BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumber
diselenggarakan
dari,
Daya
Masyarakat
oleh,
untuk
dan
(UKBM) bersama
yang
dikelola
masyarakat
dan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dasar terutama ibu, bayi dan anak balita (Kemenkes RI, 2006). Rendahnya biaya penyelenggaraan tetapi mempunyai jangkauan yang cukup luas membuat Posyandu merupakan alternatif pelayanan kesehatan yang perlu dipertahankan. Pemerintah sejak tahun 1999 melakukan revitalisasi Posyandu guna untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Djaiman, 2001). Secara
kuantitas,
perkembangan
jumlah
Posyandu
sangat
menggembirakan. Pada tahun 2013 terdapat 280.225 Posyandu dengan rasio 3,35 Posyandu per desa/kelurahan. Namun bila ditinjau dari aspek kualitas, masih ditemukan banyak masalah, antara lain kelengkapan sarana dan kemampuan kader yang belum memadai (SDKI, 2003). Penimbangan berat badan anak sebagai pokok kegiatan Posyandu menjadi kegiatan sampingan dan tidak jelas manfaatnya (Soekirman, 2000) dan sampai saat ini masih banyak desa yang menjalankan kegiatan Posyandu sebatas pada kegiatan gizi dan imunisasi (Ire, 2006). Kader Posyandu yang selanjutnya disebut kader adalah anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan
1
2
kegiatan Posyandu secara sukarela (Depkes, 2006). Salah satu indikator keberhasilan pengembangan program Posyandu yakni kader yang aktif melaksanakan tugasnya dengan baik (Syafrudin dan Hamidah, 2009). Menurut Permenkes (2011), salah satu tugas kader adalah untuk melakukan pemantauan pertumbuhan balita. Di Indonesia kegiatan pemantauan pertumbuhan balita oleh kader telah dilaksanakan sejak tahun 1974 melalui penimbangan bulanan di Posyandu dengan menggunakan KMS (Depkes, 2002), namun hanya 40,7 % kader yang tahu manfaat KMS untuk konseling gizi (Soekirman, 2001), 58,6 % kader yang tahu pengunaan KMS berguna untuk memantau pertumbuhan balita (Susenas, 2001) dan hanya 46,6 % kader Posyandu yang pernah mendapat pelatihan tentang KMS (SKRT, 2005). Ataupun banyak terjadi pergantian kader tanpa diikuti pelatihan yang menyebabkan pengetahuan kader dalam penggunaan KMS kurang optimal. Berdasarkan hasil training need assessment kader di Provinsi DIY tahun 2006 didapatkan 54% kader masih kesulitan dalam pengisian grafik KMS, termasuk dalam menentukan interpretasi hasil penimbangan. Hal ini menunjukkan bahwa apabila kader salah menginterpretasikan hasil penimbangan dalam menilai pertumbuhan balita berdampak pada interpretasi hasil yang salah, menghasilkan informasi yang salah dan bermuara pada keputusan yang salah dalam upaya kebijakan program perbaikan gizi, khususnya program pencegahan dan penanggulangan KEP pada balita dan mengakibatkan upaya pemantauan pertumbuhan balita menjadi kurang efektif (Sulistyorini et.al., 2010)
3
Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan FKM-UI didalam penelitiannya menyatakan bahwa pembinaan kader Posyandu merupakan sarana penting dalam peningkatan pengetahuan kader yang akan sangat membantu dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu, sehingga informasi dan pesan-pesan gizi akan dapat dengan mudah disampaikan kepada masyarakat (Rufiat, 2011; Si et.al., 2003), pemantauan pertumbuhan balita yang dilakukan dapat lebih valid dan akurat (Satoto et.al., 2002), dan dapat meningkatkan mutu pelayanan Posyandu (Depkes, 1998). Mengingat peran kader yang sangat strategis melalui kegiatan pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu dengan menggunakan KMS dan masih banyak dijumpai kesalahan kader dalam menentukan intepretasi hasil penimbangan, maka peneliti membuat program baru yang terdiri dari beberapa jenis metode dan media dalam suatu pelatihan yang peneliti namakan dengan Sisbandu (Sinau KMS Bersama Kader Posyandu) untuk upaya pengembangan pengetahuan kader dalam penggunuaan KMS. Puskesmas Gedongtengen merupakan salah satu puskesmas diantara 18 puskesmas di Kota Yogyakarta yang mempunyai jumlah kader dan Posyandu balita yang cukup banyak dibanding puskesmas lain. Di wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen terdapat 422 kader Posyandu dan 35 buah Posyandu balita. Puskesmas Gedongtengen mempunyai tingkat prevalensi balita dengan gizi kurang yang tinggi yaitu 13,64 %. Di wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen terdiri dari 2 kelurahan, Pringgokusuman dan Sosromenduran (Dinkes Kota Yogyakarta, 2014).
