BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Pada masa sekarang ini, isu lingkungan merupakan masalah utama di dunia. Isu lingkungan ini muncul karena semakin banyaknya kerusakan lingkungan yang terjadi di bumi. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah penggunaan emisi di berbagai wilayah dunia. Gas karbondiaksida merupakan dampak dari penggunaan emisi tersebut. Dari waktu ke waktu penggunaan emisi karbon di negara-negara dunia semakin meningkat. Pemicu utama meningkatnya emisi karbon tersebut adalah akibat penggunaan energi fosil seperti bahan bakar minyak yang dihasilkan oleh berbagai negara di dunia terutama negara-negara industri seperti Amerika Serikat, China, Rusia, Jepang, dan negara lainnya (Republika, 2009). Pemanasan global yang terjadi disebabkan oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi karbon dari industri, kendaraan bermotor, pembangkit listrik, dan penggunaan listrik yang berlebihan. Penggunaan emisi karbon yang terus meningkat dari waktu ke waktu akan semakin memperparah pemanasan global yang terjadi di bumi. Pemanasan global disebabkan kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dari industri, kendaraan bermotor, pembangkit listrik dan penggunaan listrik yang berlebihan. Prana Indonesia (2010) dalam penelitiannya menyebutkan ada beberapa dampak yang ditimbulkan karena adanya pemanasan global. Pertama, adanya perubahan iklim yang menyebabkan gletser di enam benua mulai mencair, begitu juga dengan lautan es yang berada di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Hal ini 1
mengakibatkan naiknya permukaan air laut, terjadi badai, banjir, longsor, serta kekeringan sehingga menyebabkan persediaan makanan dan air minum di dunia semakin menipis. Kedua,
semakin menyebar luasnya berbagai macam penyakit
seperti malaria, demam dengue, demam kuning, kanker kulit, dan kolera. Ketiga, terjadi pemanasan laut yang menyebabkan rusaknya terumbu karang dan kehidupan di laut tersebut. Keempat, semakin berkurangnya keragaman hayati dan punahnya beberapa spesies satwa karena perubahan musim, siklus kehidupan, waktu migrasi, berkurangnya daerah jelajah serta berkurangnya persediaan makanan mereka. Indonesia pun tidak luput dari isu pemanasan global yang terjadi. Menurut CDIAC (Carbon Dioxide Information Analysis Center) pada tahun 2012, Indonesia menempati urutan ke-12 sebagai negara penyumbang emisi karbon terbesar di seluruh dunia. Negara penyumbang emisi karbon terbesar pertama ditempati oleh China dan terbesar kedua ditempati oleh Amerika Serikat. Kedua negara tersebut merupakan negara industri yang sangat besar di dunia. Tabel 1.1 Negara-Negara Penyumbang Emisi Karbon Terbesar di Dunia (Mt CO2) Peringkat
Negara
(%)
1990
2010
1990-2010
1
China
671.1
2247.5
235
2
Amerika Serikat
1330.6
1497.9
13
3
India
188.3
564.5
199
4
Rusia
461.5
460.6
-1
5
Jepang
298.5
310.5
4
6
Jerman
276.4
208.0
-25
7
Iiran
62.0
156.7
153
8
Korea Selatan
67.6
153.6
127
9
Kanada
122.7
141.4
15
2
10
Saudi Arabia
58.6
134.7
129
11
Inggris
155.5
134.5
-14
12
Indonesia
40.8
130.0
219
13
Meksiko
88.8
127.1
43
14
Afrika Selatan
91.0
123.2
35
15
Brazil
57.0
114.4
101
Sumber : CDIAC (Carbon Dioxide Information Analysis Center), 2012 Dampak pemanasan global juga dirasakan oleh Indonesia yang dibuktikan dengan berbagai perubahan iklim maupun bencana alam yang terjadi. Perubahan iklim ditandai dengan musim kemarau yang lebih panjang sehingga menyebabkan gagal panen, krisis air bersih, dan terjadi kebakaran hutan. Keanekaragaman flora dan fauna di Indonesia juga mulai berkurang. Selain itu pemanasan global juga memicu meningkatnya kasus penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah (Heuward, 2012) Menanggapi masalah lingkungan tersebut, kini polusi lingkungan semakin dikaitkan dengan industri manufaktur. Industri manufaktur merupakan salah satu