BAB 1 PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Bekasi merupakan wilayah sub urban, dan merupakan kota satelit penopang
sebuah kota besar yaitu Jakarta. Bekasi yang berkembang bukan hanya menjadi tempat tinggal kaum urban namun juga berkembang menjadi sebuah kota industri barang dan jasa. Daerah yang dahulunya merupakan wilayah agraris kemudian bertransformasi menjadi kota yang di dominasi oleh kegiatan perindustrian. Arus modernisasi terus merambat terlihat dari banyaknya pusat-pusat perbelanjaan dan pusat-pusat industri membuat Kota Bekasi terus bertransformasi menjadi sebuah kota yang modern. Banyak dari kota-kota di Indonesia terus bergerak menuju sebuah identitas baru dan meninggalkan identitas lamanya. Perubahan yang terjadi banyak dimulai di abad 20 ketika kosmopolitanisme bergulir. Benda-benda yang menjadi simbol modernitas telah menjadi orientasi baru pada masyarakat perkotaan, terlihat di dalam pembangunan infrastruktur dan fisik kota yang kemudian menyesuaikan dengan gaya kosmopolit.1 Hal seperti itu juga terjadi di wilayah kota Bekasi. Tidak seperti Jakarta,
1
Sri Margana, M.Nursam, Kota-Kota di Jawa : Identitas, Gaya Hidup dan Permasalahan Sosial.( Yogyakarta : Ombak, 2010),hlm. I
2
Kota Bekasi bukanlah kota kolonial2 , dahulu wilayah Bekasi hanyalah terdiri dari tanah-tanah partikelir. Sebagai akibat dari kebijakan yang dijalankan oleh Gubernur Jenderal Herman William Daendels menjual tanah-tanah di sekitar Batavia dan Buitenzorg akibat adanya devisit keuangan pada masa pemerintahan Daendels dalam pembangunan jalan raya pos sepanjang Anyer sampai Panarukan.3 Tanah-tanah partikelir yang ada di wilayah Bekasi hampir semuanya dikuasai oleh tuan-tuan tanah Cina, dan sebagian besar penduduknya bermata pencarian menjadi buruh tani.4 Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kebijakan kolonial dengan mengeluarkan undang-undang agrarische wet dan agrarische besluit tahun 1870. Dalam kebijakan tersebut terdapat standar ganda, di satu pihak ingin melindungi hak milik atas tanah yang dimiliki oleh pribumi di sisi yang lain juga membuka selebarlebarnya peluang kepada modal asing untuk menyewa tanah penduduk. Hal itu
2
Kota kolonial adalah kota yang dikembangkan oleh pendatang dari Eropa di tempat-tempat baru yang mereka datangi, pada tahap selanjutnya koloni-koloni tersebut berkembang menjadi pusat pemerintahan penjajahan. Kota-kota kolonial pada awalnya dikembangkan sebagai kota dagang, karena orang-orang Eropa di Negara-negara jajahan pada awalnya bertujuan untuk berdagang, dalam Purnawan Basundoro, Pengantar Sejarah Kota.( Yogyakarta : Ombak, 2012), hlm 84 3
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi : Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi.( Bekasi :Dispora Pemkot Bekasi, 2009),hlm.24 4
Ibid.,hlm. 29
3
mengakibatkan banyak terjadi pembukaan lahan perkebunan, termasuk di wilayah Bekasi.5 Pada tahun 1903 dilaksanakan undang-undang Decentralisatie Wet yang didalamnya mengandung undang-undang pemerintah daerah pertama yang mengatur masalah otonomi daerah. Dengan dasar undang-undang tersebut kemudian kota-kota besar di Hindia Belanda yang memenuhi syarat6 diubah menjadi kota otonom yang memiliki pemerintahan sendiri yang terpisah dari pemerintah pusat tetapi dalam praktek pemerintahannya tetap bertanggung jawab kepada pemerintah pusat.7 Bekasi pada waktu itu masuk kedalam Regentschap Meester cornelis dengan status Distrik Bekasi (kawedanan). Hal tersebut tercatat di dalam pembentukan daerah otonom
5
Ibid.
