BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh human immunodeficiency virus ( HIV ) dan merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Djoerban Z, 2006). Penyakit infeksi HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia dewasa ini, termasuk di Indonesia. Masalah yang berkembang sehubungan dengan penyakit infeksi HIV/AIDS adalah angka kejadian dan kematian yang masih tinggi (Nasronudin, 2007). Sejak ditemukan kasus AIDS di Amerika Serikat pada tahun 1981 hingga saat ini penyakit ini selalu menarik perhatian dunia kedokteran maupun masyarakat luas (Hetti, 2009). Di Indonesia pengidap HIV/AIDS dilaporkan terus meningkat sejak kasus AIDS pertama kali ditemukan dari seorang turis asing di Bali. Pada tahun 2002 Depkes RI memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV/AIDS mencapai angka 90.000 – 130.000 orang (Nasronudin, 2007).
1 Universitas Sumatera Utara
Komisi penanggulangan AIDS Nasional melaporkan berdasarkan data dari Departemen Kesehatan bahwa sampai 31 Maret 2008 terdapat secara kumulatif penderita AIDS 11.868 kasus yang tersebar di 32 propinsi, 194 Kabupaten/Kota. Sedangkan kumulatif kasus HIV yang dilaporkan adalah 6.130 kasus, padahal estimasi sebesar 193.000 kasus. Pada klinik Teratai RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung sampai dengan bulan September 2008 dijumpai sebanyak 1437 kasus terdiri atas 896 kasus AIDS dan 541 kasus HIV dan 197 kasus (21%) diantaranya telah meninggal dunia. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan sampai 30 September 2009 kasus HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif mencapai 18.422 kasus dan 3708 diantaranya meninggal dunia, jumlah tersebut terdiri dari 13.654 laki-laki dan 4.701 perempuan, 87 penderita diantaranya tidak diketahui. Berdasarkan prevalensi secara nasional prevalensi kasus AIDS di Indonesia sebesar 8,15 artinya setiap 100.000 penduduk sebesar 8,15 % diantaranya menderita AIDS (Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2009). Di Sumatera Utara, hingga Juli 2007 diperkirakan jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 1.033 kasus, dan menurut Dinas Kesehatan Sumut jumlah penderita HIV/AIDS hingga periode Juni 2008 sebanyak 1.316 kasus. Angka prevalensi kasus AIDS per 100.000 untuk Sumatera Utara s/d 2009 sekitar 3,93% (Ditjen PPM dan PL depkes RI). Di RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah penderita HIV/AIDS tahun 2008 ditemukan 403 kasus, tahun 2009 ditemukan 528 kasus ( Data VCT Pusyansus RSUP. HAM Medan, 2009). Pasien HIV/AIDS sering mengalami infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat adanya kesempatan untuk muncul pada kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan, yang bisa disebabkan oleh organisme non pathogen. Secara klinis digunakan hitung jumlah limfosit CD4 sebagai pertanda munculnya infeksi oportunistik ini pada penderita HIV/AIDS. Penurunan CD4 disebabkan oleh limfosit yang mati yang dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara
oleh HIV. Pada masa asimtomatik terjadi penurunan CD4 secara lambat dan penurunannya semakin tajam pada stadium infeksi HIV yang lanjut. Infeksi – infeksi oportunistik umumnya terjadi bila jumlah CD4 < 200 cells/μL (Pohan HT, 2006: Yayasan Sprita, 2004). Menurut data Ditjen PPM & PL hingga September 2005, kandidiasis merupakan infeksi oportunistik tertinggi pada ODHA, yakni 31,29%. Kemudian secara berurutan, yaitu tuberkulosis (6,14%), koksidioidomikosis (4,09%), pneumonia (4,04%), herpes zoster (1,27%), herpes simpleks (0,65%), toksoplasmosis (0,43%) dan CMV (0,17%). Namun secara umum, jenis dan penyebab infeksi dapat berbeda ditiap daerah dikarenakan adanya perbedaan pola mikroba patogen (Pohan HT, 2006). Akhir – akhir ini frekuensi penyakit jamur seperti kandidiasis meningkat tajam pada penderita Imunokompromais pada pasien HIV/AIDS diantaranya kandidiasis oral. Sekitar 40% dari populasi mempunyai spesies Candida didalam rongga mulut dalam jumlah kecil sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral dan beradaptasi dengan baik hidup pada inang manusia, seperti pada saluran cerna, urogenital dan kulit. Namun pada orang dengan imunosupresan, imunokompromise mikroflora oral ini bisa menjadi pathogen, nama penyakitnya yaitu kandidiasis oral (Tianshi Community; Gorila, 2006). Menurut penelitian pada penderita HIV positif tentang mikosis superficial di Yaonde, Kamerun dijumpai angka prevalensi yang terbanyak untuk kandidiasis oral
( 77%) (Detmy
JL, 2004). Penelitian disebuah Rumah Sakit di Belo Horizonte, Brazil bahwa infeksi oportunistik yang paling banyak dijumpai yaitu kandidiasis oral yang prevalensi (50,7%) (Pohan HT, 2006). Menurut laporan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional sampai dengan bulan Maret 2008 angka kejadian kandidiasis oral (24,3%). Hasil penelitian di RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta melaporkan angka kejadian kandidiasis mulut-esofagus
(80,8%).