penyumbang adanya polusi di dunia. Kini, masyarakat mulai memberikan perhatian lebih pada kondisi lingkungan. Oleh karena itu, beberapa perusahaan di dunia mulai memperhatikan tanggungjawabnya terhadap lingkungan. Selain itu, beberapa perusahaan di dunia juga mulai menangkap peluang terkait dengan isu pemanasan global tersebut. Salah satunya yaitu dengan menciptakan produk hijau. Di era lingkungan ini, perusahaan harus menemukan peluang untuk mengembangkan kinerja produk lingkungannya untuk memperkuat ekuitas merek mereka (Chen, 2009). Produk hijau semakin banyak diciptakan oleh para produsen. Produk hijau ini merupakan produk yang ramah lingkungan. Produk ini banyak menggunakan bahan-
3
bahan organik yang tidak merusak lingkungan. Produk ini sangat mudah untuk didaur ulang karena meminimalisasi penggunaan bahan yang sulit untuk diuraikan seperti plastik. Produk ini kini menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi masalah polusi lingkungan yang semakin parah. Banyak produsen di dunia yang berlomba-lomba untuk menciptakan produk hijau yang ramah lingkungan. Produk-produk tersebut antara lain produk elektronik, telepon genggam, obat-obatan, makanan dan minuman dalam kemasan, dan produkproduk lainnya. Produk elektronik seperti televisi, komputer, laptop, dan pendingin ruangan merupakan kebutuhan bagi manusia. Hampir semua kegiatan manusia tidak lepas dari produk-produk elektronik. Namun, produk-produk elektronik ini dapat memicu semakin parahnya pemanasan global. Produk elektronik akan menghasilkan limbah elektronik yang dikeluarkan ke atmosfer bumi. Limbah elektronik adalah limbah yang terdiri dari produk elektronik yang telah rusak dan tidak digunakan lagi. Produk elektronik juga memerlukan energi yang cukup banyak yang juga akan memicu pemanasan global. Melihat kondisi tersebut, konsumen harus pintar dalam memilih produk elektronik yang ramah lingkungan. Selain itu, semakin meningkatnya industri elektonik juga merupakan penyebab dari meningkatnya jumlah emisi karbon yang terjadi di dunia sehingga perlu bagi perusahaan produk elektronik untuk dapat mengembangkan produk elektronik yang ramah lingkungan. Hal ini dilakukan untuk menanggapi masalah emisi karbon yang diciptakan oleh produk elektronik tersebut. Tidak hanya perusahaan yang mulai memperhatikan isu lingkungan tetapi juga para konsumen. Para konsumen banyak yang mau membayar dengan harga yang lebih tinggi untuk produk hijau. Produk yang mahal juga seringkali diartikan memiliki 4
ekuitas merek yang tinggi melalui produk hijau yang diciptakan. Melihat peluang ini, perusahaan berlomba-lomba untuk menciptakan produk hijau untuk memenuhi tanggungjawabnya dan sekaligus untuk memenuhi permintaan konsumen (Chen, 2009). Terdapat lima alasan perusahaan mengembangkan produk hijau: memenuhi paksaan lingkungan, menjadikan keunggulan kompetitif, meningkatkan citra perusahaan, mencari pasar baru dan peluang baru, dan meningkatkan nilai produk. Untuk itu penting bagi perusahaan untuk mengembangkan produk hijau yang akan meningkatkan ekuitas mereknya (Chen, 2009). Penelitian ini mengacu pada penelitian Chen (2009) yang berjudul The Drivers of Green Brand Equity: Green Brand Image, Green Satisfaction, and Green Trust. mengemukakan bahwa ekuitas merek yang akan meningkatkan nilai bagi konsumen dan perusahaan ini dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu citra merek, kepuasan, serta kepercayaan dari konsumen. Peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara variabel citra merek hijau, kepuasan hijau, dan kepercayaan hijau pada ekuitas merek hijau pada produk-produk elektronik yang ramah lingkungan di Yogyakarta karena dilatarbelakangi oleh kurangnya kemauan konsumen produk elektronik di Yogyakarta untuk membeli produk elektronik yang ramah lingkungan. Hal ini didasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada pengelola toko dan tiga orang pelanggan di salah satu pusat penjualan produk elektronik di Yogyakarta. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran konsumen tentang merek hijau membuat mereka enggan membeli produk elektronik dengan label ramah lingkungan. Berikut ini merupakan hasil wawancara yang dilakukan kepada pengelola toko:
5
Pertanyaan 1: “Apakah alasan utama sebagian besar konsumen untuk membeli produk elektronik?” Pengelola toko: “Sebagian besar konsumen di sini lebih untuk mengikuti teknologi.” Pertanyaan 2: “Apakah konsumen di toko ini sudah mulai beralih ke produk elektronik yang ramah lingkungan?” Pengelola toko: “Belum, konsumen di sini kurang sadar akan produk eletronik yang ramah lingkungan. Mungkin mereka sudah tau adanya produk ramah lingkungan tetapi hanya sebatas omongan saja. Mereka membeli produk elektronik lebih kepada untuk mengikuti teknologi. Paling mereka bertanya energi yang dipakai produk tapi ya tetep itu untuk keuntungan mereka sendiri bukan karena lingkungan.” Pertanyaan 3: “Bagaimana dengan produk elektronik yang ramah lingkungan di toko ini?” Pengelola toko: “Kebanyakan produk elektronik yang ramah lingkungan itu lebih banyak untuk produk AC. Mungkin untuk produk lain sudah ada embel-embel ramah lingkungan tetapi kurang terlihat.” Pertanyaan 4:
6
“Merek apa saja yang sudah mengangkat produk elektronik yang ramah lingkungan?” Pengelola toko: “Yang paling terlihat Panasonic dan Sharp. Kalau yang lain sudah ada tapi tidak terlalu kelihatan.” Pertanyaan 5: ”Dari perusahaan sendiri, sudahkan mereka giat untuk memasarkan produk elektronik? Dan apakah mereka sudah memberikan informasi tentang produk elektronik yang ramah lingkungan kepada toko dan konsumen?” Pengelola toko: “Umtuk vendor sudah ada pembinaan untuk produk elektronik yang ramah lingkungan sekitar 10% dari 100%. Cuma perusahaan juga tidak hanya terpaku untuk memasarkan green product, mereka juga harus disesuaikan dengan permintaan pasar juga. Kami juga ada target penjualan jadi tidak bisa hanya terpaku pada green product saja.” Pertanyaan 6: “Masalah apa yang dihadapi dalam memasarkan produk elektronik yang ramah lingkungan kepada konsumen?” Pengelola toko: ”Proses untuk memasukkan produk ke toko tidak cepat sehingga produk baru juga lama untuk masuk toko. Tidak banyak yang menanyakan tentang produk yang
7
ramah lingkungan. Mereka lebih tertarik pada teknologinya. Apalagi masalah lingkungan dan produk hijau kan baru muncul akhir-akhir ini. Bagaimana dengan generasi tua sebelum kita, mereka lebih mendasarkan pada teknologi. Mereka tidak ingin ketinggalan jaman karena mereka merasa punya uang.” Di bawah ini merupakan hasil wawancara kepada tiga orang konsumen di salah satu produk elektronik di Yogyakarta: Pertanyaan 1: “Apakah yang menjadi pertimbangan Anda dalam membeli produk elektronik?” Responden 1: ” Saya membeli produk tersebut berdasarkan fungsi dan kebutuhan.” Responden 2: ”Saya membeli produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan saya. Serta tentu harga yang sesuai kantong dan kualitasnya” Responden 3: “Yang pertama saya liat ya dicocokin sama kebutuhan saya. Saya liat fiturnya, model, desain, dan juga warnanya.” Pertanyaan 2: “Apakah produk elektronik yang ramah lingkungan menjadi pertimbangan Anda dalam membeli produk elektronik?” Responden 1:
8
“Saya kurang mengerti tentang definisi ramah lingkungan. Tetapi untuk pemakaian energi saya akan pertimbangkan. Kalau bisa ya mencari yang serendah mungkin pemakaian energinya. Responden 2: “Tentu, karena kita juga perlu memperhatikan lingkungan.” Responden 3: “Saya lebih memilih yang sesuai dengan kebutuhan saya. Saya akan melihat fiturnya terlebih dulu dan juga desain produknya. Sudah banyak juga merek yang ada stiker green productnya. Pertanyaan 3: “Bagaimana pendapat Anda tentang produk elektronik yang ramah lingkungan?” Responden 1: “Saya kira kalau untuk material saya kurang tau, mungkin untuk energi bisa serendah mungkin baru dikategorikan ramah lingkungan.” Responden 2: “Tidak tahu.” Responden 3: “Pemakaian energi rendah dan menggunakan bahan yang ramah lingkungan.” Pertanyaan 4:
9
“Apakah perusahaan sudah memberikan informasi tentang produk yang ramah lingkungan kepada konsumen secara jelas?” Responden 1: ”Mungkin sudah, karena sudah banyak stiker-stiker tentang lingkungan pada produk tetapi tidak terlalu kelihatan.” Responden 2: “Informasi yang diberikan masih kurang, buktinya saya tidak terlalu tau apa itu sebenarnya yang dimaksud produk elektronik ramah lingkungan.” Responden 3: “Kurang.” Hasil wawancara memperlihatkan bahwa alasan utama para konsumen dalam membeli produk elektronik adalah karena kebutuhan akan kualitas, fitur, dan harga. Produk elektronik yang ramah lingkungan kurang menjadi pertimbangan utama dalam pembelian mereka. Produk elektronik yang ramah lingkungan dijual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga produk elektronik yang tidak ramah lingkungan. Hal ini menyebabkan para konsumen lebih memilih produk elektronik yang lebih murah yang sesuai dengan pendapatan dan kebutuhannya. Bahkan, beberapa konsumen tidak mengerti tentang yang dimaksud dengan produk elektronik ramah lingkungan. Beberapa konsumen mungkin telah membeli dan menggunakan produk elektronik ramah lingkungan tetapi mereka tidak tahu bahwa produk tersebut merupakan produk ramah lingkungan. Hasil wawancara tersebut membuktikan bahwa kesadaran dan pemahaman tentang lingkungan konsumen produk elektronik di
10
Yogyakarta masih kurang. Kesadaran dan pemahaman tentang lingkungan merupakan langkah awal dalam menciptakan citra merek hijau dalam benak konsumen. Jika mereka tidak sadar dan tidak paham tentang lingkungan, mereka tentu tidak bisa membedakan antara produk elektronik ramah lingkungan dan bukan ramah lingkungan. Citra merek hijau juga belum terbangun dalam ingatan mereka. Citra merek hijau memiliki peran penting dalam meningkatkan kepuasan hijau, kepercayaan hijau, dan ekuitas merek hijau. Hasil wawancara menyebutkan bahwa produk elektronik dengan fitur ramah lingkungan di Yogyakarta bukan menjadi pertimbangan utama konsumen dalam membeli produk elektronik. Sebagian besar responden menganggap bahwa informasi yang diberikan oleh perusahaan tentang produk ramah lingkungan dan keberadaan produk ramah lingkungan perusahaan tersebut masih
kurang. Informasi perusahaan sangat penting dalam rangka
membangun citra merek hijau dalam benak konsumen. Ketika suatu produk memiliki citra yang positif dalam benak konsumen, konsumen juga akan merasa puas dengan produk tersebut. Citra merek hijau juga memiliki peran dalam meningkatkan kepercayaan hijau. Konsumen akan lebih percaya pada suatu produk atau merek ramah lingkungan jika produk atau merek ini memiliki citra ramah lingkungan yang kuat dalam pikiran konsumen. Citra merek hijau yang unik, kuat, dan disukai akan membawa merek berada dalam posisi yang strategis dalam memori konsumen sehingga akan meningkatkan kepuasan hijau dan kepercayaan hijau. Hal ini akan meningkatkan ekuitas merek hijau karena produk atau merek hijau tersebut akan menjadi pilihan konsumen (Chen, 2009). Kurangnya kesadaran akan lingkungan konsumen di Yogyakarta merupakan masalah bagi perusahaan yang memasarkan produknya di Yogyakarta dalam 11