6
Sebagian besar kota yang memperoleh status sebagai gemeente adalah ibukota karesidenan, dan di dalam kota-kota itu terdapat banyak penduduk berkebangsaan Eropa. Pembentukan gemeente melalui undang-undang Decentralitatie wet 1903 pada awalnya memang bertujuan untuk melayani warga berkebangsaan Eropa utamanya adalah orang-orang Belanda. Sampai tahun 1908 sudah ada 15 gemeenten dan 6 gewesten. Daerah-daerah itu adalah Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg (tahun 1905). Pada tahun 1906 Bandung, Cirebon, Pekalongan, Tegal, Semarang, Surabaya, Magelang, Blitar, Padang, Palembang, dan Makassar. Enam gewesten di bentuk pada tahun 1908, yaitu: Banten, Rembang, Madura, Besuki, Banyumas, dan Madiun, dalam Neneng Ridayanti,Langgeng Sulistyo Budi, “Pengaturan Pemerintahan dalam Sejarah Indonesia: Sebuah Catatan Awal Reformasi Birokrasi Dalam Perspektif Sejarah”, (Jakarta : Sub bagian Publikasi dan Dokumentasi Arsip Nasional Republik Indonesia) 7
Purnawan Basundoro, Pengantar Sejarah Kota.( Yogyakarta : Ombak, 2012),hlm.105
4
Regentschap Meester Cornelis berdasarkan staatblad 1925 No.383 pada tanggal 14 agustus 1925.8 Diantara beberapa distrik yang ada di residensi Batavia, jumlah penduduk di distrik Bekasi cukup pesat sekali, tercatat bahwa pada tahun 1905 saja jumlah penduduknya telah mencapai 160.000 Jiwa, 9 yang kebanyakan dari penduduknya tersebut menjadi petani penggarap. Distrik Bekasi terkenal sebagai wilayah yang subur dan sangat produktif sebagai lahan agraris. Sebagaimana tanah-tanah yang ada di daerah dataran utara Jawa Barat, di daerah Bekasi terdiri atas tanah-tanah persawahan yang luasnya kurang lebih 65.000 Ha. Selain itu juga banyak lahan yang juga digunakan sebahai lahan perkebunan seperti di wilayah Cakung, Pondok Gede dan Tambun. Dari tahun 1942 sampai 1945 juga terjadi reorganisasi pemerintahan dan perubahan nama tempat. Pada tanggal 8 Maret 1942 secara resmi pemerintahan Belanda menyerah kepada Jepang dan kemudian mengalihkan semua kekuasaannya pada Jepang. Termasuk juga berbagai aktivitas administrasi pemerintahan dan juga keamanan dari tingkat yang paling tinggi sampai dengan yang terbawah. Pendudukan yang berlangsung 3 tahun membawa dampak perubahan yang sangat besar bagi kota8
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi : Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi.(Bekasi :Dispora Pemkot Bekasi, 2009) hlm. 31 9
Ali Anwar , “Gerakan protes petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir” Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Indonesia : 1990. hlm.19
5
kota di Indonesia, salah satunya adalah dalam bidang administrasi pemerintahan. Pada bulan Agustus 1942, pemerintahan pendudukan Jepang mengeluarkan undangundang tentang pemerintahan daerah Osamu Seirei No.27 dan Osamu Serei No.28 tentang aturan pemerintah shu (karesidenan) dan tokubetsu shi (Kotapraja Istimewa). Nama-nama Lembaga Pemerintahan juga diganti, seperti pemerintahan kota yang pada masa kolonial Belanda bernama Gemeente dan kemudian Stadsgemeente diubah namanya menjadi nama Jepang yaitu Shi, seperti Jakarta shi untuk menggantikan Staadsgemeente Batavia.10 Regentschap Meester Cornelis juga ikut diganti namanya. Melalui Oendang-Oendang No. 30 Tahun 2602 tentang nama negeri dan nama daerah, termasuk