BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN
Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar 1,37% per tahun, dan telah mencapai 57.800 hektar pada tahun 2012. Apabila kondisi ini tidak segera ditangani, diperkirakan Indonesia memiliki 67.100 hektar pemukiman kumuh pada tahun 2020. Menurut Badan Pusat Statistik Medan, Kota Medan tepatnya pada tahun 2008 memiliki beberapa kawasan kumuh yang menyebar di 7 kecamatan dan 18 kelurahan dengan luas sekitar 403 hektar, luas daerah kumuh di Medan mencapai 1,5 persen per tahun dari total keseluruhan luas daerah tersebut. Daerah ini meliputi tujuh kecamatan antara lain Medan Area dengan luas daerah kumuh 24,55 hektar dengan 1.625 penduduk miskin, Medan Denai 207.4 hektar dengan 6.849 penduduk miskin, Medan Perjuangan 14.30 hektar dengan 1.067 penduduk miskin, Medan Belawan 61.35 hektar dengan penduduk miskin 17.716 warga, Medan Deli 112.2 hektar dengan penduduk miskin 25.280 orang, Medan Labuhan 56,5 hektar dengan penduduk miskin 20.599 dan Medan Marelan 27 hektar dengan 11.931 penduduk miskin. Berangkat dari permasalahan di atas, untuk mengatasi perumahan dan pemukiman kumuh di kota Medan, khususnya pada bantaran sungai, perlu suatu konsep penataan dan revitalisasi yang baik sehingga mendapatkan suatu peningkatan mutu lingkungan tata ruang dan mempertegas struktur ruang kota serta memberikan pemecahan masalah terhadap semakin sempitnya lahan pemukiman di Kota Medan. Penataan dan revitalisasi kawasan muka sungai merupakan rangkaian upaya atau cara untuk menghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati. Meningkatkan nilai-
7
Universitas Sumatera Utara
8
nilai vitalitas dari suatu kawasan untuk menggali lagi potensi serta pengendalian lingkungan kawasan. Penataan ini dilakukan melalui pengembangan kawasan yang layak untuk direvitalisasi baik dari segi fisik yaitu bangunan atau ruang kawasan, kualitas lingkungan, maupun sarana prasarana yang mendukung aktivitas sosial ekonomi warga. Dalam konteks Kota Medan, permasalahan revitalisasi kawasan muka sungai ini belum menemukan penerapan ideal yang dianggap berhasil mengakomodasi kepentingan pihak-pihak terkait, seperti pemerintah, pengembang, ataupun masyarakat. Kawasan muka sungai sangat identik dengan kesan kumuh, tidak sehat, dan jauh dari kata bersih. Kenyataan ini semakin diperburuk dengan adanya konsep yang tertanam pada masyarakat yang menjadikan sungai sebagai area belakang yang difungsikan menjadi pembuangan akhir dari limbah maupun sampah. Kondisi ini menimbulkan tekanan yang sangat kuat terhadap kualitas lingkungan, serta penyediaan sarana dan prasarana perkotaan. Permasalahan menjadi lebih kompleks mengingat cepatnya perubahan lahan produktif menjadi berbagai keperluan seperti pemukiman, prasarana umum, serta area komersial yang dapat menciptakan suasana sosial dan ekonomi antar manusia terjalin. Sungai Deli yang dahulunya merupakan urat nadi perdagangan pada masa Kesultanan Deli di Kota Medan juga tidak terlepas dari permasalahan tersebut. Dijadikannya sungai sebagai area belakang dan tercemarnya air sungai menjadi masalah utama area tersebut.
Gambar 1.1. Keadaan tapak di tepi Sungai Deli Sumber. Penulis (2014)
Universitas Sumatera Utara
9
Sungai yang harusnya menjadi area yang bisa dinikmati bersama oleh masyarakat kota, kini dijadikan sebagai area privasi bagi warga kampung tersebut untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti mandi, mencuci, bahkan sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) baik sampah maupun limbah. Keadaan ini dapat dilihat pada Gambar 1.1. Seiring dengan pesatnya pembangunan Kota Medan, memberikan pengaruh bagi perkembangan di sekitar pusat kota, salah satunya adalah kawasan pemukiman padat Kampung Hamdan Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.
