BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga angka kelahiran mencapai 4,5 juta per tahun dan pada tahun 2010 berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. Salah satu program untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yakni melalui program KB. Program KB memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah pasangan usia subur (PUS). Program pemerintah dalam upaya mengendalikan jumlah kelahiran dan mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak kelahiran dengan program KB (Manuaba, 2010). Keluarga kecil bahagia sejahtera secara nyata telah berhasil ditanamkan selama 30 tahun program KB berada di tengah-tengah masyarakat dan secara kuantitatif rata-rata jumlah anak yang dimiliki masing-masing keluarga semakin sedikit. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2000-2010 sebesar 1,48 persen pertahun. Artinya bahwa setiap tahunnya antara tahun 2000 sampai 2010 jumlah penduduk Indonesia bertambah sebesar 1,48 persennya (BKKBN, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri seperti tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)/intra uterine device (IUD), implant (susuk) dan sterilisasi (vasektomi dan tubektomi). Tubektomi merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba uterine dengan maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka panjang sampai seumur hidup (Meilani, 2010). Keuntungan pemakaian tubektomi yakni permanen, tidak mempengaruhi proses menyusui, tidak bergantung pada faktor senggama, baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kehamilan yang serius, pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anestesi lokal, tidak ada efek samping dalam jangka panjang dan tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (BKKBN, 2009). Tubektomi adalah alat kontrasepsi yang paling efektif angka kegagalannya hanya 0,2-0,4 per 100 wanita pertahun (Siswosudarmo, 2007). Dari survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2007 diketahui yang menggunakan alat kontrasepsi 61,4% yaitu sebanyak 31,6% menggunakan suntik, pil 13,2 %, AKDR/IUD 4,8%, implant 2,8%, kondom 1,3%, vasektomi dan tubektomi 7,7 %.. Pada tahun 2009 tercatat 51,21% akseptor KB memilih suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02% memilih Pil, 4,93% memilih Implant, 2,72% memilih AKDR/IUD dan lainnya 1,11%. Pada umumnya masyarakat memilih non metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Sehingga metode KB MKJP seperti
Universitas Sumatera Utara
AKDR/IUD, implant, kontap pria (MOP) dan kontap wanita (MOW) kurang diminati (Arum, 2009). Peserta KB aktif di Sumatera Utara yang berhasil dibina sebanyak 2.326.172 pasangan (64,64%) dari seluruh pasangan usia subur (PUS). Realisasi peserta KB aktif yang menggunakan kontrasepsi AKDR/IUD 153.627 peserta (10,22%), MOW 114.944 peserta (7,64%), MOP 5.029 peserta (0.33%), kondom 91.691 peserta (6,10%), implant 133.741 peserta (8,89%), suntik 503.370 peserta (3,48%) dan pil 501.262 peserta (33,34%) (BKKBN Sumut, 2011). Di Kabupaten Deli Serdang, berdasarkan hasil laporan rapat kerja pembangunan dan keluarga berencana provinsi Sumatera Utara Tahun 2010, menunjukkan bahwa jumlah PUS pada tahun 2009 sebanyak 293.472 pasang, dengan peserta akseptor KB aktif sebanyak 213.844 orang. Berdasarkan jenis kontrasepsi yang digunakan, maka dapat dilihat bahwa peserta kontrasepsi AKDR/IUD 22.147 peserta (10,36%), kondom 15.408 peserta (7,21%), suntik 68.357 peserta (31,97%) pil 80.761 peserta (37,77%), MOW 11.647 peserta (5,45%) dan MOP 282 peserta (0,13%) (BKKBN Sumut, 2011). Pada tahun 2011, menunjukkan bahwa peserta KB baru berdasarkan jenis kontrasepsi adalah kontrasepsi AKDR/IUD 3.666 peserta (6,65%), MOW 607 peserta (1,10%), MOP 444 peserta (0,81), kondom 15.398 peserta (27,95%), implant 4.589 peserta (8,33%), suntik 13.593 peserta (24,67%) dan pil 16.796 (30,49%) (Badan KB dan Pemberdayaan Perempuan Deli Serdang, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD, implant, metode operasional wanita (MOW)/tubektomi dan metode operasional pria (MOP)/vasektomi