menciptakan ekuitas merek hijau. Salah satu komponen dalam membangun ekuitas merek adalah kesadaran konsumen akan merek (Aaker, 2001). Jika konsumen tidak memiliki kesadaran akan lingkungan, mereka tentu juga tidak memiliki kesadaran pada produk atau merek yang ramah lingkungan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chen (2009) menyebutkan konsumen di Taiwan akan lebih memilih suatu merek produk elektronik ramah lingkungan dibandingkan dengan merek produk elektronik lainnya. Konsumen juga mau membayar lebih mahal untuk produk elektronik ramah lingkungan tersebut dibandingkan produk elektronik lain. Hal ini tentu positif untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. Selain itu, juga positif dalam menciptakan tanggungjawab perusahaan dan konsumen pada lingkungan. Namun, hal ini tidak sama dengan yang terjadi Yogyakarta. Dari wawancara terbatas yang telah dilakukan, kurangnya kesadaran lingkungan para konsumen menjadi masalah utama sehingga penelitian “Pengaruh Citra Merek Hijau, Kepuasan Hijau, dan Kepercayaan Hijau pada Ekuitas Merek Hijau” perlu untuk diteliti. Penelitian ini akan meneliti seberapa signifikan ketiga variabel tersebut mempengaruhi ekuitas merek hijau produk elektronik di Yogyakarta, sehingga nantinya akan berguna bagi perusahaan dalam mengambil keputusan yang tepat sebagai usaha meningkatkan ekuitas merek hijaunya.
1.2. Rumusan Masalah Masalah yang ada kemudian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
12
1. Apakah citra merek hijau berpengaruh positif pada kepuasan hijau produk elektronik? 2. Apakah citra merek hijau berpengaruh positif pada kepercayaan hijau produk elektronik? 3. Apakah citra merek hijau berpengaruh positif pada ekuitas merek hijau produk elektronik? 4. Apakah kepuasan hijau berpengaruh positif pada ekuitas merek hijau produk elektronik? 5. Apakah kepercayaan hijau berpengaruh positif pada ekuitas merek hijau produk elektronik? 6. Apakah kepuasan hijau memediasi hubungan antara citra merek hijau dan ekuitas merek hijau? 7. Apakah kepercayaan hijau memediasi hubungan antara citra merek hijau dan ekuitas merek hijau?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh citra merek hijau, kepuasan hijau, dan kepercayaan hijau pada ekuitas merek hijau. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk meneliti pengaruh mediasi dari kepuasan hijau dan kepercayaan hijau pada hubungan antara citra merek hijau dan ekuitas merek hijau.
1.4. Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut : 13
a. Penelitian ini terbatas pada pengujian citra merek hijau, kepuasan hijau, dan kepercayaan hijau pada ekuitas merek hijau. Selain itu, penelitian ini juga terbatas pada pengaruh mediasi dari kepuasan hijau dan kepercayaan hijau pada hubungan antara citra merek hijau dan ekuitas merek hijau. b. Subyek dalam penelitian ini adalah konsumen yang menggunakan produk elektronik ramah lingkungan di Yogyakarta. c. Obyek dalam penelitian ini adalah produk elektronik ramah lingkungan di Yogyakarta. d. Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Yogyakarta.
1.5. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata baik kontribusi teoritis maupun kontribusi praktis. 1.5.1. Kontribusi Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan bukti empiris mengenai pengaruh citra merek hijau, kepuasan hjau, dan kepercayaan hijau pada ekuitas merek hijau serta pengaruh mediasi dari kepuasan hijau dan kepercayaan hijau pada hubungan antara citra merek hijau dan ekuitas merek hijau produk elektronik di Yogyakarta. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan pada penelitian selanjutnya mengenai pengaruh citra merek hijau, kepuasan hijau, dan kepercayaan hijau pada ekuitas merek hijau sehingga berguna bagi pengembangan ilmu di masa yang akan datang.
14
1.5.2. Kontribusi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi perusahaan dan pemasaran untuk menentukan strategi perusahaan yang menggunakan kontribusi variabel citra merek hijau, kepuasan hijau, dan kepercayaan hijau untuk meningkatkan ekuitas merek hijau pada produk elektronik yang ramah lingkungan di Yogyakarta. Hal ini diharapkan dapat menciptakan suatu strategi pemasaran baru yang efisien dan efektif sehingga akan menguntungkan bagi perusahaan.
15