Gambar 1.2. Kondisi awal tapak Sumber. Penulis (2014)
Tapak kawasan yang akan didesain ini berbatasan dengan pemukiman padat penduduk yang berada di Utara tapak, Jalan Ir. H. Juanda di Selatan tapak, Jalan Multatuli dan Jalan Samanhudi di sebelah Barat tapak, dan berbatasan langsung dengan Sungai Deli pada Timur tapak, dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 1.3. Peta Kecamatan Medan Maimun Sumber. Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (2014)
Gambar 1.3 di atas merupakan peta lokasi dari tapak yang akan didesain dilihat dari peta Kecamatan Medan Maimun. Kawasan ini terletak antara Kecamatan Medan Kota dengan Medan Petisah. Pada kawasan Medan Kota dan Medan Petisah banyak terjadi aktivitas ekonomi dengan jumlah penduduk yang lumayan banyak. Jadi, diharapkan dengan kenyataan tersebut kawasan Kampung Hamdan ini bukan hanya dapat menarik pengunjung dari daerah sekitar saja, melainkan dapat menarik beberapa pengunjung dari kecamatan sekitar ataupun penduduk Kota Medan secara umum.
1.1. Aspek Topografi Lahan Berdasarkan segi topografi, kawasan Kampung Hamdan memiliki garis kontur yang cukup banyak menunjukkan perbedaan 1 m dari setiap levelnya.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 1.4. Garis kontur pada kawasan Sumber. Google (2014)
Permukaan tertinggi pada tapak terdapat pada ketinggian lebih dari dua puluh enam meter, sedangkan daerah permukaan yang paling rendah berada di area pinggiran sungai yang berada pada ketinggian lebih dari dua puluh tiga meter pada tapak dapat dilihat pada Gambar 1.4. Kondisi ini menunjukkan bahwa kawasan Kampung Hamdan ini memiliki tanah yang cukup berkontur sehingga bisa dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah termasuk dreinase, karena menggunakan ilmu fisika mengenai sifat dari air yang mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah. Selain itu tanah yang berkontur ini bisa dimanfaatkan untuk pemanfaatan angin sebagai penghawaan alami dalam bangunan yang akan dibangun. Namun walaupun kawasan ini memiliki tanah yang berkontur, pada saat musim hujan air sungai pasti akan meluap sehingga menggenangi pemukiman warga. Hal ini dapat terjadi karena sistem aliran dreinase dari kawasan yang kurang baik, serta kurangnya area hijau sebagai area resapan air juga menjadi permasalahan yang cukup rumit di kawasan pemukiman padat penduduk ini.
Universitas Sumatera Utara
12
1.2. Pohon dan Tanaman Area hijau yang dimiliki Kampung Hamdan ini juga bisa dikatakan sangat minim. Pohon atau tanaman yang biasanya sengaja ditumbuhkembangkan di area pekarangan rumah, sebahagian besar tidak tampak pada kawasan ini.
Gambar 1.5. Gambar kondisi ruang terbuka yang dijadikan tempat pembuangan sampah Sumber. Penulis (2014)
Ruang terbuka yang biasanya banyak ditanami oleh pohon-pohon rindang sebagai area yang digunakan untuk bermain anak-anak ataupun area bercengkrama warga malah digunakan sebagai tempat untuk menumpuk barang-barang yang tidak terpakai lagi, bahkan sebagai tempat pembuangan sampah oleh warga, dapat dilihat pada Gambar 1.5. Hal ini menyebabkan sirkulasi udara di sekitar kawasan menjadi kurang nyaman dan terasa sangat panas ketika siang hari. Bukan hanya dipemukimannya saja, pinggiran sungai yang terdapat di kawasan ini yang seharusnya ditanami banyak pohon sebagai area resapan air yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau sehingga bisa digunakan sebagai area pendukung dari aktivitas sosial warga masyarakat sekitar, kebanyakan pada tapak ini justru dijadikan sebagai lahan pemukiman bagi warga. Ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran penduduk mengenai masalah lingkungan yang sehat untuk bermukim.
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 1.6. Gambar kondisi perumahan di sekitar Sungai Deli Sumber. Penulis (2014)
Area bantaran sungai sangat terlihat kumuh. Pada tepian sungai juga terdapat pemukiman liar yang tidak beraturan dan tidak memiliki pohon atau tanaman yang ditanam di area resapan sungai, serta tepi sungai yang dipenuhi sampah yang bertumpukan, dapat terlihat pada Gambar 1.6. Keadaan sungai yang sangat kotor dan sudah mulai dangkal merupakan akibat sedimentasi dari sampah-sampah rumah tangga. Sebagian besar penduduk dan masyarakat sekitar menjadikan sungai ini menjadi area pembuangan sampah.