lebih sedikit pemakaiannya jika dibandingkan dengan non metode kontrasepsi jangka pangang (MKJP) dikarenakan kurangnya pengetahuan, sikap serta persepsi pasangan usia subur untuk menggunakan metode kontrasepsi ini, lemahnya ekonomi juga mempengaruhi partisipasi masyarakat terhadap pemakaian metode kontrasepsi tubektomi (Bappenas, 2006). Minimnya jumlah akseptor tubektomi karena terdapat beberapa alasan diantaranya perasaan dan kepercayaan wanita mengenai tubuh dan seksualitasnya tidak dapat dikesampingkan dalam pengambilan keputusan dalam menggunakan kontrasepsi. Banyak wanita takut menstruasi normalnya berubah, karena mereka takut perdarahan yang lama dapat mengubah pola hubungan seksual dan juga dapat membatasi aktifitas keagamaan maupun budaya. Dinamika seksual dan kekuasaan antara pria dan wanita dapat menyebabkan penggunaan kontrasepsi terasa canggung bagi wanita. Persepsi pasangan usia subur mengenai keluarga berencana cukup kuat pengaruhnya untuk menentukan penggunaan metode keluarga berencana oleh istri. Berbagai budaya mendukung kepercayaan bahwa pria mempunyai hak akan fertilitas istri mereka, seperti di Papua Nugini dan Nigeria wanita tidak dapat memiliki kontrasepsi tanpa persetujuan suami (Klobinsky, 2004). Penelitian Imbarwati (2009), beberapa faktor yang berkaitan dengan penggunaan tubektomi pada peserta KB di Kecamatan Pedurangan Kota Semarang
Universitas Sumatera Utara
adalah pengetahuan yang kurang baik tentang KB tubektomi semakin menjauhkan tubektomi sebagai salah satu pilihan bagi akseptor KB, Alasan yang mayoritas klien yang lebih memilih menggunakan KB non tubektomi salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan yang kurang akan informasi yang benar tentang tubektomi sehingga menyebabkan mereka memiliki perasaan takut untuk memilih alat kontrasepsi tersebut. Faktor pengetahuan suami sebagai pasangan dari peserta KB juga berkontribusi cukup besar sebagai pendukung sekaligus penganjur istri dalam menjatuhkan pilihan kontrasepsi. Suami yang memiliki pengetahuan cukup tentang tubektomi akan cenderung menganjurkan dan mengijinkan istrinya menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang tersebut. Perpaduan antara pengetahuan dan dukungan suami dengan kemauan yang kuat dari istri dalam menetapkan pilihan pada alat kontrasepsi non hormonal yang terbukti efektif tersebut membuahkan keputusan yang bulat bagi kedua pasangan dalam memilih menggunakan kontrasepsi tersebut. Selain itu kualitas pelayanan KB yang tergambar dalam dua dimensi kualitas. Dimensi pertama adalah gambaran ketersediaan berbagai pilihan metode kontrasepsi, Dimensi mutu kedua dari kualitas pelayanan KB ternyata masih ada yang dipersepsikan
kurang
baik
oleh
responden,
Dimensi
mutu
yang
ketiga
menggambarkan kemauan petugas kesehatan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat, serta memberikan pelayanan dengan trampil. Dimensi yang keempat menggambarkan
pengetahuan
dan
kemampuan
petugas
kesehatan
untuk
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan pemahaman dan kemantapan bagi klien dalam memilih salah satu metode kontrasepsi serta keramahan dan kesopanan petugas. Dimensi kelima tergambar dari
interaksi antara klien dan petugas kesehatan yang dinilai dari
kecakapan petugas untuk menciptakan suasana serta komunikasi dua arah untuk membantu memahami kebutuhan dan memberi perhatian pada klien. Menurut penelitian Junita (2008), bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS KB di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008 adalah pengetahuan dan sikap ibu berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi tubektomi adalah pemberi pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan yaitu ketersediaan pelayanan kesehatan, keterjangkauan dan kualitas, faktor budaya yaitu keyakinan, tradisi,
nilai dan agama, faktor informasi yaitu tenaga kesehatan, media
massa/televisi, kelompok masyarakat, keluarga dan pengalaman orang lain, karakteristik individu yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, faktor pengetahuan,
pengalaman
dan
persepsi.
Berdasarkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya, konsumen akan memutuskan menggunakan alat kontrasepsi tubektomi. Data akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten Deli Serdang diperoleh bahwa pada tahun 2009 dilaporkan KB baru terdapat 18,25% peserta yang menggunakan metode kontrasepsi MKJP dan 81,75% mengunakan non
Universitas Sumatera Utara
MKJP dengan kontrasepsi pil (43,35%), suntik (32,98%) dan paling sedikit MOP/MOW (0,89%). Pada tahun 2010 jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB aktif adalah pil (47,84%), suntik (42,18%), penggunaaan kondom (6,44%) dan paling sedikit IUD (3,54%). Pada tahun 2011 dari 6770 peserta KB aktif, jenis kontrasepsi paling banyak adalah pil sebanyak 2024 akseptor (29.90%), suntik sebanyak 1811 akseptor (26.75%), kondom sebanyak 1560 akseptor (23,04%), penggunaaan implant sebanyak 696 akseptor (10.28%), IUD sebanyak 510 akseptor (7,53%), MOP sebanyak 86 akseptor (1,27%) dan paling sedikit MOW sebanyak 83 akseptor (1,23%). (Dinkes Deli Serdang, 2011). Akseptor KB dengan jenis MOW (tubektomi) semuanya mendapat pelayanan secara gratis di RSUD Lubuk Pakam. Alasan akseptor KB tersebut untuk menggunakan tubektomi dengan mempertimbangkan umur dan jumlah anak yang dimiliki akseptor KB. Melihat data tersebut bahwa non metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) merupakan metode yang lebih disukai oleh peserta KB aktif di Kecamatan Percut Sei Tuan. Sama halnya dengan alasan peserta KB baru, metode non MKJP juga dipandang masyarakat lebih aman dan lebih mudah untuk menggunakan atau tidak menggunakannya lagi sesuai dengan keinginan peserta KB untuk kembali memiliki anak. Akseptor KB di Wilayah Puskesmas Bandar Khalipah memakai kontrasepsi yang bertujuan untuk menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan dan mengakhiri kehamilan atau kesuburan.
Universitas Sumatera Utara
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Mei tahun 2012 terhadap 10 orang akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah tersebut, menunjukkan bahwa sebagian
besar
PUS
khususnya
wanita
belum
mengetahui dan mengerti tentang manfaat tubektomi sebanyak 6 orang (50%) dan yang mengetahui metode kontrasepsi tubektomi 4 orang (40%) serta memiliki persepsi dan sikap yang berbeda-beda tentang kontrasepsi tubektomi. Faktor yang menyebabkan akseptor KB tidak memakai kontrasepsi tubektomi antara lain terkait dengan pengetahuan, persepsi dan sikap pasangan usia subur. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pengetahuan, persepsi dan sikap PUS terhadap penggunaan kontrasepsi tubektomi di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten Deli Serdang.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah rendahnya penggunaan tubektomi pada PUS di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten Deli Serdang
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, persepsi dan sikap PUS terhadap penggunaan kontrasepsi tubektomi di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Hipotesis Pengetahuan, persepsi dan sikap PUS berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi tubektomi di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten Deli Serdang.
1.5. Manfaat Penelitian Bagi Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan khususnya Puskesmas Bandar Khalipah agar meningkatkan informasi tentang kontrasepsi tubektomi dalam upaya meningkatkan cakupan pelayanan kontrasepsi
Universitas Sumatera Utara