BAB 1 PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena anak jalanan sebetulnya sudah berkembang lama, tetapi saat ini semakin menjadi perhatian dunia, seiring dengan meningkatnya jumlah anak jalanan di berbagai kota besar di dunia. Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak, bahkan mungkin lebih, yang menghabiskan waktu produktif di jalanan. Dasawarsa terakhir ini isu kesejahteraan anak terus mendapat perhatian masyarakat dunia. Mulai dari permasalahan buruh anak, peradilan anak, pelecehan seksual pada anak, dan anak jalanan. Hal tersebut juga dicerminkan dari banyaknya dokumen Internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Salah satu isu kesejahteraan anak yang terus berkembang menjadi perhatian dunia adalah masalah anak jalanan. Laporan Dunia tentang Situasi Anak, menyebutkan bahwa terdapat 30 Juta anak tinggal dan menjaga diri mereka sendiri di jalan. Sedang di Asia, saat ini paling tidak terdapat sekitar 20 juta anak jalanan. Jumlah tersebut diramalkan akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun mendatang (Childhope, 2004) Secara umum, pendapat yang berkembang di masyarakat mengenai anak jalanan adalah anak-anak yang berada di jalanan untuk mencari nafkah dan menghabiskan waktu untuk bermain, tidak bersekolah, dan kadang kala ada pula yang menambahkan bahwa anak-anak jalanan mengganggu ketertiban umum dan
melakukan tindak kriminal (Martini dan Agustian dalam Terloit, 2001). Adanya pandangan seperti ini akan berpengaruh terhadap terbentuknya konsep diri yang negatif pada diri anak jalanan sendiri. Sementara itu Departemen Sosial (dalam Terloit, 2001) membuat definisi operasional dari anak jalanan, yaitu anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan tempat- tempat umum lainnya. Mereka biasanya berusia 6 – 18 tahun, masih sekolah atau sudah putus sekolah, tinggal dengan orangtua maupun tidak, atau tinggal di jalanan sendiri maupun dengan teman- temannya, dan mempunyai aktivitas di jalanan, baik terusmenerus maupun tidak. Ketua Program Studi Doktoral Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan, “akar dari adanya anak jalanan adalah kemiskinan. Apabila sebuah keluarga cukup secara ekonomi, sekolah anak pasti di perhatikan. Namun, jika orang tuanya susah makan, tidak ada pekerjaan, pendidikan rendah, nasib anak jelas terlantar. Nilai-nilai kebaikan ideal dalam keluarga tidak akan di dapat anak-anak itu” (kompas, 2010). Kehidupan jalanan terlalu keras bagi anak-anak, apalagi bagi mereka yang terbelenggu kemiskinan/yang sudah kehilangan orang tua (kompas, 2010). Beberapa faktor utama, yang diakui oleh masyarakat dan beberapa tokoh, yang menyebabkan timbulnya anak jalanan, antara lain kemiskinan, disfungsi keluarga, dan kekerasan dalam keluarga. Isu kesejahteraan anak mendapat perhatian masyarakat dunia. Mulai dari permasalahan buruh anak, peradilan anak, pelecehan seksual pada anak, dan anak jalanan. Ketua komisi Nasional perlindungan Anak Seto
mulyadi mengatakan jumlah anak jalanan pada tahun 2008 di wilayah Jabodetabek mencapai 80 ribu anak dengan 30 ribu anak berada di wilayah Jakarta (Moeko, 2008). Hal ini memperlihatkan jumlah anak jalanan yang terus meningkat tiap tahunnya.