Regentschap Meester Cornelis yang diubah namanya menjadi Djatinegara Ken.11 Ken pada saat itu setara dengan Kabupaten. Pada saat pengalihan kekuasaan pemerintahan tersebut Batavia dibagi menjadi atas 3 Gun, yaitu Cawang-Jatinegara Gun, Bekasi Gun, dan Cikarang Gun. Pada pembagian wilayah tersebut terdapat perbedaan apabila dilihat dari luas wilayahnya antara ketika masih Regentschap Meester Cornelis dengan Djatinegara Ken. Kabupaten Jatinegara hanya meliputi wilayah Kawedanan Bekasi dan Cikarang yang mendapatkan tambahan wilayah kecamatan Cibarusah yang dahulunya masuk ke dalam salah satu Onder district Regentschap Buitenzorg. Pada saat itu struktur Organisasi pemerintahan sudah mulai terbentuk namun pemerintahan Kabupaten 10
Purnawan Basundoro op.cit., hlm 113
11
Anwar Setiawan, op.cit., hlm 3
6
Jatinegara belum bisa berjalan sebagai mestinya sampai pada tahun 1949 karena situasi yang ketika itu sedang carut marut.12 Tidak hanya di daerah sekitar Batavia, kota-kota lain pun pada periode ini mengalami perubahan yang drastis. Kekacauan yang terjadi di mana-mana sebagai dampak dari melemahnya sistem pemerintah kota, bahkan di beberapa kota sempat tidak memiliki pemerintahan akibat ditinggal mengungsi ke pegunungan oleh para pemangku pemerintahan kota pada saat itu. Sampai tahun 1950an tepatnya setelah terjadi chaos banyak kota-kota bekas kolonial maupun kota-kota yang baru terbentuk lainnya mulai menata diri kembali. Perkembangan kota pada masa itu ditandai dengan ciri khas tertentu diantaranya, sebagai basis kelahiran kaum urban baru. Ditandai juga dengan pesatnya proses modernisasi, industrialisasi, komersialisasi dan edukasi yang terpusat pada kota-kota besar yang kemudian menjadi faktor penggerak perubahan sebuah kota dan menjadi faktor penarik arus urbanisasi dan migrasi penduduk di daerah Indonesia termasuk di wilayah Kabupaten Bekasi yang baru terbentuk.
13
Apalagi jika dilihat letak
Kabupaten Bekasi yang baru terbentuk sangat dekat sekali dengan Jakarta yang merupakan Ibukota Republik Indonesia. Arus Urbanisasi ke wilayah Jakarta sangatlah pesat apalagi setelah tahun 1950an. Gagasan mengenai pemekaran Jakarta kemudian bergulir pada masa Pelita II dengan dikeluarkannya sebuah keputusan 12
13
Anwar Setiawan, Ibid., hlm 5
Djoko Suryo , Penduduk dan perkembangan Kota Yogyakarta dalam Freek Colombijn, dkk. Kota lama Kota Baru : Sejarah Kota-Kota di Indonesia. (Yogyakarta : Ombak,2005), Hlm 30
7
mengenai pembangunan Perum perumnas yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 29/1974.14 Pemekaran kota tersebut dilakukan terhadap wilayah-wilayah yang letaknya berdekatan secara geografis dan diantaranya adalah Bekasi. Hal tersebut berdampak kepada peningkatan pertambahan penduduk, pada tahun 1950 jumlah penduduk Bekasi berjumlah 572.292 orang, dan pada tahun 1980 melesat naik menjadi 1.147.516 jiwa.15 Jakarta sebagai Ibukota Negara yang merupakan kota Metropolitan. Wilayahnya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, budaya dan juga pariwisata. Adanya pemusatan kegiatan di Jakarta baik dibidang sosial, ekonomi, politik dan juga budaya mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan daerah-daerah sekitarnya. Hingga kemudian Jakarta mengurangi bebannya dengan gerak sentripetal hanya sebagai pusat jasa selanjutnya gerak sentrifugal kearah pinggir, termasuk juga Bekasi. Perluasan wilayah kota Jakarta merupakan sebuah alternatif untuk mengantisipasi pertumbuhan kota Jakarta yang ketika itu makin pesat, kemudian tercetusnya sebuah gagasan bernama JABOTABEK melalui instruksi presiden nomor 13 tahun 1976. Pokok-pokok kebijaksanaan di dalam pengembangan wilayah Jabotabek diantaranya adalah untuk menekan jumlah penduduk yang terus bertambah serta dapat meratakan penyebarannya yang tidak 14