1.3. Aspek Sosial Kebiasaan masyarakat yang suka berkumpul menjadi sorotan utama di Kampung Hamdan ini. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa suka berkumpul untuk melakukan interaksi dengan tetangga ataupun warga sekitar. Area berkumpul warga pun tersebar di banyak tempat, mulai dari area tepi sungai, warung-warung makan, area ruang terbuka, bahkan bantaran jalan di dalam tapak.
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 1.7. Gambar kegiatan masyarakat di tepi Sungai Deli Sumber. Penulis (2014)
Kegiatan yang mereka lakukan juga cukup beragam, misalnya apabila berkumpul di sungai mereka melakukan beberapa kegiatan seperti mandi, mencuci baju, memancing, bahkan melakukan pembuangan akhir seperti buang air bahkan buang sampah. Ini dapat dilihat pada Gambar 1.7. Kondisi ini sangat ironi sekali, mengingat mereka juga menggunakan air untuk memasak nasi, mencuci, bahkan melakukan aktivitas mandi di sungai. Bisa dibayangkan bagaimana tercemarnya air sungai apabila pembuangan itu tetap berlangsung walaupun kegiatan pokok masyarakat di sungai lebih mengutamakan air yang bersih dan sehat karena akan digunakan untuk konsumsi langsung seperti mandi bahkan minum.
1.4. Aspek Ekonomi Masyarakat Kampung Hamdan terkenal dengan industri baksonya, dapat dilihat dari terdapatnya warung bakso yang cukup terkenal di kota Medan yaitu Bakso Amat yang terletak di pinggiran tapak Kampung Hamdan ini.
Universitas Sumatera Utara
15
Gambar 1.8. Gambar warung Bakso Amat yang terletak pada tapak Sumber. Penulis (2014)
Keadaan ini menjadi hal penting dari kawasan, walaupun tidak sebagian besar warga bermata pencarian sebagai tukang bakso, tapi setidaknya ada contoh kasus yang berhasil dalam usaha bakso yang bisa dijadikan sebagai ciri khas kampung tersebut. Dapat dilihat pada Gambar 1.8. Warung bakso ini cukup terkenal di Kota Medan dapat dilihat dari banyaknya penikmat kuliner yang berdatangan baik yang berasal dari Kota Medan sendiri maupun dari luar kota yang datang khusus ingin menyantap hidangan khas Kota Medan ini.
Gambar 1.9. Gambar kegiatan ekonomi yang terjadi pada pinggiran tapak Sumber. Penulis (2014)
Selain usaha bakso, di kampung ini juga banyak terdapat usaha-usaha warga yang lain seperti warung nasi, toko jajanan, warung kopi, salon, penjahit, bengkel, dan lain-
Universitas Sumatera Utara
16
lain, dapat dilihat pada Gambar 1.9. Usaha-usaha tersebut sebagian besar terdapat di pinggiran tapak yang berorientasi ke jalan yang digunakan sebagai tempat parkir sehingga dengan keadaan ini memicu terjadinya kemacetan yang cukup parah, ditambah lagi ruas jalan yang cukup kecil. Penjabaran ini merupakan hal-hal besar bagaimana keadaan sosial ekonomi warga di kampung tersebut, mulai dari kebiasaan hingga mata pencarian warga yang dominan.
1.5. Aspek Kebudayaan Mayoritas suku pada masyarakat Kampung Hamdan ini yaitu suku Minang dan Jawa. Ini dapat dirasakan dari kebanyakan dialek yang digunakan warga. Selebihnya yaitu suku Batak, Cina, Melayu, dan India. Mayoritas dari agama masyarakatnya adalah Agama Islam. Walaupun di sini juga terdapat beberapa warga yang menganut agama lain, seperti Kristen, Hindu, dan Konghucu. Dari data yang dapat dilihat di lapangan, keliatan bahwa walaupun masyarakat Kampung Hamdan ini memiliki suku ataupun agama yang beragam, tapi mereka tetap dapat hidup berdampingan satu sama lain.
1.6. Kondisi Pemukiman Warga Mengenai masalah struktur bangunan, pemukiman warga banyak menggunakan material seng, kayu, dan beton. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan dan kesehatan pada warga karena rumah yang menggunakan material seng untuk dinding dan atapnya akan terasa panas di siang hari dan akan terasa sangat dingin pada malam hari, serta akan cepat mengalami pelapukan bagi rumah yang bermaterialkan kayu karena terkena banjir. Seperti yang kita ketahui bahwa area ini adalah area yang cukup bersahabat dengan banjir apabila hujan turun. Ini terjadi karena kebanyakan warga Kampung Hamdan adalah warga yang berpenghasilan menengah dan cenderung rendah.
