BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik. Obat dan Vaksin untuk mengatasi masalah tersebut belum ditemukan, yang dapat mengakibatkan kerugian tidak hanya di bidang kesehatan tetapi juga di bidang sosial, ekonomi, politik, budaya dan demografi (Depkes RI 2006). Berdasarkan case report United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) tahun 2011 jumlah orang yang terjangkit HIV didunia sampai akhir tahun 2010 terdapat 34 juta orang, dua pertiganya tinggal di Afrika kawasan Selatan Sahara, di kawasan itu kasus infeksi baru mencapai 70 persen, di Afrika Selatan 5,6 juta orang terinfeksi HIV, di Eropa Tengah dan Barat jumlah kasus infeksi baru HIV/AIDS sekitar 840 ribu, di Jerman secara kumulasi ada 73 ribu orang, kawasan Asia Pasifik merupakan urutan kedua terbesar di dunia setelah Afrika Selatan dimana terdapat 5 juta penderita HIV/AIDS. Menurut World Health Organization (WHO) dilaporkan bahwa pada tahun 2011 terdapat 3,5 juta orang di Asia Tenggara hidup dengan HIV/AIDS. Beberapa Negara seperti Myanmar, Nepal dan Thailand menunjukkan Tren penurunan untuk infeksi baru HIV, hal ini dihubungkan salah satunya dengan diterapkannya program
Universitas Sumatera Utara
pencegahan HIV/AIDS melalui program Condom use 100 persen (CUP). Trend kematian yang disebabkan oleh AIDS antara tahun 2001 sampai 2010 berbeda disetiap bagian Negara. Di Eropa Timur dan Asia Tengah sejumlah orang meninggal karena AIDS meningkat dari 7.800 menjadi 90.000, di Timur Tengah dan Afrika Utara meningkat dari 22.000 menjadi 35.000, di Asia Timur juga meningkat dari 24.000 menjadi 56.000 (WHO, Progress Report 2011). Di setiap wilayah di dunia, prevalensi HIV 5% atau lebih terjadi pada lakilaki yang berhubungan seks dengan laki-laki, pekerja seks dan orang-orang transgender, kasus ini tidak hanya di negara yang dikenal memiliki epidemi terkonsentrasi tetapi juga di negara-negara sebagian besar di timur dan selatan Afrika ( Report UNAIDS, 2011). Sebuah studi multi-kota di Amerika Serikat ditemukan bahwa 1 dari 5 laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lainnya terinfeksi HIV. Di Amerika Latin, seks antara laki-laki adalah perjalanan utama penularan HIV, prevalensi HIV di beberapa kota di Kolombia berkisar antara 10% sampai 25% . Di Asia, tingkat prevalensi HIV diantara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki telah mencapai 18% (Peter Piot, Forum Global 2008) Laporan Kementerian Kesehatan RI tentang perkembangan HIV/AIDS di Indonesia pada Triwulan IV (dari bulan Oktober sampai dengan Desember tahun 2011) jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 5.442 kasus, rasio kasus HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1, persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (49,5%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada Pengguna Narkotika suntik (Penasun) (13,2%) dan pada
Universitas Sumatera Utara
Lelaki suka seks Lelaki (LSL) (5,7%). Jumlah kasus baru AIDS sebanyak 2.357 kasus, Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1, persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (65,0%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada Penasun (25,9%), pada LSL (4,8%) dan dari Ibu (positif HIV) ke anak (2,2%). Berdasarkan data dari bulan Januari sampai Desember tahun 2011, di Indonesia jumlah kasus baru HIV yang dilaporkan sebanyak 21.031 kasus. Berdasarkan data yang ada saat ini dibandingkan dengan tahun 2010 terjadi penurunan sebanyak 560 kasus (tahun 2010 : 21.591 kasus). Jumlah kasus AIDS dilaporkan sebanyak 4.162 kasus, dibandingkan tahun 2010 juga terjadi penurunan kasus AIDS sebanyak 1.582 kasus (tahun 2010 : 5.774 kasus). Angka Kematian/Case Fatality Rate (CFR) AIDS menurun dari 4,5% pada tahun 2010 menjadi 2,4% pada tahun 2011. Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan juni 2011 adalah 11,09 per 100.000 penduduk (berdasarkan data BPS 2011, jumlah penduduk Indonesia 238.893.400 jiwa. Sampai dengan 2011, sebanyak 368 kabupaten/kota di Indonesia tertular HIV/AIDS, yang tidak ditemukan/belum dilaporkan kasus HIV/AIDS sebanyak 130 kabupaten/kota. Jumlah kasus HIV di Sumatera Utara pada tahun 2011 terdapat 1.251 kasus, jumlah kumulatif AIDS s/d 2011 ada 515 kasus, di kota Medan jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 2006 sampai tahun 2011 terdapat 2.904 penderita (HIV 2.153 /AIDS 751) , diantaranya terjadi pada kelompok Homoseksual (3,68%), berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki prevalensinya lebih tinggi (76%), berdasarkan kelompok
Universitas Sumatera Utara
usia pada umur 25-34 tahun prevalensi paling tinggi (57%), CFR (18,53%) (Komisi Penanggulangan AIDS kota Medan, 2011). Klinik Veteran merupakan salah satu dari beberapa tempat yang memberi layanan konseling dan tes HIV di Indonesia, Klinik Veteran berada dibawah naungan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, terletak di kota Medan tepatnya di jalan Veteran Medan, Klinik Veteran merupakan klinik Infeksi Menular seksual dan klinik VCT (Voluntary Counselling Testing), Berdasarkan Data layanan konseling dan tes HIV di Klinik Veteran Medan tahun 2011, jumlah yang berkunjung ke layanan 339, jumlah yang di tes HIV 338, berdasarkan hasil tes jumlah yang positif menderita HIV ada 16 orang (4,7%) (Kemenkes RI, 2011). berdasarkan data yang ada di Klinik Veteran selama bulan Januari sampai April 2012, dari seluruh LSL yang datang berobat ke klinik yang positif HIV sebanyak 4,82%. Widoyono (2005) menjelaskan bahwa penularan kasus HIV/AIDS disebabkan hubungan seksual (70-80%). Kasus HIV/AIDS terus mengalami peningkatan, fenomena peningkatan dan penyebaran kasus yang terjadi pada kelompok risiko tinggi demikian cepat. Salah satu kelompok risiko tinggi adalah LSL (KPAN 2011),
Risiko LSL terkena AIDS lebih besar daripada bila lelaki
berpasangan seks dengan wanita karena seks anal yang dilakukan oleh LSL akan memungkinkan terjadinya luka pada rectum disebabkan tidak adanya cairan lubrican seperti yang ada pada vagina, ditambah lagi mengingat daya serap rectum yang besar maka deposisi semen dalam rectum tersebut dapat mengakibatkan resiko yang tinggi terhadap penularan infeksi ( Nasution, R., 1990).
Universitas Sumatera Utara
Lelaki suka Seks dengan Lelaki (LSL) adalah pria yang mengakui dirinya sebagai orang yang biseksual/homoseksual. LSL cenderung memiliki banyak pasangan seks, baik laki-laki maupun perempuan dan banyak diantara mereka juga membeli dan menjual seks, mereka mengaku berhubungan seks dengan banyak pasangan dalam tahun terakhir, baik perempuan maupun laki-laki. Hampir 87% LSL melakukan seks kasual (tanpa memberi atau menerima pembayaran) dengan pasangan pria dan 40% dengan pasangan wanita dalam setahun. Hanya 16% melakukan seks dengan Waria dalam setahun. Sebanyak 20% mengaku membeli seks dari lelaki lain dan 47% menjual seks kepada lelaki dalam tahun terakhir, sedangkan yang membeli dan menjual dengan wanita terakhir masing-masing 10% dan 14%. Sepertiga LSL melaporkan memiliki pasangan pria tetap dan 16% memiliki pasangan wanita tetap, dan 22% pasangan tetapnya memiliki pasangan lain. Jaringan seksual yang luas ini meningkatkan risiko penularan pada LSL dan pasangan seksualnya. Jika ada LSL yang tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus maka LSL itu pun menyebarkan HIV di komunitasnya. Yang beristri menularkan ke istrinya, perempuan lain atau PSK. Jika istrinya tertular HIV maka ada pula risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya kelak ketika di kandungan, saat persalinan atau menyusui dengan air susu ibu (ASI). Karena hal itu LSL dikhawatirkan akan menjadi salah satu mata rantai penyebaran HIV yang potensial (Survey Terpadu Biologis Perilaku (STBP), 2007). Berdasarkan data Komisi penanggulangan AIDS (KPA) Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2011, di Sumatera Utara terdapat 20.156 orang LSL, di kota Medan
