BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara dengan populasi penduduk ketiga terbesar di dunia,
memiliki tingkat kelahiran relatif tinggi. Fakta serta data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa angka kelahiran bayi di Indonesia mencapai empat puluh juta jiwa per tahun. Angka ini nyaris setara dengan total populasi penduduk Singapura. Berdasarkan badan Central Intelligence Agency (CIA), data yang diluncurkan pada tahun 2014 menyebutkan bahwa tingkat kelahiran (birh rate) di negara Indonesia berada pada angka 17,04. Angka ini melebihi tingkat kelahiran di Amerika Serikat yang berada pada 13,42 serta Jepang pada 8,07. 30 Indonesia
25 20
17,04
Amerika Serikat Jepang
13,42 15
8,07
10
(CBR) adalah jumlah kelahiran per 1.000 orang tiap tahun.
5 0 2014
Gambar 1.1 Tingkat Kelahiran (Birth Rate) dunia tahun 2014 Sumber: Central Intelligence Asia (2014)
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang sangat potensial bagi industri produk perawatan bayi, salah satunya yaitu industri popok bayi sekali pakai. Potensi ini didukung pula oleh kecendrungan pola konsumtif
dan serba
praktis yang dimiliki masyarakat Indonesia. Terbukti dari Nielsen Consumer & Media View Kuartal ketiga tahun 2014 yang menyebutkan adanya kenaikan pengeluaran rata-rata masyarakat Indonesia sebesar 4% dibandingkan tahun 2013. Data United Nation of Environment Program (UNEP) tahun 2012 juga menyebutkan Indonesia tercatat sebagai negara paling konsumtif nomor empat se-Asia-Pasifik. Selain itu, Indonesia juga menjadi satu dari enam negara yang memiliki tujuh belas 1
2 juta jiwa bayi di bawah umur empat tahun. Dengan melihat tingginya target pasar serta diiringi dengan terus meningkatnya disposable income masyarakat diramalkan akan semakin menumbuhkan industri popok bayi sekali pakai. Menurut data dari Nielsen Consumer & Media View (2014) kuartal ketiga tahun 2014, pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia meningkat sebanyak 6%, diiringi dengan kenaikan kelas sosial penduduk di kota-kota besar, serta didukung juga dengan fakta bahwa rata-rata populasi di kota besar didominasi oleh penduduk kelas A dan B (middle class). Perkembangan ekonomi dengan tren cukup positif ini tentunya dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para pebisnis di Indonesia, termasuk para pelaku bisnis di bidang industri popok bayi. Sebagai contoh, salah satu pelaku industri FMCG (fast-moving consumer goods) besar di Indonesia yaitu P&G baru saja menyelesaikan pembangunan pabrik popok bayi dengan nilai investasi lebih dari $100 juta dolar amerika. PT Unicharm Indonesia juga telah melakukan penambahan kapasitas pabrik serta membangun pabrik di Surabaya guna meningkatkan kompetensi dan memenuhi permintaan pasar. Dari kedua hal ini dapat kita simpulkan bahwa pelaku industri popok bayi melihat potensi besar dari pasar Indonesia sehingga persaingan antar produsen pun semakin ketat. Di Indonesia, penggunaan popok sekali pakai dimulai pada 1980-an. Umumnya, dipakai bayi-bayi dari kalangan ekspatriat. Baru pada 1990-an, penggunaannya meluas. Popok bayi sekali pakai menjadi pilihan bagi para ibu di Indonesia karena kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkan. Data dari Nielsen pada tahun 2014 menunjukkan bahwa terdapat kenaikan penggunaan popok bayi, dimana 71% populasi ibu dengan umur bayi 0-3 tahun menganggap popok bayi sebagai kebutuhan primer dalam perawatan bayi.
3
Gambar 1.2 Kenaikan Pengunaan Popok Indonesia Sumber: Nielsen Consumer & Media View (2014)
Dalam memilih produk perawatan bayi, para ibu tentu ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya. Selain peningkatan dalam penggunaan popok bayi, pada tahun 2014 Nielsen mencatat adanya peningkatan frekuensi pemakaian popok, dimana rata-rata pemakaian popok menjadi 39 buah perbulan. Di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya rata-rata popok yang digunakan dapat mencapai 56 buah perbulan.