Johan Silas, Perjalanan panjang Perumahan Indonesia dalam dan Sekitar abad XX. Dalam bukuKotalama Kota Baru : Sejarah Kota-Kota di Indonesia. ( Yogyakarta : Ombak,2005), Hlm 14 15
Bappeda tingkat II dan Kantor statistik BPS Kab.Bekasi,Kabupaten Bekasi dalam Angka tahun 1980, (Bekasi : Kantor Statistik BPS Kab.Bekasi, 1980) hlm 9
8
hanya terjadi di kota Jakarta melainkan ke kota-kota penyangga disekitarnya. Dengan begitu berat beban yang ditanggung oleh Jakarta sebagai sebuah kota induk tidaklah terlalu berat sehingga nantinya terjadi pemerataan pembangunan ekonomi ,sosial , serta budaya ke kota-kota hinterland tersebut.16 Adanya pemerataan ekonomi di wilayah hinterland menjadikan Bekasi menjadi salah satu kawasan kegiatan berbagai Industri dan pembangunan pemukiman. Mulai terjadi banyak pengalihan lahan, yang tadinya merupakan lahan persawahan dan perkebunan menjadi wilayah Industri dan juga pemukiman. Urbanisasi besar-besaran pun tak terhindarkan, daerah bekasi yang dahulunya adalah pedesaan dengan basis kegiatan di sektor pertanian lalu beranjak menjadi perkotaan dengan aktivitas kegiatan industri yang tak ada kaitannya dengan pertanian.17 Bekasi merupakan daerah yang subur , banyaknya lahan yang ada dipergunakan sebagai lahan pertanian mulai bergeser penggunannya. Secara geo-ekonomi posisi bekasi sangatlah strategis dekat dengan pusat ibu kota Jakarta. Selain itu juga fasilitas penyangga lainnya seperti jalan kereta api, pusat jalan raya dan letak wilayah yg strategis bagi jalur ekonomi membuat Bekasi menjadi salah satu wilayah yang banyak diminati para investor.
16
P.J.M Nas, Kota-kota Indonesia : Bunga Rampai, ( Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2007), hlm.52 17
Murtono ,”Proses Transformasi Masyarakat Pertanian Menuju Masyarakat Industri (Studi Kasus Tangerang, Bekasi , Bogor)”, Tesis. pascasarjana pengkajian ketahanan nasional. UI, Jakarta , 1998. Hlm. 104
9
Undang-Undang tentang pembentukan Perumnas melalui Keppres RI No.29/1974 juga berpengaruh dalam perkembangan Kota Bekasi dan juga bertambah pesatnya penduduk luar yang datang ke Bekasi. Gagasan tersebut merupakan salah satu upaya untuk pemekaran kota dan perbaikan kampung. Dalam menjalankan programnya pemekaran dilakukan terhadap kota-kota yang berada dekat dengan Jakarta secara geografis. Hal ini kemudian yang membuat banyak masuknya eksodus para pendatang. Wilayah kota Bekasi pada awalnya merupakan kota kecil tipikal Indonesia. Akibat dari pembangunan dampak dari masuknya industrialisasi dan arus urbanisasi yang sangat pesat, mengakibatkan lonjakan penduduk yang cukup besar. Atas dasar itu sebagian wilayah yang termasuk dalam kawasan berkembang utamanya di wilayah Kecamatan Bekasi pada tahun 1981 melalui PP no. 48/1981 telah ditetapkan sebagai Kotif (Kota Administratif). B.
Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Proses terbentuknya Kota Bekasi tidak serta merta terjadi begitu saja. Tidak
seperti kota Jakarta yang sejak dahulu dirancang sebagai sebuah kota, Bekasi tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi di sekitarnya. Dalam hal ini yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Kota Bekasi adalah jarak yang dekat dan berbatasan langsung dengan Jakarta. Arus modernisasi dan urbanisasi dalam skala yang besar terjadi kemudian mengakibatkan banyaknya terjadi
10
perubahan. Hal ini terlihat dari perubahan dari desa menjadi sebuah kota. Menurut perspektif evolusioner, perkembangan suatu kota selalu dikaitkan dengan pedesaan. Paradigma modernisasi kemudian akan membawa sebuah perubahan bahwa setiap desa kemudian akan berkembang menjadi kota, dan kota akan berkembang melewati tahapan-tahapan perkembangan tertentu. Selain itu juga setiap kota merupakan hasil perkembangan dari suatu desa. Tahap-tahap perkembangan itu bersifat linear dan universal.18 Setidaknya ada 3 faktor yang mempengaruhi di dalam pembentukan Bekasi sebagai sebuah kota modern. Pertama adalah adanya penerapan Konsepsi Jabotabek yang menyebabkan Bekasi harus dapat menerima limpahan penduduk dari Jakarta, selain itu juga Bekasi sebagai kota satelit/kota penopang harus dapat menyesuaikan perkembangannya dengan kota Induk. Kebijakan mengenai pemekaran wilayah Jakarta melalui kebijakan JABOTABEK yang kemudian mengakibatkan daerahdaerah disekitarnya menjadi wilayah penampung. Kedua dengan dijadikannya Bekasi sebagai pusat perindustrian turut serta membuat banyak perubahan yang ada disana. Proses perubahan tersebut membawa konsekuensi terjadinya perubahan di berbagai sektor kehidupan dan tata ruang kota di Bekasi.
18
Purnawan Basundoro, op.cit., Hlm 20
11
Ketiga, keputusan yang menjadikan Bekasi menjadi sebuah wilayah Industrialisasi menandai pula transisi Bekasi ke arah modernisasi. Ditambah lagi dengan diangkat status administrasi kecamatan Bekasi menjadi Kotif (Kota administratif ) pada tahun 1982. Sehingga transisi Bekasi menjadi sebuah Kota sangat lebih terasa lagi mulai dari pertumbuhan ekonomi, peningkatan fasilitas publik sarana prasarana penunjang kota dan pertumbuhan penduduk yang juga semakin pesat. Berdasarkan pernyataan tersebut kemudian akan dibahas mengenai Perkembangan Kota Bekasi dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1998an. Oleh karena itu yang akan dilihat pokok permasalahan yang akan menjadi acuan dalam penelitian yaitu : 1. Bagaimana
Proses
perubahan
yang
terjadi
dalam
konteks
perkembangankota pada masa transisi dari distrik sampai menjadi Kota Administratif? 2. Faktor-faktorapa sajakah yang mempengaruhi perkembangan kota Bekasi? 3. Apakah dampak yang terjadi dari perubahan struktur fisik Kota Bekasi dan juga Masyarakat kota Bekasi? Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara lebih dalam perkembangan kota Bekasi sejak masih menjadi sebuah wilayah Distrik sampai dengan menjadi sebuah Kota. Perkembangan kota merupakan perubahan spasial kota dari perode tahun ke tahun yang tidak hanya mencakup tampilan fisik dan visual saja, namun juga melibatkan unsur-unsur nonfisik yang turut mempengaruhi proses perubahan kota. Dengan mengetahui morfologis suatu kota dapat diperoleh gambaran bentuk secara
12
fisik arsitektural yang berkaitan dengan sejarah pembentukan kawasan tersebut sebagai artefak dan dapat mengungkapkan budaya dari masyarakat penghuninya. Perkembangan suatu kota tidak berlangsung secara spontan, tetapi mengalami proses yang panjang dan dipengaruhi oleh perilaku penghuninya. Hal tersebutlah yang akan digali lebih dalam didalam perkembangan Kota Bekasi, bukan hanya dari segi fisik kotanya saja melainkan juga perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya baik dari segi budaya, sosial dan juga ekonomi. Tahun 1950 dipilih karena pada saat tersebut wilayah Bekasi mulai masuk masa transisi dimana wilayah Bekasi telah memperoleh status administratif sebagai sebuah Kabupaten. Sehingga mempunyai privilege untuk mengurus pembangunan wilayahnya sendiri. Pembangunan mulai dilakukan terkait dengan tujuan dibentuknya Kabupaten Bekasi sebagai wilayah penopang Ibukota dengan adanya konsepsi Jabotabek. Menarik juga untuk dilihat ketika konsepsi Jabotabek ini mulai diterapkan maka akan menimbulkan banyak perubahan dari berbagai sektor, selain itu juga berdampak pada perubahan tata ruang kota, pertambahan penduduk dan dampakdampak perubahan lain yang terkait dengan perkembangan kota. Berakhirnya penelitian
ini
mengambil
tahun
1990an
karena
faktor-faktor
penunjang
perkembangan Kota Bekasi terjadi di tahun 1970an sampai dengan tahun 80an. Seperti adanya konsepsi JABOTABEK kemudian membawa arus industrialisasi dan pertambahan penduduk yang sangat pesat di wilayah ini. Tahun 1990an diambil untuk melihat perubahan besar yang terjadi setelah beberapa faktor penunjang
13
tersebut berlangsung, karena dampak perubahan tidak langsung terjadi begitu saja melainkan berkembang seiring berjalannya waktu beberapa tahun setelahnya. Hal ini diharapkan agar dapat memahami perkembangan dan pertumbuhan Kota Bekasi pada kurun waktu tersebut. Wilayah Bekasi dipilih karena merupakan bagian dari wilayah sub urban yang berfungsi sebagai penopang Jakarta yang merupakan wilayah pusat. Fokus penelitiannya tetap hanya pada wilayah kotanya saja, walaupun nantinya juga membahas Bekasi secara keseluruhan, karena perkembangan Kota Bekasi ada kaitannya juga dengan perkembangan wilayah administratif dari Kabupaten Bekasi. Kota Bekasi atau sebelumnya Kecamatan Bekasi merupakan Ibukota Daerah Tingkat II Kabupaten Bekasi dan dapat dikatakan merupakan salah satu wilayah yang paling berkembang di Bekasi sebelum berdiri sendiri menjadi Kotamadya. Pada masa Kolonial Belanda hampir seluruh wilayah di Bekasi merupakan tanah partikelir yang tak lain hanyalah digunakan sebagai wilayah pertanian dan perkebunan. Setelah masa kemerdekaan Bekasi terkena dampak dari pemekaran wilayah penopang Jakarta yang dikenal dengan sebutan Jabotabek. Dampak yang ditimbulkan dari adanya konsepsi ini cukup besar seperti misalnya pertambahan penduduk, industrialisasi, pergeseran penggunan lahan, serta ekspansi perumahan yang sangat banyak memakan lahan pertanian. Perkembangan dari kota Bekasi sangat terpengaruh sekali oleh wilayah pusat karena berbatasan langsung dengan Jakarta di sebelah barat. Pada tahun 1980an juga terjadi peristiwa penting yang sangat mempengaruhi perkembangan Kota
14
Bekasi, yaitu pembentukan Bekasi sebagai Kota administratif pada tahun 1981 yang sangat membawa perubahan pada seluruh sektor baik ekonomi, sosial, budaya dan perkembangan fisik kotanya. C.
Tujuan Penelitian Penulisan mengenai sejarah Bekasi dirasa masih kurang tidak seperti
penulisan sejarah Jakarta. Padahal letak Bekasi yang sangat dekat dengan Jakarta secara geografisnya membuat Bekasi menjadi ikut berkembang. Hal tersebutlah yang kemudian membawa penulis tertarik untuk mengangkat tema Sejarah Perkembangan Kota Bekasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan kota Bekasi, untuk bisa melihat karakteristik dan kecenderungan yang terjadi di dalam perubahan fisik kota Bekasi dan juga masyarakatnya. Selain juga untuk menambah khasanah dari penulisan sejarah kota di Indonesia. Pengalaman sejarah memberi pengetahuan pada kita semua dan juga khususnya untuk para pengambil kebijakan dalam pembangunan kota Bekasi yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. D.
Tinjauan Pustaka Kajian mengenai tema sejarah kota sudah banyak juga yang menulis, juga
kajian mengenai Bekasi. Beberapa karya yang memuat mengenai Bekasi secara umum adalah buku berjudul Sejarah dan Budaya Kota Bekasi: Sebuah Catatan
15
Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi karya Andi Sopandi. 19 Didalamnya memuat asal-usul Bekasi dari jaman kerajaan sampai dengan saat ini. Selain sejarah juga segala hal yang berkaitan dengan kebudayaan yang ada di bekasi semua dituliskan didalamnya. Secara keseluruhan yang dibahas tidak fokus pada tema tertentu, hanya menguak sejarah dan kebudayaan secara umum saja. Karya lain yang juga bertemakan bekasi adalah buku Sejarah Bekasi : Sejak Pemerintahan Purnawarman sampai Orde Baru yang diterbitkan oleh Pemda Bekasi. 20 Hampir sama seperti karya Andi Sopandi buku ini berisi mengenai sejarah Bekasi secara universal dan garis besarnya saja, yang dipaparkan secara kronologis dari zaman kerajaan sampai masa Orde baru. Karya lain yang juga berkaitan dengan Bekasi yaitu Tesis dari Anwar Setiawan yang berjudul “Identitas ganda Bekasi : Suatu transformasi dari Masyarakat Tradisional Menuju Masyarakat Modern”.
21
Di dalam karyanya itu berusaha
mengungkap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Bekasi dari tradisional mengarah ke Modern. Fokus kajian dari karya ini adalah perubahan sosial masyarakat
19
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi : Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi.( Bekasi :Dispora Pemkot Bekasi, 2009) 20
Pemda Bekasi, Sejarah Bekasi : Sejak Pemerintahan Purnawarman sampai Orde Baru.( Bekasi : Pemda Bekasi, 1992) 21
Anwar Setiawan, “Identitas ganda Bekasi : Suatu transformasi dari Masyarakat Tradisional Menuju Masyarakat Modern” Tesis, Program Studi Sejarah Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 2003
16
Bekasi seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan dari pola hidup tradisional ke arah yang lebih modern. Tema ini hampir sama dengan yang penulis ingin teliti hanya saja fokusnya yang berbeda. Karya ini lebih menyoroti mengenai perubahan sosial masyarakatnya sementara penelitian yang akan dilakukan penulis akan lebih menyoroti Perkembangan morfologi kotanya walaupun nantinya juga akan membahas mengenai perubahan masyarakatnya karena perkembangan
morfologi
kota juga akan berpengaruh pada perubahan sosial masyarakatnya. Satu lagi Tesis yang berjudul “Perkembangan Struktur Kota Bekasi dan Kaitannya dengan Lingkungan Hidup” yang ditulis oleh Mohamad Setyo Widianto Harungewaning WirjaAtmadja.
22
Dalam karyanya tersebut berisi penjelasan
mengenaistruktur kota dengan analisis lingkungan hidup. mengungkapkan bahwa perkembangan kota Bekasi mempunyai kaitan dan pengaruh terhadap lingkungan hidup perkotaannya. Karya ini lebih berfokus mengenai perkembangan struktur kota Bekasi yang dilihat dari analisis lingkungan hidupnya. Beberapa karya yang juga berkaitan dengan kota diantaranya, karya yang ditulis oleh P.J.M Nas mengenai gambaran kota-kota diindonesia berjudul Kota-kota di Indonesia : Bunga Rampai23 Pada karyanya tersebut memuat mengenai kota-kota
22
Mohamad Setyo Widianto Harungewaning WirjaAtmadja, “Perkembangan Struktur Kota Bekasi dan Kaitannya dengan Lingkungan Hidup”, Tesis. Program Studi Pasca Sarjana Universitas Indonesia,1992 23
Peter J.M.Nas, Kota-Kota di Indonesia : Bunga Rampai.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2007.
17
di Indonesia secara umum, seperti mengenai asal usul, tata kota, nama-nama jalan dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kota dan penunjangnya. Buku lain yang juga membahas mengenai sejarah kota yaitu buku Kota-Kota di Jawa: Identitas, Gaya Hidup dan Permasalahan Sosial yang disunting oleh Sri Margana dan M.Nursam.24 Buku ini berisi artikel-artikel yang memuat tentang sejarah kota yang melibatkan banyak penulis. Artikel-artikel didalamnya di klasifikasikan menjadi beberapa bagian diantaranya mengenai Identitas Kota, gaya hidup perkotaan, permasalahan perkotaan, mengenai urbanisasi, pelabuhan dan tenaga kerja , dinamika sosial politik dan juga ekonominya. E.
