HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP PERTUMBUHAN BALITA GIZI KURANG (1-5 Tahun) (Studi Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2014) Bonita Dewi Pramesty1) Novianti dan Lilik2) Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat1) Universitas Siliwangi (
[email protected]) Dosen Pembimbing Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan2) Universitas Siliwangi
ABSTRAK Masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (golden periode) atau jendela kesempatan (window of opportunity) atau masa kritis (critical periode ) dimana pada masa ini membutuhkan perhatian yang khusus dan serius pada awal kehidupan dengan mendapat gizi yang memadai, pola asuh yang efektif serta menerapkan komunikasi yang efektif, mengeliminasi faktor lingkungan yang dapat mengganggu terhadap pertumbuhan anak. Pola asuh balita meliputi : perawatan dan perlindungan ibu, praktek menyusui dan pemberian makanan pendamping ASI, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktek kesehatan di rumah tangga dan pola pencarian pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pola Asuh Terhadap Pertumbuhan Balita Gizi Kurang (1-5 Tahun). Metode penelitian menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional menggunakan tekniktotal sampling dengan sampel35. Analisis yang dilakukan yaitu analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan Uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukan responden yang memberikan pola asuh kurang baik 57.1%, pemberian pola asuh baik 42.9, pertumbuhan balita dalam 3 bulan penelitian yang tidak naik 74.3%, dan pertumbuhan balita yang naik dalam 3 bulan penelitian yaitu 25.7%. Analisis menggunakan chi-square menunjukan bahwa ada hubungan antara pola asuh terhadap pertumbuhan balita dengan nilai p < 0.05 (0.002), nilai OR = 21.714 disimpulkan bahwa praktek pemberian pola asuh akan sangat mempengaruhi pertumbuhan balita usia 1-5 tahun, sehingga disarankan untuk memperhatikan praktek pola asuh yang meliputi prilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari, memilih dan mengkonsumsi makanan bergizi seimbang terutama untuk pemenuhan gizi pada balita, menjaga dan memelihara lingkungan sekitar sehingga kesehatan lingkungan tetap terjaga. Kata kunci
: Pola Asuh Terhadap Pertumbuhan, Pola Asuh Pertumbuhan Balita
Kepustakaan : 10 (1995 – 2010)
THE RELATIONS OF PARENTING FOR TODDLERS MALNUTRITION (1 - 5 YEARS) (Study At Working Area Uptd Sukarame Health Center, Sukarame District, Tasikmalaya 2014) Bonita Dewi Pramesty1) Novianti dan Lilik2) Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat1) Universitas Siliwangi (
[email protected]) Dosen Pembimbing Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan \2) Universitas Siliwangi
ABSTRACT Toddlers period also known as golden era or window of opportunity or critical period that requires special attention and serious in the beginning of life to get adequate nutrition, effective parenting and apply effective communication, eliminate environmental factors that an interfere to growth of child. Toddlers parenting includes : care and protection of mother, the practice of breast feeding and ASI complementary feeding, self hygiene and environmental sanitation, health practices for household and pattern of seeking health service. This study aims to find out the relations of Parenting for Toddlers Malnutrition (1 - 5 Years). Research method used analytic observational with cross sectional approach that used total sampling technique up to 35 sample. The analysis that be used are univariate analysis using frequency distribution and bivariate analysis with Chi Square test. The results showed that respondents gave less good parenting 57.1%, 42.9 giving good parenting, toddlers growth in 3 months of the study were not up 74.3%, and the growth of toddlers were up in the 3 months of the study, are 25.7%. analysis that used chi-square analysis shows that there is a relations between toddlers parenting with p<0.05(0.002), the value of OR=21,714 can be concluded that the practice of parenting will give greatly affect to growth of children 1-5 years old, so it is recommended to pay attention to the practice of parenting includes clean and healthy behavior in daily life, choose and consume nutritionally balanced foods, especially for nutrition in infants, preserve and keep the environment so health of the environment can be maintained. Keywords
: Parentingon Growth, ToddlersGrowth Parenting
Reference
: 10 (1995 – 2010)