4
Berdasarkan hasil studi pendahuluan bulan April 2015, peneliti melakukan wawancara dengan Ketua Tata Usaha dan Ahli Gizi Puskesmas Gedongtengen. Beliau mengungkapkan bahwa untuk pelatihan kader secara umum semua kader sudah pernah mengikuti, namun masih banyak kader yang mempunyai tingkat pelaporan kurang tepat, selama ini kader Posyandu di Puskesmas Gedongtengen menjalankan Posyandu karena rutinitas dan hanya mendapat bimbingan teknis sekedarnya dari petugas. Berdasarkan hasil wawancara pada 12 kader, 3 orang kader sudah cukup mengetahui KMS, 9 diantaranya mengatakan hanya mengetahui bahwa manfaat KMS adalah untuk memantau pertumbuhan anak berdasarkan kenaikan berat badan. Mereka mengatakan bahwa tugas pokok mereka adalah membantu tenaga kesehatan dalam pelaksanaan penimbangan berat badan, memberi makanan tambahan dan vitamin di Posyandu jika perlu. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian di Kota Yogyakata untuk mengetahui pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap perubahan pengetahuan kader Posyandu dalam penggunaan KMS wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “ Apakah ada pengaruh pelatihan Sinau KMS Bersama Kader Posyandu (Sisbandu) terhadap perubahan pengetahuan kader Posyandu dalam penggunaan KMS di wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen Kota yogyakarta ?”
5
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap perubahan pengetahuan kader Posyandu dalam penggunaan KMS.
2.
Tujuan Khusus a. Mengetahui pengetahuan kader Posyandu dalam penggunaan KMS sebelum pelatihan Sisbandu b. Mengetahui pengetahuan kader Posyandu dalam penggunaan KMS setelah pelatihan Sisbandu c. Mengetahui tingkat perubahan rerata pengetahuan kader Posyandu dalam penggunaan KMS.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam lingkup pelayanan kesehatan di puskesmas dan posyandu balita yang lebih baik.
2.
Manfaat Praktis a. Bagi institusi pendidikan : Menjadi bukti ilmiah sebagai bahan pertimbangan ke dalam mata kuliah keperawatan komunitas untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mahasiswa mengenai
pelatihan kesehatan buat kader Posyandu.