Universitas Sumatera Utara
17
Jadi, kebanyakan warga hanya menggunakan material-material yang murah ataupun menggunakan material bekas yang tidak terpakai lagi.
Gambar 1.10. Gambar contoh material yang digunakan mayoritas bangunan Sumber. Penulis (2014)
Material seng, kayu, dan beton merupakan mayoritas material yang digunakan oleh warga Kampung Hamdan dapat dilihat pada Gambar 1.10. Material ini banyak digunakan warga dengan alasan harga yang lebih terjangkau oleh mayoritas warga yang berpenghasilan rendah pada kawasan ini. Gambaran kondisi pemukiman warga dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah pemukiman yang terletak di pinggiran jalan dan tengah tapak, serta pemukiman yang berada di pinggiran sungai.
Gambar 1.11. Gambar contoh bangunan yang berada di pinggir dan tengah tapak Sumber. Penulis (2014)
Universitas Sumatera Utara
18
Pada pemukiman warga yang berada di daerah pinggiran jalan dan tengah tapak, rata-rata rumah warga sudah menggunakan bata sebagai material bangunannya, atap terbuat dari seng dan genteng. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 1.11. Selain itu lantai sudah berupa keramik dan menggunakan pondasi batu kali.
Gambar 1.12. Gambar contoh bangunan yang berada di pinggir sungai Sumber. Penulis (2014)
Mengenai pemukiman yang berada di daerah pinggiran sungai, kebanyakan rumah warga masih menggunakan kayu dan seng sebagai material dindingnya, atap terbuat dari seng, lantai masih berupa perkerasan atau semen, dan menggunakan pondasi batu kali, walaupun terdapat juga rumah dengan konstruksi rumah panggung karena berbatasan langsung dengan Sungai Deli. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 1.12. Selain itu, kebanyakan jenis rumah yang ada di Kampung Hamdan, yaitu tipe rumah deret, rumah couple, dan rumah tunggal. Tipe bangunan yang berada di tapak ini tidak sesuai dengan standar rumah yang baik, karena perbandingan jumlah anggota keluarga dengan luas rumah tidak sesuai dengan ketentuan rumah yang layak huni.
1.7. Kondisi Jalur Sirkulasi Warga Pada kawasan Kampung Hamdan ini terdapat banyak sekali jalan kecil yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki dan sepeda motor. Bahkan becak, yang sebagian
Universitas Sumatera Utara
19
besar warga gunakan sebagai kendaraan yang mendukung pekerjaan mereka di kawasan tersebut sebagai penarik becak harus diparkirkan di rumah warga atau area terbuka yang berada di pinggiran tapak yang berdekatan dengan jalan primer karena jalan di dalam tapak yang tidak dapat dilalui akibat dari padatnya pemukiman penduduk.
Gambar 1.13. Gambar situasi jalan pada tapak Sumber. Penulis (2014)
Karena terlalu banyaknya jalan kecil yang berada di kawasan ini, apabila berada di kawasan ini bisa saja orang tersesat dan tidak tahu jalan untuk keluar. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 1.13. Perbatasan antar rumah warga pun juga bisa digunakan sebagai jalur yang dapat ditembus untuk menuju suatu daerah. Apabila orang yang baru saja berkunjung ke daerah ini pasti merasakan seperti ada di sebuah labirin yang tidak ketahui di mana ujungnya karena setiap sela rumah warga pasti dapat ditembus. Jalur ke sungai pun tidak dapat mengetahui dengan pasti, karena tertutup oleh rumah warga. Jalan primer pada kawasan ini terletak pada jalan sekitar tapak yaitu, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Samanhudi, dan Jalan Multatuli. Jalan sekundernya merupakan gang-gang kecil yang terdapat di dalam tapak yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat.
1.8. Peraturan UU dan Kepatuhan Hukum Pembahasan mengenai Undang – Undang dan peraturan dari bangunan dan lingkungan di sekitar tapak sangat terlihat dari tidak adanya kepatuhan hukum dan
Universitas Sumatera Utara
20
peraturan yang ada di sekitar Kampung Hamdan ini seperti tidak adanya area resapan sungai yang berupa garis sempadan sungai yang harusnya sekitar lima belas meter dari tepian sungai yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2011 tentang sungai. Hal ini terlihat dari terlalu dekatnya jarak perumahan warga dengan sungai dan keadaan sungai yang terdapat banyak tumpukan sampah, menyebabkan air sungai meluap.
Universitas Sumatera Utara