1. PENDAHULUAN Pemantauan pertumbuhan anak yang dilaksanakan secara tepat dan terarah menjamin pertumbuhan anak lebih optimal yang menjadikan anak yang berkualitas, cerdas, bertanggung jawab dan berdaya guna bagi nusa dan bangsa.Masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (golden periode) atau jendela kesempatan (window of opportunity) atau masa kritis (critical periode ). Berhubung masa ini tidak berlangsung lama maka anak harus mendapat perhatian yang khusus dan serius pada awal kehidupan dengan mendapat gizi yang memadai, pola asuh yang efektif serta menerapkan komunikasi yang efektif, mengeliminasi faktor lingkungan yang dapat mengganggu terhadap pertumbuhan anak (Depkes, RI, 2005 ). Pada dasarnya untuk mengetahui baik atau tidaknya Pertumbuhan balita dapat dilihat dari kartu menuju sehat (KMS) apabila setiap bulan ditimbang, hasil penimbangan dicatat di KMS, dan dihubungkan antara titik berat badan pada KMS dari hasil penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik, mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal/lingkungan).Pertumbuhan
merupakan
hasil
interaksi
dua
faktor
tersebut.Faktor internal terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, kelainan genetik, dan kelainan kromosom.Selain faktor internal, faktor eksternal/lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan anak adalah gizi, stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi. Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses pertumbuhan anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu.Setelah lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Tarmudji (2001) mengatakan pola asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan, dimana pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan anak berusia dibawah lima tahun. Pola asuh balita meliputi : perawatan dan perlindungan ibu, praktek menyusui dan pemberian makanan pendamping ASI, kebersihan diri dan
sanitasi lingkungan, praktek kesehatan di rumah tangga dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Zeitlin, 2000). Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi. Permasalahan gizi yang masih dihadapi Bangsa Indonesia saat ini adalah tingginya masalah gizi kurang pada balita yang berdampak terhadap rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pada tahun 2010 di Indonesia angka balita gizi kurang berdasarkan indeks BB/U sebesar 17,9%, dengan prevalensi gizi buruk sebesar 4,9% dan gizi kurang sebesar 13% (Riskesdas, 2010). Dari 40 Puskesmas yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, Puskesmas Kecamatan Sukarame merupakan salah satu Kecamatan dengan kasus balita gizi kurang yang cukup tinggi. Berdasarkan laporan Puskesmas Sukarame Kabupaten Tasikmalaya pada bulan februari 2013, dari jumlah balita 3099 terdapat balita kekurangan gizi sebanyak 35 (1,23%) anak dan 94 (3,03%) anak mengalami gizi buruk (Laporan Bulanan Puskesmas Sukarame, 2013). Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik meneliti mengenai “Hubungan Pola Asuh Terhadap Pertumbuhan Balita Gizi Kurang (1 – 5 Tahun) Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya”. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh terhadap pertumbuhan balita gizi kurang (1-5 tahun) di wilayah kerja UPTD puskesmas sukrame kecamatan sukarame.
2.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah metode metode observasional analitikdengan menggunakan pendekatan Cross Sectional menggunakan
tekniktotal sampling,
yaitu penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi yaitu 35 responden. (Sugiyono, 2009) sebanyak 35 balita gizi kurang (1 – 5 tahun).
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Analisis Univariat 1) Pola Asuh Distribusi frekuensi rata-rata pola asuh responden dapat dilihat pada tabel 4.11 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Rata-rata Skor Pola Asuh Balita Gizi Kurang (1-5 tahun) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kecamatan Sukarame Tahun 2014 Skor Pola Asuh Hasil 51.17 Mean 9.09 SD 43 Min 70 Max Berdasarkan tabel 4.11 diketahui nilai rata-rata skor pola asuh responden yaitu 51.17 dan nilai SD yaitu 9.09, dengan nilai minimal yaitu 43 dan nilai maksimul 70. Untuk keperluan analisis maka data pola asuh dikategorikan, dapat dilihat pada tabel 4.12 : Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Kategori Pola Asuh Balita Gizi Kurang (1-5 tahun) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kecamatan Sukarame Tahun 2014 N o 1 2
Pola Asuh Kurang Baik Baik Total
f 20 15 35
Frekuensi Persentase (%) 57.1 42.9 100
Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat bahwa pola asuh yang kurang baik sebanyak 20 orang (57.1%), sedangkan pola asuh yang baik sebanyak 15 orang (42.9%). 2) Pertumbuhan untuk mengetahui rata-rata selisih kenaikan berat badan balita gizi kurang (1-5 tahun) yang menjadi responden selama tiga bulan dapat dilihat pada grafik 4.1.
