kenapa anak tidak mengalami pertambahan berat badan. Berbahaya, karena anak kurang mendapatkan makanan dan kurang perhatian.
A Berbahaya, karena bisa menularkan pada yang lain.
Penting, karena jika anak sakit merepotkan ibu.
Setuju, agar anak sehat.
Penting, supaya anak sehat, dan bisa berjalan.
Penting, supaya tahu berat badan anak.
Berbahaya, karena jika anak sakit dapat menurunkan berat badannya.
SM Berbahaya, walaupun penyakit infeksi tidak menular. Penyakit menular juga berbahaya karena bisa menularkan. Penting, karena mencegah lebih baik daripada mengobati. Setuju, terutama jika sudah parah, supaya tidak terlambat. Penting, karena baik untuk pertumbuhan, terutama untuk anak-anak. Penting, untuk mengetahui siklus perkembangan anak. Berbahaya, karena menghambat perkembangan anak dan mudah terkena penyakit.
Domain Pemberian imunisasi pada balita
B Setuju, penting, supaya tidak sakit.
Sikap terhadap Pemeliharaan Kesehatan Balita Informan Utama E S SK N Setuju, karena bisa Setuju, karena bisa Setuju, supaya Setuju, supaya anak jauh dari penyakit. menjauhkan anak anak tidak tidak terkena dari penyakit dan terserang penyakit. mencegah penyakit, seperti kelumpuhan. cacar. Setuju, karena anak Sebaiknya anak Bagus untuk Bagus, supaya menjadi bersih. memang harus anak. keluarga menjadi bersih dan dijaga. sehat.
A Setuju, jika anak sedang sehat.
SM Setuju, untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Bagus, karena menjaga kebersihan merupakan hal yang penting. Setuju, karena jika BAB di hutan atau semak-semak banyak ular. Butuh, karena anak main dirumah dan dihalaman.
Setuju, supaya terhindar dari kuman.
Perilaku hidup bersih dan sehat pada balita
Penting, seperti sampah harus dibersihkan.
Buang air besar di WC atau kakus
Setuju, supaya nyaman, tidak bau dan bersih.
Penting, supaya tidak berantakan.
Penting, tapi di empang juga sama saja.
Pentingm supaya tidak bau.
Penting, tapi di empang juga sama saja.
Penyediaan ruangan bermain untuk anak
Penting, supaya tidak terkena kotoran.
Penting supaya sehat dan tidak terkena kotoran.
Butuh, supaya anak sehat.
Penting, supaya anak main dengan aman.
Penggunaan sumber air bersih
Penting, untuk menghilangkan dan menjauhkan dari penyakit.
Setuju, supaya sehat.
Setuju, supaya bersih dan sehat.
Setuju, supaya sehat karena air kotor mengandung kuman.
Penting, untuk menjaga kebersihan.
Pembuangan sampah dan limbah pada tempatnya
Setuju, supaya lingkungan sehat dan tidak banyak nyamuk penyebab penyakit. Setuju, supaya nyaman, tidak bau dan bersih.
Penting, karena jika air kotor mendatangkan penyakit pada anak, seperti sakit perut. Setuju, supaya samaphnya tidak berantakan.
Butuh dan penting supaya anak memiliki ruang bermain yang bebas dan aman. Penting, untuk menjaa kebersihan dan mecegah dari kotoran dan kuman penyebab penyakit. Setuju, karena jika dibuang sembarangan dapat menyebabkan lingkungan kotor. Penting, tapi saya BAB di empang.
Setuju, supaya tidak berantakan.
Setuju, supaya tidak berantakan dan menjaga kebersihan.
Setuju, supaya sampah tidak berantakan.
Setuju, karena sampah merupakan sumber penyakit.
Penting, karena kalo di hutan atau kebun berbahaya.
Penting, tapi di empang juga sama saja.
Setuju, karena jika BAB di hutan atau semak-semak banyak ular.
Setuju, karena memang tempatnya.
Penyediaan WC atau kamar mandi didalam rumah
Penting, supaya tidak berantakan.
Setuju, karena memang tempatnya. Penting, karena anak bermain di rumah.
Domain Pergantian udara dan pencahayaan yang baik Menjaga kebersihan rumah dan halaman
B Penting, supaya cahaya matahari dapat masuk kedalam rumah. Penting, untuk menjaga kesehatan supaya lingkungan tidak kotor.
Sikap terhadap Pemeliharaan Kesehatan Balita Informan Utama E S SK N Penting, supaya Penting supaya Setuju, karena itu Penting, supaya udara segar dapat udara yang baik yang terbaik. rumah tidak pengap. masuk dan terhindar masuk dan udara dari penyakit. yang buruk keluar. Penting, supaya Penting, karena Penting, supaya Penting, supaya sehat. sehat dan tidak menjaga sehat. terkena penyakit. kebersihan.
A Setuju, karena kata dokter supaya sehat.
SM Penting, karena jika tidak mudah terkena penyakit.
Penting, supaya lingkungan menjadi bersih.
Penting, karena jika tidak bersih dapat menjadi sarang penyakit.
Domain Penyakit yang diderita balita selama mengikuti program PMT-P Cara pencegahan terhadap penyakit infeksi
B Batuk, pilek , cacar, dan diare.
E Panas, batuk, gatalgatal, bisul, dan bentol-bentol.
Tidak membiarkan anak bermain kotor dan pakaian anak selalu di cuci bersih.
Tidak membiarkan anak bermain saat terik matahari dan hujan, bermain kotor dan bermain jauh dari rumah. Dimunisasi lengkap di puskesmas atau posyandu.
Upaya imunisasi pada balita
Tidak pernah diimunisasi, karena jika ada jadwal imunisasi di posyandu anak sedang demam.
Cara pengobatan penyakit yang diderita balita
Di bawa ke puskesmas saja. di beri obat seperti yang tertulis di kemasan obat.
Dibawa ke puskesmas saja, diberi obat sesuai yang diberikan dari puskesmas, seperti paracetamol, anti biotic, obat batuk dan vitamin sesuai anjuran bidan.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Informan Utama S SK N Batuk 2 minggu Batuk, pilek, Koreng, panas, sekali, panas atau mencret atau batuk, pilek, muntah, demam. diare. dan bisulan. Menjaga kebersihan saja.
Belum pernah di imunisasi, karena jika hendak di imunisasi menurut pihak puskesmas anak belum kuat untuk di imunisasi. Dibawa ke puskesmas saja, dan pernah diurut oleh dukun tapi hanya 3 kali.
Diberi makan, tidak membiarkan anak bermain kotor, dan anak harus selalu dijaga. Imunisasi lengkap, seperti tercantum dalam KMS.
Kalo mau makan di cuci tangan, ibu harus cermat dan senantiasa menjaga kebersihan.
Dibawa ke bidan, puskesmas atau ke dukun beranak untuk di urut. Obat yang diberikan diminum sesuai anjuran dokter sampai anak sembuh.