6
b. Bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta : Menjadi bukti ilmiah sebagai masukan dan bahan acuan dalam menyusun Program Sisbandu untuk masa yang akan datang di Kota Yogyakarta. c. Bagi Puskesmas : Menjadi bukti ilmiah sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta dalam upaya peningkatan pengetahuan kader dalam penggunaan KMS. d. Bagi Kader Posyandu : Menjadi bukti ilmiah sebagai bahan pembelajaran bersama tentang penggunaan KMS. e. Bagi Peneliti : Menjadi bukti ilmiah sebagai pengalaman yang berharga dalam
mengembangkan
kemampuan
dan
memberikan
kontribusi
pemikiran dalam meningkatkan pengetahuan kader menggunaan KMS, juga dapat dijadikan bahan kajian untuk dilakukan penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan peneliti sudah ada penelitian-penelitian tentang kader Posyandu, namun belum ada penelitian yang mengamati pengaruh penerapan pelatihan penggunaan KMS oleh kader Posyandu di Kota Yogyakarta. Penelitian serupa yang terdahulu yang sudah pernah ditulis adalah sebagai berikut: 1. Sukiarko, 2007 dengan judul “Pengaruh Pelatihan dengan Metode Belajar Berdasarkan Masalah terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader Gizi dalam Kegiatan Posyandu”. Penelitian ini termasuk dalam jenis kuasi eksperimen dengan rancangan penelitian non-randomized control group pretest postest design. Penelitian dilakukan terhadap 33 kader gizi yang
7
mendapatkan pelatihan Belajar Berdasarkan Masalah (BBM) sebagai kelompok perlakuan dan 33 kader gizi mendapatkan pelatihan Konvensional sebagai kelompok kontrol di Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. Variabel bebas penelitian adalah pelatihan BBM dan variabel terikatnya pengetahuan dan keterampilan kader gizi. Rerata skor pengetahuan dan keterampilan diukur tiga kali, pretest, segera setelah pelatihan selesai (posttest1) dan 2 bulan setelah pelatihan selesai (posttest 2). Hasilnya pelatihan dengan metode BBM lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader gizi dalam kegiatan Posyandu dibandingkan metode konvensional. Persamaan dari penelitian Edy Sukiarko dengan penelitian ini adalah pada metode pelatihan menggunakan ceramah, studi kasus dan variabel terikat yaitu pengetahuan kader. Perbedaan terletak pada topik penelitian, macam metode pelatihan, peneliti selain itu menggunakan metode demonstrasi, permainan dan media pelatihan peneliti menggunakan modul. 2. Evita, 2009 dengan judul “Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan, Keterampilan, Kepatuhan Kader Posyandu dalam Menerapkan Standart Pemantauan Pertumbuhan Balita di Kota Bitung Sulawesi Utara”. Jenis penelitian quasi eksperimental dengan rancangan Non-equivalent control group design. Kelompok perlakuan adalah kader Puskesmas Artembaga berjumlah 44 orang yang mendapat pelatihan sebanyak 2 kali. Setiap pelatihan dilaksanakan 2 hari dan evaluasi pengetahuan, ketrampilan dan kepatuhan 1 bulan setelah pelatihan. Kelompok pembanding adalah kader
8
Puskesmas Bitung Barat berjumlah 46 orang mendapat modul standart pemantauan pertumbuhan balita. Dengan pelatihan standart pemantauan pertumbuhan balita pengetahuan, ketrampilan dan kepatuhan kader meningkat secara bermakna dibandingkan hanya diberikan modul. Persamaan dari penelitian Dewanti dengan penelitian ini adalah pada subjek penelitian yaitu kader Posyandu dan variabel terikat yaitu pengetahuan kader.
Perbedaan terletak pada macam
metode pelatihan, peneliti
menggunakan metode ceramah, demonstrasi, studi kasus, permainan dan media pelatihan menggunakan modul. 3. Rosida, 2009 dengan judul “Pelatihan Kader Posyandu dalam Mendeteksi Gizi Buruk di Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak”. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian control group design. Penelitian dibagi dalam 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 36 orang sebagai kelompok intervensi yang diberi pelatihan dengan metode ceramah dan modul. Kelompok lainnya 36 orang sebagai kelompok kontrol hanya diberi modul tentang gizi buruk. Hasil dalam penelitian ini adalah pelatihan kader melalui metode ceramah dan modul berpengaruh terhadap pengetahuan dan partisipasi kader posyandu dalam mendeteksi gizi buruk. Demikian juga halnya dengan ketrampilan kader dapat dikatakan pada dasarnya sudah baik. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada subjek penelitian yaitu metode penelitian menggunakan ceramah, media pelatihan menggunakan
9
modul dan variabel terikat yaitu pengetahuan kader. Perbedaan terletak pada macam metode pelatihan (demonstrasi, studi kasus, dan permainan