Axis Title
Rata-rata Selisih kenaikan Berat Badan 160 140 120 100 80 60 40 20 0
mean ke-1
mean ke-2
140
108.65
Series1
Grafik 4.1
Distribusi Frekuensi Rata-rata Selisih kenaikan Berat Badan Ke-1 dan Evaluasi ke-2 di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kecamatan Sukarame Tahun 2014
Berdasarkan grafik 4.1 diketahui bahwa nilai rata-rata selisih bulan ke-1 dan ke-2 kenaikan berat badan yaitu 140.00gr . Pada nilai rata-rata selisih bulan ke-2 dan ke-3 kenaikan berat-badan yaitu 108.65gr .
Axis Title
Rata-rata Berat Badan 10.3 10.2 10.1 10 9.9 9.8 9.7 9.6 9.5 9.4 9.3 Series1
Bulan ke-1
Bulan ke-2
bulan ke-3
9.61
9.66
10.18
Grafik 4.2 Distribusi Frekuensi Rata-rata Berat Badan Balita Gizi Kurang (1-5 tahun) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kecamatan SukarameTahun 2014
Berdasarkan grafik 4.2 diketahui bahwa nilai rata-rata berat badan balita bulan ke-1 yaitu 9.614gr, rata-rata berat badan bulan ke-2 yaitu 9.669gr dan rata-rata berat badan bulan ke-3 yaitu 10.186gr.
Untuk mengetahui data pertumbuhan balita yang termasuk dalam 2 kategorikan, dapat dilihat pada tabel 4.13 : Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Kategori Pertumbuhan Berat Badan Balita Gizi Kurang (1-5 tahun) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kecamatan Sukarame Tahun 2014 No
Pertumbuhan Tidak Naik (Growth faltering, flat growth, loss of growth) Naik (Normal growth, catch up growth) Jumlah
1 2
F
Persentase (%)
26
74.3
9
25.7
35
100
Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa pertumbuhan balita yang tidak naik sebanyak 26 balita (74.3%), pertumbuhan balita yang naik sebanyak 9 balita (25.7%). b. Analisi Bivariat Tabel 4.14 Hubungan Pola Asuh terhadap Pertumbuhan Balita Gizi Kurang (1-5 Tahun) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukarame Kecamatan Sukarame Tahun 2014 Pertumbuhan Tidak Naik Naik n % n %
No
Pola Asuh
1
Kurang Baik
19
95
1
5
2
Baik
7
46.7
8
53.3
Total
26
100
9
100
Nilai P
0.002
OR
95% Cl
21.714
2.284 – 206.482
Pada Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa hubungan pola asuh terhadap pertumbuhan balita gizi kurang (1-5 tahun) yang pertumbuhan tidak naik sebanyak 19 orang sampel (95%) pada praktek pola asuh yang kurang baik, sedangkan praktek pola asuh yang baik terdapat pertumbuhan balita yang tidak naik yaitu sebanyak 7 orang sampel (46.7%). Berdasarkan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p<0,002 (p value kurang dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pola asuh terhadap pertumbuhan balita gizi kurang (1-5 tahun). Nilai OR sebesar 21.714(95% Cl 2.284
– 206.482), sehingga dapat diinterpretasikan bahwa pola asuh sangat berhubungan terhadap pertumbuhan balita gizi kurang (1-5 tahun). Berdasarkan hasil penelitian Maria (2009) terlihat bahwa ada hubungan antara pola asuh yaitu nutrisi, perawatan kesehatan dasar, perumahan dengan pertumbuhan (p<0,05) sehingga perlu ditekankan pentingnya peranan orang tua dalam mengasuh anaknya agar masalah tumbuh kembang anak dapat diturunkan. Sedangkan hasil penelitian Laila Nur Qomariah (2011) terlihat bahwa ada pengaruh pola asuh gizi terhadap tumbuh kembang anak balita usia 6-24 bulan dengan hasil sig atau p=0,0001(p<0,05). Dengan hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, dan karakteristik ibu yaitu pengetahuan pola asih dan asuhan gizi yang sebagian besar rendah, tingkat pendidikan yang rendah, dan jenis pekerjaan sebagai buruh tani sehingga berpengaruh terhadap pendapatan yang rendah pula. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa pola asuh yang kurang baik sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan balita, dapat dilihat pertumbuhan balita yang tidak naik sebanyak 95%, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.3 yaitu kurangnya pengetahuan yang pengasuh miliki karena sebagian besar pengasuh hanya mendapatkan pendidikan formal hingga tamat sekolah dasar yaitu sebanyak 74.3%. Sesuai dengan penelitian Yamnur Mahlia (2008) terlihat bahwa pertumbuhan bayi yang tergolong tidak normal lebih banyak pada ibu yang pendidikan menengah yaitu 74,1%. Dimana tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pemberian praktek pola asuh terhadap balita, jika pendidikan semakin tinggi maka semakin baik pula pengetahuan orang tua terhadap pemberian praktek pola asuh begitupun sebaliknya jika tingkat pendidikan orang tua semakin rendah maka semakin terbatas pula pengetahuan orang tua dalam praktek pola asuh terhadap balita, sehingga tingkat pendidikan kemungkinan menjadi salah satu faktor resiko pada praktek pola asuh yang menjadi dampak baik atau tidaknya pertumbuhan balita. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudiyanto dan Sekartini (2005), bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh status pendidikannya untuk menentukan kualitas pengasuhannya. Pendidikan ibu yang rendah serta corak asuh yang miskin akan stimulasi mental juga masih sering dijumpai. Semua hal tersebut sering menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak, terutama pada usia balita.
Pola asuh yang kurang baik terhadap pertumbuhan yang tidak naik dapat pula disebabkan oleh status pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagian besar pengasuh adalah ibu rumah tangga sebanyak 40% dan sebagian besar lainnya yaitu sebagai buruh 28.6%, dimana status pekerjaan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan keluarga yang rendah pada tabel 4.5 diketahui bahwa nilai rata-rata pendapatan keluarga dalam satu bulan jauh dibawah Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Tasikmalaya yaitu kurang dari Rp.1.000.000,- sebanyak Rp.657.140. Dengan tingkat pendapatan yang rendah maka keluarga akan keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam memberikan gizi seimbang pada balita. Makanan bergizi sangat penting diberikan kepada balita karena untuk pertumbuhan. Tujuan pemberian makanan pada balita untuk mencukupkan kebutuhan nutrien dan memelihara kesehatan, cepat memulihkan kondisi tubuh, menjaga pertumbuhan (Widjaja,2005). Susunan makanan bergizi untuk pertumbuhan anak dengan baik adalah susunan makanan seimbang, yang terdiri atas tiga golongan bahan makanan yaitu, bahan makan yang bersumber zat pembangun (daging, susu, telur), sumber zat pengatur (sayur-sayuran dan buah-buahan), sumber tenaga (beras, kentang, ubi, singkong) (Suhardjo, 2003). Dalam penelitian ditemui pada tabel 4.8 dalam pola asuh praktek pemberian makan terkadang pengasuh sangat jarang memberikan pemenuhan gizi yang seimbang