Metode dan Sumber Di dalam penelitian ini akan menggunakan sumber baik tertulis maupun tidak
tertulis, sumber tertulis yang dipakai diantaranya adalah berbentuk buku, majalah, catatan harian, arsip pemerintahan kolonial maupun arsip Pemerintah Daerah, Koran, zine, bulletin, jurnal serta artikel. Selain itu juga sumber yang berupa audio maupun visual seperti foto sumber-sumber dalam bentuk tersebut didapatkan di ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) ataupun pusat-pusat dokumentasi yang ada di wilayah Kota Bekasi. Untuk sumber tertulis seperti buku
di dapatkan dari berbagai
perpustakaan maupun online dalam bentuk ebook, seperti di Perpustakaan FIB, UPT UGM , perpustakaan kota, perpustakaan daerah Bekasi, Perpustakaan Kolese Ignatius
24
Sri Margana, M.Nursam (peny.), Kota-Kota di Jawa: Identitas, Gaya Hidup dan Permasalahan Sosial. ( Yogyakarta : Ombak, 2010).
18
. Untuk bulletin, jurnal maupun media cetak seperti Koran didapatkan Library Center kota Yogyakarta, Perpustakaan Nasional ataupun media online. Media Online seperti yang ada pada situs KITLV, dan website-website lain yang menyertakan jurnal-jurnal yang terkait dengan tema. Dari data-data yang didapatkan pastinya tak dapat langsung dijadikan fakta, data yang dicari haruslah berkaitan dengan tema yang akan di bahas dan harus melalui kritisi sumber terlebih dahulu. Setelah itu barulah akan didapatkan fakta-fakta yang dapat dimasukan kedalam penulisan sejarah. Kritik yang dipakai yaitu kritik dari dalam yaitu terkait dengan isi, untuk memutuskan apakah data yang di pakai reliable atau tidak. Selain menggunakan sumber tertulis, digunakan pula sumber lisan dengan mewawancarai orang-orang terkait yang terlibat didalam sejarah atau disebut dengan saksi sejarah. Untuk menentukan informan tentunya tidak asal pilih namun harus diketahui lebih dahulu latar belakangnya. Hasil wawancara nantinya di bandingkan satu sama lain apakah peristiwa yang di ceritakan Informan saling terkait satu dengan yang lain agar data yang dihasilkan valid. Jika saja ada perbedaan dalam hasil wawancara maka akan ada tinjauan lebih lanjut dan Informan yang di wawancara bisa lebih diperbanyak jumlahnya untuk mendapatkan Fakta yang valid tersebut. Metode lain yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah tinjauan Arkeologis, dengan melihat pola-pola letak bangunan yang ada di Bekasi tinjauan langsung mengenai perubahan fisik kota dan penunjangnya.
19
F.
Sistematika Penulisan Pada penulisan skripsi ini akan dibagi menjadi 5 bagian pokok pembahasan ,
pembahasan sistematikanya adalah sebagai berikut : Pada Bab I merupakan bagian pendahuluan yang didalamnya berisi mengenai latar belakang dari penelitian ini, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, metode yang dipakai dalam penelitian , tinjauan pustaka dan sistematika penelitian. Pada Bab 2 memberikan gambaran wilayah Bekasi ketika zaman kolonial juga dibahas asal usul nama Bekasi, letak geografis dan juga gambaran penduduk di wilayah Bekasi pada zaman kolonial. kependudukan ,dan keadaan infrastruktur Kota. Bab 3 merupakan bagian yang berisi mengenai perkembangan ruang kota Bekasi di Masa Transisi tersebut. Dijelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi wilayah kecamatan Bekasi berubah menjadi wilayah Perkotaan. Bab 4 lebih membahas mengenai perkembangan fisikkota Bekasi. Dimulai dari pembahasan mengenai perkembangan fisik kota, tata ruang , penyediaan fasilitasfasilitas kota dan utilitas kota. Dari beberapa cakupan tersebut kemudian akan dilihat pegaruhnya bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Bab 5 merupakan kesimpulan dari seluruh bab diatas, dan merupakan bagian dari jawaban atas pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.