Gambar 1.3 Kenaikan Frekuensi Pemakaian Popok Bayi Indonesia Sumber: Nielsen Consumer & Media View (2014)
4 Selain itu, dapat kita lihat pula bahwa ada peningkatan jumlah heavy users, yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pengguna popok bayi dengan jumlah lebih dari satu popok per harinya.
Gambar 1.4 Peningkatan Jumlah Heavy User di Indonesia Sumber: Nielsen Consumer & Media View (2014)
Munculnya banyak pengguna baru ini disebabkan oleh banyak faktor, selain tren konsumtif dan meningkatnya tingkat kelahiran, pengguna baru umumnya adalah ibu baru yang minim pengalaman. Selain itu, pola frekuensi penggunaan popok bayi yang relatif tinggi juga membuat para ibu sangat berhati-hati dalam pemilihan produk. Terlebih lagi, resiko dari penggunaan popok bayi yang salah dapat menyebabkan gangguan pada bayi, baik secara psikis maupun fisik. Gangguan tersebut antara lain seperti kesulitan tidur, tidak nyaman, iritasi, bahkan ruam pada kulit. Produk perawatan bayi yang langsung berhubungan dengan kesehatan bayi mendapatkan perhatian lebih dari para ibu. Hal ini membuat produk popok bayi dapat dikategorikan sebagai produk dengan tingkat keterlibatan tinggi. Menurut Choubtarash (2013) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa keterlibatan konsumen merupakan variabel krusial dalam penelitian perilaku konsumen. Dua aspek yang sering diteliti dalam variabel ini antara lain faktor kepentingan dan personal attachment. Dari kedua aspek pendukung keterlibatan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa popok bayi termasuk dalam high-involvement products. Oleh
5 karena itu, para ibu cenderung menjadi konsumen yang aktif dalam pencarian infomasi seputar perawatan bayi, termasuk popok bayi. Proses pencarian informasi sendiri dapat dilakukan melalui berbagai macam cara dan media. Salah satu media yang kerap digunakan untuk pencarian informasi dewasa ini adalah internet. Tidak dapat dipungkiri penggunaan internet kian meningkat seiring dengan perkembangan teknologi yang memberikan kemudahan akses internet. Indonesia sendiri telah menjadi negara dengan populasi pengguna internet yang terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data yang diperoleh dari Nielsen Consumer and Media View kuarter ketiga tahun 2014, terdapat peningkatan konsumsi internet selama seluruh periode dan dalam dua belas bulan terakhir. Nielsen mencatat kini 1 dari 3 orang di Indonesia telah menggunakan internet sepanjang tahun 2014.
Gambar 1.5 Tingkat Penetrasi Internet di Indonesia Sumber: Nielsen Consumer & Media View (2014)
Selain melakukan pencarian informasi produk, para ibu juga pada umumnya mendengarkan rekomendasi dari orang lain sebelum melakukan pembelian. Hal ini dilakukan karena mereka menganggap rekomendasi dari rekan, kerabat dan keluarga yang telah berpengalaman merupakan salah satu sumber yang terpercaya. Jauh sebelum era perkembangan teknologi dan informasi, konsumen mempercayai rekomendasi mulut ke mulut sebagai faktor pemilihan produk. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menguji efektivitas word-of-mouth ini. Tidak dapat dipungkiri kekuatan word-of-mouth ini berperan besar dalam pengaruhnya di keputusan
6 pembelian konsumen (Jalilvand, 2012). Banyak penelitian telah menemukan secara kuat bagaimana WOM secara kuat memberikan pengaruh jika dibandingkan dengan media komunikasi tradisional lainnya seperti iklan dan stimulus pemasaran lain. WOM dirasa lebih superior dikarenakan informasi yang lebih reliabel, sehingga jenis komunikasi dengan pesan non-commercial ini memiliki tingkat persuasif yang lebih tinggi dengan kepercayaan dan kredibilitas yang tinggi pula (Jalilvand, 2012). Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi masa kini, rekomendasi mulut ke mulut pun dapat dilakukan melalui media internet. Informasi bukan hanya dapat diakses antar dua orang, tetapi dapat diakses secara massal. Kecepatan penyebaran pesan di internet juga sanggup memberikan informasi secara actual atau real-time. Berbagai medium yang memudahkan para pengguna untuk mengakses internet juga mendukung kecepatan penyebaran informasi ini. Terlebih dengan meningkatnya penggunaan smartphone, masyarakat kini semakin mudah mengakses internet tanpa batasan waktu, dan ruang. Perkembangan ini mendukung bentuk komunikasi baru, yaitu Electronic Word-of-Mouth atau selanjutnya akan disebut sebagai eWOM. Dalam bukunya, Schiffman (2010) mengemukakan bahwa perkembangan teknologi juga memberikan kesempatan bagi orang ountuk mengumpulkan dan membagikan pengalaman mereka mengenai sebuah produk atau jasa baik secara visual maupun secara verbal. eWOM dapat terjadi di jaringan sosial, komunitas merek (brand communities), blogs, dan juga forum atau portal diskusi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat khususnya jaringan internet WWW (World Wide Web) yang mampu memberikan pilihan-pilihan informasi mengenai suatu produk memungkinkan adanya sebuah komunikasi word-of-mouth yang tidak hanya menjadi sebuah bentuk komunikasi person-to-person
mengenai sebuah
produk (Jalilvand, 2012), layanan ataupun merek tapi mampu menjadi bermacammacam bentuk komunikasi WOM yang merambat secara mendunia melalui media online dan ini sering disebut Electronic Word-of-Mouth (Jalilvand, 2012). Dengan adanya web, mampu menciptakan kesempatan bagi electronic word-of-mouth (eWOM) melalui berbagai media seperti forum diskusi, web-based opinion platform, newsgroup, blogs, review sites, bulletin board systems, review sites dan social networking sites (Christy, 2010). Komunikasi eWOM melalui media elektronik mampu membuat konsumen tidak hanya mendapatkan informasi mengenai produk dan jasa terkait dari orang-orang yang mereka kenal, namun juga dari sekelompok orang yang berbeda area geografisnya yang memiliki pengalaman terhadap produk
7 atau jasa yang dimaksud (Christy, 2010) eWOM menjadi sebuah “venue” atau sebuah tempat yang sangat penting untuk konsumen memberikan opininya dan dianggap lebih efektif ketimbang WOM karena tingkat aksesibilitas dan jangkauannya yang lebih luas daripada WOM tradisional yang bermedia offline (Jalilvand, 2012). Dapat disimpulkan melalui uraian diatas kuatnya pengaruh eWOM dalam memengaruhi persepsi konsumen terhadap sebuah merek atau produk. Masih menurut Jalilvand (2012), pengaruh eWOM memiliki pengaruh dua kali lebih kuat daripada WOM tradisional. Selain itu eWOM langsung dan positif terhadap citra merek atau brand image. Brand Image sendiri merupakan persepsi konsumen ketika mereka melihat merek dan tercermin asosiasi merek dalam pikiran mereka. Asosiasi mereka terhadap citra merek bersifat multidimensi dan mengandung dimensi emosional atau sikap mengenai merek dan dimensi persepsi kualitas. Dari gambaran keseluruhan konsumen mengenai pengalaman mereka, brand image penting karena melalui teknik ini, citra merek akan membuat respon kognitif, emosional, dan perilaku konsumen sebagai hasilnya. (Lin, Wu, dan Chen, 2013) Dengan asumsi bahwa komunikasi WOM yang dilakukan dengan media yang interaktif dan “hidup” seperti dalam media internet,
WOM
dapat memberikan
pengaruh yang sangat kuat pada persepsi dan Brand Image dan pertimbangan konsumen terhadap sebuah produk (Jalilvand, 2012) dan semua faktor tersebut akhirnya akan berujung pada keputusan pembelian konsumen. Hal ini sejalan dengan fenomena yang terjadi di perusahaan PT Unicharm Indonesia dimana peneliti melaksanakan program magang selama satu semester. PT. Unicharm Indonesia merupakan salah satu pelaku utama industri popok sekali pakai. Perusahaan ini merupakan bagian dari Unicharm Corporation, perusahaan terkemuka asal Jepang yang bergerak dalam industri produk kebersihan dan perawatan berbahan dasar non-woven. Selain menjadi produsen terkemuka di Jepang, Unicharm Corporation juga telah mengembangkan bisnisnya ke puluhan negara. Di Indonesia, PT Unicharm Indonesia hadir sejak tahun 1997, mengawali bisnisnya dalam sektor feminine care. Baru pada sekitar tahun 2000, produk MamyPoko hadir di pasar Indonesia untuk memenuhi kebutuhan disposable diapers. Dalam waktu relatif singkat, penjualan dan market share MamyPoko terus melejit. Saat ini, MamyPoko masih menduduki market share nomor satu di Indonesia, dengan kenaikan penjualan melampaui 30% pada tahun 2012.