yaitu sebanyak 28 orang (80%) karena kurangnya pendapatan yang dibawah UMR sehingga harus pintar mengatur pengeluaran agar cukup untuk membeli kebutuhan rumah tangga, dalam penelitian yang didapat pengasuh menggunakan beras yang murah dan sayuran atau makanan yang murah, yang penting keluarga responden terpenuhi dalam hal makanan sehari-hari, walaupun pengasuh memberikan makan 3 kali dalam sehari sebanyak 20 orang (57.1%) dan yang memberikan makanan selingan 2 kali sehari sebanyak 16 orang (45.7%), namun dalam pemberian makan pengasuh tidak terlalu memperhatikan kadar gizi pada bahan makanan sehingga pengasuh mengolah makanan dengan suhu yang tinggi yaitu sebanyak 35 orang (83.3%) dalam hal ini pengasuh hanya memperhatikan matang atau tidaknya makanan namun tidak memperhatikan kandungan vitamin
dalam makanan tersebut, sehingga kemungkinan kandungan vitamin yang ada didalam makanan akan mengurang jika di masak menggunakan suhu yang tinggi. Karena kurangnya akses untuk mendapatkan sayuran yang segar maka ibu hanya membeli sayuran yang telah tersedia diwarung yang bisa jadi sayuran sudah lama atau sudah tidak segar sebanyak 36 orang (85.7%), berdasarkan tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa walaupun pengasuh mengutamakan makanan dalam keluarga namun pengasuh tidak terlalu memperhatikan asupan gizi yang dikonsumsi oleh keluarga ataupun balita sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan balita. Menurut Notoatmojo (2003), agar makanan dapat berfungsi dengan baik maka makanan yang di makan sehari-hari tidak hanya sekedar makanan. Makanan harus mengandung zat-zat gizi tertentu sehingga memenuhi fungsi tersebut, makanan harus mengandung protein , lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Dapat dilihat pada tabel 4.9 mengenai perawatan kesehatan balita ibu selalu mendukung adanya program kesehatan ataupun pelayanan kesehatan sebanyak 35 orang (100%). Hal ini karena responden merupakan orang yang awam terutama terhadap kesehatan karena tingkat pendidikan yang rendah pula sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan responden, Sebagian responden selalu antusias jika ada program yang berhubungan dengan kesehatan seperti : penyuluhan kesehatan, imunisasi, dan program kesehatan lainnya. Namun ditemui pula Pada tabel 4.9 adanya kondisi kesehatan balita yang menurun yaitu sebanyak 29 balita (82.9%) terkena penyakit Flu, batuk dan demam sehingga mempengaruhi pertumbuhan balita menjadi tidak naik. Walaupun ibu selalu membawa ke puskesmas, namun dalam pencegahan atau antisipasi sebagian ibu tidak menyimpan persediaan obat sebanyak 24 orang (68.6%) hal ini mungkin dikarenakan tidak ada anggaran dalam rumah tangga untuk persedian obat jadi hanya mendapatkan obat jika sakit dan langsung dibawa kepuskesmas. Dalam hal ini pun berhubungan dengan tabel 4.15 yaitu adanya pola asuh yang baik namun pertumbuhan balita tidak naik sebanyak 9 orang (32.1%), walaupun pengasuh memberikan praktek pola asuh yang baik jika balita terkena penyakit maka akan mempengaruhi pertumbuhan pada balita sehingga menjadi tidak naik. Menurut Syarif (1997), mengatakan bahwa perawatan anak dengan unsur gizi merupakan sangat penting dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM).