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung melaporkan infeksi oportunistik untuk kandidiasis oral (27%). Penelitian di India angka kejadian kandidiasis oral (43.2%). Data infeksi oportunistik untuk kandidiasis oral pada penderita HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan dari Januari sampai Desember 2007 sekitar 171 orang, untuk Januari sampai Desember 2008 sekitar 65 orang, pada Januari sampai Desember 2009 sekitar 205 orang (Sudjana P, 2009; VCT Pusyansus RSUP. HAM). Pada kandidiasis oral ada beberapa ragi genus Candida memiliki kemampuan menyebabkan kandidiasis oral seperti: Candida albicans, Candida glabrata, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida guilliermondii, Candida dubliniensis, dan Candida krusei. Banyaknya spesies penyebab ini berkaitan dengan bentuk lesi klinis yang dijumpai. Penelitian yang dilakukan di Eduardo de Menez’s Hospital, Brazil pada pasien dewasa HIV/AIDS dengan jumlah CD4<200 cells / μL yang melibatkan 67 pasien, dijumpai 34 pasien (50,7%) menderita kandidiasis oral. Bentuk lesi klinis yang dijumpai: Pseudomembran 23 pasien, Eritematosa 11 pasien dan Angular seilitis 6 pasien. Untuk spesies Candida yang ditemukan, Candida albicans 31 pasien, Candida glabrata 7 pasien, Candida tropicalis 6 pasien, Candida parapsilosis 3 pasien, Candida krusei 3 pasien, Candida dublinensis 1 pasien dan Candida gulliermondii 1 pasien.
Candida albicans adalah penyebab terbanyak
dihubungkan dengan bentuk lesi klinis, diikuti Candida glabrata, Candida tropicalis dan Candida parapsilosis. Identifikasi yang tepat agen penyebab bisa mengindikasikan pilihan terapi yang terbaik untuk mengobati pasien. Obat-obat yang sering digunakan sebagai terapi: Amfoterisin B, Flukonazol, Itrakonazol dan Vorikonazol. Pada Candida glabrata dan Candida krusei secara kerap resisten terhadap fluconazol( hasil penelitian di Brazil). Menurut penelitian artemisk disk, flukonazol efektif untuk Candida albicans (97,9%), Candida tropicalis
Universitas Sumatera Utara
(90,4%), Candida parapsilosis (93,3%), Candida krusei (9,2%). Penelitian di India, fluconazol efektif pada Candida albicans (87,8%), dan sekitar (68,9%) pada non albicans. Dilihat dari hasil ketiga penelitian tersebut memberikan bahwa flukonazol masih menjadi pilihan utama pengobatan kandidiasis (Gabler GI et al, 2008; Sudjana P, 2009). Di Medan khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan belum pernah dilakukan penelitian untuk obat ini, untuk itu peneliti ingin meneliti. Dosis flukonazol yang diberikan 200mg peroral 1x/hari selama 14 hari.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka kami ingin meneliti, seberapa besarkah obat flukonazol masih efektif untuk pengobatan kandidiasis oral dihubungkan dengan spesies penyebab. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui efikasi obat flukonazol terhadap kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk melihat gambaran klinis dihubungkan dengan spesies jamur yang dijumpai 2. Untuk mengetahui efikasi obat flukonazol terhadap spesies penyebab kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS 1.4. Hipotesis
Universitas Sumatera Utara
Ada perbedaan efektifitas flukonazol pada spesies Candida dan klinis yang berbeda sebelum dan sesudah pemakaian obat flukonazol pada pasien HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.5. Manfaat Penelitian Dengan mengetahui efikasi dari flukonazol terhadap beberapa spesies Candida maka kita dapat memilih flukonazol pada spesies Candida yang efektif.
1.6. Kerangka Konsep Penderita HIV / AIDS dengan Kandidiasis oral
Kultur dan Identifikasi Spesies Pemberian flukonazol
Perubahan Klinis : 1. Menetap 2. Perbaikan 3. Sembuh total Identifikasi spesies Gambar 1.1. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara