BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Berkembangnya isu di masyarakat yang menggambarkan kegagalan
pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang efektif, efisien dan ekonomis, menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Akibatnya, permintaan masyarakat akan akuntabilitas program pemerintah sangat tinggi.
Kritik keras terhadap kinerja pemerintah menimbulkan gerakan reformasi manajemen sektor publik demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satu gerakan reformasi sektor pubik adalah munculnya konsep New Public Management (Mahmudi, 2013). Munculnya manajemen berbasis kinerja merupakan bagian dari reformasi New Public Management. Pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang berorientasi pada pengukuran hasil (bukan hanya berbasis pada input dan output saja) merupakan fokus dari manajemen berbasis kinerja. Hal tersebut menghasilkan perubahan cara pandang akuntabilitas tradisional (hanya menilai penggunaan input dan output yang dihasilkan saja) menjadi penilaian kinerja instansi dalam bentuk hasil.
Semenjak diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah (AKIP), akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah mulai mendapat perhatian. Peraturan ini mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk melaporkan kinerjanya dalam bentuk LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Diterbitkan pula keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) nomor 589/IX/6/Y/1999 tentang pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, yang telah disempurnakan dengan keputusan LAN nomor 239/IX/6/8/2003 dalam rangka pelaksanaan inpres nomor 7 tahun 1999 tersebut. Selain itu, untuk mewujudkan akuntabilitas dan tata kelola kepemerintahan yang baik, pemerintah menerbitkan UU Paket Keuangan Negara (UU No. 17/2003, UU No. 1/2004 dan UU No. 15/2004), diikuti UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta PP No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keangan dan Kinerja Insansi Pemerintah. Salah satu aspek penting dalam reformasi birokrasi adalah penataan manajemen pemerintahan pusat dan daerah. Kemampuan terhadap pengelolaan birokrasi pemerintah dapat menjadi faktor penentu terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang efektif dan efisien. Manajamen pemerintahan harus dipandang sebagai kemampuan untuk mengelola sumber daya termasuk waktu, secara efisien dan efektif guna mendukung tercapainya tujuan atau sasaran yang ditetapkan, sehingga tidak lagi diartikan secara sempit sebagai kegiatan kesekretariatan saja. Sejak bergulir reformasi, arah manajemen pemerintahan berorientasi pada peningkatan kinerja pemerintah (Kementerian PPN, 2006).
Peraturan Menteri Negara Penerapan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 13 Tahun 2010 menyatakan bahwa perbaikan government dan sistem manajemen merupakan agenda penting dalam reformasi pemerintahan yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) merupakan sistem manajemen pemerintahan yang berfokus pada peningkatan akuntabilitas dan sekaligus peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil. Meskipun penerapan peraturan tentang akuntabilitas kinerja pada instansi pemerintah sudah dilaksanakan, tetapi pada kenyataannya penilaian kinerja pada instansi pemerintah menghadirkan konsekuensi yang tidak diharapkan. Thiel dan Leeuw (2002) menyatakan bahwa terdapat konsekuensi yang tidak diharapkan seperti kenaikan biaya monitoring, implementasi kebijakan meningkatkan tekanan yang dapat menyebabkan pengaruh disfungsional seperti sifat kaku, kurangnya inovasi, dan suboptimisasi. Selain itu, beberapa bukti menunjukkan monitoring akan mengakibatkan perilaku simbolis agar terlihat bagus dari segi penampilan saja, tetapi pada kenyataannya tidak seperti itu. Untuk menilai kinerja instansi pemerintah sekaligus memperbaiki kualitas dalam pengambilan keputusan di masa mendatang, penyusunan LAKIP sangat diperlukan. Akan tetapi, pada kenyataannya penyusunan laporan kinerja dinilai lebih disebabkan adanya peraturan yang mewajibkan pemerintah untuk membuatnya bukan karena kesadaran akan arti pentingnya laporan itu bagi peningkatan kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan (Akbar, et. al, 2012; sadjiarto, 2000).
Kesadaran pemerintah daerah untuk memperbaiki kualitas LAKIP sepertinya masih kurang jika dibandingkan dengan keinginan mereka untuk mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam pengukuran kinerja yang meliputi ukuran kinerja finansial dan non finansial, instansi pemerintah perlu menggunakan berbagai indikator kinerja untuk menilai keefektifan kualitas pelayanan pemerintah (Kelly & Swindell, 2002). Instansi pemerintah akan menyajikan laporan keuangan yang ambigu, tidak relevan, kurang terpercaya dan kurang dapat dipertanggungjawabkan apabila instansi pemerintah hanya menggunakan indikator kinerja finanial semata, karena laporan keuangan cenderung mudah dimanipulasi (Pilcher, 2005). Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah meliputi perencanaan kinerja, pelaksanaan, pengkuran kinerja, pelaporan dan evaluasi kinerja organisasi. Pendekatan Model logika umumnya digunakan dalam pengukuran kinerja. Setiap tahunnya, pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja tersebut dilaporakan dalam LAKIP. Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu unsur pelaksana pemerintahan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pendidikan dan perpustakaan. Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sumbawa dalam melaksanakan tugasnya masih terkendala masalah dalam penyempurnaan rumusan sasaran dan indikator kinerja dari perencanaan strategis sampai pelaporan kinerja. Jika hal ini terus dibiarkan maka indikator kinerja yang ditetapkan tidak dapat menunjukkan keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Secara umum, hal ini mungkin disebabkan oleh lemahnya penyusunan dokumen perencanaan. Kelemahan ini tentu saja akan membawa dampak yang besar terhadap siklus selanjutnya. Dokumen perancanaan yang disusun tidak memuat sasaran dan indikator kinerja. Ketiaadaan indikator penilaian kinerja dan target yang ditetapkan adalah hal yang paling krusial dalam penilaian akuntabilitas instansi pemerintah. Proses akuntabilitas tidak mungkin bisa dilaksanakan jika instansi pemerintah tidak menetapkan apa yang ingin dicapai dengan indikator kinerja yang obyektif dan terukur. Hal ini menimbulkan keinginan peneliti untuk mengevaluasi tentang penyusunan indikator kinerja pada sistem pengukuran kinerja Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sumbawa. Secara umum indikator kinerja Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sumbawa belum dapat memberikan gambaran secara komprehensif tentang pelayanan dibidang pendidikan. Padahal indikator kinerja merupakan cerminan organisasi untuk merefleksikan berbagai aspek aktivitas organisasi dan memberikan gambaran kinerja agar tidak terdistorsi dan bias sehingga dapat mengakibatkan ketidaksesuaian dengan keadaan semestinya (Mahmudi, 2013). 1.2.