Diusapkan ramuan yang terdiri dari minyak sayur, bawang merah, bawang putih, dan asem, atau di kompres dengan mentimun atau air hangat, jika belum sembuh dibawa ke bidan puskesmas.
Tidak diimunisasi, karena anak sering sakit jika hendak diimunisasi.
A Batuk, panas, muntah, diare.
SM Panas atau demam, pilek, dan batuk.
Diberi makan sampai kenyang, tidak membiarkan anak bermain di tempat kotor, dan main hujan. Tidak pernah di imunisasi, karena petugas kesehatan tidak bersedia karena anak sedang sakit jika hendak dimunisasi. Diberi obat warung terlebih dahulu, jika tidak sembuh dibawa ke puskesmas. Memberikan obat dari puskesmas seuai anjuran.
Diberi makanan sehat dan menjaga kebersihan.
Imunisasi lengkap, BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis.
Diurut, di temple daun jarak, atau jahe jika panas, kemudian jika belum sembuh di bawa ke dokter atau puskesmas. Memberikan obat sesuai anjuran, tapi anak tidak mau minum obat puyer.
Domain
Anak dimandikan jika tidak sedang demam, pakai air hangat atau dingin.
E Diberi makan terus, diberi makanan tambahan secara rutin, dan ditimbang di puskesmas atau posyandu. Anak dimandikan jika sudah kotor, cuci tangan sebelum makan.
Kebiasaan cuci tangan pada balita
Cuci tangan saat mandi dan saat buang air besar dan kecil.
Cuci tangan sebelum makan menggunakan sabun.
Kebiasaan cuci tangan ibu
Cuci tangan pakai sabun.
Cuci tangan menggunakan sabun.
Upaya memandikan balita
Mandi 2 kali sehari pagi dan sore jika sudah keluar keringat. Kadangkadang pakai sabun kalau punya.
Kadang mandi 3-4 kali dalam sehari, karena anak sering gatal-gatal karena sering main kotor. Mandi jam 8 pagi dan jam 4 sore.
Upaya dalam meningkatkan dan memantau keadaan gizi balita sebelum dan sesudah program PMT Cara menjaga kebersihan balita
B Anak diberi banyak makan, dan ditimbang di puskesmas.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Informan Utama S SK Diberi makan yang Diberi makan yg teratur, hampir tiap banyak terutama dua jam sekali, saat balita akan diberi vitamin, dan ditimbang, dan di timbang ditimbang di dipuskesmas setiap puskesmas atau minggu. posyandu. Anak dimandikan Anak pake sabun. dimandikan, atau dielap jika demam, dicebokin dengan sabun jika buang air besar. Cuci tangan kadang Cuci tangan tidak menggunakan sabun menggunakan kadang tidak. sabun.
Cuci tangan terkadang pake sabun, terkadang tidak pake sabun. Mandi 2 kali sehari, pagi dan sore.
Kadang-kadang cuci tangan, tidak pakai sabun karena suka lupa. Mandi pakai sabun atau die lap 2 kali dalam sehari pagi dan sore.
N Di bawa terus ke puskesmas setiap minggunya.
A Anak diberi obat dan vitamin dari puskesmas.
SM Dikasi makan dan susu, namun anak susah makan dan ditimbang di puksesmas atau posyandu.
Anak dimandikan, dielap kakinya, dicebokin dengan sabun colek jika buang air besar.
Dimandikan menggunakan sabun dan dicebokin dengan sabun jika buang air besar dan buang air kecil. Cuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dan sesudah BAB. Cuci tangan, kadang mengunakan sabun kadang tidak. 3 kali sehari, pagi, siang, sore. Dimandikan atau anak mandi sendiri.
Dimandikan dicebokin dengan sabun jika buang air besar.
Cuci tangan kadang menggunakan sabun kadang tidak.
Cuci tangan menggunakan sabun jika tidak lupa dan tidak tergesa-gesa. Mandi sehari 2-3 kali, pagi, siang, sore.
Cuci tangan kadang menggunakan sabun kadang tidak. Suka cuci tangan, jarang menggunakan sabun. 2 kali sehari, pagi dan sore.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Domain Upaya mengganti pakaian balita
Sumber dan pengunaan air bersih
Lingkungan bermain balita
Penyakit yang biasa diderita oleh teman bermain balita Tindakan ibu jika anak bermain dengan temannya yang sakit
B 3-4 kali disiang hari karena anak suka merangkak atau ngompol, dan 1 kali pada malam hari. Dari sumur, letaknya dekat dengan saluran limbah, digunakan untuk minum masak, cuci tangan. Main didalam atau di depan rumah saja dan di rumah tetangga, yang penting tidak kotor dan dibawah pengawasan ibu atau kakanya. Sama dengan balita, pilek, panas dan batuk. Dibiarkan saja.
E 2 kali (pagi dan sore).
S 4 kali sehari karena anak sering ngompol.
Dari sumur, letaknya dekat dengan saluran limbah, digunakan untuk minum, mandi, mencuci dan memasak. Main dihalaman rumah, sering di tempat kotor seperti sampah dan becek. Sering maen binatang, seperti kodok.
Dari sumur, letaknya dekat dengan saluran limbah, digunakan untuk minum.
Panas dan batuk.
Dibiarkan saja, anak tidak bisa di larang.
Informan Utama SK N 3 – 4 kali di siang 4 kali sehari, karena hari dan 3 kali di anak sering bermain malam hari di tempat kotor. karena anak suka ngompol.
A 2 kali jika sedang sehat, dan 3-4 kali jika sedang sakit, terutama saat sakt influenza.
SM 3 – 5 kali sehari, karena anak sering buang air kecil.
Dari sumur, letaknya dekat dengan saluran limbah, digunakan untuk minum, memasak, mandi dan berwudu. Didalam rumah, dihalaman atau dirumah tetangga.
Dari sumur, letaknya dekat dengan saluran limbah, digunakan untuk mencuci, mandi, dan memasak. Di dalam dan didepan rumah, dan di rumah tetangga.
Dari sumur, letaknya dekat dengan saluran limbah, digunakan untuk minum, masak, mencuci. Bermain didalam atau didepan rumah saja, karena balita sering digendong.
Dari sumur, letaknya dekat dengan saluran limbah, digunakan untuk minum, mandi.
Pilek, panas, sakit perut.
Sama dengan balita, sering demam.
Batuk, pilek, muntah, dan mencret.
Panas, batuk, pilek.
Kembung, panas, pilek.
Kakaknya (teman bermain balita) tidak mau main dengan balita jika sedang sakit.
Karena balita hanya main dengan kakaknya jadi jika kakaknya sakit dibiarkan saja bermain dengan balita.
Biasanya teman bermain anak tidak mau main jika sedang sakit.
Dibiarkan saja.
Dibiarkan saja.
Main didalam atau di depan rumah saja.
Main didalam atau di depan rumah saja.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Domain B Di buang ke belakang rumah, kemudian dibakar.
E Dikumpulkan didepan rumah kemudian dibakar.
S Dikumpulkan di tempat sampah di dalam rumah, kemudian di buang di belakang rumah dan dibakar.
Cara membuang limbah rumah tangga
Di got atau saluran air yang terletak didepan rumah dekat dengan sumur.
Di jamban yang mengalir ke empang.
Di wc yang mengalir ke empang.
Lokasi tempat pembuangan sampah
Di belakang rumah, di semak-semak dekat kolam ikan dan jamban.
Di depan rumah.
Di belakang rumah.
Lokasi tempat buang hajat, mandi dan mencuci
Buang hajat di jamban yang digali ditanah di semaksemak belakang rumah, tanpa sumber air. Mandi, buang air kecil, mencuci di sumur yang terletak di depan rumah.
Buang hajat di jamban (wc cemplung) diatas empang yang terletak disamping rumah, mandi di sumur yang terletak dibelakang rumah.
Buang hajat di jamban (wc cemplung) diatas empang yang terletak dibelakang rumah, mandi dan mencuci di kamar mandi yang terletak didalam rumah.
Cara membuang sampah
Informan Utama SK N Dikumpulkan Dikumpulkan dibelakang dibelakang rumah rumah, kemudian kemudian dibakar. dibakar.
A Dikumpulkan di tempat samapah kemudian dikumpulkan di depan rumah dan di bakar.
Air limbah di alirkan ke empang yang terletak dibelakang rumah dekat tempat sampah. Dibelakang rumah.
Di jamban terbuka yang terletak diatas empang. Air limbah dari sumur atau kamar mandi terbuka juga mengalir ke empang.
Limbah rumah tangga mengalir ke empang terbuka yang terletak di belakang rumah.
Di belakang rumah dekat dengan sawah dan kandang kambing dan ayam.
Di depan rumah.
Di kamar mandi atau WC yang terletak didalam rumah.
Buang hajat di jamban (wc cemplung) diatas empang yang terletak belakang rumah dekat dengan sawah dan sumur. Mandi, buang air kecil, mencuci di sumur yang terletak di belakang rumah.
Dibelakang rumah, dekat dengan sumur atau sumber air dan merupakan tempat pemeliharaan ikan lele.
SM Di kumpulkan didepan rumah dengan menggunakan kantong plastic kemudian di bawa petugas ke TPS. Dibuang ke saluran air atau got.
Di kumpulkan di depan rumah dan di TPS yang lokasinya jauh dari rumah. Di kamar mandi atau WC yang terletak didalam rumah.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Domain Usaha dalam penggantian udara, pencahayaan dan penerangan rumah Usaha menjaga kebersihan rumah dan halaman sekitar rumah
B Kadang-kadang membuka jendela dari pagi sampai sore.
E Membuka jendela di pagi hari.
S Membuka gorden dan jendela di pagi hari.
Membersihkan rumah dengan cara menyapu dan mengepel lantai 23 kali sehari. Menyapu halaman rumah 2 kali sehari pagi dan sore.
Membersihkan rumah dengan cara menyapu dan mengepel lantai setiap hari, namun anak sering main kotor, jadi rumah kotor terus. Dan menyapu halaman rumah setiap hari
Membersihkan rumah dengan cara menyapu dan mengepel lantai jika sempat.
Informan Utama SK N Membuka gorden Membuka gorden dan dan jendela di jendela di pagi hari. pagi hari atau membuka pintu.
Membersihkan rumah dengan cara menyapu dan mengepel jika tidak sedang sibuk, sebagian besar hanya dilakukan pada hari libur.
Membersihkan rumah dengan cara mengelap kaca, menyapu dan mengepel lantai, dan membersihkan sarang laba-laba. Membersihkan halaman dengan cara disapu atau disiram air supaya tidak berdebu.
A Gorden dan jendela dibuka setiap hari.
SM Membuka gorden dan jendela di pagi hari atau membuka pintu.
Membersihkan rumah dengan cara menyapu dan mengepel lantai dan menyapu halaman rumah setiap hari.
Membersihkan rumah dengan cara di sapu, di lap dan dipel.
LAMPIRAN 9 MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN PENDUKUNG KELUARGA IBU BALITA PENERIMA PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010 Domain
Praktik Pemberian Makan Balita Informan Pendukung (Keluarga) I/S Mu/SK Ay/N Bubur bayi Nasi, bubur Nasi ditambah instan, bubur beras. abon, atau tempe, beras, susu. atau bubur beras.
MK/B Nasi tim dan biskuit
WH/E Nasi, telor, tempe.
Tidak tahu, karena tidak memperhatikan. Tidak tahu, karena tidak memperhatikan.
Sepiring kecil, hanya sisa sedikit. Lebih banyak dulu.
Setengah mangkuk atau lebih. Beda jenisnya, dulu bubur bayi instan sekarang bubur beras.
Cara penyiapan atau pengolahan makanan Cara penyajian makanan
Direbus, dikukus.
Digoreng dan direbus.
Disiram air panas.
Dimangkuk saja, disuapin.
Biasa saja, disuapin.
Dimangkuk saja pake sendok.
Frekuensi makan
3 kali sehari.
3 kali sehari.
Jam makan
Pagi, dzuhur dan sore.
Pagi, dzuhur dan sore.
Mungkin 3 kali, makannya sering. Tidak tahu, makannya sering.
Komposisi makanan
Porsi makanan
Porsi makanan balita pada masa bayi atau usia lebih muda
MI/A Nasi ditambah kecap, terkadang nasi ditambah kangkung, bayam, sayur asem, telur, atau ikan asin. Secentong kecil, ikan kadang-kadang 2 ekor kecil. Beda, lebih banyak sekarang, dulu cuma setengah centong.
UM/SM Nasi ditambah sayur asam atau bayam, bubur beras.
Tidak tahu, paling juga sedikit. Beda, lebih banyak sekarang daripada waktu bayi. Digoreng, direbus.
1-4 sendok makan.
Digoreng, direbus.
Biasa saja, digoreng dan di rebus.
Tidak tahu.
Di piring biasa saja, tidak pernah dihias. Tiga kali kalau anaknya mau makan. Gak pasti.
Dipiring diisi nasi ditambah lauknya. 1-3 kali sehari, lebih sering 2 kali sehari. Pagi dan sore.
Dimangkuk biasa saja, rasanya tidak dibedakan.
Tidak tahu.
3-4 kali sehari.
2-3 kali, tidak tentu.
Tidak teratur, sesuai kemauan anak.
Pagi jam 7, tidak tahu lagi.
Beda, lebih banyak sekarang daripada waktu bayi.
Sedikit.
Beda jenisnya, dulu bubur bayi instan sekarang nasi.
MK/B Sering.
WH/E Dulu sering diberi ASI.
Praktik Pemberian Makan Balita Informan Pendukung (Keluarga) I/S Mu/SK Ay/N Tidak diberikan Sering. Sering. ASI.
Waktu pemberian ASI
Waktu balita menangis.
Pagi, sore dan malam.
Tidak diberikan ASI.
Sesuai permintaan anak.
Sesuai permintaan anak.
Jenis dan porsi MP-ASI
Pisang, bubur bayi instan.
Bubur bayi instan.
Bubur bayi instan.
Pisang, bubur bayi instan.
Pemberian makanan tambahan Keikutsertaan memakan PMT Kesukaan jajan anak Frekuensi dan jenis jajanan
Biskuit.
Biskuit, buahbuahan seperti pisang. Tidak pernah.
Bubur bayi instan setengah mangkuk. Biskuit, susu.
Biskuit.
Pernah sekali.
Tidak pernah
Biskuit, jeruk, apel, singkong,ubi, talas, kue, jajanan warung. Pernah.
Tidak pernah jajan. Jarang jajan.
Suka.
Tidak pernah jajan. Tidak pernah jajan.
Suka. Sering, biskuit.
Jenis PMT yang diterima dari puskesmas
Biskuit, telur.
Biskuit, obatobatan.
Biskuit, susu.
Biskuit.
Domain Frekuensi pemberian ASI
Pernah
Sering jajan, ciki, permen, biskuit dll.
MI/A Tidak diberikan ASI. Saat bayi diberikan susu formula. Tidak diberikan ASI. Saat bayi Diberikan susu formula 8 kali sehari. Pisang, bubur bayi instan.
UM/SM Sering.
Biskuit, roti, bacang.
Somay, biskuit.
Tidak pernah.
Suka.
Pernah sekali, mencicipi. Suka.
Sering, susu, jajanan warung di rumah ciki, astor, macaroni, krupuk. Biskuit, susu.
Sering 3 kali atau kadang 1 kali sehari., biskuit, roti. Susu, biskuit.
Sering, Roti, es, biskuit, ciki, snack ringan dll. Biskuit.
Pagi-pagi, sesuai permintaan anak. Bubur bayi instan.
Suka.
Domain
Praktik Pemberian Makan Balita Informan Pendukung (Keluarga) I/S Mu/SK Ay/N Balita penerima Kakaknya. Balita penerima PMT, dua PMT, bibinya, kakaknya tapi bapaknya, ibunya, jarang. neneknya, teman bermain balita. Dua bungkus Tidak tahu ± 6 keping satu hari, (24 keping) sisanya diberikan ke biskuit perhari. yang lain.
MK/B Tidak tahu.
WH/E Balita penerima PMT dan kakak perempuannya.
Jumlah PMT yang dimakan balita dalam sehari
Tidak tahu.
Tidak tahu.
Cara mengolah dan menyajikan PMT
Tidak tahu.
Dicelupkan ke air.
Dicelupkan ke air dan disuapkan ke anak.
Dicelupkan ke air.
Dicelupkan ke air.
Pantangan makanan
Tidak tahu.
Tidak tahu, balita makan apa saja.
Tidak tahu.
Es atau minuman dingin.
Tidak ada pantangan.
Orang yang menikmati PMT dari Puskesmas
MI/A Balita penerima PMT, adiknya, keponakannya, kakak-kakaknya.
UM/SM Balita penerima PMT, kakaknya.
5-6 keping biskuit sekali makan, satu bungkus atau 12 keping dalam sehari. Di makan langsung, susu di minum langsung.
Tidak tahu.
Coklat, permen dan ciki.
Tidak ada pantangan.
Dimakan aja.
Domain Penyakit yang diderita balita selama mengikuti program PMT-P Cara pencegahan terhadap penyakit infeksi
MK/B Panas, batuk, pilek.
WH/E Panas, batuk, pilek.
Tidak tahu.
Tidak tahu.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Informan Pendukung (Keluarga) I/S Mu/SK Ay/N Batuk, panas. Panas, batuk. Panas.
MI/A Panas, batuk, mencret.
UM/SM Panas.
Anak dimandikan atau di lap, rumah di sapu. Di bawa Di bawa kepuskesmas puskesmas, dan di beri obat. tidak tahu Obat yang lagi. diberikan kadang habis kadang tidak.
Tidak tahu.
Anak selalu dijaga, tangan anak selalu dicuci dan menjaga kebersihan.
Anak tidak dibiarkan main saat hujan dan main dengan binatang ternak.
Anak diberi makan yang sehat dan diberi jamu.
Berobat ke bidan, puskesmas, kedukun untuk di urut. Obat yang dberikan diminum sesuai anjuran dokter.
Di beri ramuan minyak, asem, bawang merah, bawang putih di rumah, kemudian di bawa ke puskesmas, diberi obat, jika belum sembuh minta di doakan dan diberi air yang sudah didoakan orang pintar. Diberi makan dan dibawa ke puskesmas.
Diberi obat warung terlebih dahulu kemudian dibawa ke puskesmas.
Dibawa ke Puskesmas atau dokter. Diberi obat, tapi gak pernah diminum jika dalam bentuk puyer.
Cara pengobatan penyakit yang diderita balita
Di bawa ke puskesmas
Upaya dalam meningkatkan dan memantau keadaan gizi balita Upaya imunisasi pada balita Cara menjaga kebersihan balita
Dibawa ke puskesmas.
Diberi makan dan dibawa ke puskesmas.
Diberi makan dan dibawa ke puskesmas.
Tidak tahu.
Tidak pernah di imunisasi. Dimandikan
Tidak tahu.
Tidak tahu.
Di imunisasi.
Tidak diimunisasi.
Tidak diimunisasi.
Dimandikan
Dimandikan.
Dimandikan.
Dimandikan, dicebokin jika BAB atau BAK.
Kebiasaan cuci tangan pada balita
Tidak tahu
Cuci tangan menggunakan sabun.
Tidak tahu.
Cuci tangan
Cuci tangan menggunakan sabun cole k.
Dimandikan dan menghilangkan kutu rambut. Sering cuci tangan.
Dibawa ke posyandu Diberi susu dan dan puskesmas untuk makan. ditimbang dan berobat ke bagian gizi. Di imunisasi lengkap. Dimandikan.
Cuci tangan.
MK/B Tidak tahu
WH/E Cuci tangan.
2 kali sehari, terkadang 3 kali
Mandi jika kotor, atau 2 kali sehari.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Informan Pendukung (Keluarga) I/S Mu/SK Ay/N Tidak tahu. Cuci tangan Cuci tangan menggunakan sabun colek. 2 kali sehari, 2 kali sehari, 2 kali sehari, pagi dan sore. pagi dan sore. pagi dan sore.
Upaya mengganti pakaian balita
Tidak tahu.
Tidak tahu.
Tidak tahu.
Tidak tahu.
Sering ganti baju.
Lingkungan bermain balita
Di dalam atau di halaman depan rumah.
Di halaman rumah atau dilapangan bola.