Penelitian
ini
dilakukan
memiliki
arti
cukup
penting
karena
permasalahannya, jumlah anak jalanan yang terus meningkat ini masih ditangani secara terbatas. Studi-studi yang ada sebelumnya masih terbatas pada pembahasan mengenai karakteristik sosial ekonomi, pembinaan rumah singgah dan tingkat kekerasan yang dialami anak jalanan saja dan belum melihat anak jalanan. Konsep diri anak jalanan perlu dipahami karena konsep diri mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan seseorang (Muslim dan Mardiyati, 2004). Melihat permasalahan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka diperlukan upaya perlindungan dan kesejahteraan anak jalanan dengan memenuhi hak-haknya. Di Indonesia, untuk mewujudkan hak-hak anak telah dikeluarkan UU No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. UU tersebut menjelaskan bahwa anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar serta memperoleh perawatan, pelayanan, asuhan dan perlindungan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Rumah singgah merupakan model penangan anak jalanan sebagai perwujudan daru UU tersebut (Krismiyarsi, dalam Sakina 2011). Remaja merupakan sosok yang penuh potensi namun perlu bimbingan agar dapat mengembangkan apa yang telah dimilikinya untuk perkembangan bangsa dan
Negara. Remaja adalah bagian dari masyarakat yang akan bertanggungjawab terhadap kemajuan bangsa. Secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam mencari jati diri. Dimana identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya di dalam masyarakat. Sehingga mereka berupaya untuk menentukan sikap dalam mencapai kedewasaan (Hurlock, 1991). Menurut Willis (dalam Manik, 2007) kenyataannya yang sering kita lihat, saat perkembangan remaja menuju kedewasaan mereka tidak dapat selalu menujukkan siapa dirinya dan apa perannya didalam masyarakat. Hal ini mungkin terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi pada diri individu semasa kecil, baik di lingkungan rumah maupun masyarakat pada saat dia berkembang. Jika saat individu semasa ia kecil, baik di lingkungan rumah maupun masyarakat pada saat ia berkembang. Jika saat individu masih akan mengalami masalah yang berarti dalam upaya menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Diah Putri (dalam Fawzie, 2012) tentang konsep diri anak jalanan, menunjukkan bahwa dua diantara empat anak jalanan memiliki konsep diri positif yang ditunjukan dengan rasa percaya diri, gambaran masa depan yang jelas, optimis, dan terbuka. Selanjutnya sisanya memiliki konsep diri negatif, ditunjukan adanya individu yang tidak aman, tidak percaya diri, dan gambaran masa depan tidak jelas. Faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri pada anak jalanan ini adalah lingkungan, pendidikan, dan fisik. Tiga anak jalanan tersebut masih bersekolah namun satu anak jalanan memilih berhenti sekolah
untuk mencari kebebasan. Satu diantara anak jalanan yang bersekolah memiliki konsep diri negatif, ini karena meski anak tersebut mendapat bimbingan dari guru namun anak tersebut tidak mendapatkan bimbingan dan perhatian dari keluarga. Sedangkan dua anak jalanan lainnya yang masih bersekolah memiliki konsep diri positif karena selain mendapat bimbingan dari sekolah juga mendapat perhatian, dukungan, dan bimbingan dari keluarga. Kemudian satu anak jalanan yang tidak bersekolah memiliki konsep diri negatif, karena anak tersebut tidak mendapatkan bimbingan dari guru, keluarga, dan selain hidup di lingkungan anak jalanan juga bergaul dengan lingkungan balapan motor. Mereka menjadi komunitas yang rentan terhadap kekerasan dan pelecahan orang yang lebih tua, penangkapan petugas ketertitaban kota, berkembangnya penyakit, dan konsumsi minuman keras serta narkoba. Faktor penyebab anak turun ke jalanan karena tiga faktor yaitu ekonomi, masalah keluarga dan pengaruh teman (Kalida, 2003). Faktor ekonomi menjadi penyebab utama yang menjadikan anak turun ke jalanan, yaitu karena kemisikinan, baik struktural maupun non struktural, sehingga anak turun ke jalan bukan karena inisiatif sendiri. Banyak kasus anak turun ke jalanan justru karena perintah orang tuanya. Kemudian, faktor keluarga bisa jadi penyebab seorang anak turun ke jalanan, yaitu karena penanaman disiplin dan pola asuh otoriter yang kaku dari orang tua, keluarganya selalu ribut, perceraian, diusir dan dianiaya orang tua. Faktor teman juga bisa menyebabkan anak turun kejalanan, yaitu adanya dukungan sosial atau bujuk rayu dari teman. Latar belakang sosial ekonomi yang berbeda dari anak lain pada
umumnya, konsep diri anak jalanan jelas berbeda dengan konsep diri pada anak lainnya. Kehidupan yang keras, keharusan untuk hidup mandiri, perhatian yang kurang dari orang tua, lingkungan tempat tinggal yang tidak kondusif, minimnya kesempatan untuk bersekolah merupakan faktor yang mempengaruhi konsep diri pada anak jalanan (Fitri, 2007). Perilaku anak termasuk dalam hal kesehatan sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial serta nilai-nilai yang berada dilingkungan mereka. Apabila anak berada pada lingkungan yang positif maka perilaku yang terbentuk adalah perilaku positif pula, begitupun sebaliknya (Grahacendikia, 2009). Oleh sebab itu konsep diri merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan remaja karena konsep diri akan menentukan bagaimana seorang berperilaku. Menurut Fits (dalam Manik, 2007), konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan seorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan keluarga. Chaplin (2000) mengemukakan bahwa konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi dengan orangorang sekitarnya. Apa yang dipersepsikan individu lain mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang disandang seorang individu (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004). Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan
lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari. (Hendriati, 2006). Berdasarkan latar belakang inilah, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran konsep diri anak jalanan usia remaja dan mengapa konsep diri tersebut dapat terbentuk. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran konsep diri pada anak jalanan usia remaja serta bagaimana konsep diri tersebut terbentuk.
I.2. Rumusan Masalah Konsep diri merupakan faktor yang penting bagi pembentuk tingkah laku manusia. Manfaat individu mengetahui konsep diri adalah mereka dapat menampilkan perilaku yang diterima dari respon-respon dan pandangan-pandangan yang diterima oleh orang lain. Terkait dengan anak jalanan, konsep diri adalah gambaran yang dimiliki oleh seorang anak jalanan tentang dirinya. Hal ini merupakan apa yang diyakini anak jalanan pada dirinya, meliputi karakteristik fisik, psikologi, sosial dan emosional serta aspirasi-aspirasi dan prestasinya. Gambaran yang dimiliki anak jalanan ini adalah penilaian dari segala hal yang mereka ketahui, rasakan dan mereka yakini ada pada diri mereka, meliputi karakteristik diri dan bagaimana mereka berhubungan dengan dunia luar, yang berkembang berdasarkan hasil persepsi dari orang lain dan diri mereka sendiri.
Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan mengenai bagaimana gambaran konsep diri anak jalanan usia remaja ?
I.3. Tujuan Penelitian Dalam sebuah penelitian, baik penelitian yang bersifat ilmiah maupun penelitian sosial pasti dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran konsep diri anak jalanan usia remaja. I.4. Manfaat Penelitian Ada dua segi manfaat yang diambil dari penelitian ini: •
Aspek Teoritis Penelitian ini berguna secara teoritis untuk mengetahui dan memahami konsep diri anak jalanan usia remaja berdasarkan teori-teori yang mendukung konsep diri dan anak jalanan beserta teori-teori pendukung lainnya.
•
Aspek Praktis Peneliti berharap dapat memberikan manfaat serta memberikan masukan bagi : 1. Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi, dapat memberikan pengetahuan baru tentang konsep diri anak jalanan, dan dapat dijadikan sumber informasi untuk sarana pengembangan konsep diri anak jalanan usia remaja.
2. Manfaat keilmuan mampu memberikan sumbangan pikiran khususnya bagi para ilmuwan psikologi khususnya bagi lembaga-lembaga sosial yang berfokus pada masalah-masalah psikologis remaja khususnya konsep diri anak jalanan. 3. Pembaca lainnya sebagai referensi gambaran konsep diri anak jalanan usia remaja.
I.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut BAB I Berisikan latar belakang masalah penelitian yang menguraikan mengenai pentingnya penelitian ini dilakukan, masalah yang menjadi dasar penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. BAB II
Berisikan kajian teori yang digunakan dalam penelitian dan kerangka pemikiran.
BAB III
Berisikan
pendekatan
pengumpulan
data
penelitan,
(wawancara
subjek dan
penelitian,
observasi),
alat
teknik bantu
pengumpulan data, teknik analisa data, definisi operasional dan karakteristik subjek. BAB IV
Berisikan Hasil penelitian, analisis, serta pembahasan terkait dengan teori-teori yang digunakan.
BAB V
Berisikan kesimpulan, diskusi dan saran tentang hasil penelitian yang dilakukan.