Rumusan Permasalahan Dinas
Pendidikan
Nasional
Kabupaten
Sumbawa
mempertanggungjawabkan tugas pokok dan fungsinya kepada publik berdasarkan
Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 1999 tentang sistem akuntabilitas dan Kinerja instansi Pemerintah. Meskipun penerapan peraturan tersebut telah lama, tetapi LAKIP Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sumbawa belum menunjukkan indikator kinerja yang berorientasi pada hasil baik dalam dokumen perencanaan strategis maupun laporan kinerja tahunan. Pengukuran kinerja yang belum dapat menggambarkan mengenai tingkat pencapaian visi dan misi organisasi, adanya indikator kinerja yang tidak sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, dan indikator kinerja yang dibuat lebih banyak untuk memenuhi ketentuan regulasi daripada substansinya sehingga belum menggunakan indikator kinerja yang baik dan terukur. Hal ini mengindikasikan masih adanya penyusunan indikator kinerja Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sumbawa yang belum berbasis hasil. Salah satu kemungkinan penyebabnya karena belum adanya alat yang tepat dalam menetapkan indikator kinerja yang lebih baik daripada saat ini sehingga masih mengacu pada peraturan yang ada. 1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang dan rumusan permasalahan
sebelumnya, maka dalam penelitian ini dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Apakah indikator kinerja dalam sistem pengukuran kinerja dari dokumen perencanaan strategis hingga laporan kinerja pada Dinas Pendidikan
Nasional
Kabupaten
kesesuaian informasi yang logis?
Sumbawa
telah
menunjukkan
2) Bagaimana ketepatan penentuan indikator kinerja Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sumbawa jika dilihat dari model cetak biru kinerja? 1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran seperti yang
telah dijelaskan dalam rumusan masalah dan menjawab pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut : 1. Mengevaluasi kesesuaian informasi yang logis indikator kinerja Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sumbawa dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah 2. Menjelaskan indikator kinerja yang digunakan sebagai ukuran kesuksesan dalam mencapai sasaran kinerja dengan pendekatan cetak biru kinerja. 1.5.
Motivasi Penelitian Penelitian ini dilandasi adanya keinginan untuk mendapatkan gambaran
secara jelas tentang pengukuran kinerja pada Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Sumbawa dengan cara melakukan evaluasi tentang penyusunan indikator kinerja menggunakan pendekatan PM. Selain itu peneliti ingin menerapkan ilmu yang telah didapat selama ini saat menempuh kuliah mengenai sistem manajemen sektor publik khususnya tentang pengukuran kinerja instansi pemerintah.
1.6.
Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis, keilmuan
dan dalam pembuatan kebijakan sebagai berikut : 1) Kontribusi Praktis Membantu Dinas Pendidikan Kabupaten Sumbawa dalam mengevaluasi penyusunan indikator
kinerja dengan menggunakan pendekatan
OPM&M, sekaligus sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Pusat dan Kementerian PAN & RB dalam merumuskan pengukuran kinerja instansi pemerintah dimasa yang akan datang. 2) Kontrbusi Teoritis Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang tertarik dalam bidang kajian pengukuran kinerja sektor publik dengan pendekatan OPM&M dengan model cetak biru kinerja, serta untuk memperkuat penelitian sebelumnya berkenaan dengan pengukuran kinerja dibidang akuntansi sektor publik. 1.7.
Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun secara sistematis agar diperoleh pembahasan yang
terstruktur. Adapun sistemaika penelitian disusun sebagai berikut : Bab 1: Pendahuluan Bagian ini akan menguraikan rencana penelitian yang dijabarkan ke dalam latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
motivasi penelitian, kontribusi peelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2: Tinjauan Pustaka Bagian ini akan membahas mengenai teori yang digunakan dan hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan penelitian. Bab 3: Metoda Penelitian Bab ini menguraikan metode yang digunakan dalam penelitian, meliputi desain penelitian, lokasi dan waktu penelitian, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis yang digunakan. Bab 4: Analisis dan Diskusi Bab ini menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan yang berisi tentang deskripsi data, berbagai pengujian yang digunakan, hasil analisis, serta pembahasan hasil analisis. Bab 5: Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian, implikasi hasil penelitian serta saran perbaikan bagi penelitian berikutnya maupun kepentingan lainnya.