8 Selama beberapa bulan berturut-turut, tim pemasaran melihat adanya fenomena dimana masyarakat cenderung aktif dan mempercayakan pemilihan produk melalui berbagai review konsumen lain yang beredar di internet. Pada umumnya konsumen akan membagikan pengalamannya menggunakan produk dengan menggambarkan persepsi yang mereka dapat tentang merek, selain itu juga kinerja produk serta membagikan informasi lainnya seperti promosi dan lainnya. Proses eWOM ini juga aktif diikuti para ibu dalam berbagai situs seperti media sosial, portal forum diskusi, dan lainnya. Hal ini menjadi perhatian tim pemasaran di PT Unicharm Indonesia karena ditemukan sejumlah konsumen yang tertarik melakukan perpindahan merek setelah membaca review, rekomendasi serta perbandingan produk di internet. Perpindahan merek atau biasa dikenal dengan istilah Brand Switching. Kumar and Chaarlas (2011) mendefinisikan Brand Switching sebagai proses dimana konsumen melakukan perpindahan pengunaan dari satu produk dengan merek tertentu ke merek lainnya dalam kategori produk yang sama. Brand Switching sendiri menurut Shukla (2009) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik intrisik maupun ekstrinsik. Fenomena perpindahan merek ini menjadi perhatian khusus yang dibahas di setiap laporan pemasaran bulanan dalam tim Unicharm Indonesia, karena meskipun selama ini Unicharm melalui situs resmi serta akun media sosial MamyPoko telah aktif berinteraksi dengan konsumen, tapi belum secara penuh memfokuskan strategi pemasaran melalui internet atau E-marketing jika dibandingkan dengan para kompetitor yang telah lebih dahulu fokus pada berbagai macam pelaksanaan program pemasaran di internet. Hal ini perlu diwaspadai, mengingat hasil riset terakhir dari Nielsen pada kuartal ketiga tahun 2014 menyebutkan bahwa 60% dari pengguna MamyPoko mengakses internet setiap harinya. Nielsen juga mencatat peningkatan jumlah ibu yang menggunakan internet untuk melakukan pencarian informasi.
9
Gambar 1.6 Tingkat Frequent Internet Users di Indonesia Sumber: Nielsen Consumer & Media View (2014)
Berangkat dari latar belakang diatas, berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisa pengaruh Involvement dan eWOM terhadap Brand Image serta dampaknya terhadap Brand Switching pada konsumen MamyPoko”.
1.2
Ruang Lingkup Penelitian Bagian ini memaparkan keluasan cakupan penelitian.
Keluasan cakupan
penelitian. Keluasan cakupan penelitian ini dibatasi dengan :
1. Penelitian dilakukan dengan penyebaran kuesioner secara online. 2. Penelitian ini dibatasi pada peliputan subjek penelitian yaitu hanya responden yang pernah menggunakan lebih dari satu merek produk popok bayi, yaitu merek MamyPoko dan satu merek lain.
1.3
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan
masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Seberapa besar pengaruh Involvement dan eWOM terhadap Brand Image baik secara parsial dan simultan pada konsumen MamyPoko?
10 2. Seberapa besar pengaruh Involvement terhadap Brand Switching pada konsumen MamyPoko baik secara langsung maupun melalui variable Brand Image? 3. Seberapa besar pengaruh eWOM terhadap Brand Switching pada konsumen MamyPoko baik secara langsung maupun melalui variable Brand Image? 4. Seberapa besar pengaruh dari variable brand image terhadap keputusan brand switching pada konsumen MamyPoko? 5. Seberapa besar pengaruh Involvement, eWOM , dan Brand Image terhadap keputusan Brand Switching pada konsumen MamyPoko?