Kesehatan anak harus mendapatkan perhatian dari para orang tua, yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang terdekat (Soetjiningsih, 1995). Praktek hygiene/sanitasi lingkungan adalah usaha untuk pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat memberikan akibat merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya (Slamed, 1996). Menurut Widaninggar (2003) kondisi lingkungan anak harus benar-benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan.Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah/limbah, kamar mandi dan jamban/WC.Kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranana penting bagi pertumbuhan anak.Menanamkan kebersihan di rumah sangat penting karena sumber infeksi amat banyak di sekeliling balita.Oleh karena itu untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka rumah dan anak-anak harus diamankan dari serangan penyakit. Adanya penurunan pertumbuhan balita yang tidak naik tentunya didukung dengan adanya pola asuh yang kurang baik pula selain dapat disebabkan praktek pemberian makan dan praktek perawatan kesehatan yang kurang baik adapula praktek hygiene/sanitasi lingkungan berdasarkan tabel 4.10 semua ibu 35 orang (100%) mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari dari air sumur hal ini mungkin karena terbatasnya ekonomi sehingga memanfaatkan persediaan air dari alam, untuk sampah ibu, namun dalam hal ini dimungkinkan air dapat terkontaminasi oleh limbah-limbah rumah tangga, selain pembuangan sampah yang tidak dibuang pada tempatnya karena kurang tersedianya tempat pembuangan sampah sementara (TPS) sehingga keluarga mengumpulkan sampah dikresek 35 orang (100%) kemudian sebanyak 16 orang (45.7%) dibuang ke kali, dan ini ditambah lagi dengan adanya pemakaian jamban cemplung 24 orang (68.6%) sehingga dapat terjadi penyerapan pada air tanah disekitar jamban. Dalam praktek hygiene/sanitasi lingkunganpengasuh tidak terlalu memperhatikan karena menggantungkan hidupnya pada lingkungan sekitar.Berdasarkan penelitian dilapangan pada praktek hygiene/sanitasi lingkungan peneliti dapat melihat bahwa lingkungan permukiman responden kebanyakan
terdapat hewan yang berkeliaran seperti ayam, kucing, soang sehingga terdapat berbagai kotoran hewan yang terkadang tidak dibersihkan. Walapun pelayanan kesehatan telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan pertumbuhan balita baik dengan cara evaluasi peningkatan pertumbuhan balita selama 2 kali dalam 1 tahun, berbagai penyuluhan, menyediakan berbagai fasilitas yang lengkap demi memberikan pelayana yang maksimal, serta pemberian makanan tambahan (PMT) pada anak gizi kurang. Namun karena kurangnya dukungan dari orang tua agar lebih meningkatkan pola asuh yang baik kepada balita sehingga menyebabkan pertumbuhan balita terhambat. Berdasarkan tabel 4.11 bahwa skor rata-rata praktek pola asuh yaitu 51.17, dan dapat dilihat pada tabel 4.12 dikategorikan bahwa praktek pola asuh yang kurang baik sebanyak 20 orang (57.1%), dan praktek pola asuh yang baik sebanyak 15 orang (42.9%). Sesuai dengan tabel 4.14 bahwa terdapat pola asuh yang baik dengan pertumbuhan balita yang naik sebanyak 8 balita (53.3%), praktek pemberian makan yang baik dengan memberikan makanan gizi seimbang dapat meningkatkan imunitas balita sehingga penyakit tidak mudah menyerang dan pada akhirnya pertumbuhan balita dapat meningkat, tak hanya itu memperhatikan dan merawat kesehatan dan selalu menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih menyebabkan balita tidak mudah untuk terkena penyakit. Sulistijani (2001), mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus harus bertahap dan terus menerus, lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi, dan teratur. Kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, selanjutnya kesehatan lingkungan erat kaitannya dengan sosial ekonomi penduduk, oleh karena itu untuk mengelola kualitas lingkungan ataupun kesehatan masyarakat perlu kerja sama gotong royong supaya lingkungan tetap bersih dan sehat (Soemirat, 2004). Ditemui pada tabel 4.14 adanya pertumbuhan yang naik pada pola asuh yang kurang baik, ini dapat terjadi karena imunitas balita yang baik sehingga tidak terpengaruh oleh pola asuh yang kurang baik, dan pemberian ASI yang sangat banyak karena balita ini sangat sering meminum ASI.
Dalam keadaan gizi baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan terganggu dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu makan, sakit diare, dan infeksi saluran pernafasan atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu lama dapat terlihat pada hambatan pertambahan berat badan.Untuk memantau pertumbuhan fisik bayi diperoleh melalui pengukuran berat badan menurut umur sesuai starndar WHONCHS (Depkes, 2005). Pada grafik 4.1 dapat dilihat hasil rata-rata selisih kenaikan berat badan selama 3 bulan pengamatan, bahwa rata-rata kenaikan berat badan balita dalam evaluasi ke-1 pada bulan ke-1 dan ke-2 yaitu 140.00gr, namun terjadi penurunan pada evaluasi ke-2 pada bulan ke-2 dan ke-3 yaitu 108.65gr, hal ini dikarenakan sulitnya untuk meningkatkan berat badan balita menjadi naik terutama pada balita prasekolah, dimana pada masa ini balita hanya menambah berat badan 2 kg/tahun apalagi jika balita sangat aktif beraktivitas sehingga asupan makanan mudah terkuras oleh tenaga yang dikeluarkan, ditambah jika balita terkena serangan penyakit karena pada usia balita sangat rentan terkena penyakit. Pada tabel 4.13 kategori pertumbuhan balita, hasil penelitian menunjukan terdapat balita yang pertumbuhannya naik selama 3 bulan berturut-turut sebanyak 9 orang (25.7%), dan balita yang pertumbuhannya tidak naik sebanyak 26 orang (74.3%).
Berdasarkan
pertumbuhan
pada
penelitian
balita
dilapangan
dikarenakan
balita
adanya
ke
terserang
tidak
naikkannya
penyakit
sehingga
mengganggu imunitas balita dan akhirnya mengalami penurunan berat badan, dan ada pula yang memang selama 3 bulan balita tidak mengalami penambahan berat badan sehingga pertumbuhannya tidak ada perubahan.
SIMPULAN a. Dapat diketahui bahwa pertumbuhan balita yang tidak naik sebanyak 26 balita (74.3%), pertumbuhan balita yang naik sebanyak 9 balita (25.7%). b. Kategori pola asuh pada balita gizi kurang yaitu terdapat pola asuh yang kurang baik sebanyak 20 orang (57.1%), dan pola asuh balita yang baik sebanyak 15 orang (42.9%).
c. Ada hubungan pola asuh terhadap pertumbuhan balita gizi kurang (1-5 tahun) diperoleh nilai p<0,002 (p value kurang dari 0,05), Nilai OR sebesar 21.714(95% Cl 2.284 – 206.482).
SARAN 1. Bagi Puskesmas Sukarame a. Mengadakan program penyuluhan tentang praktek pola asuh yang baik kepada ibu balita sehingga menambah pengetahuan pengasuh terhadap kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan dan mengetahui tata cara merawat balita sehingga pertumbuhannya dapat meningkat seuai laju pita pertumbuhan. 2. Bagi Peneliti Lain a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan atau meneliti faktor-faktor lain yang dapat berhubungan dengan pertumbuhan balita, yang tidak dapat diteliti pada penelitian ini. b. Sebaiknya dapat lebih mengetahui sebab akibat pertumbuhan balita pada saat penelitian dilakukan sehingga mengetahui apa yang menjadi penyebab pertumbuhan balita itu naik atau turun, bisa dilakukan dengan pengawasan atau pemberian buku saku ibu responden dimana dapat ditulis ketika anak sakit atau penyebab lainnya selama dilakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pedoman Deteksi Dini tumbuh Kembang Balita. Jakarta. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas, 2010 Nur Fitri, Maria,.Hubungan pola asuh, asih, asah dengan tumbuh kembang balita usia 1-3 tahun, Universitas Airlangga, 2009. Mahllia Yamnur., Pengaruh karakteristik ibu dan pola asuh makan terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi dikecamatan pangkalan susu kabupaten langkat, sekolah pascasarjana universitas sumatera utara, 2008. Notoatmodjo.,Metode Penelitian Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.
Qomariah L Nur., Pengaruh pola asih dan asuh gizi terhadap tumbuh kembang anak balita usia 6-24 bulan diwilayah kerja puskesmas jelbuk kabupaten jember, 2011. Soetjiningsih, 1995.Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Sulistijani, A.D., Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita, Puspa Suara, Jakarta, 2001 Sudiyanto, sekartini, R.., (2005).manfaat Poster Aksi Kalender Bulanan Bayi dan Balita Untuk Pemantauan Status Gizi, www tempo co.id /medika / arsip, diakses tanggal 19 Agustus 2005. Widjaja, M.C., Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita, Agromedia Pustaka, 2007.