Universitas Sumatera Utara
sendiri terdapat 6.348 orang LSL yang tersebar dibeberapa Kecamatan kota Medan, fenomena gunung es juga berlaku pada komunitas ini, dalam kenyataannya di masyarakat komunitas ini terselubung dan lebih tertutup keberadaannya, hal ini sangat menjadi kekhawatiran akan dapat meningkatnya risiko seseorang yang berhubungan seks dengannya terkena HIV/AIDS. Walaupun HIV/AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, namun ternyata dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola perilaku dan gaya hidup seseorang (Yuwono, 2007 dalam Widodo, E. 2009). Upaya pencegahan HIV/AIDS terutama didasarkan pada upaya untuk melakukan perubahan perilaku seksual seseorang yang berisiko tertular dan Promosi penggunaan kondom (Depkes RI, 2010). Penelitian yang dilakukan Herman (1992) diperkirakan kondom 10.000 kali memberi perlindungan terhadap paparan HIV selama hubungan seksual dari pada tidak menggunakan kondom. Pada penelitian Devincenzy (1994) menyimpulkan penggunaan kondom secara konsisten mempunyai kemampuan mencegah transmisi HIV sebesar 90% ( Kalicchman, 1998). Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2011 pada LSL, Prevalensi HIV tertinggi di kota Jakarta (17%) dan terendah di kota Semarang (2,4%). Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian HIV adalah penggunaan kondom konsisten selama sebulan terakhir. Sebanyak 88% LSL mengaku pernah menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seks anal dengan pria. Sebesar 54% LSL menggunakan kondom pada saat hubungan seks anal
Universitas Sumatera Utara
terakhir dengan pria, dan 22% menggunakan kondom secara konsisten pada seks anal 1 bulan terakhir. Kurang dari satupertiga LSL menggunakan kondom secara konsisten pada setiap tipe pasangan seksualnya. Berdasarkan laporan dari Klinik Veteran Medan, persentase penggunaan kondom dalam praktek berhubungan seksual pada pasien yang datang ke klinik Veteran tahun 2011, persentase rata-rata yang selalu menggunakan kondom (19,10%), persentase rata-rata yang kadang-kadang menggunakan kondom (19,40%), persentase rata-rata tidak pernah/tidak menjawab saat ditanya menggunakan kondom (63,70%), LSL yang selalu menggunakan kondom 23%. Menurut Fisher dan Fisher (1992) perilaku pencegahan seseorang terhadap penyakit dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan Information-MotivationBehavioral Skills Model (IMB model) yang dikembangkannya, Fisher dan Fisher berpendapat bahwa informasi, motivasi, dan keterampilan berperilaku merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap HIV/AIDS (Kalichman, 1998). Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan informasi, motivasi dan keterampilan berperilaku dengan tindakan penggunaan kondom pada LSL untuk mencegah HIV/AIDS di wilayah kerja Klinik Veteran Medan tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih rendahnya penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS pada LSL yang berkunjung ke Klinik Veteran Medan tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian Menganalisis hubungan informasi, motivasi dan keterampilan berperilaku dengan tindakan penggunaan kondom pada LSL untuk mencegah HIV/AIDS di wilayah kerja Klinik Veteran Medan tahun 2012.
1.4. Hipotesis Informasi, motivasi
dan keterampilan berperilaku berhubungan dengan
tindakan penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS di wilayah kerja Klinik Veteran Medan tahun 2012.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kotamadya Medan dalam menentukan kebijakan untuk pencegahan HIV/AIDS.
1.5.2
Sebagai bahan masukan bagi instansi dan stakeholder terkait dalam meningkatkan penyuluhan KIE terutama dalam perilaku penggunaan kondom dikalangan yang berisiko terkena HIV/AIDS juga sebagai referensi dalam menyusun program pencegahan HIV/AIDS.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara