BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dewasa ini, penggunaan bahasa kedua (misal: bahasa Inggris) di Indonesia
bukan merupakan sesuatu yang asing lagi ditelinga kita bahkan sudah merupakan hal yang perlu kita ketahui selain dari bahasa ibu yang telah biasa kita gunakan dan kenal sebelumnya. Bahasa kedua (bahasa Inggris) ini semakin penting untuk dapat kita kuasai apalagi diera globalisasi ini menuntut kita untuk dapat menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas guna bersaing di dunia perekonomian dan bisnis. Hal ini dapat tercipta mulai dari pendidikan yang kita terima pada saat duduk di bangku sekolah, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) sudah pasti memerlukan dukungan dan tindakan proaktif, serta antisipasif dalam melakukan peningkatan di bidang pembangunan. Salah satunya melalui pendidikan bahasa Inggris. Keraf (dalam Mularsih, 2010) mengatakan bahwa bahasa itu memiliki fungsi tertentu, yaitu (1) alat untuk menyatakan ekspresi diri, menyatakan secara terbuka apa yang kita rasakan, (2) alat komunikasi, sehingga kita dapat menyalurkan apa yang ingin kita sampaikan, (3) alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, bahasa merupakan alat yang memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat berbaur dengan tempat dia bergaul. Dari penjelasan Keraf bahwa bahasa memiliki fungsi yang berguna untuk kita, sehingga diharapkan para pelajar memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik dan
mampu bersaing, tidak hanya lokal tetapi juga di dunia internasional (Antaranews, 2012). Penggunaan bahasa Inggris di Indonesia semakin lama semakin umum. Di sekolah, anak-anak sudah mendapatkan pelajaran bahasa Inggris sejak tingkat Sekolah Dasar atau bahkan Taman Kanak-kanak. Selain itu, semakin banyak sekolah bi-lingual yang menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah, keluarga yang telah membiasakan menggunakan bahasa Inggris ini dalam percakapan sehari-hari, demikian juga dengan masyarakat pada umumnya. Di jalan-jalan atau tempat umum, papan reklame atau nama tempat usaha pun banyak yang menggunakan bahasa Inggris. Semua hal ini menandakan umumnya penggunaan bahasa Inggris di Indonesia. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa kedua setelah bahasa Indonesia tentunya. Di zaman yang semakin maju ini bahasa Inggris inipun telah diajarkan kepada anak-anak yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK), karena menurut para orangtua ini merupakan suatu yang sangat penting untuk masa depan anak-nya kelak apalagi di kota metropolitan seperti Jakarta ini. Orangtua memiliki rasa gengsi di dalam kelompok sosialnya apabila anaknya lebih unggul didalam menggunakan bahasa Inggris dibanding dengan anak lain yang belum bisa berbicara bahasa lain, selain bahasa ibunya (Kompasiana, 2012). Pentingnya penggunaan bahasa kedua ( bahasa Inggris) ini oleh para siswa/i adalah ketika nanti mereka melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, pastilah bahasa Inggris ini diperlukan karena banyak ilmu pengetahuan yang didapatkan dari text book yang berbahasa Inggris, buku yang selevel belum ada
dibuat oleh orang Indonesia atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, banyak beasiswa post graduate yang disediakan negara maju kepada mahasiswa Indonesia. Salah satu syaratnya adalah kemampuan penguasaan bahasa Inggris yang diukur dengan nilai tes TOEFL atau IELTS-nya. Menurut hasil yang dilansir dari JobsDB.com (2012) bahwa requirements yang dibutuhkan untuk bekerja saat ini adalah memiliki kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris dengan baik, mulai dari posisi yang tinggi misal: President Director sampai kepada posisi dibawahnya misalnya saja untuk menjadi Front Office, Reservation, Marketing, Housekeeping, Restaurant, Laundry & Security di sebuah hotel bintang empat yang berkawasan di Jakarta ini, membutuhkan orang-orang yang berkemampuan bahasa Inggris yang baik. Di Indonesia, peringkat kemampuan bahasa kedua ini khususnya bahasa Inggris dari hasil EF English Proficiency Index 2007-2009 menempatkan Indonesia di peringkat 34 dari 44 negara (ef.co.id, 2011). Hal ini menjadi acuan bagi Indonesia untuk semakin meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris khususnya di sekolah karena para siswa/i lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah untuk berinteraksi dengan gurunya dan teman-temannya untuk dapat secara langsung berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Dari hasil survei seorang guru bahasa Inggris (1996) mengenai pegajaran bahasa Inggris di kelas menyatakan bahwa, kesempatan siswa dalam percakapan bahasa Inggris sangat sedikit, hanya dalam kelas bahasa Inggris. Ini salah satu faktor penyebab mengapa setelah lulus sekolah, banyak siswa yang masih belum bisa menggunakan bahasa Inggris untuk komunikasi.