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa lebih spesifik mengenai
pengaruh antar variabel yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaruh Involvement dan eWOM terhadap Brand Image pada konsumen MamyPoko baik secara simultan maupun parsial. 2. Untuk mengetahui pengaruh Involvement terhadap keputusan Brand Switching pada konsumen MamyPoko baik secara langsung maupun melalui Brand Image. 3. Untuk mengetahui pengaruh eWOM terhadap keputusan Brand Switching pada konsumen MamyPoko baik secara langsung maupun melalui Brand Image. 4. Untuk mengetahui pengaruh Brand Image terhadap Brand Switching pada konsumen MamyPoko. 5. Untuk Mengetahui pengaruh Involvement, eWOM, dan Brand Image terhadap Brand Switching pada konsumen MamyPoko.
1.5
Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Peneliti: a. Sebagai pengalaman yang berharga bagi peneliti, dan pedoman bagi peneliti untuk melakukan penelitian yang lebih baik lagi dikemudian hari, khususnya dalam bidang pemasaran. b. Memperluas wawasan dan kemampuan berpikir bagi peneliti dalam bidang pemasaran baik secara general, maupun kemampuan untuk
11 membaca
perilaku
konsumen
serta
berbagai
faktor
yang
memengaruhinya. c. Untuk
membandingkan
pengetahuan
teori pemasaran
dengan
kenyataan yang ada dalam praktek sehingga dapat diketahui sejauh mana pengetahuan teori pemasaran tersebut dapat diterapkan dengan baik. d. Untuk menambah pengetahuan dan kemampuan menganalisa, juga pelatihan untuk mendefinisikan masalah, mencari penyebab, serta mencari penyelesaian bagi masalah dalam bidang pemasaran.
2. Manfaat bagi perusahaan: a. Hasil penelitian dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi perusahaan terkait dengan topik penelitian ini. b. Hasil dan temuan dalam penelitian dapat dijadikan informasi serta masukan dalam mengambil keputusan penetapan strategi pemasaran. c. Sumber inspirasi bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan yang lebih baik dan meningkatkan riset dan pengembagan perusahaan.
3. Manfaat bagi pembaca a. Sumber informasi dan referensi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian dengan topik serupa. b. Secara umum, dapat memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai perilaku konsumen, eWOM, involvement, brand image, serta brand switching.
4. Manfaat bagi bidang pendidikan a. Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang mengenai eWOM. b. Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang mengenai involvement. c. Sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang mengenai brand image dan brand switching.
12 1.6
State of The Arts Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan tema/
gejala yang diteliti (state of the art) berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan sebagian besar dijadikan referensi pendukung serta landasan dalam penelitian mengenai Involvement, eWOM, Brand Image, dan Brand Switching. Berikut ringkasan hasil penelitian terdahulu: 1. Penelitian pertama Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Reza Jalilvand and NedaSamiei. 2012, dalam penelitian yang berjudul “THE EFFECT OF ELECTRONIC WORD OF MOUTH ON BRAND IMAGE AND PURCHASE INTENTION” Emerald Insight, Marketing Intelligence &Planning Vol. 30 No. 4, 2012 mengemukakan konklusi bahwa Tujuan dari sebuah merek adalah menyampaikan perasaan akan kepercayaan, kepercaya dirian ketia menggunakan merek, serta status dan eksklusifitas. eWOM merupakan salah satu faktor terbesar dalam pembentukan Brand Image. Penelitian ini juga mengungkapkan fakta bahwa terdapat pengaruh dari product involvement terhadap brand image baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Penelitian Kedua Menurut penelitian yang dilakukan oleh Quoqing, Zhongke, Kai, dan Xiaofan yang berjudul “The Influence of WOM on Consumer’s Intention on Brand Switching: The Mediate Role of Subjective Norms” tahun 2012, menjelaskan bahwa Komunikasi WOM mempunyai pengaruh terhadap intensi konsumen pada Brand Switching. 3. Penelitian Ketiga Menurut penelitian Srivastava & Sharma yang berjudul “Service Quality, Corporate Brand Image, and Switching Behavior: The Mediating Role of Customer Satisfaction and Repurchase Intention” menjelaskan bahwa adanya hubungan dan pengaruh antar Brand Image terhadap perilaku Brand Switching.
13