BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberhasilan pembangunan, terutama di bidang kesehatan, secara tidak langsung telah menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk, serta meningkatkan usia harapan hidup. Hal tersebut juga memicu perkembangan
jumlah
penduduk lanjut usia (lansia) yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 2005, angka harapan hidup orang Indonesia adalah 70,0 tahun. Tahun 2006 meningkat menjadi 70,2 tahun. Tahun 2007 meningkat menjadi 70,4 tahun. Tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Depsos, 2007). Semakin meningkatnya usia harapan hidup, maka semakin meningkat pula upaya untuk mempertahankan atau menjaga status kesehatan pada lansia. Kondisi kesehatan pada lansia sangat ditentukan oleh asupan makanannya, baik kualitas maupun kuantitas. Bertambahnya usia dan proses penuaan, timbul masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah fisik, biologik, psikologik, sosial, maupun penyakit degeneratif (Safithri, 2008). Masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus (Depkes, 2006). Lansia 65 tahun mengeluh menderita konstipasi sebanyak 20% di Australia (Siswono, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Lansia 65 tahun mengeluh konstipasi karena teratur menggunakan obat pencahar sebanyak 30-40% di Inggris. Di Indonesia, kasus konstipasi umumnya sekitar 4% sampai 30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pola BAB yang normal frekuensinya adalah 3 kali seminggu sampai 3 hari sekali. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi bila buang air besarnya kurang dari 3 kali per minggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar harus mengejan secara berlebihan. Seseorang dikatakan mengalami diare bila buang air besar yang berubah bentuknya feses (tinja) padat atau semipadat menjadi cair dan dari segi frekuensinya lebih dari 3 kali sehari. Diare terbagi menjadi akut dan kronik, kalau kurang dari 2 minggu dibilang diare akut, lebih dari 2 minggu atau 3 minggu disebut kronik. Karena pola BAB individu sangat bervariasi, maka pola yang normal harus dipastikan untuk setiap individu. Faktor-faktor yang mempertahankan pola defekasi normal meliputi asupan serat, intake cairan, dan aktivitas fisik. Ini bertujuan agar lansia terhindar dari terjadinya konstipasi, wasir, hemoroid dan kanker kolon (Arianti, 2005). Faktor asupan serat, Insoluble fibre bersifat menahan air pada fragmen serat sehingga menghasilkan tinja yang lebih banyak dan berair. Kelompok makanan yang diperlukan bagi lansia yaitu makanan rendah protein dan tinggi karbohidrat dalam roti, cake, dan sereal. Daging harus dihindari karena penurunan kemampuan mengunyah pada lansia. Makanan yang mengandung protein yang dapat dikonsumsi
Universitas Sumatera Utara
seperti keju, dan telur. Pada lansia yang memiliki masalah mengunyah dapat diberikan sup sayuran. Diet lansia dianjurkan mengandung semua kelompok makanan dan membutuhkan suplemen vitamin. (Imel, 2010). Ghofar dan Mardiana (2012) menyatakan bahwa 14,8% lansia yang mengalami konstipasi akibat kurang mengonsumsi serat. Faktor intake cairan, merupakan seluruh cairan yang masuk ke dalam tubuh, baik yang berasal dari minuman maupun dari makanan. Cairan dalam bentuk air minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang dalam bentuk keringat dan urin. Cairan juga membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal. Lansia dianjurkan minum 2 sampai 2,5 liter per hari (6-8 gelas per hari). Ketentuan ini berlaku pula pada golongan lansia. Kurangnya asupan cairan pada lansia juga dapat menjadi salah satu penyebab konstipasi yang terjadi pada lansia. Fitriani (2010) menjelaskan 52,5% asupan cairan mempengaruhi kejadian konstipasi pada lanjut usia. Muhammad (2010) salah satu masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh akibat penurunan rasa haus pada lansia. Penurunan rasa haus pada lansia otomatis akan menurunkan asupan cairan, padahal dalam fungsinya cairan memegang peranan penting terutama untuk mengolah makanan dalam usus, tanpa cairan yang cukup usus tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga timbulah sembelit atau konstipasi. Faktor aktivitas fisik, penurunan aktivitas fisik dapat mengakibatkan terjadinya penurunan gerak peristaltik dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju
Universitas Sumatera Utara
rektum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras. Berdasarkan hasil survey awal di Desa Ajijahe, data lansia yang didapatkan sebanyak 200 lansia. Dua puluh empat orang lansia diantaranya sudah dilakukan wawancara bahwa hanya 3 orang lansia yang memiliki asupan serat yang cukup, asupan cairan yang cukup, aktivitas yang cukup dan pola BAB yang normal. Dua puluh satu orang lansia lainnya jarang mengonsumsi serat, asupan nutrisi kurang, aktivitas yang kurang dan pola BAB yang tidak normal. Dinyatakan bahwa banyak lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki risiko terjadinya konstipasi dan pola BAB yang tidak normal. Berdasarkan latar belakang dan hasil survey awal di atas, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti gambaran faktor risiko penyebab konstipasi dan pola BAB pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo. 1.2Rumusan Masalah 1.2.1 Apakah lansia yang berada di Desa Ajijahe, Kab. Karo memiliki faktor risiko penyebab konstipasi? 1.2.2Bagaimana pola BAB lansia yang berada di Desa Ajijahe, Kab.Karo? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo memiliki faktor risiko penyebab konstipasi dan bagaimana pola BAB.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2 Tujuan Khusus: 1.3.2.1 Mengidentifikasi pola BAB pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo. 1.3.2.2Mengidentifikasi asupan serat pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo. 1.3.2.3Mengidentifikasi intake cairan pada lansia di Desa Ajijahe,Kab.Karo. 1.3.2.4Mengidentifikasi aktivitas fisik pada lansia di Desa Ajijahe, Kab.Karo. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Lansia Hasil penelitian yang diperoleh nantinya dapat dijadikan sebagai bahan motivasi agar lansia dapat menjaga kondisi kesehatannya. 1.4.2Keluarga Lansia Hasil penelitian yang diperoleh nantinya dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi keluarga lansia agar dapat memfasilitasi lansia dalam memenuhi kebutuhannya terutama dalam kesehatannya. 1.4.3 Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan yang berguna bagi instansi puskesmas agar memberikan penyuluhan kesehatan kepada lansia terkait konstipasi.
Universitas Sumatera Utara