Di rumah dan di rumah nenek.
Di dalam atau di halaman depan rumah.
Di halaman dan di belakang rumah.
Penyakit yang biasa diderita oleh teman bermain balita Tindakan ibu jika anak bermain dengan temannya yang sakit Cara membuang sampah
Tidak tahu.
Panas, pilek.
Tidak tahu.
Panas, batuk.
Dibiarkan saja.
Tidak tahu, kadang suka di suruh pulang jika sedang sakit. Di luar rumah, dikumpulkan, kemudian dibakar..
Sebaiknya tidak di biarkan main.
Cara membuang limbah rumah tangga
Dibelakang rumah dekat tempat sampah.
Di tempat sampah yang terletak di belakang rumah, dikumpulkan, kemudian dibakar. Dari WC mengalir ke empang.
Domain Kebiasaan cuci tangan ibu Upaya memandikan balita
Dibuang di belakang rumah dikumpulkan, kemudian dibakar.
Di sungai atau empang.
MI/A Cuci tangan.
UM/SM Rajin cuci tangan.
Minimal 2 kali sehari, pago dan sore.
2 kali sehari, pagi dan sore
2-4 kali sehari. Tidak teratur, tergantung kemauan anak. Di dalam dan di halaman rumah dan di rumah tetangga.
Tidak tahu.
Panas, pilek, mencret.
Panas, pilek.
Panas, diare.
Dibiarkan saja.
Dibiarkan saja, terkadang anak yang sakit tidak mau main.
Dibiarkan saja, karena kakaknya satu rumah.
Dibiarkan saja, karena kakaknya satu rumah.
Dibuang dibelakang samping rumah, dikumpulkan, kemudian dibakar.
Di tong sampah di dalam rumah, kemudian di buang ke belakang rumah, terkadang digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak.
Di depan rumah, dikumpulkan, kemudian dibakar.
Di depan rumah kemudian di bawa petugas sampah.
Dibuang dibelakang rumah, yang mengalir ke empang.
Dibuang dibelakang rumah, yang mengalir ke empang.
Dari kamar mandi atau WC mengalir ke empang.
Dibuang di saluran air dan septic tank.
Di dalam dan di sekitar lingkungan rumah.
Domain Lokasi tempat buang hajat, mandi dan mencuci Usaha dalam penggantian udara, pencahayaan dan penerangan rumah Usaha menjaga kebersihan rumah dan halaman sekitar rumah
MK/B Di kebun belakang rumah.
WH/E Di jamban di atas empang di samping rumah.
Tidak tahu.
Jendela di buka setiap pagi.
Disapu dan dipel.
Disapu dan dipel.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita Informan Pendukung (Keluarga) I/S Mu/SK Ay/N Di jamban di Di WC didalam Di jamban di atas empang di atas empang di rumah. belakang rumah. belakang rumah. Jendela di buka Jendela dan Jendela di buka setiap pagi. setiap pagi. pintu di buka setiap hari. Disapu dan dipel.
Disapu, dipel tapi jarang.
Rumah disapu dan dipel, halaman rumah terkadang disiram air agar tidak berdebu.
MI/A Di sumur dan WC didalam rumah.
UM/SM Di kamar mandi dan WC didalam rumah.
Jendela di buka setiap pagi.
Jendela dan pintu di buka setiap pagi.
Rumah disapu dan dipel. Halaman rumah disapu.
Disapu dan dipel.
LAMPIRAN 10 MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN PENDUKUNG STAF PUSKESMAS YANG TERLIBAT DENGAN PROGRAM PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010 Domain Keterlibatan petugas dalam program PMT-P
Y - Pendistribusian, evaluasi hasil pendistribusian PMT/
Informan Pendukung (Staf Puskesmas) SM P - Pemeriksaan kesehatan - Penyuluhan tentang cara pemberian makanan - Konseling kesehatan tentang pola tambahan, makan yang baik untuk anak, tumbuh kembang anak, kebersihan oral, cuci tangan dan perawatan bayi di rumah jika sedang sakit.
Pengawasan yang dilakukan
- Ditanya di puskesmas apa yang ibu lakukan dengan PMT yang diberikan.
- Tidak mengawasi, pengawasan dilakukan oleh ahli gizi.
Kegiatan yang dilakukan selama program PMT-P
- Penimbangan balita, pengobatan, konseling tentang cara pemberian makanan, kebersihan dan pola makan anak. - Konseling kesehatan oleh dokter anak.
- Pemeriksaan kesehatan - Konseling kesehatan - Penyuluhan.
Jenis PMT-P yang diberikan
- Biskuit 15 roll/bulan/balita - Susu 16 kotak/bulan/balita.
- Biskuit - Susu
Permasalahan dilapangan
- Ibu balita tidak datang untuk mengambil PMT sehingga pemberian PMT menjadi terputus. - Balita tidak memakan semua PMT yang di berikan karena terkadang diberikan kepada yang lain.
- Ketersedian obat kadang tidak mencukupi, sehingga harus diberikan resep luar atau di tunda pemberiannya jika penyakit balita tidak parah.
- Pengawasan dilakukan di puskesmas saja oleh staff gizi, dilakukan selama balita gizi buruk mengikuti program PMT yaitu selama 90 hari. - Pemberian PMT - Pemeriksaan kesehatan - Penimbangan balita - Kunjungan rumah jika ibu balita tidak datang ke puskesmas. - Susu untuk balita gizi buruk - Biskuit untuk balita gizi buruk dan gizi kurang. - Ibunya tidak mengerti tentang pemberian makanan terbaik untuk balita karena pendidikannya rendah. - Faktor social ekonomi yang rendah. - Banyaknya pengunaan makanan instan seperti bakso, nugget, bubur instan dan lain-lain, karena ibu malas, yang menyebabkan anak kurang asupan makanan bergizi terutama sayuran. - Kurang kerjasama antar lintas sektor di tingkat pemerintahan.
Domain Karakteristik ibu balita
-
Frekuensi kunjungan ibu balita ke puskesmas Penyakit yang paling sering diderita balita
-
Tindakan yang dilakukan jika balita tidak mengalami peningkatan berat badan
-
Y Tingkat pendidikan rendah, Kebiasaan jajan sembarangan balita. Pemberian makan masih mengikuti cara tradisional seperti pemberian pisang sebelum usia anak 6 bulan. Tingkat ekonomi rendah sehingga ibu sulit untuk disuruh mandiri. Menikah pada usia muda sehingga ibu kurang mengetahui cara merawat bayi yang benar. Rajin karena ada PMT terutama susu, susu ada dari bulan November 2009 – Maret 2010.
- Diare, batuk, pilek, korengan, cacingan.
Terus diberi PMT dan edukasi kepada ibunya. Di beri pengobatan. Penimbangan. Kunjungan rumah.
Informan Pendukung (Staf Puskesmas) SM - Pengetahuan kurang. - Tingkat ekonomi rendah. - Tingkat pendidikan rendah. - Malas. - Jika ibu balita memiliki kepedulian terhadap anaknya maka mudah untuk di edukasi. - Jarang yang memberikan ASI eksklusif.
- Rajin jika ada PMT.
-
Flu/ISPA Diare Koreng Gastritis Anemia namun jarang. Dilihat faktor penyebabnya terlebih dahulu jika penyebabnya karena pola asuh ibu yang kurang baik maka ibu di edukasi. - Jika pola makannya tidak baik maka di koreksi baik dari jumlah, variasi maupun jenis makanan yang diberikan. - Jika penyebabnya karena factor ekonomi maka diberi bantuan hanya sedikit karena ini kurang mendidik.
P - Ibu balita yang datang jika disuluh trelihat nurut, tapi dalam pelaksanaannya tidak tahu sperti apa. - Susah di edukasi karena lingkungan masih pedesaan.
- Ibu rajin dating ke Puskesmas jika sedang ada PMT saja, jika tidak ada ibu jarang datang, karena kesadarannya kurang. - ISPA dan diare paling banyak, - TBC anak dan Pnemonia.
- Dilakukan pemantauan terus menerus melalui penimbangan. - Penyuluhan terhadap ibu balita di tingkatkan. - Jika selama tiga bulan masih gizi buruk maka program PMT-P diteruskan kembali selama tiga bulan berikutnya.
Domain Cara pemberian PMT-P
-
-
Penanganan kesehatan balita
Informan Pendukung (Staf Puskesmas) Y SM Diutamakan untuk balita gizi buruk. Aturan pemberian mengikuti petunjuk dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Pemberian makanan tambahan berupa biskuit sebaiknya pada sela-sela waktu makan, dan digunakan hanya untuk tambahan tanpa mengurangi makanan yang biasa di konsumsi. Untuk susu di minum tidak terlalu dekat dengan waktu makan, sesuai takaran dan menjaga kebersihan botol atau peralatan yang digunakan. - Obat diberikan sesuai dengan diagnosa dan ketersediaan obat. - Ubtuk balita gizi buruk dan gizi kurang diberi vitamin C, B komplek, dan kadang-kadang mineral kalsium.
P
- Obat diberikan sesuai dengan jenis penyakit yang diderita. - Pemberian vitamin yang mengandung lisin untuk nafsu makan, vitamin C dan B komplek untuk daya tahan tubuh dan pemulihan kesehatan.
LAMPIRAN 4 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI IBU DARI BALITA KEP YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010 “Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010”
(Untuk mempermudah dalam menggali informasi dari informan penelitian, wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa daerah setempat yaitu Bahasa sunda)
Tanggal wawancara
:
Waktu wawancara
: ……….. s/d …………
Karakteristik Informan 1. Nama
:
2. Umur
:
3. Pekerjaan
:
4. Pendidikan
:
5. Umur nikah
:
6. Nama anak
:
7. Pendidikan suami
:
8. Pekerjaan suami
:
9. Pendapatan keluarga
:
10. Jumlah anggota keluarga : 11. Jumlah balita dalam keluarga : 12. Alamat
:
Pertanyaan 1. Pengetahuan a. Pemberian Makan 1)
Apa yang ibu ketahui tentang komposisi makanan sehat untuk balita?
2)
Apa yang ibu ketahui tentang makanan bergizi?
3)
Zat gizi apa saja yang terdapat dalam makanan?
4)
Apa saja makanan yang mengandung energi?
5)
Apa saja makanan yang mengandung protein?
6)
Apa saja makanan yang mengandung karbohidrat?
7)
Apa saja makanan yang mengandung lemak?
8)
Manfaat makanan yang bergizi untuk anak?
9)
Berapa porsi makanan yang sebaiknya diberikan kepada balita setiap kali makan? Dalam sehari?
10) Seperti apa penyiapan dan penyajian makanan yang baik untuk balita? 11) Berapa kali sebaiknya anak di beri makan? Kapan waktu yang tepat dalam memberi makan anak? 12) Menurut ibu apa manfaat dari pemberian ASI? 13) Sejak kapan sebaiknya anak diberi ASI? 14) Berapa lama anak seharusnya diberi ASI? 15) Apa yang ibu ketahui tentang praktik pemberian ASI? Menurut ibu seperti apa praktik menyusui yang baik? 16) Kapan sebaiknya anak di beri makanan tambahan selain ASI? 17) Makanan seperti apa yang sebaiknya diberikan kepada bayi selain ASI? 18) Apa yang ibu ketahui tentang pemberian makanan tambahan? 19) Apa manfaat pemberian makanan tambahan untuk balita? 20) Waktu (kapan) dan cara pemberian makanan tambahan? 21) Apa saja zat makanan yang terkandung dalam PMT? 22) Apa yang ibu ketahui tentang jajanan yang baik untuk balita?
b. Pemeliharaan Kesehatan Balita 1)
Apa yang ibu ketahui tentang penyakit infeksi pada balita?
2)
Apa saja yang termasuk dalam penyakit infeksi pada balita?
3)
Apa yang ibu ketahui tentang penyebab penyakit infeksi pada balita?
4)
Apa yang ibu ketahui tentang akibat penyakit infeksi pada balita?
5)
Apa yang ibu ketahui tentang gejala atau tanda-tanda penyakit infeksi pada balita?
6)
Apa yang ibu ketahui tentang cara penularan penyakit infeksi?
7)
Apa yang ibu ketahui tentang cara pencegahan agar anak ibu tidak sakit?
8)
Apa yang ibu ketahui tentang cara pengobatan penyakit infeksi?
9)
Apa yang ibu ketahui tentang perilaku hidup bersih dan sehat pada balita?
10) Apa yang ibu ketahui tentang cara meningkatkan dan memantau gizi anak? 11) Apa yang ibu ketahui tentang dampak dari KEP pada balita? 12) Apa saja manfaat dari pemberian makanan yang bergizi, ASI ekslusif, dan imunisasi pada balita? 13) Apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan lingkungan? 14) Seperti apa rumah yang sehat? Bangunan rumah yang sehat? 15) Dimana sebaiknya anak bermain? 16) Apa manfaat air bersih untuk kesehatan? Dan sebaiknya digunakakan untuk apa? 17) Apa yang ibu ketahui tentang cara pembuangan limbah dan sampah yang benar? 18) Seperti apa pertukaran udara yang baik dalam rumah? Apa yang harus dilakukan agar terjadi pertukaran udara yang sehat didalam rumah? 19) Seperti apa pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat? Dan apa manfaatnya? 20) Dimana sebaiknya anak dan keluarga buang air besar, buang air kecil dan mandi? 21) Bagaimana cara menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar?
2. Sikap a. Pemberian Makan 1)
Bagaimana pendapat ibu tentang komposisi makanan sehat atau bergizi untuk balita? Apakah menurut ibu penting? Mengapa?
2)
Bagaimana pendapat ibu tentang pemberian makanan bergizi pada balita? Apakah menurut ibu penting? Mengapa?
3)
Apakah menurut ibu pemberian makanan bergizi pada balita itu bermanfaat? Alasannya apa?
4)
Apakah menurut ibu pemberian porsi makanan yang cukup dan sesuai usia itu penting? Mengapa?
5)
Bagaimana pendapat ibu tentang pengolahan dan penyajian makanan yang enak dan menarik untuk balita? Apa menurut ibu penting? Mengapa?
6)
Bagaimana pendapat ibu tentang frekuensi makan yang cukup untuk balita? Apa menurut ibu penting? Kenapa?
7)
Bagaimana pendapat ibu tentang pemberian ASI Eksklusif untuk balita? Apa menurut ibu penting? Mengapa?
8)
Bagaimana pendapat ibu tentang pemberian makanan tambahan untuk balita? Apa menurut ibu penting? Mengapa?
9)
Apa ibu setuju dengan pemberian PMT-P? Mengapa?
10) Apakah anak ibu menyukai pemberian PMT-P? 11) Apa anak ibu suka jajan? Apa yang akan ibu lakukan jika anak ibu ingin jajan? 12) Apakah ibu setuju jajan sembarangan dapat menyebabkan anak sakit? Mengapa? 13) Apakah ibu percaya pada pantangan beberapa makanan? Apa saja makanan yang menjadi pantangan bagi anak ibu? Mengapa?
b. Pemeliharaan Kesehatan Balita 1)
Bagaimana pendapat ibu tentang penyakit infeksi pada anak? Apa menurut ibu berbahaya?
2)
Bagaimana pendapat ibu tentang usaha mencegah anak untuk tidak sakit ketika anak sehat? Apa menuru ibu penting? Kenapa?
3)
Apakah ibu setuju jika anak sakit harus dibawa ke pelayanan kesehatan? Mengapa?
4)
Apa ibu setuju dengan pemberian imunisasi pada anak? Mengapa?
5)
Bagaimana pendapat ibu tentang perilaku hidup sehat dan bersih pada anak?
6)
Apakah menurut ibu peningkatan berat badan dan status gizi balita itu penting? Mengapa?
7)
Menurut ibu seberapa penting penimbangan balita? Alasannya?
8)
Apakah menurut ibu penurunan berat badan dan satus gizi itu berbahaya bagi kesehatan anak? Mengapa?
9)
Apa ibu setuju dengan penggunaan air bersih untuk keperluan sehari-hari (seperti minum, memasak, mencuci, mandi dll)? Apa menurut ibu penting? Kenapa?
10) Apa ibu setuju sampah dan limbah rumah tangga harus dibuang ke tempatnya? Tempat tertutup? Apa menurut ibu penting? Kenapa? 11) Apa ibu setuju buang hajat harus di wc atau kakus? Apa menurut ibu penting? Kenapa? 12) Bagaimana pendapat ibu tentang pergantian udara yang baik dan cahaya matahari dapat masuk kedalam rumah? Apa menurut ibu penting? Kenapa? 13) Bagaimana pendapat ibu tentang menjaga kebersihan rumah? Apa menurut ibu penting? Kenapa?
3. Praktik atau tindakan a. Pemberian Makan 1)
Apa saja makanan yang diberikan pada balita?
2)
Berapa porsi makanan yang diberikan ibu pada balita setiap kali makan?
3)
Apakah porsi yang diberikan sama ketika balita bayi atau berumur lebih muda?
4)
Bagaimana cara ibu dalam mengolah dan menyajikan makanan untuk anak ibu?
5)
Berapa kali anak ibu makan dalam sehari?
6)
Pada jam berapa saja biasanya anak ibu diberi makan?
7)
Apa ibu memberikan ASI pada balita?
8)
Seberapa sering ibu menyusui balita? Kapan biasanya ibu menyusui anak ibu?
9)
Makanan selingan apa yang biasa ibu berikan pada anak?
10) Kapan anak ibu diberikan makanan tambahan? 11) Apa anak ibu suka jajan? Berapa kali dan jajanan apa saja yang biasa dimakan oleh anak ibu dalam sehari? 12) Apa saja yang diterima ibu selama program pemberian PMT-P? 13) Berapa lama pemberiannya? 14) Siapa saja yang menikmatinya? 15) Dalam satu hari berapa yang dimakan balita? 16) Bagaimana cara ibu dalam mengolah dan menyajikannya? 17) Apa ada pantangan makanan untuk anak? Apa saja makanan yang menjadi pantangan untuk anak? b. Pemeliharaan Kesehatan Balita 1)
Apa anak ibu pernah menderita penyakit infeksi saat pemberian PMT-P?
2)
Apa yang ibu lakukan agar anak ibu tidak jatuh sakit?
3)
Apa yang ibu lakukan jika anak ibu sakit?
4)
Kemana ibu membawa anak ibu untuk berobat?
5)
Apa obat yang diberikan habis diminum dan sesuai anjuran petugas kesehatan?
6)
Apa yang ibu lakukan untuk meningkatkan keadaan gizi anak sebelum dan sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?
7)
Apa yang ibu lakukan untuk memantau keadaan gizi anak sebelum dan sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?
8)
Apa yang ibu lakukan dalam menjaga kebersihan balita?
9)
Apa anak ibu suka cuci tangan? Apa ibu mengajarkan atau menyuruh anak ibu untuk cuci tangan?
10) Apa ibu suka cuci tangan sebelum memberi makanan pada balita? 11) Berapa kali ibu memandikan anak? 12) Berapa kali anak ganti pakaian dalam sehari? 13) Apa anak ibu dimunisasi? 14) Bagaimana cara ibu menjaga kebersihan anak? 15) Apa yang ibu lakukan saat anak ibu buang air besar atau kecil? 16) Dimana biasanya balita bermain? Seperti apa lingkungan bermain balita? 17) Apakah teman bermain anak ibu sering menderita penyakit infeksi? Penyakit apa saja? 18) Apa yang ibu lakukan jika anak ibu bermain dengan orang yang sedang sakit? 19) Bagaimana cara ibu membuang limbah rumah tangga dan sampah? 20) Dimana ibu biasa membuang sampah? 21) Dimana biasanya anak ibu dan keluarga mandi, buang air besar dan kecil, mencuci piring dan pakaian? 22) Apa yang biasa ibu lakukan untuk membuat udara dan cahaya matahari masuk?
Apa
ibu
sering
melakukakannya?
Kapan
biasanya
ibu
melakukakkannya? 23) Bagaimana cara ibu dalam membersihkan rumah dan lingkungan sekitar rumah?