Di samping itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan pemerolehan bahasa kedua (bahasa Inggris) ini yaitu menyangkut faktor internal: usia, bakat, aspek kognisi, motivasi, kepribadian dan faktor eksternal, yaitu: situasi bahasa, strategi belajar dan sebagainya (Arifuddin, 2010, p. 115). Belajar di sekolah tidak akan lepas dari guru yang mengajarkan, sehingga sedikit banyaknya guru berperan bagaimana siswa/i tersebut mengerti apa yang telah diajarkan. Peneliti telah mewawancarai salah satu dosen Sastra Inggris yang mengajar di salah satu Universitas swasta di Jakarta Barat, beliau mengatakan bahwa untuk menjadi pengajar memang memiliki standar tertentu yang telah ditentukan Universitas seperti tes komputer, psikotest, tes bahasa Inggris, untuk TOEFL memiliki standard nilai yaitu: A (530-677), B (500-527), C (467-497), D (433-463), E (310-430). Namun dari pihak internal Sastra Inggris tidaklah mengharuskan memiliki sertifikasi, yang memang dibutuhkan yaitu orang-orang yang telah S2, senang mengajar, dan bisa mendemonstrasikan cara mengajar yang baik pada saat tes masuk. Kenyataannya kemampuan guru bahasa Inggris saat ini masih jauh dari yang diharapkan, misalnya saja masih banyak yang bingung cara mengajar bahasa Inggris yang baik, belum memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam mengajar dan tidak bisa dipaksakan dalam waktu singkat untuk bisa mengapplikasikannya di dalam kelas (Kabarinews, 2012). Pelatihan bahasa Inggris yang ditujukan untuk para guru yang difasilitasi oleh pemerintah juga sangat singkat, pelatihan singkat ini tentu tidak cukup untuk memadai kebutuhan yang ada dimana bahasa Inggris semakin dibutuhkan. Hal ini menjadi tugas buat pemerintah Indonesia agar dapat semakin meningkatkan kualitas guru bahasa Inggris di sekolah-sekolah (Kabarinews, 2012).
Guru berperan penting didalam proses belajar mengajar, bagaimana cara dia mengajar di dalam kelas, jika guru mengajar dengan cara yang menyenangkan akan mudah diterima oleh siswa, semakin menambah pengetahuan, dan sebaliknya jika guru mengajar dengan cara yang tidak menyenangkan akan membuat siswa malas, ingin cepat pulang, dan mata pelajaran yang diajarkan tidak akan cepat di terima oleh para siswa. Peneliti melakukan survei awal dengan mewawancarai beberapa siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), tentang bagaimana cara mengajar guru bahasa Inggris di sekolah mereka, diantaranya tujuh dari sepuluh siswa (70%) mengatakan guru yang mengajarnya sangat membosankan karena hanya menjelaskan di depan kelas kemudian memberikan tugas, tidak banyak praktek untuk conversation sehingga tidak dapat mengetahui mana kalimat yang salah dan perlu diperbaiki, dan sisanya (30%) memberikan jawaban beragam. Hal ini merupakan persepsi dari siswa mengenai bagaimana cara mengajar guru yang berada disekolahnya. Menurut Ashton dan Webb (dalam Santrock, 2007), siswa banyak belajar dari guru yang merasa yakin pada dirinya sendiri, dapat mengelola kelas dengan baik, dapat mengajar dan menyampaikan materi dengan baik. Sehingga bila siswa mendapatkan hal yang demikian maka sedikit banyaknya akan berpengaruh pada keyakinan dirinya sendiri. Ada banyak cara yang bisa kita dapatkan untuk pemerolehan bahasa kedua (bahasa Inggris), yang paling penting adalah pemerolehan yang didapat di sekolah, karena disamping siswa selalu bertemu dengan gurunya di sekolah setiap hari, sekolah juga lebih intensif untuk mempraktekkan pemerolehan bahasa kedua (bahasa Inggris) tersebut. Dengan berbagai fenomena yang telah peneliti tuturkan,
dan ada perbedaan antara yang diinginkan bahwa para siswa bisa berbahasa Inggris namun tenaga pengajar di Indonesia masih belum dikatakan baik maka peneliti ingin melihat adakah hubungan antara cara mengajar guru dengan selfefficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. 1.2
Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy pada
siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris? 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapat kejelasan mengenai apakah ada
hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy pada siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Memberikan kontribusi di dalam bidang Psikologi pendidikan. 2. Memperluas wawasan dan menambah informasi mengenai cara mengajar guru disekolah. 1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi sekolah 1. Diharapkan melalui penelitian ini sekolah dapat mengetahui bagaimana cara mengajar guru yang dilakukan sekolah swasta maupun negeri. 2. Setelah mengetahui hal tersebut, sekolah dapat memberikan pelatihan kepada guru-guru untuk dapat meningkatkan kualitas para pengajar.
1.4.2.2 Bagi orangtua 1. Orangtua menjadi tahu bagaimana self-efficacy anak-anaknya dalam proses pembelajaran bahasa Inggris disekolah. 2. Orangtua dapat membantu/mengawasi anak-anaknya belajar dirumah. 1.4.2.3 Bagi guru 1. Para guru menjadi tahu hal seperti apa yang dapat meningkatkan selfefficacy siswa 2. Guru dapat membuat inovasi baru cara mengajar yang disukai siswa seperti apa. 1.4.2.4 Bagi siswa 1. Dapat memperbaiki cara belajar siswa untuk dapat meningkatkan selfefficacy didalam diri. 2. Dapat mengetahui apa saja kekurangan diri pada saat belajar.