LAMPIRAN 5 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI KELUARGA DARI BALITA KEP YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010 “Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010”
(Untuk mempermudah dalam menggali informasi dari informan penelitian, wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa daerah setempat yaitu Bahasa sunda)
Tanggal wawancara
:
Waktu wawancara
: ……….. s/d …………
Karakteristik Informan 1. Nama
:
2. Umur
:
3. Pekerjaan
:
4. Pendidikan
:
5. Hubungan dengan balita : 6. Nama balita
:
7. Alamat
:
Pertanyaan 1. Pemberian Makan 1)
Apa saja makanan yang diberikan ibu pada balita?
2)
Berapa porsi makanan yang biasa diberikan ibu pada balita setiap kali makan?
3)
Apakah ada perbedaan porsi makanan yang diberikan saat balita bertambah usia?
4)
Bagaimana cara ibu dalam mengolah dan menyajikan makanan untuk anak?
5)
Berapa kali balita makan dalam sehari?
6)
Pada jam berapa saja biasanya ibu memberi makan balita?
7)
Apa ibu memberikan ASI pada balita?
8)
Seberapa sering ibu menyusui anaknya? Kapan biasanya ibu menyusui anaknya?
9)
Makanan selingan apa yang biasa ibu berikan pada anak?
10) Kapan ibu memberikan makanan tambahan untuk balitanya (pemberian makan selain makanan pokok atau nasi)? 11) Apa balita suka jajan? Berapa kali dan jajanan apa saja yang biasa dimakan oleh anak ibu dalam sehari? 12) Apa anda turut serta dalam pemberian PMT-P pada balita? 13) Apa saja yang diterima selama program pemberian PMT-P? 14) Berapa lama pemberiannya? 15) Siapa saja yang menikmatinya? Apa anda pernah memakannya? 16) Dalam 1 hari berapa yang dimakan balita? 17) Bagaimana cara ibu balita dalam mengolah dan menyajikannya? 18) Apa ada pantangan makanan untuk anak? Apa saja makanan yang menjadi pantangan untuk anak?
2. Pemeliharaan Kesehatan Balita 1)
Apa balita pernah menderita penyakit saat pemberian PMT-P?
2)
Apa yang ibu lakukan agar anaknya tidak jatuh sakit ketika anaknya sehat?
3)
Apa dilakukan ibu balita jika anaknya sedang sakit?
4)
Kemana biasanya ibu membawa anaknya untuk berobat?
5)
Apa obat yang diberikan habis diminum dan sesuai anjuran petugas kesehatan?
6)
Apa yang ibu lakukan untuk meningkatkan keadaan gizi anaknya sebelum dan sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?
7)
Apa yang ibu lakukan untuk memantau keadaan gizi anaknya sebelum dan sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?
8)
Apa yang ibu lakukan dalam menjaga kebersihan balitanya?
9)
Apa anak ibu suka cuci tangan? Apa ibu mengajarkan atau menyuruh anaknya untuk cuci tangan?
10) Apakah ibu atau orang lain suka cuci tangan sebelum memberi makanan pada balita? 11) Berapa kali balita mandi dalam sehari? 12) Berapa kali ibu menggantikan pakaian balita? 13) Apa balita dimunisasi? 14) Bagaimana cara ibu balita menjaga kebersihan anaknya? 15) Dimana balita biasa bermain? Seperti apa lingkungan bermain balita? 16) Apakah teman bermain balita sering menderita penyakit infeksi? Penyakit apa saja yang bisanya diderita teman bermain balita? 17) Apa yang dilakukan ibu balita jika balita bermain dengan orang yang sedang sakit? 18) Bagaimana cara ibu balita membuang limbah rumah tangga dan sampah? 19) Dimana ibu balita biasa membuang sampah? 20) Dimana biasanya anak dan keluarga mandi, buang air besar dan kecil, mencuci piring dan pakaian? 21) Apa yang biasa ibu lakukan untuk membuat udara dan cahaya matahari masuk kedalam rumah? Apa ibu sering melakukannya? Kapan biasanya ibu melakukannya? 22) Bagaimana cara ibu balita dalam membersihkan rumah? Dan halaman sekitar rumah?
LAMPIRAN 6 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI STAF PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG YANG TERLIBAT LANGSUNG DALAM PROGRAM PMT-P “Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010”
Tanggal wawancara
:
Waktu wawancara
: ……….. s/d …………
Karakteristik Informan 1. Nama
:
2. Umur
:
3. Jabatan
:
4. Pendidikan
:
5. Lama bekerja
:
6. Alamat
:
Pertanyaan 1. Bagaimana keterlibatan petugas kesehatan dalam program pemberian PMT-P? Apa ada pengawasan terhadap ibu balita dalam pemberian PMT-P pada balitanya? 2. Apa saja yang dilakukan dalam pelaksanaan PMT-P pada balita? 3. Apa saja jenis PMT-P yang diberikan pada balita? 4. Apa permasalahan yang biasa ditemui selama pelaksanaan program PMT-P? 5. Bagaimana karakteristik ibu balita penerima PMT-P? 6. Apakah ibu balita sering memeriksakan balitanya ke Puskesmas? 7. Apa saja penyakit yang biasa diderita balita penerima PMT-P? 8. Apa yang dilakukan jika balita yang mendapat PMT-P tidak mengalami peningkatan berat badan?
LAMPIRAN 7 PEDOMAN OBSERVASI
No 1.
Domain
Dimensi
Komposisi dan
Adanya komposisi makanan yang terdiri dari
porsi makanan
makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah serta susu. Porsi makanan yang diberikan mencukupi dan sesuai dengan usia balita.
2.
Penyiapan dan
Bahan makanan dimasak sampai matang,
penyajian
penggunaan perlatan masak dan makan yang
makanan
bersih, adanya tempat penyimpanan makanan yang bersih, adanya perilaku mencuci tangan sebelum menjamah makanan, adanya penyajian makanan yang menarik.
3.
Frekuensi
Adanya pemberian makanan tiga kali atau lebih
pemberian
dalam sehari, balita makan pada jam makan.
makanan 4.
Pemberian ASI
Adanya pemberian ASI, ASI diberikan setiap anak menangis.
5.
Pemberian
PMT-P yang diberikan ibu dimakan habis oleh
Makanan
balita, ada atau tidak ada orang lain selain balita
Tambahan
penerima PMT-P yang memakan PMT-P, pemberian makanan selain ASI pada balita, adanya pemberian makanan selingan diantara dua waktu makan, anak tidak diberi atau dibiarkan jajan sembarangan.
Keterangan
No 6.
Domain
Dimensi
Praktik
Adanya upaya pencarian pengobatan ke instansi
pemeliharaan
kesehatan ketika anak sakit,
kesehatan 7.
Kebersihan
Adanya usaha memandikan anak, menganti
perorangan dan
pakaian dan mencuci tangan, lingkungan rumah
lingkungan
dan tempat bermain anak yang bersih, adanya penggunaan air bersih, membuang limbah dan sampah pada tempatnya, adanya pencahayaan dan penerangan rumah yang cukup, dan adanya usaha dalam membersihkan rumah.
Keterangan